Latar Belakang
Pengembangan wilayah adalah upaya terpadu dalam mendorong perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup pada suatu wilayah (Salim, 2024). Salah satu upaya pengembangan wilayah melalui pembangunan transportasi yang terpadu. Transportasi kereta api menjadi moda transportasi darat yang berperan strategis dalam menunjang konektivitas antarkawasan, efisiensi logistik, serta mobilitas masyarakat (Tamin, 2000). Untuk itu, Pemerintah Indonesia mendorong program reaktivasi jalur kereta api nonaktif sebagai bagian dari revitalisasi infrastruktur dan pengembangan wilayah. Salah satu yang direncanakan adalah jalur kereta api antarkota Kalisat – Panarukan yang melintasi Kabupaten Bondowoso (Kemeterian Perhubungan, 2011).
Jalur kereta api Kalisat – Panarukan memiliki fungsi sebagai penghubung kawasan tapal kuda Jawa Timur. Namun jalur ini tidak beroperasi sejak tahun 2004. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bondowoso tahun 2024 – 2044 menyatakan bahwa reaktivasi jalur kereta api menjadi strategi pengembangan sistem jaringan prasarana wilayah dalam mendukung sistem agropolitan dan sistem pariwisata. Meskipun demikian, kondisi fisik dan pemanfaatan ruang di sepanjang jalur kereta api lama telah mengalami perubahan. Perubahan ini antara lain berkembangnya rumah penduduk dan tempat usaha di sekitar jalur kereta api serta hilangnya komponen pada rel kereta api (Wijaya, 2024).

Oleh karena itu, diperlukan kajian kesesuaian lahan pada kawasan yang akan difungsikan kembali sebagai jalur kereta api di Kabupaten Bondowoso untuk meminimalkan dampak lingkungan yang diakibatkan dari program reaktivasi. Dengan pendekatan Sistem Informasi Geografis (SIG) menghasilkan tingkat kesesuaian lahan yang ada di sekitar jalur kereta api. Batas kawasan reaktivasi jalur kereta api yang dikaji berada pada jarak pandangan bebas bagi masinis kereta api sebesar 500 meter sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 36 Tahun 2011. Sehingga diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam proses perencanaan, implementasi, dan mitigasi dampak lingkungan dari program reaktivasi.
Tinjauan Pustaka
A. Kesesuaian Lahan
Kesesuaian lahan adalah pengukuran tingkat kecocokan suatu lahan terhadap penggunaan dan arahan tertentu (Suprapto, 2016). Kesesuaian lahan dapat dinilai dari dua kondisi yaitu:
1. Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data sifat biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan diberi input untuk mengatasi masalah yang ada baik pada karakteristik tanah dan iklim.
2. Kesesuaian lahan potensial adalah kesesuaian lahan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan seperti pada hutan konversi, lahan terlantar atau tidak produktif, dan lahan pertanian yang kurang produktivitas.
Klasifikasi kesesuaian lahan dilaksanakan dengan cara memadukan antara kebutuhan dengan karakteristik lahan (Siswanto, 2006). Menurut FAO (1976), kelas kesesuaian lahan dikelompokkan menjadi 5 kelas yaitu:
1. S1 (Sangat Sesuai/Highly Suitable): Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau bersifat minor terhadap penggunaan berkelanjutan sehingga tidak akan berpengaruh pada produktivitas lahan.
2. S2 (Cukup Sesuai/Moderately Suitable): Lahan mempunyai faktor pembatas yang dapat mempengaruhi produktivitasnya dan memerlukan penambahan input.
3. S3 (Sesuai marginal/Marginally Suitable): Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat dan sangat mempengaruhi produktivitasnya. Sehingga diperlukan campur tangan pemerintah dan swasta dalam penambahan input karena modal yang tinggi.
4. N1 (Tidak Sesuai Saat ini /Currently Not Suitable): Lahan mempunyai faktor pembatas yang sangat berat dan sulit dalam penggunaan berkelanjutan. Namun ada kemungkinan untuk diperbaiki selain dengan pengelolaan dan modal normal.
5. N2 (Tidak Sesuai Selamanya/Permanently Not Suitable): Lahan mempunyai faktor pembatas yang bersifat permanen dan tidak dapat digunakan secara berkelanjutan. Adanya pengembangan pada daerah ini dikhawatirkan akan terjadi penurunan kualitas lingkungan bahkan bencana alam yang tidak terduga.
Metodologi
A. Lokasi
Lokasi yang dipilih berada di Kabupaten Bondowoso sebagai salah satu daerah yang termasuk dalam pengembangan rekativasi jalur kereta api. Jalur kereta api di Kabupaten Bondowoso telah ada sejak tahun 1897 dan nonaktif pada tahun 2004. Panjang jalur kereta api yang akan direaktivasi adalah 70 km. Sedangkan luas kawasan yang dipilih adalah 4.059,84 Ha pada jarak pandangan bebas bagi masinis sebesar 500 meter dari kanan dan kiri jalur kereta api. Kawasan ini melewati 11 kecamatan yang menghubungkan antara Kabupaten Jember dan Kabupaten Situbondo diantaranya Kecamatan Tamanan, Grujugan, Jambesari DS, Bondowoso, Tenggarang, Tegalampel, Wonosari, Tapen, Klabang, Botolinggo, dan Prajekan. Sepanjang jalur tersebut terdapat 3 (Tiga) stasiun yang tersebar di Kecamatan Tamanan (Saat ini nonaktif), Kecamatan Grujugan (Saat ini nonaktif), dan Kecamatan Bondowoso (Saat ini menjadi museum kereta api Bondowoso).
B. Metode
Metode yang digunakan dalam analisis kesesuaian lahan daerah sekitar rencana reaktivasi jalur kereta api di Kabupaten Bondowoso memanfaatkan analisis keruangan berbagai Sistem Informasi Geografis (SIG). Dengan analisis spasial untuk melakukan proses pengolahan, pemodelan, dan interpretasi data melalui hubungan geografis pada objek yang digunakan sehingga dapat diketahui pola dan dampak suatu kegiatan yang dapat memudahkan pengambilan keputusan (Sejati et al., 2024). Dalam pemetaan tingkat kesesuaian lahan yang ada, teknik scoring dan overlay digunakan untuk mengetahui distribusi karakteristik lahan yang relevan dan mengidentifikasi area yang paling sesuai dalam rencana reaktivasi jalur kereta api antakota Kalisat – Panarukan. Scoring adalah penetapan nilai bobot pada setiap variabel kesesuaian lahan. Sedangkan overlay adalah teknik tumpang tindih peta atau menggabungkan beberapa lapisan data tematik data yang sesuai (Syahputra et al., 2023).
C. Variabel
Variabel adalah objek penelitian dengan variasi nilai yang beragam untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Noor, 2017). Variabel yang digunakan didasarkan pada faktor fisik, sosial, dan lingkungan yang sesuai dengan karakteristik lokasi. Variabel dapat dilihat pada tabel 1.

Sumber: Anggreni & Putri, 2024; Farid et al., 2023; Nurfikasari & Yuliani, 2021
Hasil perhitungan scoring dan overlay dari variabel di atas akan diolah melalui persamaan 1 untuk mendapatkan klasifikasi kelas kesesuaian lahan. Persamaan 1 dapat dilihat sebagai berikut:

Dengan
Nilai maks : Nilai maksimum atau nilai tertinggi
Nilai min : Nilai minimum atau nilai terendah
Jumlah kelas/tingkat : Jumlah kelas/tingkat yang diinginkan
Hasil dan Pembahasan
Analisis dilakukan dengan menggunakan pendekatan Sistem Informasi Geografis (SIG) berdasarkan lima variabel yaitu kemiringan lereng, kepadatan penduduk, jenis tanah, penggunaan lahan, dan rawan bencana banjir. Rincian hasil analisis dijelaskan sebagai berikut:
A. Hasil Analisis Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng dapat diartikan sebagai ukuran perbedaan ketinggian pada relief suatu permukaan lahan yang ada. Semakin tinggi nilai kemiringan lereng, maka semakin besar kemungkinan terjadinya erosi yang dapat berakibat pada risiko bencana longsor dan dapat membahayakan kawasan terbangun di sekitarnya (Rahmah et al., 2022). Hasil analisis kemiringan lereng pada kawasan reaktivasi jalur kereta api dapat dilihat pada tabel 2 dan gambar 2.

Sumber: Hasil Analisis, 2025

Hasil analisis pada tabel 2 dan gambar 2 menunjukkan bahwa kemiringan lereng yang ada di kawasan reaktivasi jalur kereta api Kabupaten Bondowoso terbagi menjadi 2 (Dua) klasifikasi yaitu datar dan sangat curam. Dengan sebagian besar berada pada kemiringan lereng 0 – 8% dalam klasifikasi datar seluas 4.049,07 Ha. Hal ini dapat memberikan kemudahan dalam perencanaan dan pembangunan reaktivasi jalur kereta api.
B. Hasil Analisis Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk adalah ukuran persebaran penduduk suatu wilayah dari hasil pembagian jumlah penduduk dan luas wilayah (Badan Pusat Statistika Kabupaten Bondowoso, 2025). Kepadatan suatu wilayah berkaitan erat dengan kesesuaian lahan suatu wilayah. Sebab semakin tinggi nilai kepadatan penduduk suatu wilayah, maka semakin besar kebutuhan infrastruktur penunjang kehidupan masyarakat. Jika kepadatan yang ada melebihi batas daya dukung lahan dapat mendorong terjadinya degradasi lingkungan (Dita & Legowo, 2022). Hasil analisis kepadatan penduduk pada kawasan reaktivasi jalur kereta api dapat dilihat pada tabel 3 dan gambar 3.

Sumber: Hasil Analisis, 2025

Hasil analisis pada tabel 3 dan gambar 3 menunjukkan bahwa kepadatan penduduk di kawasan reaktivasi jalur kereta api Kabupaten Bondowoso terbagi menjadi 3 (Tiga) yaitu kepadatan penduduk 100 – 500 jiwa/km2, kepadatan penduduk 500 – 1000 jiwa/km2, dan kepadatan penduduk 1000 – 5000 jiwa/km2. Dengan jalur kereta api yang melewati 11 kecamatan, kepadatan penduduk tertinggi berada di Kecamatan Bondowoso sebesar 3.339,35 jiwa/km2 dan terendah pada Kecamatan Botolinggo sebesar 220,53 jiwa/km2. Sedangkan menurut data Badan Pusat Statistika Kabupaten Bondowoso, kepadatan penduduk Kabupaten Bondowoso secara keseluruhan tahun 2024 adalah 505 jiwa/km2. Sehingga dapat diketahui bahwa jalur kereta api di Kabupaten Bondowoso sebagian besar melewati daerah dengan kepadatan penduduk melebihi rata-rata. Oleh karena itu, reaktivasi jalur kereta api harus dilakukan dengan perencanaan dan pendekatan yang tepat baik dalam upaya pembebasan lahan, relokasi, dan gangguan akibat pembangunan. Selain itu, diperlukan koordinasi antar sektor dan keterlibatan masyarakat untuk menghindari terjadinya konflik sosial.
C. Hasil Analisis Jenis Tanah
Jenis tanah mempunyai sifat dan ciri tertentu yang membedakannya dengan lainnya baik sebagai potensi atau kendala dalam penggunaannya. Perbedaan jenis tanah dipengaruhi oleh proses pembentukannya berupa iklim, organisme hidup, sifat dari bahan induk, topografi, dan waktu untuk proses bahan induk menjadi tanah. Sifat dan karakteristik tanah yang berbeda dapat mempengaruhi kemampuan suatu lahan dalam penggunaan tertentu. Dalam hal ini jenis tanah dilihat berdasarkan tingkat sensitivitas terhadap erosi (Rahmah et al., 2022). Hasil analisis jenis tanah pada kawasan reaktivasi jalur kereta api dapat dilihat pada tabel 4 dan gambar 4.

Sumber: Hasil Analisis, 2025

Hasil analisis pada tabel 4 dan gambar 4 menunjukkan bahwa jenis tanah di kawasan reaktivasi jalur kereta api Kabupaten Bondowoso terbagi menjadi 3 (Tiga) yaitu mediteran, andosol, dan regosol. Dengan luas jenis tanah terbesar berupa andosol sebesar 2.120,33 Ha dan terkecil berupa mediteran sebesar 729,19 Ha. Jenis tanah mediteran memiliki sifat kurang peka terhadap erosi, andosol memiliki sifat peka terhadap erosi, dan regosol memiliki sifat sangat peka terhadap erosi. Semakin peka jenis tanah akan meningkatkan risiko terhadap erosi. Hal ini menimbulkan ketidakstabilan struktur tanah dan gangguan pada keselamatan operasional kereta api. Untuk itu diperlukan teknologi rekayasa sipil dalam konstruksi pondasi dan perbaikan struktur tanah.
D. Hasil Analisis Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan (Land use) adalah bentuk dari pengaruh manusia terhadap permukaan bumi baik akibat pertumbuhan jumlah penduduk dan atau aktivitas manusia. Peningkatan jumlah penduduk akan meningkatkan aktivitas yang ada. Semakin tinggi jumlah penduduk dan aktivitas yang berjalan maka akan semakin beragam penggunaan lahan yang ada. Penggunaan lahan yang tepat dapat meningkatkan nilai kesesuaian lahan yang ada. Begitupun sebaliknya penggunaan lahan yang tidak tepat dapat mendorong terjadinya kerusakan lingkungan (Erlianti et al., 2025). Penggunaan lahan pada kawasan reaktivasi jalur kereta api dapat dilihat pada tabel 5 dan gambar 5.

Sumber: Hasil Analisis, 2025

Hasil analisis pada tabel 5 dan gambar 5 menunjukkan bahwa penggunaan lahan di kawasan reaktivasi jalur kereta api Kabupaten Bondowoso terbagi menjadi 4 (Empat) yaitu permukiman, pertanian, hutan dan indsutri, serta badan air. Dengan luas penggunaan lahan tertinggi berupa lahan pertanian sebesar 2.828,49 Ha dan terendah berupa lahan hutan sebesar 23,5 Ha. Kondisi kawasan yang didominasi lahan produktif ini memerlukan kajian tentang dampak lingkungan dalam program reaktivasi jalur kereta api untuk meminimalkan dampak negatif yang ada.
E. Hasil Analisis Rawan Bencana Banjir
Rawan bencana banjir adalah gambaran distribusi daerah yang rentan terjadi banjir akibat faktor hidrometeorologi seperti curah hujan, daerah aliran sungai, kemiringan lahan, ketinggian, tekstur tanah, dan penggunaan lahan (Anggreni & Putri, 2024). Semakin tinggi tingkat kerawanan banjir pada kawasan infrastruktur dapat meningkatkan risiko kerugian berupa kerusakan dan gangguan keamanan operasional kereta api. Hasil analisis rawan bencana banjir pada kawasan reaktivasi jalur kereta api dapat dilihat pada tabel 6 dan gambar 6.

Sumber: Hasil Analisis, 2025

Hasil analisis pada tabel 6 dan gambar 6 menunjukkan bahwa tingkat kerawanan bencana banjir di kawasan reaktivasi jalur kereta api Kabupaten Bondowoso terbagi menjadi 3 (Tiga) yaitu kerawanan banjir rendah, kerawanan banjir sedang, dan kerawanan banjir tinggi. Dengan luas kawasan rawan bencana banjir tertinggi berada di kelas rendah sebesar 2.435,78 Ha dan terendah berada di kelas tinggi sebesar 763,17 Ha. Untuk itu, diperlukan upaya pemantauan dan pemeliharaan secara rutin serta sistem drainase yang efektif pada jalur yang akan digunakan. Sedangkan pada lokasi dengan tingkat kerawanan bencana banjir sedang dan tinggi diperlukan upaya mitigasi untuk memastikan keamanan operasi kereta api.
F. Hasil Analisis Kesesuaian Lahan
Setiap variabel kesesuaian lahan diolah dengan teknik scoring dan overlay untuk menentukan klasifikasi yang tepat. Hasil analisis kesesuaian lahan kawasan reaktivasi jalur kereta api di Kabupaten Bondowoso dapat dilihat pada tabel 7 dan gambar 7.

Sumber: Hasil Analisis, 2025

Hasil analisis kesesuaian lahan pada tabel 7 dan gambar 7 menunjukkan bahwa pada kawasan reaktivasi jalur kereta api Kabupaten Bondowoso terbagi menjadi 5 (Lima) kelas klasifikasi kesesuaian lahan. Dengan luas kesesuaian lahan tertinggi pada kelas S2 kategori cukup sesuai sebesar 2.628,79 Ha dan terendah pada kelas N2 kategori tidak sesuai selamanya sebesar 0,89 Ha. Sehingga dapat diketahui bahwa sebagian besar lahan yang digunakan untuk reaktivasi jalur kereta api di Kabupaten Bondowoso telah berada di lahan yang sesuai untuk pembangunan baik pada kelas S1,S2, dan S3. Sedangkan lahan yang tidak sesuai memiliki luas kurang dari 1% dari keseluruhan lahan. Meskipun begitu, prioritas pembangunan difokuskan pada lahan dengan kelas S1 dan S2 untuk memastikan keamanan operasional kereta api. Sedangkan lahan dengan kelas S3 dan N1 dapat menjadi alternatif pembangunan yang disertai upaya pengelolaan dan tindakan teknis untuk meningkatkan kelayakan pembangunan program reaktivasi. Serta menghindari pembangunan pada lahan dengan kelas N2 untuk mencegahi kerusakan lingkungan dan bencana yang tidak terduga.
Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan kawasan reaktivasi jalur kereta api di Kabupaten Bondowoso telah memenuhi syarat kesesuaian lahan untuk kegiatan perencanaan dan pembangunan. Dengan distribusi lokasi pada kelas S1 dan S2 sebagai prioritas utama pembangunan, kelas S3 dan N1 sebagai alternatif pembangunan setelah adanya upaya pengelolaan yang lebih baik, serta menghindari pembangunan pada kelas N2. Meskipun telah terdapat perubahan terkait berkembangnya rumah penduduk dan tempat usaha di sekitar jalur kereta api yang ada. Namun, hasil ini sesuai dengan arahan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Bondowoso tahun 2024 – 2044 dalam upaya pengembangan sistem jaringan prasarana wilayah untuk mendukung sistem agropolitan dan sistem pariwisata.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan untuk pengembangan penelitian selanjutnya antara lain:
1. Memperluas batas kawasan penelitian dalam lingkup daerah penyangga jalur kereta api sesuai dengan peraturan yang ada
2. Menggunakan variabel dan nilai bobot kesesuaian lahan yang berasal dari jejak pendapat berbagai pihak yang besangkutan.
3. Melakukan kajian lanjutan yang lebih terperinci terbagi sesuai aspek fisik, lingkungan, sosial, dan ekonomi untuk menilai kelayakan lahan untuk pembangunan.
4. Menambahkan strategi yang dapat dilakukan agar dapat meningkatkan kelas kesesuaian lahan pada S3, N1, dan N2.
Daftar Pustaka
Anggreni, N. L. J., & Putri, P. I. D. (2024). Analisis Spasial Terhadap Kesesuaian Lahan Permukiman Pada Kawasan Erupsi Gunung Agung Pada Kawasan Permukiman Kecamatan Rendang, Karangsem. Jurnal Ilmiah Poli Rekayasa, 19(2), 52–58.
Badan Pusat Statistika Kabupaten Bondowoso. (2025). Kabupaten Bondowoso Dalam Angka Tahun 2025. https://jatim.bpk.go.id/kabupaten-bondowoso/
Dita, C. Y. E., & Legowo, M. (2022). Analisis Kepadatan Penduduk Yang Berpengaruh Terhadap Kemiskinan Dan Degradasi Lingkungan. Prosiding Seminar Nasional Ilmu Ilmu Sosial (SNIIS), 1, 1–12.
Erlianti, N., Harudu, L., Tahir, T., & Andrias, A. (2025). Analisis Sebaran Spasial Penggunaan Lahan dan Kesesuaian Lahan Daerah Aliran Sungai Menggunakan Data Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis. Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi, 10(1), 90–102.
Farid, M., Febrianti, T., & Kurniawati, A. (2023). Kajian kesesuaian lahan permukiman di Kabupaten Jombang berbasis QGIS sebagai landasan analisis penataan ruang. Jurnal Integrasi Dan Harmoni Inovatif Ilmu-Ilmu Sosial (JIHI3S), 3(4), 346–353. https://doi.org/10.17977/um063v3i4p346-353
Kementerian Perhubungan. (2011). Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 36 Tahun 2011 tentang Perpotongan dan/atau Persinggungan Antara jalur Kereta Api dengan Bangunan Lain. Jakarta: Kementerian Perhubungan.
Kementerian Perhubungan. (2011). Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (PM No.43 Tahun 2011). Jakarta: Kementerian Perhubungan.
Noor, J. (2017). Metodologi Penelitian Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah. KENCANA.
Nurfikasari, M. F., & Yuliani, E. (2021). Studi Literatur : Analisis Kesesuaian Lahan Terhadap Lokasi Permukiman. Jurnal Kajian Ruang, 1(1), 78–92. https://doi.org/10.30659/jkr.v1i1.19981
Pemerintah Kabupaten Bondowoso. (2024). Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2024 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bondowoso Tahun 2024 - 2044. Bondowoso. https://jdih.bondowosokab.go.id/produk-hukum/peraturan-daerah-nomor-3 tahun-2024-tentangrencana-tata-ruang-wilayah-kabupaten-bondowoso tahun-2024-244
Rahmah, I. M., Sumadi, R. L., Handayani, E. P., Maritza, A., Vieri, C., & Setiawan, C. (2022). Analisis spasial kesesuaian lahan permukiman kabupaten badung provinsi bali. Geodika: Jurnal Kajian Ilmu Dan Pendidikan Geografi, 9(2), 210–223. https://doi.org/10.29408/geodika.v9i2.29415
Salim, A. (2024). Kesesuaian Lahan Dalam Pengembangan Wilayah (N. Saleh (ed.)). Chakti Pustaka Indonesia.
Sejati, A. E., Pd Putri, M., Anasi, T., Pd, M., Nursalam, L. O., Pd, S., Astarika, R., La, M. P., Muhammad, O., & Takasi, R. (2024). Analisis Spasial Overlay Penerbit Cv. Eureka Media Aksara.
Siswanto. (2006). Evaluasi sumberdaya lahan. UPN Press.
Suprapto. (2016). Survei Kesesuaian Lahan, Diklat Teknis Perencanaan Irigasi. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi.
Syahputra, G. S., Firdaus, H. S., & Sukmono, A. (2023). Evaluasi Kelayakan Kawasan Industri Di Kabupaten Demak. Jurnal Geodesi Undip, 12(1), 82–90.
Tamin, O. Z. (2000). Perencanaan dan Pemodelan Transportasi (2nd ed.). ITB Press.
Wijaya, D. A. (2024). Jalur Kereta Kalisat-Panarukan Bakal Pakai Jalur Lama, Bangunan Sekitar Rel Bondowoso Digusur. Beritajatim.Com. https://beritajatim.com/jalur-kereta-kalisat-panarukan-bakal-pakai-jalur-lama-bangunan-sekitar-rel-bondowoso-digusur