Kesesuaian Lahan untuk Bangunan Penginapan di Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang

13/08/2021 • Muhammad Riza Baihaqi

Titik Wisata

Lokasi Toko

Lokasi ATM

Analisis Kemampuan dan Kesesuaian Lahan untuk Bangunan Penginapan Sebagai Pendukung Kegiatan Pariwisata di Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang


Kesesuaian Lahan untuk Bangunan Penginapan di Kecamatan
Ambarawa, Kabupaten Semarang
Kesesuaian Lahan untuk Bangunan Penginapan di Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang

PENDAHULUAN

Pariwisata merupakan salah satu sektor industri yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan (Prafitri & Damayanti, 2016). Perkembangan pariwisata di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia diharapkan dapat meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat sekitar. Untuk itu, berbagai kawasan wisata perlu dikembangkan dengan cara membenahi objek-objek wisata dan sarana yang diperlukan. Pengembangan kawasan wisata disamping ditentukan oleh adanya objek wisata yang menarik dan unik, juga diperlukan data mengenai sumberdaya alam di sekitarnya untuk pengembangan prasarana (hotel, penginapan dan sebagainya).

Kecamatan Ambarawa merupakan salah satu daerah yang secara administratif berada di dalam wilayah Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Pada perkembangan pembangunannya, Kecamatan Ambarawa telah banyak mengalami kemajuan dalam hal infrastruktur. Meski luas daerahnya kecil, namun objek wisata di daerah ini sangat beragam, mulai dari objek wisata alam, wisata buatan, dan wisata budaya. Keberadaan objek wisata di Kecamatan Ambarawa memiliki panorama yang indah dan eksotis, serta didukung oleh kondisi iklim yang bersuhu dingin dan sejuk dikarenakan daerah Kecamatan Ambarawa terletak di daerah dataran tinggi, sehingga cocok digunakan sebagai lokasi rekreasi bagi wisatawan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Terdapat lokasi objek wisata yang dekat maupun berada di Kecamatan Ambarawa, antara lain yaitu Wisata Danau Rawa Pening, Eling Bening, Kampoeng Kopi Banaran, Candi Gedong Songo, Goa Maria Kerep, Museum Palagan, Museum Kereta Api, dan Umbul Sidomukti. Oleh karena itu, bisnis sarana akomodasi seperti resort/bangunan penginapan di Kecamatan Ambarawa sangat berpotensi untuk dikembangkan. Adanya resort/bangunan penginapan berfungsi sebagai tempat berekreasi dan menjadi tempat tujuan wisata dengan segala fasilitas dan obyek yang menarik, selain itu juga bisa berfungsi sebagai tempat persinggahan bagi wisatawan yang ingin melakukan aktivitas lain mengingat letak resort/bangunan penginapan yang berdekatan dengan daerah wisata. Resort/bangunan penginapan yang cocok bagi wisatawan adalah yang dapat memberikan nuansa keindahan dan kenyamanan rumah serta dapat menjamin privasi wisatawan yang menginap. Salah satunya yaitu berlokasi di tempat yang memiliki pemandangan indah, seperti di pegunungan dan beriklim sejuk, jauh dari polusi udara dan keramaian kota, dan minim resiko bencana, seperti banjir, tanah longsor, serta kekeringan.

TUJUAN

Tujuan saya membuat project ini adalah:

  1. 1.
    Mengetahui kelas kesesuaian lahan untuk bangunan penginapan di Kecamatan Ambarawa.
  1. 2.
    Mengetahui arahan lokasi yang sesuai untuk pengembangan bangunan penginapan berdasarkan kesesuaian lahan untuk bangunan penginapan di Kecamatan Ambarawa.

METODE PENELITIAN

Jenis data yang digunakan dalam project ini yakni data sekunder. Data sekunder yang dibutuhkan antara lain yaitu kemiringan lereng, jenis tanah, penggunaan lahan, jumlah pengunjung lokasi wisata Kabupaten Semarang tahun 2016-2020, dan data zona agroekologi (ZAE) Kecamatan Ambarawa (Penelitian Nugrahani, 2012). Data sekunder pada project ini diperoleh dari data penelitian yang sudah ada sebelumnya dan beberapa website instansi terkait berikut.

Website Geoportal Provinsi Jawa Tengah

Data DEMNAS Indonesia

Website Badan Pusat Statistik Kabupaten Semarang

Website Geospasial Indonesia

Pemilihan sampel dilakukan berdasarkan satuan lahan di daerah kajian. Peta satuan lahan diperoleh berdasarkan hasil tumpang susun (overlay) antara peta kemiringan lereng, bentuklahan, jenis tanah, dan penggunaan lahan. Dari hasil pembuatan peta satuan lahan, kemudian dilakukan analisis kemampuan lahan dan kesesuaian lahan pada tiap polygon. Kemampuan lahan merupakan potensi suatu lahan yang dapat dimanfaatkan dengan mempertimbangkan kriteria faktor pembatas seperti seperti lereng permukaan, kepekaan erosi (erodibilitas), tingkat erosi (erosivitas), kedalaman tanah, tektur tanah, permeabilitas, drainase, kerikil/batuan, ancaman banjir, dan salinitas. Tujuan dari analisis kemampuan lahan yakni untuk dapat mengelola lahan sesuai dengan kemampuannya dan menghindari degradasi lahan. Penilaian parameter kriteria kelas kemampuan lahan dapat dilihat melalui link berikut.

Tutorial Pemberian Bobot pada Kelas Kemampuan Lahan

Kesesuaian lahan merupakan tingkat kesesuaian jenis penggunaan lahan yang spesifik dengan kriteria lahan yang bertujuan untuk optimalisasi produktivitas lahan. Kesesuaian lahan untuk bangunan penginapan mempertimbangkan beberapa kriteria faktor pembatas. Adapun kelas masing-masing parameter dan kriteria untuk bangunan penginapan disajikan pada tabel berikut.

Kesesuaian Lahan untuk Bangunan Penginapan di Kecamatan
Ambarawa, Kabupaten Semarang

Peta kesesuaian lahan diolah dengan operasi overlay dan reklasifikasi dalam perangkat lunak pemetaan ArcGIS. Hasil dari overlay tiap-tiap parameter kemudian menghasilkan peta satuan lahan untuk dinilai kesesuaiannya pada tiap polygon berdasarkan bobot tertentu. Menurut USDA (1968), hasil analisis dibagi menjadi 3 kelas kesesuaian yaitu, Baik, Sedang, dan Buruk. Hasil analisis tersebut yang kemudian menjadi Peta Kesesuaian Lahan untuk Bangunan Penginapan, di mana peta tersebut dapat membantu pemerintah Kecamatan Ambarawa ataupun investor dalam membuat keputusan terkait penentuan lokasi penginapan wisata di Kecamatan Ambarawa. Keputusan yang dibuat oleh pemerintah maupun investor diharapkan dapat mewujudkan bangunan penginapan yang aman dan baik.

Metode analisis data kesesuaian lahan untuk bangunan penginapan pada project ini menggunakan metode matching, yaitu dengan mencocokan antara karakteristik lahan dengan syarat penggunaan lahan bangunan penginapan. Teknik yang digunakan dalam metode matching ini adalah dengan mempertimbangkan faktor yang pemberat sebagai penentu kelas kesesuaian lahan. Jenis metode matching yang digunakan yaitu Arithmetic Factor Matching. Arithmetic Factor Matching dilakukan dengan menentukan kelas kesesuaian lahan berdasarkan pertimbangan faktor dominan pada kriteria lahan. Penyusunan arahan lokasi untuk pendirian bangunan tempat tinggal didasarkan pada perbaikan faktor-faktor pembatas lahan.

Data jumlah pengunjung/wisatawan lokasi wisata yang berada di Kecamatan Ambarawa dan sekitarnya diperoleh dari data sekunder yang berasal dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Semarang yang dihimpun mulai dari tahun 2016 sampai tahun 2020. Jumlah pengunjung/wisatawan dan dekatnya akses lokasi wisata yang ada pada lokasi kajian dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk melakukan arahan rekomendasi lokasi yang sesuai untuk pengembangan investasi akomodasi, terutama bangunan penginapan.

Kesesuaian Lahan untuk Bangunan Penginapan di Kecamatan
Ambarawa, Kabupaten Semarang

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Semarang, 2016-2020

Data titik persebaran lokasi pertokoan yang berada di Kecamatan Ambarawa diperoleh dari hasil pencarian lokasi di google maps. Jenis lokasi pertokoan terdiri dari minimarket, pasar, dan swalayan. Titik lokasi persebaran fasilitas ATM di Kecamatan Ambarawa juga diperoleh dari hasil pencarian lokasi di google maps. Titik lokasi fasilitas umum dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam penentuan lokasi kesesuaian lahan untuk bangunan penginapan.

PERSEBARAN DATA

Kesesuaian Lahan untuk Bangunan Penginapan di Kecamatan
Ambarawa, Kabupaten Semarang

Sebaran data analisis kesesuaian lahan untuk bangunan penginapan berada di administrasi Kecamatan Ambarawa, sedangkan data titik lokasi wisata berada di administrasi Kabupaten Semarang. Data lokasi wisata yang dipilih berdasarkan letak lokasi yang berdekatan dengan daerah Kecamatan Ambarawa. Data yang ditampilkan pada project ini berupa polygon kesesuaian lahan untuk bangunan penginapan pada tiap satuan lahan, titik lokasi wisata, dan jumlah pengunjung lokasi wisata pada tahun 2016 sampai tahun 2020. Data kesesuaian lahan untuk bangunan penginapan pada layer dibedakan menjadi 3 kelas, yaitu Baik, Sedang, dan Buruk. Hasil visualisasi kelas kesesuaian lahan juga dapat diketahui melalui warna pada layer yang ditampilkan.

RESUME DATA

Berikut ini adalah data yang ditampilkan pada project:

Tabel Atribut Kesesuaian Lahan untuk Bangunan Penginapan di Kecamatan Ambarawa

Kesesuaian Lahan untuk Bangunan Penginapan di Kecamatan
Ambarawa, Kabupaten Semarang

Informasi Luas, Parameter Kriteria, dan Kelas Kesesuaian Lahan pada tiap Polygon

Kesesuaian Lahan untuk Bangunan Penginapan di Kecamatan
Ambarawa, Kabupaten Semarang

Tabel Atribut Titik Lokasi Wisata dan Jumlah Pengunjung di Kabupaten Semarang Tahun 2016-2020

Kesesuaian Lahan untuk Bangunan Penginapan di Kecamatan
Ambarawa, Kabupaten Semarang

Informasi Lokasi Wisata dan Jumlah Pengunjung Wisata di Kabupaten Semarang Tahun 2016-2020

Kesesuaian Lahan untuk Bangunan Penginapan di Kecamatan
Ambarawa, Kabupaten Semarang

Informasi Sebaran Lokasi Toko dan Pasar di Kecamatan Ambarawa

Kesesuaian Lahan untuk Bangunan Penginapan di Kecamatan
Ambarawa, Kabupaten Semarang

Informasi Sebaran Lokasi Fasilitas ATM di Kecamatan Ambarawa

Kesesuaian Lahan untuk Bangunan Penginapan di Kecamatan
Ambarawa, Kabupaten Semarang

Tabel Atribut Titik Lokasi Toko dan Pasar di Kecamatan Ambarawa

Kesesuaian Lahan untuk Bangunan Penginapan di Kecamatan
Ambarawa, Kabupaten Semarang

ANALISIS DATA

Kemiringan Lereng

Sebagian besar wilayah Kecamatan Ambarawa di dominasi oleh topografi datar seluas 1.533,6 hektar yaitu sebesar 55,6% dari luas wilayah. Topografi landai seluas 386,9 hektar (24,97%), sedangkan luas wilayah dengan topografi curam seluas 366,9 hektar (13,3%). Lebih lanjut luas wilayah berdasarkan kemiringan lereng dapat dilihat pada tabel berikut.

Kesesuaian Lahan untuk Bangunan Penginapan di Kecamatan
Ambarawa, Kabupaten Semarang

Sumber: Analisis Data DEMNAS, 2021

Tabel tersebut menunjukkan bahwa terdapat variabilitas pada tiap parameter kemampuan lahan. Parameter kemiringan lereng kelas 0-8% dan 8-15% umumnya berada di bentuklahan dataran aluvial dan dataran kaki gunungapi sedangkan kelas >15% umumnya berada di bentuklahan perbukitan dan pegunungan struktural. Parameter kemiringan lereng berperan penting dalam penilaian kesesuaian suatu lahan. Semakin besar nilai kemiringan lerengnya, maka besar pula risiko terjadi bencana longsor dan akan mempengaruhi kelas kesesuaian lahan menjadi tidak sesuai. Persentase kemiringan lereng yang besar memiliki potensi longsor yang lebih besar pula. Menurut (Bachri, 2011), bencana longsor yang pernah terjadi di suatu daerah memiliki kemungkinan untuk terulang di daerah yang sama.

Erosivitas dan Erodibilitas

Tingginya persentase kemiringan lereng juga akan mempengaruhi tingkat erosivitas dan erodibilitas di suatu lahan. Berdasarkan penelitian Yulina, dkk (2015), semakin curamnya kemiringan lereng maka tingkat erodibilitas tanah akan semakin tinggi, sehingga berdampak pada kondisi tanah tersebut dengan menunjukkan tanah akan semakin tidak tahan terhadap erosi. Parameter erosivitas sendiri mirip dengan erodibilitas. Perbedaannya ialah pada erosivitas sendiri lebih ditekankan pada tingkat erosi yang terjadi sedangkan erodibilitas lebih kepada tingkat kepekaan erosi. Sebagai salah satu proses dalam geomorfologi, terjadinya erosi pada suatu lahan merupakan hal yang normal. Namun demikian laju erosi yang terlalu besar seringkali menimbulkan permasalahan kerusakan lahan, salah satunya yaitu tanah longsor. Terlihat pada tabel atribut, nilai erosivitas dan erodibilitas suatu satuan lahan akan bernilai tinggi apabila terletak di kemiringan lereng diatas 25% (curam).

Sifat Jenis Tanah dan Persebarannya

Berdasarkan hasil overlay Peta Tanah Provinsi Jawa Tengah, terdapat 4 satuan jenis tanah yang ada di daerah penelitian yaitu Aluvial Hidromorf, Aluvial Kelabu, Asosiasi Mediteranian Coklat Litosol, dan Latosol Coklat. Secara umum tekstur tanah dan permeabilitas pada daerah penelitian dapat diketahui melalui satuan jenis tanahnya. Tekstur tanah digunakan untuk mengetahui sifat tanah dalam kemampuannya meresapkan air hujan. Permeabilitas ini digunakan untuk menentukan kecepatan tanah dalam meresapkan air hujan.

Kesesuaian Lahan untuk Bangunan Penginapan di Kecamatan
Ambarawa, Kabupaten Semarang

Jenis tanah aluvial hidromorf merupakan jenis tanah yang berada di daerah bentuklahan dataran aluvial. Jenis tanah ini mempunyai ciri-ciri fisik warna kelabu, bertekstur liat, dan memiliki permeabilitas lambat. Jenis tanah ini biasanya banyak digenangi oleh air sehingga warnanya tua kelabu sampai kehitaman.

Jenis tanah aluvial kelabu terbentuk di daerah pasang surut sehingga karakteristik tanahnya didominasi oleh akumulasi sulfat yang dicirikan oleh pH netral (kondisi anaerobik) dan akan berubah menjadi sangat masam dengan pH <3,5 pada kondisi aerobik. Kondisi lingkungan yang selalu tergenang menyebabkan proses perkembangan tanah sangat lambat yang ditunjukkan oleh kondisi unripe (tidak matang), sehingga memiliki warna tanah kelabu gelap. Menurut Wass, dkk (2016), tanah ini sebaiknya tidak diganggu dan digunakan sebagai kawasan lindung.

Jenis tanah latosol coklat merupakan jenis tanah yang berada di kemiringan lereng diatas 15%, lebih tepatnya di bentuklahan perbukitan struktural. Adapun ciri-ciri dari tanah tersebut antara lain adalah tanahnya berwarna coklat, tekstur tanah pada umumnya adalah lempung berpasir dan lempung berliat, dan struktur tanah pada umumnya adalah remah dengan konsistensi gembur. Tanah ini pada umumnya memiliki permeabilitas yang agak cepat, namun juga terdapat sebagian wilayah dengan permeabilitas agak lambat. Permeabilitas sedang sampai lambat ditemui di bagian wilayah datar dan landai.

Jenis tanah asosiasi mediteranian coklat litosol merupakan jenis tanah yang mendominasi wilayah Kecamatan Ambarawa. Tanah ini memiliki ciri yaitu memiliki tekstur lempung liat berpasir dengan permeabilitas yang sedang pada wilayah datar dan landai. Daerah penyebarannya terdapat di berbagai ketinggian tetapi umumnya berada di dataran rendah dengan daerah relatif datar sampai bergelombang.

Ancaman Banjir

Parameter ancaman banjir juga merupakan parameter penting menjadi pertimbangan untuk menentukan lokasi kesesuaian lahan untuk bangunan penginapan di Kecamatan Ambarawa. Menurut BPBD Kabupaten Semarang, wilayah di sekitar danau Rawa Pening memiliki kerawanan bencana banjir yang tinggi. Berdasarkan dari data historis, wilayah Rawa Pening sering terjadi banjir dikarenakan meluapnya air lantaran tidak mampu menampung banyaknya debit air dari hulu saat hujan deras. Daerah yang pernah terdampak banjir di Kecamatan Ambarawa antara lain yaitu Kelurahan Lodoyong, Kelurahan Tambakboyo, Kelurahan Bejalen, dan Kelurahan Pojoksari. Peta persebaran bencana di Kabupaten Semarang yang bersumber dari BPBD Kabupaten Semarang dapat dilihat pada link berikut.

Peta Sebaran Bencana Kabupaten Semarang

Penggunaan Lahan

Jenis penggunaan lahan di sekitar lokasi penginapan juga menjadi pertimbangan karena ketersediaan fasilitas, seperti tempat ibadah, minimarket, dan ATM/bank lebih diutamakan. Kriteria penggunaan lahan menjadi prioritas utama karena penggunaan lahan dapat menentukan bisa atau tidaknya lahan tersebut digunakan sebagai lokasi bangunan penginapan. Selain itu, penggunaan lahan juga mempengaruhi total biaya yang harus dikeluarkan oleh investor/pemerintah untuk melakukan pembangunan, seperti akses listrik, air, dan harga lahan. Jarak dari titik lokasi wisata juga menjadi prioritas karena semakin dekat lokasi penginapan terhadap objek wisata, maka semakin mempermudah akses pengunjung/wisatawan.

Kesesuaian Lahan untuk Bangunan Penginapan di Kecamatan
Ambarawa, Kabupaten Semarang

Kelas Kemampuan Lahan

Berdasarkan pembobotan seluruh parameter kriteria lahan, terlihat bahwa pada hasil pengkelasan kemampuan lahan dengan metode arithmatic factor, ada 6 kelas yang terbentuk yaitu kelas I, II, III, IV, VI, VII.

Kesesuaian Lahan untuk Bangunan Penginapan di Kecamatan
Ambarawa, Kabupaten Semarang

Terlihat bahwa sebagian besar lahan di Kecamatan Ambarawa pada metode arithmatic factor tergolong ke dalam kelas III. Kelas III memiliki hambatan yang lebih berat daripada kelas I dan II dalam pemanfaatannya. Umumnya memiliki lereng yang lebih curam, erosi lebih besar, dan permeabilitas yang lebih lambat daripada kelas sebelumnya. Namun, lahan ini masih dapat dimanfaatkan untuk daerah pertanian dengan intensitas penanaman yang tidak terlalu intensif (Sartohadi, 2016). Kelas II merupakan kelas dibawah kelas I yang memiliki beberapa hambatan yang menghambat pertumbuhan beberapa tanaman pertanian dan membutuhkan pemulihan lebih lanjut. Pengolahannya umum berupa pembuatan teras, penanaman menjalur, pengolahan mengikuti kontur, dan rotasi tanaman. Kelas I sendiri adalah kelas terbaik dalam kelas kemampuan lahan. Lahan di kelas ini dapat dimanfaatkan untuk pemanfaatan lahan apapun seperti pertanian, permukiman, hingga cagar alam. Umumnya lahan ini cenderung datar, drainase baik, kesuburan tanah baik. Lebih lanjut deskripsi kelas kemampuan lahan dapat dilihat pada tabel berikut.

Kesesuaian Lahan untuk Bangunan Penginapan di Kecamatan
Ambarawa, Kabupaten Semarang

Kesesuaian Lahan untuk Bangunan Penginapan di Kecamatan
Ambarawa, Kabupaten Semarang

Sumber: https://www.nrcs.usda.gov/wps/portal/nrcs/detail/ri/soils/?cid=nrcs144p2_016628

Kelas Kesesuaian Lahan untuk Bangunan Penginapan

Kriteria kesesuaian lahan yang cocok untuk lokasi penginapan adalah daerah yang mempunyai aksebilitas tinggi, lahan yang relatif landai hingga datar, jauh dari ancaman bencana seperti tanah longsor dan banjir, dan dekat dengan fasilitas umum seperti tempat ibadah dan toko. Berdasarkan hasil pembobotan dengan metode arithmatic matching maka didapatkan daerah kelas kesesuaian lahan untuk bangunan penginapan. Daerah sebaran kelas kesesuaian tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.

Kesesuaian Lahan untuk Bangunan Penginapan di Kecamatan
Ambarawa, Kabupaten Semarang

Gambar tersebut menunjukkan sebaran kelas kesesuaian lahan untuk bangunan penginapan di Kecamatan Ambarawa yang terdiri atas tiga kelas yaitu kelas Baik, Sedang, dan Buruk. Daerah yang memiliki kelas baik untuk bangunan penginapan yaitu terdapat di daerah yang memiliki topografi datar hingga landai, minim risiko terjadi bencana longsor dan banjir, dan dekat dengan akses fasilitas umum dan lokasi wisata. Daerah tersebut meliputi sebagian Kelurahan Panjang, Kelurahan Ngampin, Kelurahan Kranggan, Kelurahan Baran, dan Kelurahan Gondoriyo. Berdasarkan kelas kesesuaian lahan, daerah tersebut cocok untuk dilakukan pengembangan bangunan penginapan di Kecamatan Ambarawa.

Daerah yang memiliki kelas kesesuaian lahan yaitu kelas sedang dapat juga dilakukan pembangunan untuk bangunan penginapan namun perlu ditinjau kembali mengenai lahan yang memiliki tingkat kehilangan kualitas sifat fisik tanahnya. Kehilangan kualitas tanah dapat mempengaruhi kesuburan lahan dan memberikan ancaman terhadap lingkungan akibat tanah yang tererosi. Lahan dengan faktor pembatas terberat perlu di arahkan dengan proses perbaikan pada lahan berdasarkan jenis faktor pembatasnya atau dengan melakukan modifikasi dalam konstruksi pondasi bangunan penginapan. Upaya perbaikan lahan dapat dilakukan, seperti pembuatan tanggul longsor, pengolahan lahan, dan pembenahan terasering agar lahan dapat dimanfaatkan dan aman dari bencana longsor dan banjir. Perbaikan lahan perlu diinisiasi oleh pemerintah serta melibatkan masyarakat yang mempunyai lahan agar proses degradasi lahan dapat dihentikan atau paling tidak memperlambat proses degradasi lahan. Setelah adanya upaya perbaikan lahan, maka kelas kesesuaian lahannya bisa berpotensi meningkat menjadi baik dan sesuai (Setiawan, 2018).

REFERENSI

Bachri, S. (2011). Analisis Daerah Rawan Longsor untuk Penataan Penggunaan Lahan. Jurnal Pendidikan Geografi, 16(1), 33–40. https://doi.org/10.17977/pg.v16i1.5542
Nugrahani, L. W. (2012). Identifikasi Karakteristik Lahan Berdasarkan Zona Agroekologi untuk Pewilayahan Tanaman Gandum Varietas Dewata di Kabupaten Semarang. Skripsi. Salatiga: Fakultas Pertanian dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana.
Prafitri, G. R., & Damayanti, M. (2016). Kapasitas Kelembagaan Dalam Pengembangan Desa Wisata (Studi Kasus: Desa Wisata Ketenger, Banyumas). Jurnal Pengembangan Kota, 4(1), 76–86. https://doi.org/10.14710/jpk.4.1.76-86
Sartohadi, J., Suratman, Jamulya, & Indah, N. (2016). Pengantar Geografi Tanah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Setiawan, B., Yudono, P., & Waluyo, S. (2018). Evaluasi Tipe Pemanfaatan Lahan Pertanian dalam Upaya Mitigasi Kerusakan Lahan Di Desa Giritirta, Kecamatan Pejawaran, Kabupaten Banjarnegara. Jurnal Vegetalika, 7(2), 1-15.
Yulina, H., Saribun, D. S., Adin, Z., & Maulana, M. H. R. (2015). Hubungan antara Kemiringan dan Posisis Lereng dengan Tekstur Tanah, Permeabilitas dan Erodibilitas Tanah pada Lahan Tegalan di Desa Gunungsari, Kecamatan Cikatomas, Kabupaten Tasikmalaya. Jurnal Agrikultura, 26(1), 15-22.
Waas, E. D., Kaihatu, S., & Ayal, Y. (2016). Identifikasi dan Penentuan Jenis Tanah di Kabupaten Seram Bagian Barat. Jurnal Agros, 18(2), 170-180.

Dukung tulisan publikasi ini dengan cara klik tombol "suka" di bawah ini. Terimakasih telah membaca tulisan ini, semoga bermanfaat :)

Data Publications