Pendahuluan
Kota Semarang menjadi salah satu kota yang memiliki beberapa kawasan permukiman kumuh. Luas permukiman kumuh di Kota Semarang pada tahun 2018 tercatat sebesar 120,91 ha dan berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, kecamatan dengan permukiman kumuh tertinggi berada di Kecamatan Semarang Utara. Usaha yang dilakukan pemerintah untuk menangani hal tersebut yaitu dengan meluncurkan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) pada tanggal 27 April 2016, termasuk di Kota Semarang.
Namun, efektivitas dari program KOTAKU terhadap permukiman kumuh menjadi sorotan terhadap kinerja dan usaha pemerintah saat ini dalam mengatasi tingginya tingkat kenaikan permukiman kumuh di Indonesia. Maka dari itu, diperlukan adanya visualisasi persebaran permukiman kumuh sebelum dan setelah adanya program tersebut dijalankan untuk mengetahui efektivitas dari pelaksanaan program tersebut. Parameter yang digunakan untuk penentuan permukiman kumuh pada proyek ini yaitu building coverage, kesesuaian tata ruang, kepadatan penduduk, kondisi bangunan permanen, kondisi jalan, dan kepadatan bangunan.
Tujuan dan Manfaat
Tujuan dan manfaat dari proyek peta sebaran permukiman kumuh sebelum dan setelah adanya program KOTAKU adalah sebagai berikut:
-
1.Memberikan referensi bagi para pemangku kebijakan dan masyarakat umum mengenai efektivitas program KOTAKU.
-
2.Membantu dalam pengambilan keputusan yang tepat untuk penanganan permukiman kumuh di Kota Semarang, khususnya Kecamatan Semarang Utara.
-
3.Memberikan informasi mengenai perbandingan sebaran permukiman kumuh di Kecamatan Semarang Utara sebelum dan setelah dijalankannya program KOTAKU.
Profil Kecamatan Semarang Utara
Berdasarkan data Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) tahun 2018, disebutkan bahwa jumlah permukiman kumuh di Kota Semarang mencapai 120,91 ha. Sedangkan 111,91 ha dari 120,91 ha tersebut merupakan kawasan permukiman kumuh di Kecamatan Semarang Utara. Artinya, sebanyak 92,56 % permukiman kumuh di Kota Semarang tersebar di Kecamatan Semarang Utara. Dilihat dari administrasi wilayah, permukiman kumuh terpusat di kawasan industri Kota Semarang dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi. Khususnya Kawasan Tanjung Mas merupakan kawasan industri Semarang serta Kelurahan Bandarharjo merupakan salah satu permukiman padat dengan kualitas lingkungan yang buruk.
Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) merupakan salah satu upaya strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk mempercepat penanganan permukiman kumuh di perkotaan. Program KOTAKU dalam pelaksanaannya menggunakan platform kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, kabupaten/ kota, masyarakat dan stakeholder lainya dengan memposisikan masyarakat dan pemerintah kabupaten/ kota sebagai pelaku utama.
Data
Data yang digunakan dalam pembuatan proyek ini diambil dari data tahun sebelum diluncurkannya program KOTAKU dan setelah diluncurkannya program KOTAKU, kecuali untuk data bangunan dan jalan, sebagai berikut:
-
1.Citra Google Earth tahun 2015 dan 2020
-
2.Indeks Kepadatan bangunan tahun 2015 dan 2020
-
3.Kepadatan penduduk tahun 2015 dan 2020
-
4.Kondisi jalan tahun 2014 dan 2020
-
5.Kondisi bangunan permanen tahun 2015 dan 2019
-
6.Peta RTRW Kota Semarang tahun 2011-2031
-
7.Bangunan
-
8.Jalan
Parameter
Parameter yang digunakan dalam penentuan kawasan permukiman kumuh pada proyek ini adalah sebagai berikut:
-
1.Klasifikasi Kesesuaian Tata Ruang
-
2.Klasifikasi Kepadatan Bangunan
-
3.Klasifikasi Building Coverage
-
4.Klasifikasi Kondisi Bangunan Permanen
-
5.Klasifikasi Kondisi Jalan
-
6.Klasifikasi Kepadatan Penduduk
Diagram Alir
Berikut ini merupakan diagram alir pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan.
Metode
Metode yang digunakan dalam pengerjaan proyek kawasan permukiman kumuh ini adalah sebagai berikut:
Digitasi
Digitasi merupakan proses konversi data analog ke data digital dan bertujuan untuk mengubah data raster menjadi data vektor. Pada proyek ini, metode digitasi digunakan dalam proses pengolahan parameter kesesuaian tata ruang, yaitu pada tahap pembuatan peta penggunaan tata ruang Kecamatan Semarang Utara menggunakan citra Google Earth tahun 2015 dan 2020.
Overlay
Metode overlay adalah hasil dari penggabungan (tumpang tindih) berbagai peta individu. Metode ini memanfaatkan fitur intersect dengan bantuan software ArcGIS. Hasil layer dari enam parameter yang ada, selanjutnya dilakukan overlay untuk mendapatkan kawasan yang saling tumpang tindih dan menghasilkan peta permukiman kumuh. Selain itu, metode overlay juga digunakan pada saat melakukan pengolahan parameter kesesuaian tata ruang dengan melakukan intersect dari hasil digitasi penggunaan tata ruang dan peta RTRW.
Pembuatan Script NDBI di Google Earth Engine
Script NDBI pada Google Earth Engine (GEE) digunakan untuk melakukan klasifikasi indeks kepadatan bangunan. Pengolahan parameter kepadatan bangunan dilakukan menggunakan GEE untuk mempersingkat waktu dan mempermudah pengolahan. Citra yang digunakan sebagai bahan penentuan NDBI yaitu citra Landsat 8.
Skoring
Metode skoring digunakan untuk menentukan rentang skor klasifikasi permukiman kumuh untuk setiap kelas. Jumlah kelas dibagi menjadi empat, yaitu tidak kumuh, kumuh ringan, kumuh sedang, dan kumuh berat dengan nilai kelas masing-masing secara berurutan yaitu 4, 3, 2, dan 1. Rumus perhitungan rentang skor yang digunakan didasarkan pada jurnal ilmiah oleh Sihotang (2016), adalah sebagai berikut:
Analisis dan Pembahasan
Peta sebaran permukiman kumuh dihasilkan dari overlay parameter yang mempengaruhinya. Pembahasan setiap parameter beserta hasil akhir dari proyek ini diuraikan sebagai berikut:
Klasifikasi Kesesuaian Tata Ruang
Pengaruh dari kesesuaian tata ruang suatu wilayah terhadap permukiman kumuh yaitu semakin rendah tingkat kesesuaian tata ruang suatu wilayah, maka semakin tinggi dikategorikan sebagai kawasan kumuh.
Klasifikasi Kepadatan Bangunan
Klasifikasi kepadatan bangunan didapatkan dari hasil pengolahan Normalized Difference Building Index (NDBI). Dimana semakin tinggi indeks kepadatan bangunan, maka semakin tinggi suatu wilayah digolongkan sebagai kawasan kumuh.
Klasifikasi Building Coverage
Klasifikasi Building Coverage dihasilkan dari persentase total luas bangunan per blok permukiman. Klasifikasi ini menunjukkan ketersediaan ruang kosong pada blok permukiman. Semakin tinggi persentase, maka semakin tinggi kemungkinan dikategorikan sebagai kawasan kumuh.
Klasifikasi Kondisi Bangunan Permanen
Klasifikasi kondisi bangunan permanen dibagi menjadi tiga, yaitu bangunan permanen, semi permanen, dan non permanen. Semakin banyak bangunan non permanen, maka kemungkinan dikategorikan sebagai kawasan kumuh semakin tinggi. Pada proyek ini, klasifikasi kondisi bangunan ditentukan berdasarkan persentase bangunan non permanen.
Klasifikasi Kondisi Jalan
Penentuan klasifikasi kondisi jalan didasarkan pada persentase jumlah jalan diperkeras. Semakin tinggi persentase jalan diperkeras, maka semakin kecil kemungkinan dikategorikan sebagai kawasan kumuh. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, didapatkan bahwa 100% jalan di seluruh Kelurahan di Kecamatan Semarang Utara sudah diperkeras, baik untuk tahun sebelum diluncurkannya program KOTAKU dan setelah program tersebut diluncurkan.
Klasifikasi Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk berpengaruh terhadap klasifikasi permukiman kumuh, dimana semakin tinggi jumlah penduduk, maka semakin tinggi penggolongan suatu wilayah permukiman sebagai kawasan permukiman kumuh.
Hasil Skoring
Hasil akhir dari perhitungan skoring didapatkan klasifikasi sebagai berikut:
Berdasarkan klasifikasi tersebut di atas, didapatkan peta sebaran permukiman kumuh Kecamatan Semarang Utara sebelum dan setelah adanya program KOTAKU.
Sebaran Permukiman Kumuh Sebelum Program KOTAKU
Sebaran permukiman kumuh yang dihasilkan dari overlay parameter dapat dilihat pada gambar di atas, dimana kawasan yang paling banyak tersebar permukiman kumuh adalah wilayah Kelurahan Tanjungmas dan Kelurahan Bandarharjo. Visualisasi pada gambar di atas didapatkan dari hasil perhitungan kelas sebagai berikut:
Berdasarkan tabel di atas, didapatkan nilai persentase yang dihitung berdasarkan luas dari setiap kelas. Kawasan permukiman dengan kategori tidak kumuh adalah sebesar 71,727% sedangkan permukiman tergolong kumuh yang terdiri dari kumuh ringan sebesar 27,066%, kumuh sedang sebesar 1,207%, dan tidak ada yang tergolong sebagai kumuh berat. Sehingga, apabila digeneralisasi, dapat dihitung bahwa permukiman yang tergolong kumuh sebesar 28,273 %.
Sebaran Permukiman Kumuh Setelah Program KOTAKU
Peta di atas menunjukkan kawasan sebaran permukiman kumuh, dimana kawasan yang paling banyak tersebar permukiman kumuh adalah Kelurahan Tanjungmas. Berikut merupakan hasil perhitungan kelas dan klasifikasi yang dihasilkan beserta luas dan persentasenya setiap kelasnya.
Kawasan permukiman dengan kategori tidak kumuh adalah sebesar 79,79% sedangkan permukiman tergolong kumuh yang terdiri dari kumuh ringan sebesar 12,172%, kumuh sedang sebesar 8,038%, dan kumuh berat sebesar 0% dengan kata lain, tidak ada yang tergolong sebagai kumuh berat. Sehingga, apabila digeneralisasi, dapat dihitung bahwa permukiman yang tergolong kumuh sebesar 20,2 %.
Analisis Perbandingan
Berdasarkan visualisasi sebaran permukiman kumuh di Kecamatan Semarang Utara, terlihat bahwa luasan permukiman kumuh antara sebelum dan setelah diluncurkannya program KOTAKU memiliki perbedaan, yaitu luasan permukiman kumuh sebelum program tersebut diluncurkan terlihat menyebar lebih luas dibandingkan dengan setelah program tersebut dijalankan. Selain itu, berdasarkan persentase didapatkan bahwa bahwa luas permukiman kumuh hasil total dari kumuh ringan, sedang, dan berat terhitung menurun sebesar 8,07% setelah program KOTAKU dijalankan.
Namun, permukiman kumuh yang tergolong kumuh ringan mengalami penurunan sebesar 14,89%, sedangkan kategori kumuh sedang mengalami kenaikan sebesar 6,83%. Hal ini kemungkinan terjadi karena pada proyek ini, tidak semua parameter permukiman kumuh dimasukkan karena keterbatasan ketersediaan data. Parameter yang digunakan pada proyek ini hanya sebanyak 6 parameter, sedangkan parameter yang seharusnya dimasukkan berdasarkan sumber referensi adalah sebanyak 9 parameter.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa program KOTAKU telah memberikan dampak yang cukup nyata dalam mengurangi jumlah permukiman kumuh, dalam kasus ini di Kecamatan Semarang Utara.
Saran
Hasil dari proyek ini masih memiliki banyak kekurangan karena beberapa kendala yang dialami. Oleh karena itu, terdapat beberapa saran yang dapat diambil untuk memperbaiki kekurangan yang ada pada proyek ini, di antaranya:
-
1.Sebaiknya dilakukan research secara maksimal mengenai ketersediaan data yang dibutuhkan dalam proses pengolahan.
-
2.Sebelum melakukan pengolahan, diperlukan kajian mendalam dari berbagai referensi agar proses pengolahan berjalan dengan lancar.
-
3.Sebaiknya memasukkan semua parameter yang digunakan untuk klasifikasi permukiman kumuh sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar output yang dihasilkan lebih akurat.
REFERENSI
Apabila ingin menyampaikan saran dan masukan, dapat menghubungi melalui email: seruntiningrum7@gmail.com