Evaluasi Kesesuaian Zonasi Peta Bahaya Nasional terhadap Potensi Sesar Aktif di Koridor Jalur Sesar Lembang, Jawa Barat

11 Juli 2025

By: IMPI Koordinator Wilayah Bandung Raya

Cover

Ditulis oleh: Farell Hakeem Ihza Djiwangsa, Dwi Amanah

Abstrak

Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kesesuaian zonasi bahaya gempa pada Peta Bahaya Gempa Nasional dengan keberadaan sesar aktif di jalur Sesar Lembang, Jawa Barat. Menggunakan pendekatan deskriptif-kuantitatif melalui analisis spasial berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG), penelitian dilakukan pada area 1–2 km di sepanjang jalur sesar. Data yang digunakan mencakup peta bahaya gempa, data geologi, historis gempa, citra satelit, serta publikasi kebencanaan. Hasil overlay antara jalur sesar dan zonasi peta menunjukkan ketidaksesuaian pada beberapa segmen, di mana sesar aktif dengan potensi magnitudo ≥ M6,8 justru tidak tergolong dalam zona merah. Temuan ini diperkuat oleh data deformasi permukaan Sentinel-1A dan ShakeMap BMKG, yang mengindikasikan dampak guncangan sangat tinggi dan potensi korban besar jika terjadi gempa. ketidaksesuaian tersebut harus dianalisis secara hati-hati dengan mempertimbangkan perbedaan skala dan resolusi antara peta nasional dan peta hasil penelitian ini. Skala yang lebih rinci dalam penelitian dapat mengungkap kondisi geologi lokal secara lebih spesifik, tetapi belum tentu merepresentasikan skala kebijakan nasional secara menyeluruh. Oleh karena itu, penelitian ini merekomendasikan integrasi data geofisika terbaru dan pembaruan peta tematik untuk mendukung kebijakan mitigasi bencana dan tata ruang yang berbasis risiko

Kata Kunci: Sesar Lembang, bahaya gempa, zonasi seismik, Peta Bahaya Gempa Nasional, analisis spasial, mitigasi bencana

Pendahuluan

Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak di pertemuan tiga lempeng tektonik aktif, yaitu Lempeng Indo- Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik. Letak geologis ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu kawasan dengan risiko bencana geologi tertinggi di dunia, khususnya terkait gempa bumi. Berbagai kejadian gempa besar dalam dua dekade terakhir, seperti gempa Yogyakarta (2006), gempa Padang (2009), dan gempa Palu (2018), memperlihatkan seberapa besar efek yang ditimbulkan terhadap aspek kehidupan sosial, ekonomi, dan keberlanjutan pembangunan. Dalam konteks ini, sistem manajemen bencana, termasuk pembuatan peta risiko gempa yang tepat dan sesuai dengan kondisi setempat, menjadi elemen yang sangat penting. Pemerintah Indonesia, melalui Pusat Studi Gempa Nasional (PUSGEN), telah menerbitkan Peta Sumber dan Bahaya Gempa Nasional sebagai pedoman resmi dalam perencanaan pembangunan yang berketahanan terhadap bencana. Peta ini dirancang sebagai landasan untuk kebijakan tata ruang, desain infrastruktur kritis, dan implementasi standar bangunan tahan gempa (PUSGEN, 2017). Meskipun demikian, dalam praktiknya, muncul pertanyaan mengenai akurasi spasial peta berskala nasional tersebut, terutama ketika diaplikasikan pada wilayah dengan kondisi geologi lokal yang kompleks dan dinamis, yang sering kali tidak terpetakan secara detail.

Salah satu area yang menjadi perhatian utama adalah koridor Sesar Lembang di bagian utara Cekungan Bandung, Jawa Barat. Sesar Lembang merupakan sesar aktif sepanjang ±29 km yang memiliki potensi gempa dengan magnitudo momen (Mw) dapat mencapai 6,8–7,0 (Natawidjaja dkk., 2017; PUSGEN, 2017). Keberadaan sesar ini menjadi ancaman signifikan karena melintasi kawasan padat penduduk, termasuk wilayah Kota Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung Barat, yang juga menjadi lokasi berbagai infrastruktur vital dan pusat kegiatan ekonomi (Kinasih dkk., 2023). Studi deformasi modern menggunakan data satelit menunjukkan adanya akumulasi energi seismik di sepanjang sesar ini (Aji dkk., 2018). Namun, observasi awal mengindikasikan adanya ketidaksesuaian antara lokasi jalur sesar aktif dengan zonasi bahaya tinggi (zona merah) pada Peta Bahaya Gempa Nasional. Beberapa segmen sesar yang terbukti aktif justru berada pada zona bahaya sedang (kuning) atau rendah (hijau), yang mengisyaratkan potensi unterestimasi risiko.

Keadaan itu menimbulkan skeptisisme terhadap keandalan peta sebagai sarana prediksi dan dasar untuk mitigasi bencana yang efisien. Jika zonasi bahaya tidak sesuai dengan kondisi nyata di lapangan, maka kemungkinan besar akan terjadi kesalahan dalam menentukan prioritas pembangunan, ketidakakuratan dalam penetapan zona aman, serta rendahnya kesiapsiagaan masyarakat terhadap potensi gempa yang sebenarnya tinggi. Sehingga, evaluasi menyeluruh diperlukan untuk menilai kesesuaian zonasi bahaya dalam Peta Bahaya Gempa Nasional dengan keberadaan dan sifat sesar aktif di lapangan, khususnya di jalur koridor Sesar Lembang.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi secara spasial zonasi risiko gempa pada Peta Bahaya Gempa Nasional dengan pendekatan deskriptif-kuantitatif yang berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG). Penelitian difokuskan pada sejauh mana peta ini bisa menggambarkan potensi risiko seismik di sepanjang lintasan Sesar Lembang. Studi ini juga memanfaatkan data deformasi permukaan dari citra satelit Sentinel-1A, data seismik dari BMKG, serta tinjauan literatur ilmiah yang relevan. Hasil studi diharapkan mampu memberikan saran kebijakan dalam penguatan sistem mitigasi bencana geologi, pembaruan peta zona bahaya nasional, serta integrasi risiko bencana dalam perencanaan tata ruang di daerah rawan gempa.

Metode Penelitian

2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif-kuantitatif melalui analisis spasial berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk mengevaluasi kesesuaian zonasi bahaya gempa pada Peta Bahaya Gempa Nasional dengan keberadaan sesar aktif di wilayah studi. Tahapan metodologi dijelaskan dalam tiga subbagian, meliputi lokasi studi, jenis data, dan teknik analisis. Lokasi penelitian berada di sepanjang jalur Sesar Lembang, Jawa Barat, dengan radius analisis sekitar 1–2 km dari garis sesar utama. Kawasan ini dipilih karena merupakan bagian dari sesar aktif yang melintasi wilayah padat penduduk, termasuk Kota Cimahi, Kabupaten Bandung Barat, dan sebagian wilayah utara Kota Bandung. Selain itu, keberadaan infrastruktur penting di sekitar jalur sesar menjadikan wilayah ini prioritas dalam evaluasi risiko bencana.

2.2 Variabel Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang relevan untuk mendukung analisis spasial dan evaluasi seismik. Jenis data yang digunakan meliputi:

  1. 1.
    Peta Bahaya Gempa Nasional (2022) dari Pusat Studi Gempa Nasional (PUSGEN)
  1. 2.
    Peta geologi dan data sesar aktif dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG)
  1. 3.
    Data historis gempa dari BMKG
  1. 4.
    Data spasial dan citra satelit (Sentinel-1A)
  1. 5.
    Referensi tambahan berupa publikasi ilmiah, artikel berita, dan dokumen resmi kebencanaan

2.3 Metode

Teknik analisis dilakukan secara bertahap, dimulai dari integrasi data spasial. Proses overlay dilakukan antara jalur Sesar Lembang dengan zonasi bahaya gempa dari Peta Bahaya Gempa Nasional menggunakan pendekatan spasial berbasis SIG, tanpa melibatkan skor numerik, melainkan pendekatan visual dan spasial. Hasil overlay tersebut kemudian diklasifikasikan ke dalam tiga zona bahaya berdasarkan warna pada peta, yaitu:

  • Zona merah (bahaya tinggi): wilayah dengan potensi guncangan sangat kuat (≥ VIII MMI),
  • Zona kuning (bahaya sedang): wilayah dengan potensi guncangan sedang (VI–VII MMI),
  • Zona hijau (bahaya rendah): wilayah dengan potensi guncangan rendah (< VI MMI).

Selanjutnya dilakukan evaluasi kesesuaian zonasi dengan menilai apakah jalur sesar aktif berada dalam zona merah sebagaimana mestinya berdasarkan potensi geologis dan karakteristik seismik. Rujukan literatur yang digunakan mencakup riwayat gempa, estimasi magnitudo potensial, serta dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan. Pendekatan ini bertujuan untuk menilai kecocokan peta dan mendukung rekomendasi kebijakan mitigasi berbasis risiko.

Selanjutnya dilakukan evaluasi kesesuaian zonasi, dengan menilai apakah jalur sesar telah tergolong dalam zona merah sebagaimana mestinya berdasarkan potensi geologis dan karakteristik seismik. Analisis diperkuat dengan kajian literatur mencakup riwayat gempa, estimasi magnitudo potensial, deformasi sesar, serta dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan. Pendekatan ini bertujuan untuk menguji akurasi zonasi bahaya secara spasial dan mendukung rekomendasi kebijakan mitigasi berbasis risiko.

Hasil dan Pembahasan

3.1 Hasil

Penelitian Sesar Lembang merupakan sesar aktif yang membentang sepanjang ±22–30 km dari Gunung Manglayang (timur) hingga Cisarua (barat), melintasi wilayah padat penduduk di utara Cekungan Bandung. Aktivitas gempa pada sesar ini telah terkonfirmasi melalui monitoring seismik oleh BMKG (2010–2013), dengan hiposenter gempa pada kedalaman 3–7 km. Jenis gempa yang terjadi meliputi strike-slip pada bagian permukaan dan thrust fault pada kedalaman lebih dalam (Kinasih dkk., 2023; Rasmid, 2014)

Pemantauan deformasi menggunakan citra Sentinel-1A dengan metode DInSAR menunjukkan:

  1. 1.
    Laju deformasi vertikal: -0,09 m/tahun hingga +0,03 m/tahun
  1. 2.
    Laju geser: 2–4,5 mm/tahun
  1. 3.
    Kedalaman locking depth: 5–10 km

Hal ini menandakan adanya akumulasi energi seismik yang signifikan di bawah permukaan (Aji dkk., 2018) Kajian risiko oleh Kinasih et al. (2023) menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah yang dilintasi Sesar Lembang, khususnya Kabupaten Bandung Barat, berada dalam zona risiko tinggi hingga sangat tinggi. Kondisi ini diperparah oleh keberadaan tanah lunak di Cekungan Bandung, yang dapat memperkuat efek guncangan saat terjadi gemp (local site effect).

Peta bahaya sesar lembang

Gambar 1. Peta Bahaya Sesar Lembang (Hasil Analisis Penulis, 2024)

3.2 Pembahasan

Hasil overlay spasial antara jalur Sesar Lembang dan Peta Bahaya Gempa Nasional menunjukkan zonasi yang bervariasi:

  • Sebagian jalur sesar berada pada zona merah (bahaya tinggi), terutama di bagian barat dan selatan.
  • Namun, terdapat segmen-segmen yang hanya termasuk dalam zona kuning (bahaya sedang) atau bahkan zona hijau (bahaya rendah), terutama di wilayah timur dan tengah sesar.

Ketidaksesuaian ini bertentangan dengan prinsip dasar mitigasi bencana, karena sesar aktif dengan potensi magnitudo besar (≥ M6,6–6,8) seharusnya tergolong dalam zona merah. Adapun kemungkinan penyebab ketidaksesuaian meliputi:

  • Resolusi peta nasional yang terlalu umum (general). Perlu dicermati bahwa skala peta nasional yang umumnya berskala 1:250.000 berbeda dengan skala peta hasil penelitian (misalnya 1:50.000 atau lebih detail), yang berdampak pada perbedaan resolusi spasial. Perbedaan skala ini berkonsekuensi terhadap ketepatan zonasi bahaya, karena semakin besar skala (semakin detail), semakin tinggi pula ketelitian informasi yang dihasilkan.
  • Kurangnya data historis gempa yang merepresentasikan potensi maksimum sesar.
  • Belum diperbaruinya peta dengan data geologi dan geofisika terbaru.
  • Selain itu, keberadaan permukiman padat dan fasilitas vital seperti Observatorium Bosscha yang berada tepat di atas jalur sesar menambah urgensi akan akurasi zonasi bahaya.

shakemap asli

Gambar 2. Shakemap Sesar Lembang (BMKG)

Berdasarkan ShakeMap skenario gempa M6,8 di Sesar Lembang yang dikeluarkan oleh BMKG, terlihat bahwa wilayah-wilayah yang dilintasi sesar, seperti Lembang, Cimahi, hingga sebagian Bandung, berada dalam zona intensitas guncangan tinggi (VIII–IX) yang dikategorikan sebagai “severe” hingga “violent shaking”. Hal ini menunjukkan bahwa apabila gempa besar terjadi, maka dampaknya sangat serius, dengan potensi kerusakan berat, terutama pada bangunan tidak tahan gempa dan infrastruktur vital. Simulasi dari BNPB bahkan memperkirakan korban jiwa bisa mencapai lebih dari 3.000 orang dan ratusan ribu penduduk terdampak. Temuan ini memperkuat hasil evaluasi bahwa zonasi bahaya gempa dalam peta nasional belum sepenuhnya mencerminkan tingkat risiko aktual di lapangan.

Berdasarkan hasil evaluasi, berikut beberapa rekomendasi:

  1. 1.
    Peninjauan kembali kesesuaian Peta Bahaya Gempa Nasional, khususnya di wilayah jalur sesar aktif, dengan mempertimbangkan: Data deformasi permukaan (DInSAR), slip rate aktual, posisi jalur sesar terbaru hasil pemetaan geofisika, kondisi geologi lokal seperti tanah lunak dan potensi amplifikasi gelombang.
  1. 2.
    Pemetaan ulang zonasi bahaya dengan resolusi lebih tinggi dan cakupan spasial yang lebih detail, untuk mendukung kebijakan berbasis risiko.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa Sesar Lembang merupakan sesar aktif yang menunjukkan bukti aktivitas seismik yang konsisten, memiliki nilai slip rate yang terukur, serta mengalami deformasi permukaan yang signifikan. Namun demikian, hasil overlay menunjukkan bahwa tidak seluruh segmen jalur sesar ini termasuk dalam zona merah pada Peta Bahaya Gempa. Padahal, secara geologis, segmen-segmen tersebut memiliki potensi tinggi untuk memicu gempa bumi besar. Ketidaksesuaian antara zonasi pada peta nasional dengan kondisi aktual ini mengindikasikan bahwa peta bahaya gempa yang ada belum sepenuhnya merefleksikan karakteristik geologi lokal secara detail dan akurat. Kondisi ini berimplikasi pada potensi gangguan terhadap ketepatan perencanaan tata ruang, penetapan kebijakan pembangunan, serta efektivitas program mitigasi bencana yang berbasis risiko aktual di wilayah terdampak. Oleh karena itu, evaluasi ulang terhadap zonasi bahaya gempa dengan mempertimbangkan data lokal yang lebih rinci menjadi langkah yang sangat penting.

Daftar Pustaka

Aji, K., Susilo, S., & Wibowo, H. (2018). Monitoring deformasi jalur Sesar Lembang menggunakan citra Sentinel-1A dan metode DInSAR. Jurnal Geodesi Undip, 7(3), 1–9.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). (2015). ShakeMap for Lembang M6.8 scenario (planning scenario only). https://tirto.id/inilah-yang-terjadi-saat-gempa-lembang-menghantam-bandung-cyE6

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). (2019). Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) Tahun 2018.

Kinasih, Y. A., Daryono, M. R., & Subandriyo. (2023). Analisis risiko gempa bumi pada jalur Sesar Lembang dan implikasinya terhadap penataan ruang wilayah Bandung Raya. Prosiding Seminar Kebencanaan Nasional, 5(1), 50–60.

Natawidjaja, D. H., Daryono, M. R., Karpati, E., Meilano, I., & Puspito, N. T. (2017). A detailed study of the Lembang Fault, West Java, Indonesia: A potential seismic hazard for the greater Bandung area. Makalah dipresentasikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan HAGI.

Pusat Studi Gempa Nasional (PUSGEN). (2017). Peta sumber dan bahaya gempa Indonesia tahun 2017. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Rasmid, R. (2014). Karakteristik seismik dan aktivitas Sesar Lembang, Jawa Barat. Jurnal Geofisika Indonesia, 18(2), 89–97.

Tirto.id. (2016, November 26). Inilah yang terjadi saat gempa Lembang menghantam Bandung. https://tirto.id/inilah-yang-terjadi-saat-gempa-lembang-menghantam-bandung-cyE6

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

Data Publikasi

Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Mendukung Program Reaktivasi Jalur Kereta Api Antarkota Kalisat - Panarukan di Kabupaten Bondowoso

Transportasi

11 Jun 2025

Safira Ramadhani

Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Mendukung Program Reaktivasi Jalur Kereta Api Antarkota Kalisat - Panarukan di Kabupaten Bondowoso

Pemerintah Indonesia mendorong program reaktivasi jalur kereta api nonaktif sebagai bagian dari revitalisasi infrastruktur dan pengembangan wilayah. Salah satu yang direncanakan adalah jalur kereta api antarkota Kalisat – Panarukan yang melintasi Kabupaten Bondowoso. Kajian kesesuaian lahan dibutuhkan untuk meminimalkan dampak lingkungan pada lahan yang akan difungsikan kembali pada program reaktivasi. Dengan memanfaatkan Sistem Informasi Geografis (SIG), kajian ini ditujukan untuk mengetahui tingkat kesesuaian lahan yang ada.

25 menit baca

417 dilihat

7 Data

Kajian Bahaya Bencana Letusan Gunung Api Ibu, Maluku Utara (Hazard Study of Ibu Volcano Eruption Disaster, North Maluku)

Iklim dan Bencana

10 Jul 2025

IMPI Koordinator Wilayah Bandung Raya

Kajian Bahaya Bencana Letusan Gunung Api Ibu, Maluku Utara (Hazard Study of Ibu Volcano Eruption Disaster, North Maluku)

Gunung Api Ibu secara administratif termasuk wilayah Kecamatan Ibu Utara, Kabupaten Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara. Gunung Api Ibu adalah gunung stratovolcano dengan beberapa kerucut piroklastik dan beberapa kawah maar disekitarnya yang terletak di barat laut Pulau Halmahera, Indonesia. Puncak dari Gunung Api Ibu ini merupakan kawah vulkanik. Gunung Api Ibu ini pernah mengalami sejumlah letusan dari tahun ke tahun. Letusan dari Gunung Api Ibu di Halmahera Barat, Maluku Utara pada Sabtu 19 Mei 2024 ini berdampak pada 9 Kecamatan dengan 42 Desa dengan 6 Desa terkena dampak bahaya paling tinggi, 18 Desa terkena dampak bahaya sedang dan 18 Desa sisanya terkena dampak bahaya paling rendah. Gunung Api Ibu mengalami periode erupsi yang lebih lama selama sejarah pengamatan, periode erupsi Gunung Api Ibu ini terakhir dimulai pada 5 April 2008 dan masih berlanjut hingga sekarang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat indeks bahaya yang disebabkan dari Letusan Gunung Api Ibu dengan menggunakan metode analisis deskriptif dan kualitatif. Sesuai dengan analisis tersebut, maka dalam menganalisis indeks bahaya tersebut menggunakan metode pembobotan nilai terhadap zona landaan dan zona lontaran berdasarkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Analisis indeks bahaya tersebut kemudian diolah dalam SIG (Sistem Informasi Geografis) untuk mengklasifikasikan nilai indeks bahaya yang paling tinggi hingga paling rendah. Berdasarkan hasil studi didapatkan 2 hal diantaranya persebaran indeks bahaya di kawasan Gunung Api Ibu yang terbagi atas 3 kelas yaitu tinggi, sedang, rendah dan mitigasi untuk penanganan kebencanaan yang akan datang.

19 menit baca

505 dilihat

1 Proyek

Analisis Keterjangkauan Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) yang Termasuk pada Zonasi Sekolah A, Kota Bandung

Transportasi

07 Mei 2025

Fajrin Meilani Azzahra Zain

Analisis Keterjangkauan Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) yang Termasuk pada Zonasi Sekolah A, Kota Bandung

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keterjangkauan sekolah menengah pertama (SMP) negeri di zona A Kota Bandung, yang meliputi delapan kecamatan dan 22 sekolah, berdasarkan sistem zonasi penerimaan siswa baru. Sistem zonasi, yang diimplementasikan secara penuh sejak 2018, bertujuan meningkatkan pemerataan akses pendidikan dengan menetapkan radius maksimal domisili calon siswa ke sekolah (3 km untuk SMP). Namun, keberadaan siswa di luar radius zonasi dan keterbatasan jangkauan berjalan kaki (maksimal 1,2 km dalam 20 menit berdasarkan kecepatan rata-rata siswa) tetap memunculkan kebutuhan transportasi. Penelitian ini menggunakan analisis isokron dengan batasan waktu tempuh berjalan kaki siswa (5, 10, 15, dan 20 menit) untuk mengevaluasi keterjangkauan sekolah dalam zona A. Hasil analisis isokron ini akan dibandingkan dengan radius zonasi 3 km yang ditetapkan untuk SMP, guna memahami apakah radius tersebut sejalan dengan kemampuan siswa untuk mencapai sekolah dengan berjalan kaki dalam rentang waktu yang wajar. Temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemenuhan kebutuhan transportasi sekolah siswa SMP di Kota Bandung, khususnya dalam konteks implementasi sistem zonasi.

17 menit baca

866 dilihat

Penentuan Lokasi Rencana Tempat Pengungsian Banjir Berdasarkan Sebaran Kelompok Rentan dan Zona Bahaya di Kota Bogor

Iklim dan Bencana

07 Mei 2025

Zelina Mariyori Wazlir

Penentuan Lokasi Rencana Tempat Pengungsian Banjir Berdasarkan Sebaran Kelompok Rentan dan Zona Bahaya di Kota Bogor

Analisis penentuan lokasi tempat pengungsian banjir di Kota Bogor menunjukkan bahwa tujuh sekolah berada dalam kategori sangat layak berdasarkan kombinasi kriteria spasial dan distribusi kelompok rentan di zona bahaya banjir. Titik-titik ini berada di kelurahan prioritas dan dapat dijangkau dalam radius ≤ 500 meter oleh populasi terdampak dengan berjalan kaki, sehinga dapat menjadi lokasi prioritas untuk evakuasi darurat. Sekolah juga menjadi alternatif yang fungsional dan strategis dalam mendukung upaya pengurangan risiko bencana banjir secara inklusif dan tepat sasaran.

20 menit baca

671 dilihat

4 Data

1 Proyek

Syarat dan Ketentuan
Pendahuluan
  • MAPID adalah platform yang menyediakan layanan Sistem Informasi Geografis (GIS) untuk pengelolaan, visualisasi, dan analisis data geospasial.
  • Platform ini dimiliki dan dioperasikan oleh PT Multi Areal Planing Indonesia, beralamat
  • mapid-ai-maskot