Analisis Kesesuaian Lokasi Perlindungan Terumbu Karang Berdasarkan Kajian Data Pemantauan Pemutihan Karang (Coral Bleaching) dan Faktor Fisik Oseanografi di Kabupaten Kupang, NTT

29/07/2022 • Rosyita Dewi Khoirunisa

Peta Kesesuaian Lokasi Lindung Coral Reef Kupang

Peta Warning and Alert Intensity

Bleaching Alert Area Status 2021

Bleaching Alert Area Status 2020

Bleaching Alert Area Satus 2019

Bleaching Alert Area Status 2018

Bleaching Alert Area Status 2017

Bleaching Alert Area Status 2016

Bleaching Alert Area Status 2015

Sea Surface Temperature

Salinitas

Gelombang

Arus Laut

Analisis Kesesuaian Lokasi Perlindungan Terumbu Karang berdasarkan Kajian Data Pemantauan Pemutihan Karang (Coral Bleaching) dan Faktor Fisik Oseanografi di Kabupaten Kupang, NTT


Analisis Kesesuaian Lokasi Perlindungan Terumbu Karang
Berdasarkan Kajian Data Pemantauan Pemutihan Karang (Coral
Bleaching) dan Faktor Fisik Oseanografi di Kabupaten Kupang,
NTT
Analisis Kesesuaian Lokasi Perlindungan Terumbu Karang Berdasarkan Kajian Data Pemantauan Pemutihan Karang (Coral Bleaching) dan Faktor Fisik Oseanografi di Kabupaten Kupang, NTT
Tau ga sih kalau akhir akhir ini banyak terumbu karang yang mengalami pemutihan (coral bleaching)? Yup, pemutihan karang terjadi karena adanya beberapa faktor, salah satunya adalah meningkatnya suhu permukaan air laut. Kebayang ga sih jadinya kalo semua terumbu karang mengalami pemutihan dan akhirnya banyak yang mati? Ekosistem laut pastinya akan terganggu. Banyak ikan yang tadinya mengandalkan terumbu karang akhirnya mulai punah.Keindahan laut yang selama ini kita nikmati akan semakin punah juga :( Berbagai macam cara dilakukan untuk melakukan pemantauan terhadap terumbu karang. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan Data Remote Sensing dan GIS. Simak informasi berikut untuk lebih jelasnya

LATAR BELAKANG

Kesehatan laut sangat esensial bagi kehidupan makhluk bumi sebab lautan merupakan sistem global penggerak kehidupan. Air hujan, air minum, cuaca, iklim, garis pantai, sebagian besar makanan kita, dan bahkan oksigen di udara yang kita hirup, semuanya pada akhirnya disediakan dan diatur oleh laut. Manusia dan banyak makhluk bumi bergantung pada lautan untuk makanan, energi, dan air. Hal inilah yang membuat diperlukannya pengelolaan yang berkelanjutan untuk keberlangsungan kehidupan makhluk bumi. SDGs menciptakan kerangka kerja berkelanjutan untuk mengatur dan melindungi ekosistem laut dan pantai melalui SDGs 14 r” yang akan menjadi fitur kunci dari masa depan yang berkelanjutan.

Analisis Kesesuaian Lokasi Perlindungan Terumbu Karang
Berdasarkan Kajian Data Pemantauan Pemutihan Karang (Coral
Bleaching) dan Faktor Fisik Oseanografi di Kabupaten Kupang,
NTT

Indonesia sebagai negara maritim yang dikenal memiliki kekayaan laut yang melimpah termasuk kekayaan terumbu karangnya. Berdasarkan data dari Greenspace tahun 2019, luas terumbu karang di Indonesia mencapai 50.875 km2 atau 18% dari terumbu karang seluruh dunia. Dengan jumlah tersebut, Indonesia menduduki posisi kedua setelah Australia yang memiliki terumbu karang seluas 348.700 km2. Terumbu karang (coral reef) merupakan salah satu ekosistem pesisir dan laut yang terbentuk dari kumpulan biota laut penghasil zat kalsium karbonat (kapur) seperti alga zooxanthellae, karang batu dan organisme lain yang hidup di dasar laut. Namun, kondisi terumbu karang baik di dunia maupun di Indonesia mengalami penurunan dan kerusakan salah satunya disebabkan oleh global warming.

Global warming merupakan fenomena ketidakseimbangan ekosistem di bumi yang disebabkan adanya peningkatan temperatur atmosfer , daratan ,dan lautan (Ramli,2009). Hal ini nyata adanya, terbukti dengan sebuah dokumen yang dirilis oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) yang menyatakan bahwa temperatur permukaan global 1,09 ℃ lebih tinggi pada rentang tahun 2011-2020 dibandingkan tahun 1850-1900. Kenaikan temperatur ini mengganggu psikologi dan fisik karang sehingga menimbulkan efek pemutihan yang disebut pemutihan karang/coral bleaching. Hal ini terjadi karena zooxanthellae pada terumbu karang terdegradasi akibat tidak mampu berfotosintesis dan mengeluarkan zat kimia berbahaya yang dapat merusak jaringannya.

Berdasarkan laporan COREMAP (Coral Reef Rehabilitation and Management Program) dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia pemutihan karang atau coral bleaching di Indonesia cukup memprihatinkan, yakni 18.000 kilometer2 terumbu karang di Indonesia mengalami kerusakan parah. Apabila hal ini terus berlanjut, seluruh aspek kehidupan akan terganggu karena terumbu karang memainkan peran yang penting di bumi. Terumbu karang ditempati lebih dari 25% dari seluruh jenis ikan laut yang sudah diketahui (Bryant, 1999). Jika terumbu karang mengalami pemutihan, ikan yang ada di laut tidak mempunyai tempat berlindung dari predator. Selain itu, apabila karang yang memutih menghasilkan zat kimia beracun maka akan membahayakan organisme laut lain. Lebih lanjut lagi, apabila keberlangsungan organisme laut mengalami penurunan jumlah akibat coral bleaching, maka hasil tangkapan nelayan tentu akan berkurang. Sektor pariwisata juga akan terganggu karena beberapa tempat pariwisata mengandalkan terumbu karang sebagai daya tarik. Apabila terumbu karang mengalami pemutihan , perekonomian Indonesia akan mengalami kerugian karena terumbu karang menyumbang US$ 1.6 milyar/tahun pendapatan negara (Thamrin, 2017).

Analisis Kesesuaian Lokasi Perlindungan Terumbu Karang
Berdasarkan Kajian Data Pemantauan Pemutihan Karang (Coral
Bleaching) dan Faktor Fisik Oseanografi di Kabupaten Kupang,
NTT

Terumbu karang di Indonesia banyak ditemukan di daerah bagian timur salah satunya adalah di Kabupaten Kupang. Terumbu karang di wilayah ini sangat potensial mengalami peristiwa pemutihan karang karena letaknya berada di wilayah yang mana berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pada tahun 2021, Kupang memiliki suhu harian terpanas di Indonesia yakni 37℃ pada 16 September. Masih dalam wilayah ini, yaitu di Kupang Barat terdapat pula Pembangkit Tenaga Uap yang mana hasil buangan PLTU ini dapat meningkatkan temperatur disekitarnya. Berdasarkan hal tersebut wilayah ini tepat dijadikan sebagai wilayah studi pada penelitian ini.

Analisis terhadap status bleaching alert dapat dijadikan sebagai salah satu tahap pengelolaan terumbu karang yang mempertimbangkan aspek kelentingan (resilience) terhadap coral bleaching. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan karena pada umumnya pengelolaan terumbu karang konvensional masih mengabaikan aspek ini, sehingga tidak jarang lokasi yang memiliki daya lenting rendah terhadap coral bleaching justru tidak dilindungi.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga terumbu karang adalah dengan memahami faktor-faktor yang dapat memberikan pengaruh besar pada ketahanan dan kelentingan terhadap coral bleaching. Faktor-faktor ini yang harus menjadi pertimbangan dalam pemilihan lokasi perlindungan terumbu karang termasuk ke dalamnya lokasi rehabilitasi terumbu karang.

Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis lokasi rehabilitasi terumbu karang berdasarkan kajian data pemantauan status pemutihan karang (coral bleaching) dan faktor fisik oseanografi yang berpengaruh terhadap penjagaan terumbu karang. Hal ini dirasa tepat dan sejalan dengan SDGs pada poin tujuan 14 “Life Below Water” dimana warga dunia harus berperan aktif dalam menjaga dan memperbaiki ekosistem laut termasuk didalamnya ekosistem terumbu karang sebagai salah satu aksi dalam mencapai SDGS melalui target 14.2 “Protect and Restore Ecosystem”. Adanya analisis ini diharapkan menjadi acuan bagi pemerintah ataupun lembaga konservasi untuk bergerak dalam menangani permasalahan lingkungan ini.

DATA

Seluruh data yang digunakan merupakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber. Adapun data yang digunakan dalam analisis ini sebagai berikut:

  1. 1.
    Bleaching Area Alert NOAA Coral Reef Watch Tahun 2015 - 2021
  1. 2.
    Sea Surface Temperature NOAA Coral Reef Watch Tahun 2015 - 2021
  1. 3.
    Sea Surface Temperature Anomaly NOAA Coral Reef Watch Tahun 2015 - 2021
  1. 4.
    Sea Water Salinity CMEMS Tahun 2015 - 2021
  1. 5.
    Data Gelombang WW3
  1. 6.
    BATNAS
  1. 7.
    Sea Water Velocity Tahun 2015 - 2021

Adapun perangkat lunak yang digunakan dalam proses pengolahan data dan visualisasi hasil pada penelitian ini yaitu ArcGIS, Ocean Data View (ODV) ,SeaDAS, Platform GeoMAPID (Map Editor, Map 3D dan Map Viewer).

METODE PENELITIAN

Berikut merupakan diagram alir penelitian

Analisis Kesesuaian Lokasi Perlindungan Terumbu Karang
Berdasarkan Kajian Data Pemantauan Pemutihan Karang (Coral
Bleaching) dan Faktor Fisik Oseanografi di Kabupaten Kupang,
NTT
  • Pengolahan Data Parameter

Semua data yang ada diproyeksikan pada datum WGS 1984 pada zona 50S agar sesuai dengan koordinat pada permukaan bumi. Kemudian, untuk data sea water salinity, sea water velocity, significant height data berupa titik yang berisi nilai yang mana harus diinterpolasi agar daerah yang tidak bernilai dapat diketahui nilainya berdasarkan data yang ada.

DEM yang digunakan adalah data DEM BATNAS (Batimetri Nasional). Data DEM BATNAS dipilih karena memiliki keunggulan di daerah pesisir dan perairan dangkal sebab menggunakan survei dari Pusat Kelautan dan Lingkungan Pantai (PKLP), BIG. Secara garis besar, data Batimetri Nasional dibuat dari hasil inversi data gravity anomaly hasil pengolahan data almetri dengan menambahkan data pemeruman (sounding) yang dilakukan oleh BIG, NGDC, BODC, BPPT, LIPI, P3GL dan lembaga lainnya dengan survei single maupun multibeam. Setelah di reproyeksi, dilakukan mosaicking untuk menggabungkannya.Kemudian, data tersebut diolah menggunakan 3D Analyst Tools sehingga didapatkan data kedalamannya. Setelah semua pengolahan selesai, data-data tersebut dipotong sesuai daerah penelitian.

  • Skoring dan Pembobotan

Dalam menganalisis indeks kesesuaian lokasi rehabilitasi terumbu karang, digunakan formula (Sahetapy, 2016) :

IKR = Ni/Nmax x 100%

IKR = Indeks Kesesuaian Rehabilitasi terumbu karang

Ni = Nilai parameter ke-i (bobot x skor)

Nmaks = Nilai maksimum parameter kesesuaian rehabilitasi TK

Jumlah = Skor x Bobot

Penilaian kesesuaian lokasi dilakukan dengan melakukan skoring dan pembobotan terhadap parameter fisik oseanografi seperti kedalaman, suhu, salinitas, kecepatan arus, dan gelombang (ombak). Penilaian kesesuaian ini dibantu dengan matriks kriteria parameter lingkungan pada penelitian Tanamal dkk, 2019 dibawah ini:

Analisis Kesesuaian Lokasi Perlindungan Terumbu Karang
Berdasarkan Kajian Data Pemantauan Pemutihan Karang (Coral
Bleaching) dan Faktor Fisik Oseanografi di Kabupaten Kupang,
NTT

Kriteria atau kelas kesesuaian lahan untuk rehabilitasi terumbu karang ditentukan sebagai berikut: S1: Sangat sesuai, dengan nilai Kelas (>75 -100%); S2: Sesuai, dengan nilai Kelas (50 - 75%); dan S3: Tidak sesuai, dengan nilai Kelas (<50%).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Suhu permukaan laut di lokasi penelitian dari tahun 2015 hingga tahun 2021 pada penelitian ini menunjukkan rata-rata 28,92 ℃ dengan rata-rata tertinggi pada tahun 2016 yaitu 29,552 ℃. Tingginya suhu permukaan laut di lokasi penelitian pada tahun 2016 ini berhubungan dengan fenomena global yang berpengaruh pada iklim dunia yaitu ENSO (El-Nino Southern Oscallation), yang terjadi pada tahun ini yaitu El Nino kuat. sebagai Suhu permukaan laut memiliki trend yang terus meningkat dari tahun ke tahun, seperti yang ditunjukkan pada grafik di bawah:

Analisis Kesesuaian Lokasi Perlindungan Terumbu Karang
Berdasarkan Kajian Data Pemantauan Pemutihan Karang (Coral
Bleaching) dan Faktor Fisik Oseanografi di Kabupaten Kupang,
NTT

Kenaikan suhu permukaan laut setiap tahunnya merupakan perwujudan dari pemanasan global dan sudah banyak sekali penelitian oleh para ilmuwan dunia yang mengungkap kondisi ini. Suhu permukaan laut tidak lepas dari anomali suhu permukaan laut. Anomali suhu permukaan laut adalah perbedaan suhu laut di suatu lokasi pada waktu tertentu dengan suhu normal tempat tersebut dalam rentang waktu tertentu.Berikut trendline untuk anomali suhu permukaan laut:

Analisis Kesesuaian Lokasi Perlindungan Terumbu Karang
Berdasarkan Kajian Data Pemantauan Pemutihan Karang (Coral
Bleaching) dan Faktor Fisik Oseanografi di Kabupaten Kupang,
NTT

Rata-rata anomali suhu permukaan laut di lokasi penelitian tahun 2015-2021 di penelitian ini menunjukkan nilai 0,538 ℃ (anomali positif) dan anomali suhu permukaan laut tertinggi terjadi di tahun 2016 yaitu lebih dari 1,2 ℃. Adanya anomali suhu permukaan laut dapat mengganggu kelangsungan hidup terumbu karang. Salah satu metode dalam mengenali kerusakan terumbu karang yaitu dengan mengetahui status bleaching alert. Pendeteksian status bleaching alert dapat dilakukan dengan menganalisis data anomali suhu permukaan laut dan DHW (Degree Heating Week).

Pada penelitian ini status bleaching alert di lokasi penelitian pada tahun 2015-2021 didominasi pada tingkat bleaching warning. Dimana pada status ini nilai SST berada pada nilai yang sama atau melebihi dari nilai bleaching threshold, nilai hotspot sama atau lebih dari nilai 1, serta nilai DHW yang berada pada rentang 0-4.

Analisis Kesesuaian Lokasi Perlindungan Terumbu Karang
Berdasarkan Kajian Data Pemantauan Pemutihan Karang (Coral
Bleaching) dan Faktor Fisik Oseanografi di Kabupaten Kupang,
NTT

Intensitas wilayah yang mengalami warning dan alert (alert 1 dan alert 2) dihitung dari berapa seringnya wilayah tersebut mengalami warning dan alert setiap tahunnya. Data ini digunakan untuk menentukan wilayah yang akan menjadi prioritas, namun tidak hanya intensitas bleaching saja yang menjadi parameter, melainkan keberadaan karang dan kemudahan dalam rehabilitasi juga dipertimbangkan melalui analisis faktor oseanografi.

Analisis Kesesuaian Lokasi Perlindungan Terumbu Karang
Berdasarkan Kajian Data Pemantauan Pemutihan Karang (Coral
Bleaching) dan Faktor Fisik Oseanografi di Kabupaten Kupang,
NTT

Penilaian kesesuaian lokasi perlindungan terumbu karang pada penelitian ini menunjukkan terumbu karang di sekitar Kecamatan Kupang Barat yaitu Pantai Oesina, Desa Lifuleo; Desa Tablolong; Desa Tesabela; Desa Oenaek; Desa Oetmanunu, dan Desa Kuanheun memiliki tingkat kesesuaian yang sangat sesuai dengan nilai 94,7. Sedangkan untuk Desa Bolok dan Desa Nitneo memiliki tingkat kesesuaian Sesuai dengan nilai 80,70. Kriteria sangat sesuai juga ditunjukkan pada wilayah lain seperti sebagian Kecamatan Semau Selatan dan Nakamese.

Hasil ini menunjukkan bahwa terumbu karang di sekitar wilayah ini dapat diusulkan menjadi daerah perlindungan terumbu karang dan dapat diprioritaskan menjadi lokasi rehabilitasi terumbu karang. Hasil ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk diajukan ke stakeholder yang menangani pengelolaan terumbu karang seperti KKP, CTI, NGO (LSM) dan stakeholder lainnya untuk ditindaklanjuti baik diajukan sebagai lokasi perlindungan terumbu karang dan dapat dilakukan survei lebih lanjut di lapangan untuk mengetahui jenis karang, presentasi coral bleaching, dan kondisi parameter biofisik lainnya disekitar terumbu karang.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan program yang telah dilakukan oleh BKKPN Kupang dan LSM seperti Yapeka dalam melakukan rehabilitasi terumbu karang di sekitar Pantai Oesina di Desa Lifuleo pada Coral Triangle Day 2022 lalu. Sehingga hal ini menguatkan bahwa analisis yang telah dilakukan penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan lokasi perlindungan terumbu karang untuk wilayah yang lainnya. Diharapkan dengan adanya analisis ini dapat membantu para stakeholder dalam melakukan pengelolaan terumbu karang yang berkelanjutan.

Analisis Kesesuaian Lokasi Perlindungan Terumbu Karang
Berdasarkan Kajian Data Pemantauan Pemutihan Karang (Coral
Bleaching) dan Faktor Fisik Oseanografi di Kabupaten Kupang,
NTT

Rehabilitasi terumbu karang dalam rangka memperingati Coral Triangle Day 2022 yang dipusatkan di Pantai Oesina, Desa Lifuleo, Kec. Kupang Barat, Kabupaten Kupang, NTT. Foto : BKKPN Kupang

REFERENSI

  1. 1.
    Bryant, D., 1999. Reefs at risk. Washington, D.C.: World Resources Institute.
  1. 2.
    Ramli, U. 2009. Pemanasan Global : Dampak dan Upaya Meminimalisasinya. Proceeding Biology Education Conference, 11.
  1. 3.
    SDGs 14 Life Below Water.. Retrieved July 29, 2022, from
  1. 4.
    Tanamal, Y., Tuhumury, S. F., & Sangaji, M. (2019). Analisis Kesesuaian Dan Daya Dukung Daerah Rehabilitasi Laguna Besar Dan Slope Reef Laguna Kipuo, Negeri Ihamahu. TRITON : Jurnal Manajemen Sumberdaya Perairan, 15(1), 21–29.
  1. 5.
    Thamrin, 2017. Karang dan Zooxanthellae. Pekanbaru: UR Press.
  1. 6.
    Yvonne, Ramli, I., Dewanto, H. Y., Adi, N. S., Yudiarso, P., Abrar, M., Giyanto, Prabuning, D., Putra, M. I. H., Siagian, A., Ardiwidjaya, R., & Subhan, B. (2016). Panduan Pemantauan Pemutihan Karang. October, 23.

Disusun Oleh
- Arie Widya Hapsari  
- Bella Riskyta Arinda
- Rosyita Dewi Khoirunisa

Data Publications