
Transportasi berbasis rel dalam kota merupakan salah satu pilihan moda transportasi publik yang digunakan oleh pemerintah negara maju untuk memfasilitasi mobilisasi masyarakat. Bebas hambatan serta ketepatan waktu menjadi alasan utama bagi sebuah pemerintah membangun sistem transportasi rel yang terintegrasi. Selain itu, pemerintah juga melakukan pengembangan serta pembenahan terhadap pedestrian untuk mendorong lebih banyak orang berjalan kaki dan menggunakan transportasi umum. Menurut salah satu dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Profesor Hamdi Muluk, menyatakan bahwa kehidupan publik di negara maju bukan diukur dari kehidupan privat dengan menghitung jumlah kendaraan pribadi yang melintas di jalanan perkotaan, tetapi dari banyaknya transportasi publik yang layak, terjangkau, modern, dan dapat diandalkan. Hal tersebut sudah tertanam dalam semangat MRT Jakarta sebagai sebuah simbol kebanggaan dan peradaban baru sebagai Indonesia yang akan lepas landas dari negara berkembang.
Perencanaan pembangunan Moda Raya Terpadu atau Mass Rapid Transit (MRT) diperlukan waktu penantian selama 34 tahun lamanya. Perencanaan selama 29 tahun dengan masa pembangunan 5,5 tahun ini akhirnya rampung pada awal tahun 2019 dan dapat beroperasi secara massal pada Maret 2019. Sebuah megaproyek yang akan membawa peradaban baru masyarakat ini menelan biaya kontruksi sebesar enam belas triliun rupiah yang berasal dari pinjaman pemerintah Jepang. Kehadirannya melayani tiga belas stasiun dari Bundaran Hotel Indonesia hingga Lebak Bulus dengan rute sepanjang enam kilometer dengan perincian enam kilometer jalur bawah tanah dan sepuluh kilometer jalur layang.
Melalui tiga belas statiun yang tersebar sepanjang Jalur Utara – Selatan, dengan perincian enam stasiun bawah tanah dan tujuh stasiun melayang – telah menghubungkan lebih dari tiga puluh juta penumpang selama satu tahun operasional yang dimulai bertepatan setelah peresmian MRT Jakarta oleh Presiden RI Joko Widodo pada hari Minggu, 24 Maret 2019. Sebelum peresmian, MRT Jakarta telah memberikan kesempatan kepada uji coba terbatas untuk duta besar negara sahabat, menteri negara, dan jurnalis serta 286 ribu masyarakat yang mendapatkan kesempatan untuk uji coba publik.
Mengubah Peradaban Masyarakat

Sistem transportasi publik dalam kota berbasis rel merupakan salah satu aset nasional dengan nilai ekonomis yang fantasis untuk memberikan kenyamanan, ketepatan waktu, dan keamanan bagi penumpang. Pelayanan MRT juga harus mengikuti standar operasional prosedur yang berlaku di negara maju yang telah memiliki sistem metro atau subway, lalu sistem tersebut diadopsi ke tanah air. Ada hak dan tentu ada kewajiban, inilah yang akan berlaku dalam operasional MRT. Pemerintah berusaha memfasilitasi masyarakat akan kebutuhan transportasi umum yang idealnya didapatkan dari pendanaan pajak pembangunan sebagai wujud pemenuhan hak masyarakat. Dengan demikian masyarakat memiliki sebuah tanggung jawab untuk menjaga fasilitas publik di samping haknya untuk menggunakan. Tanggung jawab ini perlahan akan tertanam dalam kehidupan keseharian masyarakat dan menjadi sebuah budaya baru.
Salah satu budaya baru yang akan muncul adalah masyarakat akan sadar tentang pentingnya posisi berdiri dalam tangga berjalan atau eskalator. Pada mulanya, masyarakat akan tetap dalam posisi diam di sisi kiri atau kanan – bahkan dapat berselang seling di kedua sisi – tangga berjalan. Ketidakpedulian masyarakat akan hal ini membawa keresahan bagi masyarakat yang memerlukan akses untuk bergerak lebih cepat. Tentu setiap stasiun MRT memiliki tangga konvensional dan tangga berjalan untuk memudahkan mobilisasi penumpang yang akan menuju bawah tanah atau statsiun melayang. Demi sebuah keteraturan dan menghargai kepentingan penumpang bersama, keberadaan MRT telah memaksa masyarakat untuk patuh terhadap aturan posisi berdiri dalam eskalator. Sisi kiri dipakai penumpang untuk diam dan sisi kanan dipakai penumpang untuk mendahului – aturan ini mengacu kepada posisi lajur mengemudi kiri di Indonesia.
Posisi berdiri di tangga berjalan tidak hanya dapat dilakukan ketika menggunakan eskalator MRT, tetapi juga dapat digunakan ketika masyarakat menggunakan eskalator di berbagai tempat publik lainnya. Dengan menerapkan kebiasaan tersebut, akan menjadi sebuah kebiasaan yang familiar dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi sebuah budaya baru.
Berikutnya adalah budaya yang masih didasarkan pada ketepatan waktu dan kenyamanan penumpang, yaitu budaya menunggu dan mengantri. MRT merupakan moda transportasi massal cepat yang memang tersedia untuk penumpang yang akan bermobilisasi dengan cepat. Dengan banyaknya penumpang yang memerlukan waktu tempuh cepat, perlu ditentukan sebuah peraturan untuk ketertiban. Melalui hal tersebut, bagi setiap penumpang MRT Jakarta harus menunggu di tempat garis batas tunggu peron yang telah ditentukan untuk memasuki rangkaian kereta yang akan tiba. Penumpang dari dalam kereta harus keluar terlebih dahulu, sehingga setiap penumpang harus berada dalam posisi dekat dengan pintu keluar kereta sebelum kereta berhenti dengan sempurna di stasiun tujuan. Hal tersebut dilakukan agar seluruh penumpang yang berkepentingan dapat menghemat waktu dan menghargai waktu orang lain.
Prinsip First In First Out dalam metode persediaan barang dapat menjadi gambaran sederhana. Sesuai dengan namanya, dapat ditafsirkan bahwa barang yang pertama kali masuk akan dikeluarkan terlebih dahulu. Hal tersebut juga berlaku ketika penumpang akan masuk ke dalam kereta. Garis batas tunggu peron menjadi tempat menunggu kereta datang dan pintu terbuka untuk memberikan kesempatan kepada penumpang yang akan keluar, lalu ketika situasi telah aman penumpang yang akan masuk ke dalam kereta dipersilakan. Sebuah kekacauan apabila tidak adanya aturan yang tegas untuk mengatur hal tersebut.
Selanjutnya adalah budaya berjalan kaki dan menggunakan trasnportasi publik. Untuk menjangkau peron stasiun MRT Jakarta diperlukan turun ke dalam tanah atau naik ke stasiun layang. Kesempatan ini juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berolahraga di tengah kesibukan harian. Selain MRT Jakarta, banyak moda transportasi publik lainnya seperti Transjakarta dan bus kota lainnya untuk melanjutkan mobilisasi masyarakat. Dengan banyaknya masyarakat yang beralih ke transportasi umum, polusi udara akibat emisi gas kendaraan bermotor tenaga fosil ini dapat berkurang sehingga kendaraan pribadi hanya digunakan dalam kondisi atau situasi yang tidak memungkinkan menggunakan kendaraan pribadi. Angka kemacetan akan semakin berkurang, tetapi jumlah pesepeda akan semakin meningkat apabila pemerintah makin mendukung memfasilitasi keamanan dan kenyamanan bagi pesepeda.
Dengan menggunakan transportasi publik, banyak kebiasaan baru yang dapat diadopsi sebagai kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari yang akan menjadi sebuah budaya. Seperti halnya etiket dalam mengutamakan akses tempat duduk dan masuk untuk lansia, disabilitas, ibu hamil, dan penumpang dengan anak. Kebiasaan tersebut umunya ditekankan dalam penggunaan fasilitas umum bersama, tetapi akan tumbuh sebagai budaya jika dilakukan pembiasaan semenjak pendidikan pertama dari kehidupan keluarga. Selain hal tersebut, setiap kehidupan individu masyarakat juga dapat meningkatkan kepedulian terhadap sesama akibat berada dalam satu tempat umum yang sama.
Sebelum pandemi korona terjadi, kawasan Transit Oriented Development (TOD) Dukuh Atas telah menjadi sebuah tempat perkumpulan yang menampilkan beberapa acara, baik acara seni modern ataupun tradisional. TOD Dukuh Atas memanfaatkan Terowongan Kendal yang semula hanya digunakan untuk kendaraan memutar balik. Begitu pula halnya dengan beberapa pojok ilmu yang berada di beberapa Stasiun MRT Jakarta dengan menyajikan QR Code berisi informasi yang mendidik berupa sejarah beberapa tempat di Jakarta.
MRT Jakarta – Mendekatkan Masyarakat dengan Kuliner
Peran utama transportasi umum adalah memudahkan mobilisasi masyarakat sehingga dampak samping adalah membentuk budaya baru. Peran utama MRT Jakarta sebagai transportasi umum sudah mampu menyerap rata-rata jumlah penumpang harian sebanyak 86 ribu dengan persentase 75% pengguna harian dan 25% pengguna tidak berkala (occasional). Keberadaan setiap stasiun MRT Jakarta akan meningkatkan nilai ekonomi bagi kawasan di sekitarnya yang berada dalam radius empat sampai delapan ratus meter akibat kemudahan dalam menjangkau berbagai wilayah.
Bidang kuliner menjadi salah satu tempat yang semakin mudah diakses dengan adanya keberadaan MRT Jakarta. Kawasan Kuliner Jalan Sabang Jakarta dan Jalan Kebon Kacang menjadi tempat kuliner murah (dalam kebudayaan Singapura dikenal dengan istilah Hawker Centre) yang berada di kawasan dekat Stasiun MRT Bundaran Hotel Indonesia.
Kawasan Kuliner Sabang Jakarta berada di samping utara mall pertama sekaligus gedung pertama di Indonesia yang memiliki eskalator, yaitu Sarinah. Bertempat di Jalan Wahid Hasyim dan Jalan H. Agus Salim menawarkan berbagai makanan yang baru bisa dinikmati pada malam hari dengan ragam jenis dan harga yang bervariatif. Salah satu tempat makan legendaris adalah Soto Lamongan dan Sate Kambing Jaya Agung yang menyediakan soto ayam, gulai, sate ayam, dan sate kambing.
Ketika sebelum pemberlakuan PSBB yang mengakibatkan hari bebas kendaraan bermotor (Car Free Day) dihapuskan, Jalan Kebon Kacang menjadi tempat wisata kuliner dan pasar dadakan dengan target pembeli masyarakat yang turut serta dalam kegiatan Car Free Day.
Tristan Jachremi
@tristanjachremi