Mangrove memiliki peran fungsi ekologis dan ekonomis yang penting bagi ekosistem serta masyarakat pesisir (Seary, 2019). Manfaat hutan mangrove dapat dirasakan baik secara langsung dan tidak langsung, karena selain menjadi benteng alam terhadap hempasan ombak laut sehingga meminimalisir abrasi wilayah pantai, ekosistem laut juga menjadi rumah berbagai macam biota. Mulai dari kepiting hingga tempat ikan-ikan bereproduksi dan membesarkan anak-anaknya. Ranting, daun, serta buahnya dapat dimanfaatkan langsung oleh masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari.
Wacana reklamasi Teluk Benoa imbas Perpres No 51 tahun 2014 yang beberapa tahun belakangan ramai jadi bahan perbincangan seperti berita disini ketika direalisasikan maka bukan tidak mungkin ekosistem mangrove wilayah tersebut akan terkena dampaknya. Berawal dari permasalahan itu saya mencoba untuk membuat visualisasi kondisi mangrove wilayah Teluk Benoa dengan data KLHK disini.
Data yang saya dapatkan terdiri atas lima tingkat kategori kerapatan yaitu Mangrove Sangat Jarang hingga Mangrove Sangat Lebat. Melalui tabel atribut peta 3D dibawah bisa kita lihat bahwa Mangrove Sangat Lebat serta Mangrove Lebat memiliki luasan sebesar 414,037 dan 390,125 Ha. Sangat jauh apabila dibandingkan dengan Mangrove Sedang (145,534 Ha), Mangrove Jarang (54,860 Ha), Mangrove Sangat Jarang (Ha). Tingkat luasan kategori mangrove juga direpresentasikan oleh ketinggian polygon secara 3D, ketinggian polygon berbanding lurus dengan luas mangrove.
(gambar)
Berdasarkan peta di atas, dapat kita disimpulkan bahwa mayoritas kondisi ekosistem Mangrove di Teluk Benoa masih dalam keadaan yang bagus jika dilihat melalui parameter tingkat kerapatannya. Oleh karena itu, sangat disayangkan ketika ekosistem Mangrove di wilayah ini mengalami kerusakan misalnya diakibatkan perubahan fungsi lahan seperti reklamasi.
Berita bagusnya Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2014-2019, Ibu Susi Pudjiastuti melalui Keputusan Menteri Nomor 46/KEPMEN-KP/2019 menetapkan Teluk Benoa sebagai Kawasan Konservasi Maritim. Kebijakan tersebut dikeluarkan pada akhir masa jabatannya tanggal 4 Oktober 2019. Meskipun hal itu tidak serta merta membatalkan potensi dilaksanakannya proyek reklamasi Teluk Benoa karena Perpres No 51 tahun 2014 belum secara resmi dibatalkan.
Tetapi setidaknya Keputusan Menteri tadi bisa jadi awal pemerintah dalam membuat regulasi untuk pembangunan yang senantiasa memperhatikan keberlangsungan lingkungan serta mewujudkan Sustainable Development Goals (SDGs).
Link untuk dieksplorasi :
Referensi :
Seary, R. (2019). The future of mangrove fishing communities. In Predicting Future Oceans (pp. 283–293). Elsevier. https://doi.org/10.1016/b978-0-12-817945-1.00036-8