Analisis Efisiensi Rute Bus Rapid Transit Kota Semarang dengan Metode Entropy Index dan Centrality Analysis untuk Transportasi Berkelanjutan

28/08/2024 • Khairul anam

MPC 2024_Parameter Analisis Tingkat Efesiensi Rute


.
.

Disusun oleh:

1. Khairul anam

2. Ai Sulastri

3 Alfarizy Fajril Maulad

Hai Kawan - Kawan MAPID! Kota Semarang, ibu kota Provinsi Jawa Tengah, telah berkembang pesat dengan populasi yang mencapai lebih dari 1,6 juta jiwa pada tahun 2022. Kota ini menjadi salah satu kota metropolitan yang menjadi tolok ukur kemajuan bagi kota-kota lain di provinsi tersebut. Namun, meskipun kemajuan ini terlihat, kemacetan masih menjadi tantangan besar yang dihadapi warganya setiap hari.

Kemacetan di Semarang bukanlah masalah sepele. Berdasarkan laporan lembaga riset INRIX, kota ini mencatat 37 jam kemacetan per tahun, di mana pengendara menghabiskan sekitar 17% waktu perjalanan dalam kondisi macet. Peningkatan jumlah kendaraan pribadi yang terus meningkat menjadi salah satu penyebab utama berbagai masalah seperti polusi udara, pemborosan bahan bakar, dan ketidaklancaran arus lalu lintas.

Untuk mengatasi masalah ini, Pemerintah Kota Semarang meluncurkan Bus Rapid Transit (BRT) Trans Semarang pada 2 Mei 2009. BRT ini dirancang sebagai sistem transportasi massal yang efisien, dengan fitur tiket terusan dan kapasitas penumpang yang besar. Meskipun efektif dalam mengurangi kemacetan di beberapa koridor, terutama pada jam sibuk, masih ada kekurangan, seperti jumlah armada yang terbatas.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efisiensi rute BRT Trans Semarang di delapan koridor utama menggunakan metode entropy index dan centrality analysis, dengan bantuan platform GEO MAPID. Harapannya, hasil analisis ini dapat memberikan wawasan yang berharga untuk pengambilan keputusan, sehingga rute BRT dapat dioptimalkan dan mendukung transportasi perkotaan yang lebih berkelanjutan.

Lalu Bagaimana Metode Analisisnya?

Coba perhatikan diagram alir berikut:

Diagram Alir

Pertama-tama, penelitian ini menggunakan pendekatan analisis spasial kualitatif. Metode ini melibatkan penggabungan data parameter yang telah didefinisikan secara deskriptif. Data tersebut kemudian diproses menjadi satu kesatuan data baru menggunakan metode Sistem Informasi Geografis (SIG), khususnya dengan teknik overlay data. Hasilnya kemudian divisualisasikan pada platform GEO MAPID untuk memudahkan analisis lebih lanjut.

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Semarang, ibu kota Provinsi Jawa Tengah yang menjadi pusat pemerintahan, ekonomi, infrastruktur transportasi, dan perhubungan. Fokus utama penelitian adalah pada delapan koridor utama Bus Rapid Transit (BRT) Trans Semarang yang berfungsi sebagai tulang punggung sistem transportasi publik di kota ini. Semarang sendiri terdiri dari 16 kecamatan, dan analisis ini berfokus pada area yang paling padat dan strategis dari kota tersebut.

Administrasi Kota Semarang

Entropy Index

Untuk mengukur tingkat campuran penggunaan lahan di Kota Semarang, penelitian ini menggunakan metode Entropy Index. Entropy Index adalah alat yang berguna untuk mengkuantifikasi keacakan atau keragaman dalam penggunaan lahan campuran di suatu wilayah. Nilai indeks ini berkisar antara 0 hingga 1, di mana 0 menunjukkan homogenitas penggunaan lahan (single-use), dan 1 menunjukkan penggunaan lahan yang sangat beragam (mixed-use). Dengan menggunakan indeks ini, penelitian ini dapat memberikan gambaran seberapa baik atau buruknya kombinasi penggunaan lahan di koridor BRT Semarang.

Centrality Analysis

Selain itu, penelitian ini juga menggunakan Centrality Analysis, sebuah metode analisis yang terdapat dalam software SIG untuk mengidentifikasi posisi atau peran suatu lokasi dalam jaringan jalan di Semarang. Jenis metrik yang digunakan dalam analisis ini adalah Betweenness Centrality, yang berfungsi untuk menentukan jalan mana yang paling banyak dilalui kendaraan. Analisis ini sangat penting untuk memahami bagaimana jaringan jalan berinteraksi dengan koridor BRT dan bagaimana transportasi publik dapat dioptimalkan.

Dengan pendekatan-pendekatan ini, penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan analisis yang mendalam dan komprehensif mengenai efisiensi rute BRT Trans Semarang, sehingga dapat membantu dalam pengambilan kebijakan yang mendukung transportasi perkotaan yang lebih efektif dan berkelanjutan.

Menyiapkan Parameter Analisis

Jaringan Jalan Kota Semarang

Jaringan Jalan

Peta diatas merupakan peta jaringan kota Semarang yang divisualisasikan dengan platform GEO MAPID. Berdasarkan informasi legenda yang ditampilkan pada peta terdapat 6 klasifikasi jaringan jalan yaitu jalan setapak, jalan lain, jalan lokal, jalan kolektor, jalan arteri dan jalan tol. Jaringan jalan menjadi salah satu parameter yang penting dalam penelitian ini karena menjadi dasar utama dalam analisis pusat kegiatan dan aksesibilitas.

Melihat Rute Bus Rapid Transit Trans Semarang Existing

Rute Existing BRT Semarang

Peta rute Bus Rapid Transit diatas merupakan hasil pengolahan digitasi detail berdasarkan acuan informasi pada website GIS Rute Bus Rapid Transit Trans Semarang. Berdasarkan informasi yang terdapat pada peta diatas terdapat 8 koridor utama rute BRT yaitu koridor 1, koridor 2, koridor 3A, koridor 3B, koridor 4, koridor 5, koridor 6, koridor 7 dan koridor 8 yang tersebar di beberapa wilayah yang ada di Kota Semarang.

Hasil digitasi menunjukkan bahwa tiap rute BRT menghubungkan total 14 terminal atau lokasi tujuan yang tersebar di kota Semarang. Koridor 1 menghubungkan terminal Mangkang dan Penggaron, koridor 2 menghubungkan terminal Terboyo dan Sisemut, koridor 3 menghubungkan Pelabuhan Tanjung Emas dan halte Elizabeth, koridor 4 menghubungkan terminal Cangkiran dan stasiun Cawang, koridor 5 menghubungkan PRPP dan Mateseh, koridor 6 menghubungkan UNNES Sekaran dan UNDIP Tembalang, koridor 7 menghubungkan Terboyo dan Balai Kota, serta koridor 8 menghubungkan terminal Cangkiran dan Simpang Lima.

Rute Bus Rapid Transit Semarang existing tersebut melewati hampir seluruh jalan kolektor, sebagian jalan arteri dan jalan tol. Peta rute tersebut menunjukkan adanya perbedaan jarak tempuh diantara tiap rute BRT yang mana koridor 2, 4 dan 8 menempuh jarak yang lebih panjang dibanding rute rute lainnya. adapun informasi lainnya yang dapat kita temukan adalah hampir seluruh jalur melewati pusat kota yang terlihat pada daerah sekitar taman tugu muda. Peta Rute BRT existing ini dibutuhkan sebagai acuan utama dalam proses overlay untuk melihat bagaimana setiap parameter/faktor yang ditentukan memengaruhi tingkat efisiensi masing-masing rute.

Peta Tata Guna Lahan

Tata Guna Lahan

Tata guna lahan juga menjadi parameter yang penting karena berpengaruh pada hasil pengolahan peta land use mix khususnya tata guna lahan yang berkaitan langsung dengan pusat aktivitas penduduk sehingga dapat dipertimbangkan sebagai wilayah tujuan mobilitas penduduk. Tata guna lahan Kota Semarang ini diperoleh dari hasil digitasi yang bersumber peta RBI skala 1:250.000 dan terdapat 15 tata guna lahan.

khususnya tata guna lahan yang berkaitan langsung dengan pusat aktivitas penduduk sehingga dapat dipertimbangkan sebagai wilayah tujuan mobilitas penduduk.

Entropy Indeks untuk Analisis Land Use Mix Kota Semarang

Landuse mix map

Tingkat ketercampuran penggunaan lahan mengukur variasi jenis penggunaan lahan dalam suatu area tertentu. Semakin tinggi nilai indeks entropy, semakin beragam jenis penggunaan lahan, seperti perumahan, komersial, industri, dan rekreasi. Analisis ini dilakukan dengan mempersiapkan data tata guna lahan yang dibuat dengan proses digitasi berdasarkan peta RTRW Kota Semarang. Hasil digitasi kemudian dikonversi ke dalam grid hexagonal ukuran 1 km2 dan setiap tata guna lahan diberikan bobot sesuai dengan tingkat peruntukan kawasan lahan. Sehingga diperoleh 5 klasifikasi Entropy Index yaitu rendah, sangat rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi.

Distribusi Kepadatan Penduduk

Distribusi Penduduk

Salah satu aspek yang dipertimbangkan dalam analisis efisiensi Rute BRT ini adalah pola distribusi kepadatan penduduk. Untuk mendapatkan pola distribusi spasial kepadatan penduduk yang ideal untuk analisis dan overlay, digunakan data Global Human Settlement Layer (GHSL) oleh Emergency Management Service Uni Eropa tahun 2023. Data GHSL Pop diperoleh dari hasil pengolahan yang menganalisis data penggunaan lahan atau Global Urban Footprint dari kombinasi berbagai satelit khususnya citra Landsat dan Sentinel-2 dengan data kepadatan penduduk hasil sensus per wilayah administrasi. Hasilnya adalah data raster distribusi kepadatan penduduk dengan resolusi 100 m yang menggunakan sistem koordinat WGS 1984. GHSL yang memuat data kepadatan penduduk per 100 m2 kemudian dikonversi ke dalam layer grid hexagonal berukuran 22 hektar agar memudahkan proses overlay dan skoring dengan parameter lainnya..

Hasil pengolahan sebaran populasi menunjukkan bahwa semakin gelap warna heksagon pada peta, maka semakin banyak penduduknya, begitu juga sebaliknya. Kepadatan penduduk merupakan sebuah kondisi yang dikatakan semakin padat bila jumlah penduduk pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak dibandingkan dengan luas ruangannya (Sarwono, 1992). Maka dengan itu, tiap warna heksagon yang semakin gelap menunjukkan tingkat kepadatan penduduk yang semakin tinggi. Adapun klasifikasi kepadatan penduduk per heksagon dapat terlihat pada Tabel 1. di bawah ini.

Tabel 1. Klasifikasi Kepadatan Penduduk Berdasarkan Heksagon

.

Hasil analisis distribusi kepadatan penduduk Kota Semarang menunjukkan klasifikasi yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa kepadatan penduduk yang sangat tinggi berada pada tengah wilayah kota dan yang paling rendah berada pada area jalan di luar pusat Kota Semarang. Hal ini, juga menunjukan bahwa tingkat kepadatan penduduk yang tinggi mempengaruhi dengan kebutuhan transportasi umum raya terpadu untuk membantu mobilitas masyarakat.

Centrality Analysis

Centrality Analysis

Analisis Sentralitas (Centrality Analysis) jalan mengukur seberapa penting atau terhubungnya suatu jalan dalam jaringan transportasi. Jalan dengan nilai sentralitas tinggi adalah jalan yang sering digunakan dan terhubung ke banyak titik lainnya. Analisis Sentralitas dalam penelitian ini dilakukan pada Jaringan jalan dari data Rupabumi yang diperoleh melalui website Badan Informasi Geospasial. Data tersebut dianalisis menggunakan plugin GRASS pada software QGIS melalui tahapan explode jaringan jalan, disconnect island analysis, cleaning data, dan centrality analysis.

Hasil yang didapatkan berupa node/titik - titik jaringan jalan yang memiliki 4 nilai metrik yang berbeda yaitu Degree Centrality, Betweenness Centrality, Closeness Centrality dan Eigenvector Centrality. diantara 4 metrik tersebut, nilai Betweenness Centrality dipilih sebagai parameter karena metrik yang paling ideal untuk mengukur efisiensi rute BRT Trans Semarang karena ia mengidentifikasi jalan-jalan yang sering dilalui dalam rute terpendek antara dua titik dalam jaringan. Metrik ini membantu menentukan jalur-jalur utama yang penting untuk konektivitas transportasi, memastikan rute BRT melayani area dengan aliran lalu lintas yang tinggi dan meningkatkan efisiensi operasional. Dengan fokus pada jalan-jalan yang sering digunakan sebagai penghubung utama, betweenness centrality dapat memaksimalkan efektivitas rute dan mengurangi kemacetan, sehingga memberikan layanan yang lebih baik bagi penumpang.

Tabel 2. Klasifikasi Sentralitas Jalan Kota Semarang

Sentralitas Klasifikasi

Hasil analisis sentralitas jaringan jalan Kota Semarang menunjukkan klasifikasi yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa sentralitas jalan paling tinggi berada pada area jalan pusat kota dan yang paling rendah berada pada area jalan di luar pusat Kota Semarang. Hal ini, juga menunjukan bahwa tingkat sentralitas jalan yang tinggi dipengaruhi oleh adanya tingkat kemudahan aksesibilitas yang memudahkan mobilitas masyarakat sehingga jalan tersebut banyak dilalui oleh transportasi.

Sebaran Halte/Titik Pemberhentian

Sebaran Halte

Dengan adanya pengoprasian Bus Rapid Transit di Kota Semarang tentunya perlu adanya layanan fasilitas halte yang memadai. Berdasarkan pengolahan data sebaran halte dari website Trans Semarang menunjukan bahwa halte Bus Rapid Transit Kota Semarang sebagian besar berada di arah utara yang merupakan pusat Kota. Parameter ini berpengaruh pada efektifitas akses masyarakat dalam menggunakan Trans Semarang.

Jarak Tempuh Masing - Masing Koridor BRT Semarang

Jarak Tempuh

Jarak tempuh rute BRT juga menjadi salah satu parameter yang diperhitungkan dalam analisis efisiensi dari aspek aksesibilitas dan efisiensi. Rute dengan jarak tempuh yang lebih pendek cenderung lebih cepat dan dapat diakses dengan lebih mudah oleh penumpang, mengurangi waktu perjalanan dan potensi kemacetan di jalan utama. Sementara itu, rute dengan jarak yang lebih panjang mungkin memberikan akses ke lebih banyak area, tetapi dengan risiko meningkatkan beban lalu lintas.

Analisis Aspek Spasialitas, Aksesibilitas dan Infrastruktur

Adapun analisis hasil pengolahan beberapa parameter untuk menentukan tingkat efisiensi rute BRT disajikan dalam tabel di bawah ini :

Pembobotan

Penentuan bobot untuk parameter dalam analisis efisiensi rute BRT didasarkan pada pengaruh relatif terhadap spasialitas, aksesibilitas, dan infrastruktur. Distribusi kepadatan penduduk (0.3) mendapat bobot tertinggi karena densitas populasi langsung mempengaruhi potensi penumpang, yang berkaitan dengan spasialitas dan aksesibilitas. Centrality analysis (0.25) juga penting karena menunjukkan lokasi strategis dalam jaringan jalan, berkontribusi pada aksesibilitas dan efisiensi infrastruktur.

Land Use mix (0.2) mencerminkan diversitas kegiatan yang mendukung aksesibilitas dengan meningkatkan variasi tujuan perjalanan. Jumlah halte (0.15) berperan dalam aksesibilitas, meskipun pengaruhnya lebih sebagai pendukung daripada penentu utama. Jarak tempuh (0.10) mempengaruhi efisiensi operasional, dengan bobot lebih kecil karena fokusnya pada aspek operasional infrastruktur. Bobot yang diberikan ini menunjukkan peran setiap faktor dalam analisis efisiensi rute BRT dari segi spasialitas, aksesibilitas, dan infrastruktur.

Parameter 1

Parameter 2

Berikut adalah rumus yang digunakan dalam skoring setiap parameter :

Skor Gabungan = (Skor Kepadatan Penduduk×Bobot Kepadatan Penduduk)+(Skor Centrality×Bobot Centrality) + (Skor Land Use Mix×Bobot Landuse Mix) + (Skor Jumlah Halte ×Bobot Jumlah Halte) + (Skor Jarak Tempuh×Bobot Jarak Tempuh)

Adapun Contoh Perhitungan untuk 1 Hexagon:

  • Kepadatan Penduduk: Sedang (3) dengan bobot 0.3 = 3 * 0.3 = 0.9
  • Centrality: Tinggi (4) dengan bobot 0.25 = 4 * 0.25 = 1.0
  • Land Use Mix: Rendah (2) dengan bobot 0.2 = 2 * 0.2 = 0.4
  • Halte: Sangat Tinggi (5) dengan bobot 0.15 = 5 * 0.15 = 0.75
  • Jarak Tempuh : Sedang (3) dengan bobot 0.1 = 3 * 0.1 = 0.3

Total Skor Gabungan:

0.9+1.0+0.4+0.75+0.3=3.350.9 + 1.0 + 0.4 + 0.75 + 0.3 = 3.350.9+1.0+0.4+0.75+0.3=3.35

Hasil Analisis Tingkat Efisiensi Rute BRT Semarang

Faktor Nilai Efesiensi

Hasil skoring dan overlay kelima parameter disajikan dalam bentuk peta polygon hexagon dengan rentang nilai 0.65 - 4.45 yang dibagi dalam 5 kelas atau klasifikasi. Semakin tinggi nilainya maka semakin besar pengaruhnya pada efisiensi Rute yang melewati block hexagon tersebut. Pete ini kemudian akan di overlay lagi dengan rute BRT existing menggunakan metode spatial join dan menghitung rata-rata nilai faktor efisiensi di setiap rute koridor BRT Trans semarang hingga menghasilkan nilai yang menentukan tingkat efisiensi Rute tersebut. Berikut adalah hasil akhir analisis efisiensi rute BRT Trans Semarang berdasarkan aspek Spasialitas, Aksesibilitas, dan Infrastruktur dengan menggunakan lima parameter (distribusi kepadatan penduduk, sentralitas jalan, landuse mix, sebaran halte, dan jarak tempuh).

Tingkat Efisiensi Rute

KESIMPULAN

Penelitian ini berhubungan dengan masalah kemacetan di Semarang dengan menganalisis efisiensi rute BRT berdasarkan parameter spasialitas, aksesibilitas, dan infrastruktur. Kepadatan penduduk dan centrality analysis membantu mengidentifikasi area dengan volume lalu lintas tinggi, yang merupakan sumber utama kemacetan. Land Use mix menilai diversitas aktivitas yang dapat mengurangi beban lalu lintas jika area dengan variasi penggunaan lahan ditargetkan untuk layanan BRT. Jumlah halte dan jarak tempuh membantu mengoptimalkan rute untuk meningkatkan aksesibilitas tanpa menambah kemacetan. Dengan menilai bagaimana rute BRT melayani area dengan kepadatan tinggi dan diversitas kegiatan, serta memastikan halte yang cukup dan jarak tempuh yang efisien

Hasil pengolahan menggunakan metode overlay seluruh parameter dalam menentukan efisiensi BRT Trans Semarang diperoleh 3 klasifikasi yaitu (2,5-3) kurang efisien, (3-3,5) cukup efisien dan (>3,5) efisien. Sehingga dapat diketahui bahwa dari 8 koridor utama BRT Trans Semarang dapat diasumsikan cukup efisien dan hanya koridor 8 dan 6 yang kurang efisien. Berdasarkan hasil analisis efisiensi rute BRT, meskipun sebagian besar rute berada di skala tingkat efisiensi cukup dan efisien, disisi lain tidak terdapat kelas rute BRT yang mencapai nilai 4 berdasarkan aspek parameter dalam penelitian ini, belum ada rute BRT yang mencapai tingkat efisiensi tinggi atau sangat tinggi. Hal ini menunjukkan meskipun adanya BRT Kota Semarang memberikan pengaruh besar dalam pengurangan tingkat kemacetan selama beberapa tahun terakhir, namun disisi lain hingga saat ini Rute BRT existing di Kota Semarang masih memiliki beberapa kekurangan khususnya dari ketiga aspek yang dikaji dalam penelitian ini. Maka dari itu diharapkan luaran yang dihasilkan dari penelitian ini bisa menjadi salah satu solusi permasalahan kemacetan di Kota Semarang untuk dijadikan acuan pengambilan kebijakan melalui optimalisasi rute BRT Trans Semarang oleh pemerintah sehingga memberikan dampak yang lebih signifikan terhadap tingginya angka kemacetan dan terwujudnya transportasi berkelanjutan di Kota Semarang.

REFERENSI

Andi, D. (2022). Storymap Peta Skematik Rute Bus Rapid Transit (Brt) Trans Semarang. Https://Storymaps.Arcgis.Com/Stories/C170637f2f284efeb8164236ac14ef94

Arif. (2017). Kesesuaian Tata Guna Lahan Terhadap Penerapan Konsep Transit Oriented Development (Tod) Di Kota Semarang. Jurnal Pembangunan Wilayah Kota, 13, 301-311.

Aristawidya. (2022). Evaluasi Efektivitas Dan Efisiensi Brt Trans Semarang Koridor Iv Pada Trayek Semarang – Boja. Prosiding Seminar Nasional Sains Dan Teknologi, Vol. 12, No. 1.

Effat. (2015). Modeling And Mapping Of Urban Sprawl Pattern In Cairo Using Multi-Temporal Landsat Images, And Shannon’s Entropy. Scientific Research Publishing, 302-318.

Esri. (2018). Centrality Analysis Toolbox. Esri Community. Https://Community.Esri.Com/T5/Applications-Prototype-Lab-Blog/Centrality-Analysis-Toolbox/Ba-P/903722

Ghanem. (2020). An Efficiency Analysis Of Turkish Railways Using Data Envelopment Analysis: Comparison Study. Technology, Policy And Management,, Vol. 20, No. 1.

Hidayati, I. Y. (2016). Pengembangan Transportasi Berkelanjutan Di Kota Semarang. Jurnal Geodesi Undip, Vol. 10, No. 1.

Irfana. (2019). Pembuatan Aplikasi Peta Rute Bus Rapid Transit (Brt) Kota Semarang Berbasis Mobile Gis Menggunakan Smartphone Android. Jurnal Geodesi Undip, Vol. 8, No.1.

Jurdis, Z. (2016). Gis-Based Modelling And Estimation Of Land Use Mix In Urban Environment. International Journal Of Environmental Science.

Mazidatur Rizka, W. (2021). Implementasi Konsep Compact City Pada Bwk I Kota Surakarta. Vol. 3, No.1.

Ratnasari, A. (2022). Integrasi Antar Transportasi Umum Di Kota Semarang. Vol. 10, No. 1.

Segnita. (2017). Pengukuran Penggunaan Lahan Campuran (Mixed Use) Dengan Indeks Entropy Di Kota Semarang. Vol. Ii, No. 2, 135-150.

Sarwono, S (1992). Environmental Psychology (Psikologi Lingkungan). Jakarta: PT Gramedia

Data Publications