Map of Areas Prone to Forest/Land Fires Based on Hotspot Range in 2021-2023 (case study: Bandung Area)

28/11/2023 • SENI NOVITA SARI

Batas Administrasi Kawasan Bandung

Hotspot 2021-2023 Kawasan Bandung


Map of Areas Prone to Forest/Land Fires Based on Hotspot Range in 2021-2023
Map of Areas Prone to Forest/Land Fires Based on Hotspot Range in 2021-2023

Latar Belakang

Sejak tahun 1997, kebararan hutan dan lahan selalu terjadi di Indonesia hampir setiap tahunnya. Bedasarkan data KHLK (2016), kejadian kebakaran hutan dan lahan tahun 2016 mencapai 438.360 hektar. Di tahun 2017, kebakaran hutan mencapai 124.983 Ha. Negara Indonesia mengalami periode kebakaran hutan dan lahan yang terjadi biasanya pada musim kemarau bulan Agustus – Oktober atau pada masa peralihan. Musim kemarau ini dapat memicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan karena kondisi cuaca yang kering dan kurangnya pasokan air. Selain itu, terjadinya kebakaran hutan lahan juga disebabkan oleh berbagai faktor yaitu aktivitas manusia, pola pertanian yang tidak berkelanjutan, curah hujan yang rendah, pengaruh el niño dan variabilitas iklim, kondisi topografi, kurangnya pengawasan dan penegakan hukum, dan lainnya. Kebaran hutan dan lahan menjadi salah satu bentuk gangguan yang akan menimbulkan berbagai dampak negatif dengan lingkup yang cukup besar (Putra, dkk., 2018). Dampak dari terjadinya kebakaran hutan dan lahan akan mempengaruhi berbagai sektor lingkungan hidup, perubahan iklim global, ekonomi, sumber daya air, kerugian sosial, infrastruktur, dan lainnya. Kemudian, hutan dan lahan menjadi sumberdaya alam yang sangat penting bagi manusia. Maka, pentingnya pemeliharaan hutan dan lahan ini akan menjaga fungsi ekologis hutan dan lahan untuk mendukung keberlanjutan sumber daya alam, melindungi habitat alami flora dan fauna untuk menjaga keanekaragaman hayati, mempertahankan kemampuan hutan sebagai penyerap karbon yang signifikan, dan lainnya. Maka, harus dijaga sebaik mungkin untuk mengatisipasi dan menanggulangi wilayah yang rawan kebakaran hutan.

Dalam pencegahan terjadinya kebakaran hutan dan lahan perlu adanya pemetaan kerawanan kebakaran hutan dan lahan dari berbagai parameter (Putra, dkk., 2018). Pemetaan kerawanan kebakaran hutan dapat menggunakan Sistem Informasi Geografis yang dapat memantau dan memahami terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Selain itu, pemetaan kerawanan tersebut dapat dianalisis apakah insiden tersebut telah terjadi atau prediksi kebakaran di masa depan. Pemetaan kerawanan kebakaran hutan dan lahan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) salah satunya telah dilakukan oleh Yusuf, dkk. (2019) dengan menganalisis kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau yang menghasilkan faktor yang menyebabkan kebakaran hutan/lahan di Provinsi Riau dan analisis distribusi titik panas. Maka, pemetaan kerawanan kebakaran hutan dan lahan sangat penting untuk mengidentifikasi wilayah yang rentan. Pemetaan kerawanan wilayah kebakaran hutan dan lahan ini dapat menggunakan parameter kejadian titik api yang telah terjadi. Kebakaran hutan dan lahan yang telah terjadi memberikan pemahaman tentang pola dan frekuensi kejadian. Sehingga, wilayah yang sering mengalami kebakaran/titik api yang tersebar dianggap lebih rentan.

Kawasan Bandung merupakan salah satu kawasan di Jawa Barat. Kawasan Bandung terdiri atas Kota Bandung, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat. Kawasan Bandung rawan mengalami kejadian kebakaran hutan dan lahan akibat adanya peningkatan musim kemarau yang ditambah dengan fenomena El-Nino. Selain itu, pemicu kebakaran hutan di Kawasan Bandung ini akibat adanya human error yang membakar sampah di musim kemarau. Beberapa rincian kejadian kebakaran hutan dan lahan di Kawasan Bandung ini yaitu pada Kabupaten Bandung kebakaran hutan dan lahan mengalami kenaikan saat musim kemarau terdapat 67 peristiwa kebakaran yang berlangsung pada tahun 2023 (Yulianto, 2023). Kemudian, kebakaran hutan dan lahan terjadi di Kabupaten Bandung Barat dengan total lahan terbakar seluas 7 hektare di kebun pinus Kecamatan Cikalongwetan dan Padalarang. Terakhir, di Kota Bandung kasus kebakaran lahan mencapai 317 peristiwa kebakaran.

Banyaknya peristiwa kebakaran yang terjadi di Kawasan Bandung ini perlu diidentifikasi melalui pemetaan wilayah yang rawan terhadap kebakaran hutan agar tidak menimbulkan berbagai permasalahan akibat terjadinya dan menanggulangi agar tidak terjadi kebakaran hutan dan lahan. Maka, penelitian ini berjudul ”Map of Areas Prone to Forest/Land Fires Based on the Range of Fire Occurrences in 2017-2019” dibuat untuk memetakan daerah rawan kebakaran hutan/lahan berdasarkan rentang kejadian titik api yang ada pada tahun 2017-2019 di Kawasan Bandung. Penelitian ini memiliki manfaat untuk para kebijakan dan masyarakat di Kawasan Bandung untuk memperhatikan daerah rawan kebakaran hutan/lahan dan mencegah daerah-daerah yang rawan kebakaran hutan/lahan agar tidak terjadi melalui berbagai kebijakan.

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kebakaran hutan dan lahan merupakan peristiwa api membakar dan merambat kawasan vegetasi di area hutan atau pada lahan yang kering. Kebakaran akan menimbulkan bahaya dan akan mendatangkan bencana bagi setiap sektor kehidupan. Kejadian kebakaran dapat terjadi akibat pembakaran yang tidak dikendalikan oleh proses alami alam atau proses kesengajaan. Pada proses alami dapat terjadi akibat adanya kilat yang menyambar pohon atau bangunan, letusan gunung api yang menebarkan bongkahan bara api, dan gesekan antara ranting tumbuhan kering yang mengandung minyak karena goyangan angin yang menimbulkan panas atau percikan api. Kemudian, pada kebakaran yang terjadi karena akibat kesengajaan oleh manusia seperti kegiatan ladang, perkebunan (PIR), Hutan Tanaman Industri (HTI), penyiapan lahan untuk ternak sapi, dan sebagainya yang dapat menimbulkan kobaran api.

Beberapa faktor terjadinya kebakaran hutan dan lahan diantaranya, sebagai berikut:

1. Faktor Cuaca, faktor cuaca akan menyebabkan kebakaran hutan yang meliputi: angin, suhu, curah hujan, keadaan air tanah dan kelembaban relatif.

2. Faktor Waktu, mempengaruhi terjadinya kebakaran hutan. Biasanya pada siang hari, sinar matahari dapat meningkatkan suhu dan mengeringkan bahan bakar yang akan meningkatkan risiko kebakaran.

3. Faktor Topografi, mempengaruhi dalam tiga hal yaitu kemiringan, arah lereng, dan medan. Ketiga hal tersebut akan mempengaruhi perilaku api kebakaran hutan dan lahan.

Berdasarkan Pusat Krisis Kesehatan (2023), kebakaran hutan dan lahan memiliki dampak terhadap ekologis dan kerusakan lingkungan yang di antaranya, sebagai berikut:

1. Akibat musnahnya hutan yang mematikan berbagai tanaman akan menimbulkan dampak terjadinya erosi lahan.

2. Peningkatan potensi bencana alam akibat terganggunya ekologis hutan. Potensi bencana alam yang akan meningkat seperti bencana longsor, banjir, dan kekeringan.

3. Hilangnya berbagai spesies endemik flora maupun fauna akibat terjadi kebakaran hutan dan lahan.

4. Meningkatkan pemanasan global yang terjadi akibat dari asap dan gas karbon dioksida (CO2) yang dikeluarkan.

5. Terjadinya sedimentasi sungai akibat debu dan sisa pembakaran yang terbawa erosi yang mengendap, sehingga menyebabkan pendangkalan.

Selain itu, kebakaran hutan dan lahan memiliki dampak yang luas juga terhadap berbagai sektor kehidupan, seperti:

1. Sektor Kesehatan

Polusi yang dihasilkan dari asap kebakaran dapat menyebabkan resiko gangguan pernapasan dan masalah kesehatan manusia. Selain itu, proses evakuasi kejadian kebakaran dapat meningkatkan risiko kehilangan nyawa baik langsung akibat api maupun tidak langsung akibat dampak kesehatan jangka panjang.

2. Sektor Ekonomi

Kebakaran hutan dan lahan akan merugikan pada kerugian ekonomi bagi petani dan pelaku usaha di sektor pertanian dengan merusak tanaman pertanian dan perkebunan. Kemudian, kebakaran akan merugikan daerah yang terkena dampak khususnya daerah wisata.

3. Sosial dan Budaya

Kebakaran hutan dan lahan akan merugikan komunitas adat karena komunitas adat bergantung pada hutan dan lahan yang dapat mengancam kehidupan dan budayanya. Kebakaran hutan dan lahan akan memicu juga terhadap migrasi manusia dan meningkatkan ketegangan sosial dalam persaingan untuk sumber daya yang tersisa setelah kebakaran.

4. Air dan Sumber Daya Alam

Terjadinya kontaminasi sumberdaya air akibat abu dan partikel yang mencemari sumber air, memengaruhi kualitas air dan kehidupan akuatik. Kemudian, hilangnya produktivitas tanah yang menyebabkan erosi tanah, hilangnya lapisan humus, dan merusak kesuburan tanah, mengurangi produktivitas pertanian di masa mendatang.

Mengenai Titik Api (Hotspot)

Titik api (Hotspot) merupakan titik yang merujuk pada suatu wilayah yang dimana kejadiaan kebakaran hutan dan lahan yang cukup signifikan. Hotspot menunjukkan tempat-tempat yang mengalami kejadian kebakaran vegetasi secara besar-besaran. Kejadian hotspot dapat terjadi oleh faktor alam atau manusia.

Terdapat ciri-ciri hotspot yang benar-benar terjadi kebakaran lahan atau hutan di antaranya, sebagai berikut:

1. Titik panas yang berkelompok (biasanya kebakaran lahan yang sangat besar) tidak lagi dianggap sebagai titik panas tunggal karena efek panasnya menyebar ke wilayah sekitarnya. Oleh karena itu, titik api yang mengelompok dapat terlihat di tempat terjadinya kebakaran lahan dan hutan.

2. Jika titik api terus muncul, kebakaran bisa terjadi di area tersebut. Jumlah titik api tersebut merupakan indikator adanya kebakaran hutan dan lahan, bukan jumlah ebakaran hutan dan lahan yang terjadi.

Pengelolaan data hotspot satelit penginderaan jauh memotret informasi permukaan bumi yang didalamnya ada kebakaran hutan atau lahan. Kemudian 26 dikirimkan melalui antena di stasiun bumi dan kemudian disimpan dalam media penyimpan data yang baik, kemudian data diproses secara automatis dengan menggunakan algoritma tertentu sehingga menghasilkan informasi hotspot.

Metode Analisis Kejadian Kebakaran Hutan dan Lahan

Lokasi pemetaan dalam penelitian ini merupakan salah satu wilayah yang memiliki kejadian kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2017-2019 yang berlokasi di Kawasan Bandung. Metode yang digunakan untuk menganalisis kejadian kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2017-2019 ini menggunakan pemanfaatan sistem informasi geografi (SIG). Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan sistem informasi yang khusus digunakan untuk mempresentasikan dunia nyata yang dapat disimpan, dimanipulasikan, dan disajikan dalam bentuk yang lebih sederhana dengan fungsi untuk menghasilkan pemecahan berbagai masalah perencanaan dan pengambilan keputusan berkaitan dengan data kebumian. Data-data yang digunakan untuk pengolahan SIG ini menggunakan data titik api hotspot Kawasan Bandung pada tahun 2017-2019 dan batas administrasi Kawasan Bandung.

Dalam pengolahan SIG ini menggunakan alat yaitu point density yang terdapat pada software ArcGIS 10.8. Point density adalah teknik analisis spasial yang menghitung kepadatan fitur titik dalam suatu area tertentu. Dalam hal ini point density digunakan untuk menganalisis frekuensi kemunculan keluaran titik data berupa data raster. Point density biasanya dianalisis menggunakan data dalam bentuk kisi-kisi berpola dan jumlah titik di setiap kisi dihitung secara otomatis. Point density akan menghitung kepadatan fitur titik yang diwakili persatuan luasan.

Hasil dan Pembahasan

Map of Areas Prone to Forest/Land Fires Based on Hotspot Range in 2021-2023 (case study: Bandung Area)

Pada hasil pemetaan ini menggunakan 5 klasifikasi tingkat kerawanan kebakaran hutan dan lahan yaitu sangat tidak rawan, tidak rawan, sedang, rawan, dan sangat rawan (Rosdiana, 2017 dalam Herdian, dkk., 2021). Sebaran titik api (hotspot) pada lokasi penelitian Kawasan Bandung terdapat sebanyak 30 titik yang tersebar di beberapa wilayah. Pada kawasan Bandung ini memiliki tingkat kerawanan kebakaran hutan dan lahan yang berbeda-beda pada setiap daerahnya. Kelas daerah yang sangat rawan terhadap kebakaran hutan dan lahan yaitu Kecamatan Majalaya, Solokan Jeruk, dan sekitarnya di Kabupaten Bandung. Kemudian, salah satu daerah rawan kebakaran hutan dan lahan yaitu Kecamatan Rongga dan sekitarnya di Kabupaten Bandung Barat. Pada wilayah kebakaran hutan dan lahan sedang terdapat di daerah Kecamatan Pameungpeuk, Nagreg, Cicalengka, Dayeuh Kolot dan sekitarnya di Kabupaten Bandung dan Kota Bandung. Hasil penelitian ini memberikan manfaat pada pemerintah dan masyarakat di Kawasan Bandung untuk memperhatikan wilayah-wilayah yang memiliki kerawan kebakaran hutan dan lahan yang tinggi agar tidak terjadi kembali kebakaran hutan dan lahan. 

Daftar Pustaka

KLHK (2017). Tahun 2017, Luas Kebakaran Hutan Dan Lahan Menurun 71,5%. Retrieved from https://ppid.menlhk.go.id/berita/siaran-pers/3815/tahun-2017-luas-kebakaran-hutan-dan-lahan-menurun-715

Yulianto, A. (2023). Kebakaran Lahan di Kabupaten Bandung Alami Lonjakan. Retrieved from https://rejabar.republika.co.id/berita/s0a781396/kebakaran-lahan-di-kabupaten-bandung-alami-lonjakan

Yusuf, A., Hapsoh, H., Siregar, S. H., & Nurrochmat, D. R. (2019). Analisis Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Provinsi Riau. Dinamika Lingkungan Indonesia, 6(2), 67-84.

Putra, A., Tri Ratnaningsih, A., & Ikhwan, M. (2018). Pemetaan daerah rawan kebakaran hutan dan lahan dengan menggunakan sistem informasi geografis (Studi Kasus: Kecamatan Bukit Batu, Kab. Bengkalis). Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan, 13(1), 55-63.

Hadi, I. K., Mukti, S. H., & Widyatmanti, W. (2021). Pemetaan pola spasial kebakaran hutan dan lahan di taman nasional gunung merbabu berbasis penginderaan jauh tahun 2019. Jurnal Geografika (Geografi Lingkungan Lahan Basah), 2(1), 43-50.

Fitria, P., Jauhari, A., & Rianawati, F. (2021). Analisis Tingkat Kerawanan Kebakaran Hutan dan Lahan berbasis Penginderaan Jauh di Kecamatan Karang Intan. Jurnal Sylva Scienteae Volume, 4(6).

Feriansyah, T., Febriani, R., Norcela, P. D., Elvira, W. V., Gayatri, R., Hary, R., ... & Nahar, N. (2020). Integrasi SIG dan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Tingkat Kerawanan Kebakaran Lahan di Lampung Utara. Jurnal Geosains dan Remote Sensing, 1(2), 71-79.

PUSAT KRISIS KESEHATAN (2023). Mengenal Bahaya Karhutla Bagi Lingkungan Retrieved. from https://penanggulangankrisis.kemkes.go.id/mengenal-bahaya-karhutla-bagi-lingkungan#:~:text=Dampak%20Karhutla%20Terhadap%20Lingkungan&text=Terjadinya%20erosi%20akibat%20musnahnya%20hutan,seperti%20longsor%2C%20banjir%20hingga%20kekeringan

Budyastomo, A. W. (2016). Sistem Informasi Geografis Deteksi Lokasi Kebakaran Lahan Jati Di Desa Kalijambe Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang. INJECT (Interdisciplinary Journal of Communication), 1(1), 63-80.

Latue, P. C., Manakane, S. E., & Rakuasa, H. (2023). Analisis Perkembangan Kepadatan Permukiman di Kota Ambon Tahun 2013 dan 2023 Menggunakan Metode Kernel Density. Blend Sains Jurnal Teknik, 2 (1), 26–34.

Herdian, A., Boreel, A., & Loppies, R. (2021). Tingkat kerawanan kebakaran hutan dan lahan menggunakan sistem informasi geografis (sig) di Kota Ambon (studi kasus di jazirah leitimur selatan). Jurnal Hutan Pulau-Pulau Kecil, 5(1), 1-13.

Data Publications