Latar Belakang
Akses terhadap fasilitas kesehatan merupakan hak dasar setiap warga negara dan menjadi indikator penting dalam keberhasilan sistem pelayanan kesehatan nasional. Dalam konteks kota-kota kecil menengah seperti Bukittinggi, keterjangkauan geografis menjadi salah satu tantangan utama dalam pemerataan layanan kesehatan. Meskipun Kota Bukittinggi memiliki jaringan fasilitas kesehatan yang cukup lengkap, termasuk Puskesmas sebagai layanan kesehatan tingkat pertama dan Rumah Sakit sebagai layanan rujukan, distribusinya belum tentu seimbang dengan kebutuhan penduduk di seluruh wilayah.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2019 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), disebutkan bahwa setiap penduduk harus memperoleh pelayanan kesehatan yang mudah dijangkau secara geografis. Selain itu, dalam SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan, dijelaskan bahwa idealnya fasilitas kesehatan tingkat pertama berada dalam radius maksimal 1–2 km dari permukiman. Namun, dalam kenyataan di lapangan, topografi wilayah, ketersediaan infrastruktur jalan, dan kepadatan penduduk seringkali menjadi penghambat dalam pencapaian akses yang merata.
Kemajuan teknologi geospasial membuka peluang bagi analisis keterjangkauan layanan kesehatan secara lebih akurat dan berbasis data. Platform Geo Mapid, sebagai salah satu penyedia layanan peta digital dan analitik spasial, memungkinkan dilakukannya pemetaan sebaran fasilitas kesehatan dan analisis area jangkauan berdasarkan jarak maupun waktu tempuh. Dengan menggunakan metode analisis spasial seperti buffer dan isochrone, kita dapat mengidentifikasi wilayah mana yang telah terlayani dengan baik dan mana yang masih tergolong rawan akses.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kebutuhan untuk menyediakan data dan analisis objektif mengenai distribusi fasilitas kesehatan di Kota Bukittinggi, serta memberikan rekomendasi berbasis spasial yang dapat mendukung pengambilan keputusan oleh pemerintah daerah dan instansi terkait.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keterjangkauan spasial fasilitas kesehatan berupa Puskesmas dan Rumah Sakit di Kota Bukittinggi menggunakan pendekatan geospasial. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
-
1.Menilai cakupan layanan Puskesmas berdasarkan radius ideal 1 km sebagai standar jarak pelayanan kesehatan tingkat pertama.
-
2.Menganalisis keterjangkauan Rumah Sakit berdasarkan waktu tempuh kendaraan mobil selama 10 menit sebagai simulasi akses darurat.
-
3.Mengidentifikasi wilayah-wilayah di Kota Bukittinggi yang yaang berlum terjangkau secara optimal oleh fasiliatas kesehatan.
Manfaat
Penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut:
-
1.Memberikan informasi berbasis data spasial yang akurat dan visual mengenai sebaran serta keterjangkauan fasilitas kesehatan di Kota Bukittinggi. Hasil ini dapat digunakan oleh Pemerintah Kota Bukittinggi, khususnya Dinas Kesehatan dan Bappeda, sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan pembangunan, penambahan fasilitas kesehatan baru, maupun peningkatan aksesibilitas infrastruktur kesehatan.
-
2.Mendorong terciptanya sistem pelayanan kesehatan yang lebih adil dan merata bagi seluruh lapisan masyarakat, dengan memperhatikan dimensi keterjangkauan geografis sebagai aspek penting dalam keadilan layanan publik.
Metode dan Data
Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis spasial berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk mengevaluasi keterjangkauan fasilitas kesehatan di Kota Bukittinggi. Platform Geo Mapid digunakan sebagai alat utama dalam melakukan visualisasi, integrasi data, serta analisis spasial. Terdapat dua metode utama yang diterapkan, yaitu buffer analysis dan isochrone analysis, dengan tujuan mengevaluasi jangkauan layanan fasilitas kesehatan secara geografis dan temporal.
Buffer analysis digunakan untuk menganalisis keterjangkauan layanan Puskesmas berdasarkan radius sejauh 1 km dari masing-masing titik fasilitas. Radius ini ditetapkan merujuk pada ketentuan ideal dari SNI 03-1733-2004, yang merekomendasikan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama sebaiknya berada dalam jarak maksimal 1–2 km dari permukiman penduduk. Sebanyak 20 Puskesmas di Kota Bukittinggi dianalisis menggunakan metode ini untuk mengetahui wilayah yang sudah terlayani secara optimal maupun yang belum tercakup.
Sementara itu, isochrone analysis digunakan untuk menilai keterjangkauan Rumah Sakit berdasarkan waktu tempuh menggunakan kendaraan mobil selama 10 menit. Metode ini bertujuan mensimulasikan akses layanan kesehatan sekunder dan tersier dalam kondisi darurat. Sebanyak 9 Rumah Sakit di Kota Bukittinggi dianalisis untuk melihat sejauh mana jangkauan pelayanan mereka terhadap penduduk kota, terutama di area yang secara topografi maupun jaringan jalan memiliki hambatan akses.
Seluruh data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data spasial yang telah dikumpulkan dan disediakan oleh Geo Mapid dari berbagai sumber terpercaya, seperti OpenStreetMap, lembaga pemerintah, dan lembaga penyedia data spasial lainnya. Data tersebut kemudian dianalisis langsung di dalam platform Geo Mapid tanpa perlu pemrosesan terpisah, sehingga memastikan efisiensi dan konsistensi dalam proses analisis spasial.
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Sebagai bagian awal dari analisis spasial, ditampilkan peta administrasi Kota Bukittinggi untuk memberikan gambaran umum mengenai batas wilayah kajian. Peta ini mencakup pembagian kecamatan dan kelurahan yang ada di Kota Bukittinggi. Visualisasi ini penting untuk memahami persebaran fasilitas kesehatan secara spasial, serta untuk mengidentifikasi area yang rawan keterjangkauan berdasarkan struktur wilayah administrasi yang ada.

Puskesmas
Sebaran Puskesmas di Kota Bukittinggi menunjukkan distribusi yang cukup merata di wilayah pusat kota, dengan konsentrasi fasilitas berada di area permukiman padat penduduk dan dekat dengan jalur utama transportasi. Total terdapat 20 Puskesmas yang tersebar di seluruh kecamatan, baik dalam bentuk Puskesmas induk maupun Puskesmas pembantu.

Untuk mengevaluasi cakupan spasialnya, dilakukan analisis buffer dengan radius 1 km dari masing-masing titik fasilitas. Visualisasi peta berikut memperlihatkan area yang telah tercakup dalam radius ideal pelayanan serta wilayah yang masih berada di luar jangkauan optimal. Melalui analisis ini, dapat diidentifikasi secara lebih objektif potensi kesenjangan layanan kesehatan tingkat pertama yang masih perlu ditangani.

Hasil pemetaan menunjukkan bahwa sebaran Puskesmas di pusat Kota Bukittinggi memiliki tingkat keterjangkauan yang tinggi, ditandai dengan banyaknya area yang tercakup dalam lebih dari satu buffer. Hasil ini menunjukkan bahwa secara umum layanan kesehatan telah tersebar merata di pusat kota, khususnya di wilayah perbatasan ketiga kecamatan: Guguk Panjang, Aur Birugo Tigo Baleh, dan Mandiangin Koto Selayan. Namun, berdasarkan peta sebaran dan radius jangkauan, masih terdapat beberapa kelurahan di area pinggiran seperti Pakan Labuah, Puhun Pintu Kabun, dan Garegeh yang berada di luar atau di tepi cakupan optimal fasilitas kesehatan. Hal ini mengindikasikan adanya ketimpangan dalam akses terhadap layanan kesehatan di wilayah tersebut. Kelurahan di pusat kota seperti Benteng Pasar Atas dan Aur Tajungkang Tengah Sawah memiliki akses yang jauh lebih baik karena berada dalam cakupan beberapa Puskesmas sekaligus. Visualisasi juga menunjukkan adanya redundansi di wilayah tengah kota. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi penempatan serta cakupan layanan Puskesmas yang ada saat ini, dan mempertimbangkan penambahan atau redistribusi fasilitas di wilayah yang kurang terjangkau guna menjamin pemerataan akses layanan kesehatan bagi seluruh masyarakat Bukittinggi.
Rumah Sakit
Rumah Sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan tingkat rujukan memiliki peran penting dalam penanganan kasus-kasus yang membutuhkan perawatan lanjutan dan penanganan gawat darurat. Di Kota Bukittinggi, terdapat 9 rumah sakit yang tersebar di beberapa titik strategis, baik milik pemerintah maupun swasta.

Untuk menganalisis keterjangkauan spasial fasilitas ini, digunakan pendekatan isochrone dengan parameter waktu tempuh 10 menit menggunakan kendaraan mobil, guna mensimulasikan kondisi darurat medis. Analisis ini bertujuan untuk mengevaluasi apakah seluruh penduduk kota memiliki akses cepat dan merata terhadap layanan rumah sakit dalam situasi kritis. Visualisasi spasial pada bagian ini akan menunjukkan cakupan wilayah layanan serta mengidentifikasi area yang masih berada di luar jangkauan ideal.

Analisis isochrone dengan parameter waktu tempuh 10 menit menunjukkan bahwa wilayah tengah dan selatan Kota Bukittinggi memiliki keterjangkauan layanan rumah sakit yang baik. Area ini terlayani oleh beberapa rumah sakit utama yang berlokasi strategis di pusat kota, sehingga mampu mencakup sebagian besar kawasan permukiman padat. Wilayah Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh merupakan kawasan yang memiliki tingkat keterjangkauan yang baik terhadap rumah sakit, karena hampir seluruh areanya termasuk dalam zona 10 menit berkendara. Begitu pula dengan sebagian besar wilayah Kecamatan Guguak Panjang (warna biru), terutama bagian selatan yang berdekatan dengan pusat kota, juga terlayani dengan baik. Sementara itu, sebagian besar wilayah Kecamatan Mandiangin Koto Selayan (warna hijau), khususnya di bagian utara dan timur laut, berada di luar jangkauan 10 menit menuju rumah sakit, menunjukkan keterbatasan akses layanan kesehatan di kawasan tersebut, yang menandakan adanya potensi keterlambatan akses layanan kesehatan dalam kondisi darurat. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan infrastruktur transportasi atau penyediaan fasilitas kesehatan tambahan di wilayah yang tidak terjangkau untuk memastikan pemerataan akses layanan kesehatan bagi seluruh penduduk Kota Bukittinggi. Selain itu, hasil pemetaan juga menunjukkan adanya tumpang tindih (overlap) antar zona isochrone di pusat kota, yang mencerminkan konsentrasi rumah sakit di area tersebut. Redundansi layanan ini dapat menjadi kelebihan tersendiri dalam hal ketersediaan kapasitas dan pilihan layanan bagi masyarakat, namun juga membuka peluang evaluasi efisiensi penyebaran layanan di wilayah yang belum terjangkau secara merata.
Insight
Berdasarkan visualisasi dari peta Insight Mapid yang menggabungkan data fasilitas kesehatan, jumlah penduduk, dan kepadatan penduduk, terlihat adanya ketimpangan antara distribusi layanan kesehatan dan kebutuhan penduduk. Area dengan warna kuning hingga hijau yang menunjukkan aksesibilitas tinggi terhadap fasilitas kesehatan umumnya berada di pusat kota Bukittinggi, yang juga merupakan wilayah dengan kepadatan penduduk sedang hingga tinggi. Sebaliknya, daerah dengan warna merah yang tersebar di pinggiran seperti bagian barat laut (Kayu Kubu, Bukit Apit Puhun), tenggara (Kubang Putiah), dan timur (Pilubang, Batang Buo), menunjukkan keterbatasan akses terhadap fasilitas kesehatan meskipun beberapa di antaranya memiliki jumlah penduduk yang relatif tinggi.

Hal ini menunjukkan bahwa layanan kesehatan saat ini masih terpusat di area dengan kepadatan penduduk tinggi, tetapi belum sepenuhnya menjangkau kawasan padat penduduk di pinggiran kota. Oleh karena itu, perlu adanya redistribusi atau pembangunan fasilitas kesehatan baru di wilayah pinggiran yang memiliki jumlah dan kepadatan penduduk signifikan untuk memastikan pemerataan layanan kesehatan di seluruh wilayah Kota Bukittinggi.
Pembahasan
Hasil analisis keterjangkauan fasilitas kesehatan di Kota Bukittinggi menunjukkan bahwa secara umum wilayah pusat kota telah terlayani dengan baik oleh Puskesmas dan Rumah Sakit. Berdasarkan analisis buffer dengan radius 1 km dari 20 titik lokasi Puskesmas, mayoritas wilayah permukiman inti kota berada dalam jangkauan yang sesuai dengan standar pelayanan kesehatan tingkat pertama. Hal ini mencerminkan distribusi fasilitas yang relatif merata pada wilayah padat penduduk. Namun demikian, masih terdapat beberapa kantong permukiman di area pinggiran kota, khususnya di perbatasan timur dan barat serta wilayah perbukitan selatan, yang berada di luar cakupan radius tersebut.
Selain itu, hasil analisis isochrone dengan parameter waktu tempuh 10 menit menggunakan kendaraan mobil terhadap 9 Rumah Sakit yang ada di Kota Bukittinggi menunjukkan cakupan layanan yang cukup luas, terutama di kawasan pusat dan jalur utama kota. Namun, pada beberapa wilayah seperti sekitar Ngarai Sianok, perbukitan di bagian selatan, serta area yang berbatasan dengan Kabupaten Agam, jangkauan layanan Rumah Sakit cenderung menurun karena keterbatasan akses jalan atau kondisi topografi yang menantang. Ini mengindikasikan bahwa meskipun fasilitas tersedia, kecepatan akses dalam situasi darurat masih menjadi tantangan di wilayah tersebut.
Kombinasi analisis spasial antara jarak (buffer) dan waktu tempuh (isochrone) memungkinkan identifikasi wilayah rawan keterjangkauan kesehatan secara lebih menyeluruh. Beberapa kelurahan seperti Koto Selayan, Birugo, dan sebagian daerah di Kecamatan Guguak Panjang tampak berada di zona yang membutuhkan perhatian lebih lanjut dalam perencanaan kesehatan kota. Keterbatasan dalam jangkauan ini dapat direspon melalui berbagai pendekatan seperti penambahan Puskesmas Pembantu, pengembangan mobile clinic, serta peningkatan kualitas dan konektivitas infrastruktur jalan.
Secara umum, hasil analisis ini menggarisbawahi pentingnya integrasi data spasial dalam perencanaan kebijakan layanan kesehatan. Geo Mapid sebagai platform analitik spasial terbukti efektif dalam memberikan gambaran visual dan kuantitatif terhadap capaian akses fasilitas kesehatan, yang dapat digunakan oleh pemerintah daerah dalam menyusun kebijakan berbasis data.
Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil analisis spasial menggunakan Geo Mapid, dapat disimpulkan bahwa secara umum keterjangkauan fasilitas kesehatan di Kota Bukittinggi—baik Puskesmas maupun Rumah Sakit—telah mencakup sebagian besar wilayah pusat kota. Sebaran Puskesmas relatif merata, khususnya di kawasan padat penduduk seperti Guguk Panjang dan Mandiangin Koto Selayan, meskipun masih terdapat beberapa area pinggiran kota seperti Kayu Kubu, Kubang Putiah, dan perbukitan selatan yang berada di luar cakupan radius 1 km. Begitu pula dengan Rumah Sakit, area pusat dan selatan kota telah terlayani dengan baik dalam jangkauan waktu tempuh 10 menit menggunakan kendaraan mobil. Namun, beberapa wilayah utara dan timur kota seperti Tarok Dipo dan Pilubang masih menunjukkan keterbatasan akses dalam kondisi darurat.
Oleh karena itu, disarankan beberapa langkah strategis untuk meningkatkan pemerataan akses layanan kesehatan di Kota Bukittinggi, antara lain:
-
1.Penambahan Puskesmas atau Puskesmas Pembantu di wilayah rawan keterjangkauan seperti perbatasan timur dan selatan kota.
-
2.Optimalisasi layanan gawat darurat dan sistem rujukan dengan mempertimbangkan waktu tempuh dari wilayah yang belum terjangkau rumah sakit secara ideal.
-
3.Peningkatan infrastruktur jalan dan transportasi medis, khususnya menuju daerah perbukitan dan pinggiran kota.
-
4.Penggunaan layanan kesehatan bergerak seperti mobile clinic serta pengembangan telemedicine sebagai solusi jangka pendek untuk daerah dengan hambatan geografis.
-
5.Integrasi hasil analisis spasial dalam dokumen perencanaan daerah, seperti RPJMD atau Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), agar kebijakan pembangunan lebih berbasis data dan kebutuhan riil masyarakat.
Dengan pemanfaatan teknologi geospasial dan pendekatan berbasis data, pemerintah daerah dapat merumuskan kebijakan kesehatan yang lebih inklusif, efisien, dan merata di seluruh wilayah Kota Bukittinggi.
Daftar Pustaka
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2019). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2019 tentang Puskesmas. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Badan Standardisasi Nasional. (2004). SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan. Jakarta: BSN.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bukittinggi. (2023). Bukittinggi Dalam Angka 2023. Bukittinggi: BPS Kota Bukittinggi.
WHO (World Health Organization). (2010). Increasing access to health workers in remote and rural areas through improved retention: global policy recommendations. Geneva: World Health Organization.
Guagliardo, M. F. (2004). Spatial accessibility of primary care: concepts, methods and challenges. International Journal of Health Geographics, 3(1), 1-13. https://doi.org/10.1186/1476-072X-3-3
MAPID. (2023). Analisis Spasial Keterjangkauan Fasilitas Kesehatan: Studi Kasus Kota Semarang. Diakses dari https://mapid.co.id/blog/
MAPID. (2023). Kesehatan Merata: Analisis Spasial Evaluasi Keterjangkauan Puskesmas di Kota Cirebon. Diakses dari https://mapid.co.id/blog/
Pemerintah Kota Bukittinggi – BAPPEDA. (2024). Peta Administratif Kota Bukittinggi dan Data Infrastruktur Kesehatan. Bukittinggi: BAPPEDA.
Geo Mapid. (2025). Platform Location Analytics untuk Analisis Spasial Fasilitas Publik. Diakses dari https://geo.mapid.co.id