PETA RISIKO BENCANA GEMPA BUMI PADA KAWASAN WISATA DI WILAYAH SESAR LEMBANG
Perbedaan Pengertian Bahaya, Kerawanan, dan Risiko Bencana (https://disaster.geo.ugm.ac.id/index.php/berita/istilah-manajemen-bencana)
- Bahaya (hazard) merupakan peristiwa atau kondisi fisik yang berpotensi menyebabkan kerusakan pada manusia seperti luka-luka, kerusakan properti dan infrastruktur, kerusakan lingkungan, gangguan terhadap kegiatan ekonomi atau segala kerugian dan kehilangan yang dapat terjadi (FEMA, 1997).
- Kerawanan (susceptibility) merupakan kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, geografis, sosial budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapiai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertntu (Anonim, 2007).
- Risiko (risk) merupakan suatu peluang dari timbulnya akibat buruk atau kemungkinan kerugian dalam hal kematian, luka-luka kehilangan dan kerusakan lingungan yang ditimbulkan ileh interaksi antara ancaman bencana dan erentanan (ISDR, 2004).
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang berada di jalur Cincin Api Pasifik atau Sabuk Gempa Pasifik. Penempatan Indonesia ini menjadikannya sebagai negara dengan pertemuan tiga lempeng benua, yaitu: lempeng Indo-Australia di bagian selatan, lempeng Eurasia di bagian utara, dan lempeng Pasifik di bagian Timur. Pertemuan tiga lempeng benua menjadikan Indonesia sebagai negara rawan bencana. Salah satu bencana yang sering terjadi adalah gempabumi. Gempabumi merupakan peristiwa geologi yang umumnya terjadi akibat aktivitas tektonik, apabila terdapat gerakan batuan pada kerak bumi. Gerak batuan menyebabkan gesekan dengan mengalirkan gelombang getaran yang disebarkan melalui batuan (Ahmad dkk., 2013; Amri, 2016; Razi, 2010; Sudarsana dkk., 2013).
Gempabumi mendatangkan masalah serius karena guncangan gempanya mampu meruntuhkan bangunan yang ada di sekitar dengan tingkatan kerusakan yang berbeda. Gempabumi di Indonesia seringkali diakibatkan oleh aktivitas sesar aktif. Salah satu sesar aktif yang terdapat di Jawa Barat adalah Sesar Lembang. Sesar Lembang merupakan sesar di utara Kota Bandung. Sesar ini terletak sekitar 10 km di utara Kota Bandung, dan memanjang dari arah timur ke barat dengan panjang Sesar Lembang adalah 29 km. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh sesar ini terbagi menjadi 6 bagian, yaitu: Cimeta, Cipogor, Cihideng, Gunung Batu, Cikapundung, dan Batu Lonceng. Sesar ini terbagi menjadi dua segmen yaitu segmen barat dan segmen timur. Kedua segmen tersebut bertemu di wilayah bagian tengah tepatnya di perbukitan sekitar Gunung Batu hingga Boscha. Kedua segmen ini tidak tepat segaris, tetapi membentuk offset sekitar 200 – 300 meter (Daryono dkk., 2019; Daryono, 2016; Rasmid, 2014).
Sesar Lembang perlu mendapatkan perhatian khusus terkait adanya potensi gempabumi yang mengintai. Gempabumi merupakan salah satu bencana serius terutama untuk wilayah perkotaan maupun kawasan wisata, dimana terdapat konsentrasi populasi manusia dan aset yang ada. Analisis dan manajemen resiko perlu digunakan dalam menganalisis dampak bencana dan untuk mengurangi kerugian. Menurut Peraturan Kepala BNPB No. 4 Tahun 2008 tentang Penyusunan Rencana Bencana, mitigasi bencana digolongkan menjadi 2 jenis mitigasi, yakni: mitigasi aktif dan mitigasi pasif. Mitigasi bencana terbagi menjadi dua, mitigasi bencana fisik dan mitigasi bencana non-fisik. Mitigasi bencana struktural merupakan mitigasi bencana yang dilakukan secara fisik, sedangkan mitigasi bencana non-struktural merupakan mitigasi bencana non-fisik (BNPB, 2008; PUPR, 2017; Triana dkk., 2018; Triatmadja, 2010; Zhao dkk., 2017).
Dalam melakukan mitigasi bencana di kawasan wisata tidak hanya fokus pada mitigasi struktural, tetapi perlu menguatkan upaya mitigasi non-struktural untuk meningkatkan kesadaran wisatawan pengunjung kawasan wisata. Salah satu upaya mitigasi yang dapat dilakukan adalah pemetaan jalur evakuasi bencana gempabumi. Pemetaan jalur evakuasi ini dapat termasuk ke dalam kategori mitigasi aktif dan mitigasi non-struktural, karena merencanakan jalur-jalur evakuasi dan tempat evakuasi sementara (BNPB, 2008; PUPR, 2017; Triatmadja, 2010; Triana dkk., 2018).
1.2 Permasalahan dan Tujuan Penelitian
Adanya potensi bencana gempa bumi menjadikan kawasan sekitar Sesar Lembang memiliki pemandangan dan potensi wisata yang sangat tinggi. Tetapi banyak sekali investor dan pengunjung tempat wisata belum memahami risiko bencana yang terjadi pada wilayah tersebut. Penelitian ini bertujuan sebagai upaya mitigasi bencana gempa bumi yang disebabkan oleh aktivitas sesar lembang. Selain itu, harapan dari penelitian ini adalah agar para investor yang akan membangun tempat wisata dapat memperhatikan indeks risiko kebencanaan gempa bumi dan keselamatan pengunjung tempat wisata saat berwisata di tempat wisata pada kawasan Sesar Lembang. Kemudian, pengunjung perlu diberikan edukasi risiko kebencanaan saat mengunjungi tempat tersebut. Sehingga tidak terjadi kepanikan dan meminimalisir korban jiwa saat peristiwa gempa bumi terjadi.
2. Metode Penelitian
2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di kawasan yang memiliki potensi terdampak bencana gempa bumi akibat aktivitas Sesar Lembang, yakni Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Sumedang, dan Kabupaten Purwakarta.
2.2 Metode
A. Peta Bahaya Gempa Bumi
- Alur pembuatan peta bahaya gempa bumi
- Pengkelasan Nilai Intensitas Guncangan di Permukaan (JICA, 2015)
B. Peta Risiko Gempa Bumi (BNPB)
Penentuan indeks risiko bencana dilakukan dengan menggabungkan nilai indeks bahaya, kerentanan, dan kapasitas. Proses ini dilakukan dengan menggunakan kalkulasi secara spasial sehingga dapat menghasilkan peta risiko dan nilai grid yang dapat dipergunakan dalam menyusun penjelasan peta risiko. Untuk perhitungan tingkat Provinsi, keseluruhan proses dilakukan dengan mengikuti kaidah kartografi yaitu dengan analisis minimal menggunakan input data yang tersedia pada skala 1 : 250.000. Hasil yang dihasilkan juga akan mengikuti skala analisis yang digunakan. Ketentuan ini juga mengacu pada pedoman umum pengkajian risiko bencana yang telah ditetapkan oleh BNPB pada tahun 2012. (BNPB, 2016)
- Konsep Perhitungan Risiko
3. Hasil dan Pembahasan
- Peta Jalur Sesar Aktif Wilayah Sesar Lembang
Berdasarkan hasil interpretasi citra dapat terlihat adanya bentuk punggungan dari wilayah barat hingga ke timur. Wilayah perbukitan di wilayah ini, sangat jelas memperlihatkan adanya gawir sesar yang merupakan Sesar Lembang. Berdasarkan kontur, dapat dilihat kontur rapat hingga sedang. Kemudian, pada wilayah bagian utara memiliki morfologi pedatran dan selatan adalah perbukitan.
Berdasarkan data Jalur Sesar Lembang yang dimuat berdasarkan penelitian dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Dr. Mudrik Rahmawan Daryono dan Dr. Danny Hilman Natawidjaja. Bahwa, Sesar Lembang merupakan salah satu sesar aktif yang berada di selatan Gunung Tangkuban Perahu. Hasil penelitian beliau menunjukan bahwa Sesar Lembang memiliki laju pergeseran sepanjang 1,95 milimeter sampai 3,45 milimeter setiap tahunnya.
Berdasarkan penelitian, panjang Sesar Lembang memiliki panjang hingga 29 kilometer dan membaginya menjadi 6 bagian, yakni bagian Cimeta di Padalarang, Cipogor di Lembang, Cihideung di Parongpong, Gunung Batu di Lembang, Cikapundung di Lembang, dan Batu Lonceng di Lembang. Sesar Lembang merupakan salah satu sumber gempa potensial yang terletak di tengah Provinsi Jawa Barat, hanya sekitar 10 km di utara ibukota Jawa Barat, Bandung, sebuah kota yang dihuni oleh 8,6 juta orang.
- Peta Bahaya Gempa Bumi Sesar Lembang Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Bandung
(Sumber : Hasil Analisis Nisa Nurlatifa Rahmah, 2022)
Tingkat bahaya bencana gempabumi menunjukan bahwa zonasi tingkat bahaya bencana gempabumi di Sesar Lembang terbagi menjadi 3 kelas, yakni: rendah, sedang, dan tinggi. Tingkat rendah ditandai dengan simbologi warna hijau tua, tingkat sedang warna kuning, dan tingkat tinggi warna merah. Adapun luasan wilayah zonasi tingkat bahaya bencana gempabumi di Sesar Lembang disajikan dalam Tabel berikut:
(Sumber : Hasil Analisis Nisa Nurlatifa Rahmah, 2022)
Wilayah yang termasuk ke dalam tingkat bahaya rendah ditandai dengan simbologi berwarna hijau tua. Secara keseluruhan, wilayah yang termasuk dalam kategori ini berada pada wilayah buffering lebih dari 7 km. Wilayah administrasi bagian selatan pada Kecamatan Cimenyan, Kecamatan Cilengkrang, Kecamatan Parongpong, Kecamatan Ngamprah, Kecmatan Cisarua, dan Kecamatan Padalarang termasuk ke dalam tingkat bahaya rendah ini. Bagian utara Kecamatan Lembang dan Kecamatan Parongpong termasuk ke dalam kategori tingkat bahaya ini.
Wilayah yang termasuk ke dalam tingkat bahaya sedang ditandai dengan simbologi berwarna kuning. Adapun wilayah yang masuk ke dalam kategori tingkat bahaya sedang memiliki jarak yang tidak terlalu jauh dengan Sesar Lembang karena wilayah ini berada pada wilayah buffering lebih dari 3 km.
Wilayah dengan kelas kerawanan rawan memiliki luasan yang hampir merata di seluruh wilayah, karena analisis dan letaknya mengikuti garis Sesar Lembang. Adapun wilayah yang termasuk ke dalam tingkat bahaya sedang adalah Kecamatan Padalarang, Kecamatan Ngamprah, Kecamatan Cisarua, Kecamatan Parongpong, Kecamatan Lembang, Kecamatan Cimenyan, dan Kecamatan Cilengkrang.
Wilayah yang termasuk ke dalam tingkat bahaya tinggi ditandai dengan simbologi berwarna merah. Adapun wilayah yang termasuk ke dalam tingkat bahaya tinggi memiliki jarak yang sangat dekat dengan Sesar Lembang karena wilayah ini berada pada wilayah buffering kurang dari 1 km. Wilayah dengan tingkat bahaya tinggi memiliki luasan yang hampir merata di seluruh wilayah dan mengikuti pola garis Sesar Lembang. Adapun wilayah yang termasuk ke dalam tingkat bahaya tinggi adalah Kecamatan Padalarang, Kecamatan Ngamprah, Kecamatan Cisarua, Kecamatan Parongpong, Kecamatan Lembang, Kecamatan Cimenyan, dan Kecamatan Cilengkrang.
- Peta Kerawanan Bencana Gempabumi Sesar Lembang Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Bandung
(Sumber : Hasil Analisis Nisa Nurlatifa Rahmah, 2022)
Kerawanan dengan menggunakan metode overlaymenunjukan bahwa zonasi kerawanan bencana gempabumi di Sesar Lembang terbagi menjadi 3 kelas, yakni: tidak rawan, rawan, dan sangat rawan. Kelas tidak rawan ditandai dengan simbologi warna hijau tua, kelas rawan warna kuning, dan kelas sangat rawan warna merah. Adapun luasan wilayah zonasi kerawanan gempabumi di Sesar Lembang disajikan dalam Tabel berikut:
(Sumber : Hasil Analisis Nisa Nurlatifa Rahmah, 2022)
Wilayah yang termasuk ke dalam kelas kerawanan tidak rawan ditandai dengan simbologi berwarna hijau tua. Secara keseluruhan, wilayah yang termasuk dalam kategori ini berada pada wilayah buffering lebih dari 7 km. Wilayah administrasi bagian selatan pada Kecamatan Cimenyan, Kecamatan Cilengkrang, Kecamatan Parongpong, Kecamatan Ngamprah, dan Kecamatan Padalarang termasuk ke dalam kelas kerawanan ini. Bagian utara Kecamatan Lembang dan Kecamatan Parongpong termasuk ke dalam kategori kelas kerawanan ini.
Adapun wilayah yang termasuk ke dalam kelas kerawanan rawan adalah Kecamatan Padalarang, Kecamatan Ngamprah, Kecamatan Cisarua, Kecamatan Parongpong, Kecamatan Lembang, Kecamatan Cimenyan, dan Kecamatan Cilengkrang.
Wilayah yang termasuk ke dalam kelas kerawanan sangat rawan ditandai dengan simbologi berwarna merah. Adapun wilayah yang termasuk ke dalam kategori sangat rawan memiliki jarak yang sangat dekat dengan Sesar Lembang karena wilayah ini berada pada wilayah buffering kurang dari 1 km.
Wilayah dengan kelas kerawanan sangat rawan memiliki luasan yang hampir merata di seluruh wilayah dan mengikuti pola garis Sesar Lembang. Adapun wilayah yang termasuk ke dalam kelas kerawanan sangat rawan adalah Kecamatan Padalarang, Kecamatan Ngamprah, Kecamatan Cisarua, Kecamatan Parongpong, Kecamatan Lembang, Kecamatan Cimenyan, dan Kecamatan Cilengkrang.
- Peta Risiko Bencana Gempa Bumi Kawasan Wisata di Sekitar Sesar Lembang (BNPB)
Pengolahan data Indeks Risiko Bencana Gempa Bumi yang telah dipublikasi oleh BNPB menghasilkan 3 Kelas, yakni rendah, sedang dan tinggi. Daerah dengan risiko rendah antara lain, sebagian Kabupaten Purwakarta dan sebagian Kabupaten Subang. Kemudian, daerah dengan risiko sedang antara lain, Kabupaten Bandung, Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta, dan sebagian Kabupaten Sumedang. Sedangkan untuk kelas tinggi, dimulai dari Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung Barat, sedikit bagian Kabupaten Sumedang, Kabupaten Subang dan Kabupaten Purwakarta.
Berdasarkan hasil dari Indeks Risiko Bencana Gempa Bumi dapat dilihat bahwa kawasan wisata di sekitar Sesar Lembang cukup banyak dan di dominasi dalam kelas Indeks Risiko Tinggi. Maka dari itu, hal ini perlu menjadi perhatian bagi pihak pemilik tempat wisata juga pengunjung tempat wisata. Data-data yang di publikasi di website geo.mapid.io dapat menjadi referensi bagi pengelola tempat wisata yang akan mendirikan tempat wisata baru, agar lebih memperhatikan bahaya kegempaan di wilayah Sesar Lembang.
(Tulisan lengkap dapat diakses melalui Repository Universitas Pendidikan Indonesia)
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrohman, A. (2020). Analisis Tingkat Risiko Bencana Gempabumi di Kabupaten Pacitan Provinsi Jawa Timur. (Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2020). NASPUB ABDUR-2.pdf (ums.ac.id)
Akbar, M dkk. (2020). Analisis Usaha Pariwisata Dalam Menghadapi Risiko Bencana Alam di Kecamatan Lembang. Journal Of Indonesian Tourism, Hospitality and Recreation. Vol. 3 (2). 184.
Daryono, Mudrik R., Natawidjaja, D. H., Sapiie, B., & Cummins, P. (2019). Earthquake Geology of the Lembang Fault, West Java, Indonesia. Tectonophysics, 751. 180–191. https://doi.org/10.1016/j.tecto.2018.12.014
Daryono, M. R. (2016). Paleoseismologi Tropis Indonesia (dengan Studi Kasus di Sesar Sumatra, Sesar Palukoro-Matano, dan Sesar Lembang). (Disertasi). Studi Doktor Sain, Institut Teknologi Bandung, Bandung
Muljo, Agung dkk. (2007). Sesar Lembang dan Resiko Kegempaan. Bulletin of Scientific Contribution. Vol. 5 (2). 93-96.
Setyawan, N dkk. (2012). Penyusunan Peta Risiko Bencana Gempabumi Skala Mikro Berdasarkan Kerusakan Bangunan. Jurnal Bumi Indonesia. Vol. 1 (2). 260-264.
Yulianti, Gita dkk. (2016). Risiko Bencana Indonesia. Jakarta: Badan Nasional Penanggulangan Bencana Indonesia.