Analisis Keterjangkauan Fasilitas Kesehatan Kabupaten Purworejo

24 September 2024

By: Nurul Khotimah

Open Data

FASILITAS KESEHATAN KABUPATEN PURWOREJO IMPORTED AT 30/AUG/2024

Open Data

KETERJANGKAUAN

Open Data

DEMOGRAFI KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2018 IMPORTED AT 30/AUG/2024

Analisis Keterjangkauan Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Purworejo

ENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kabupaten Purworejo merupakan salah satu wilayah di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki luas 103.481 hektare. Secara geografis, Purworejo berbatasan dengan Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Magelang di sebelah utara, Samudra Hindia di selatan, Kabupaten Kebumen di barat, serta Daerah Istimewa Yogyakarta di timur. Kabupaten ini terdiri atas 16 kecamatan, dengan Kecamatan Bruno sebagai yang terluas, sementara Kecamatan Kutoarjo menjadi yang terkecil.

Berdasarkan data “Kabupaten Purworejo dalam Angka 2023,” Purworejo memiliki 11 rumah sakit, 27 puskesmas, dan 61 puskesmas pembantu, namun tidak memiliki rumah bersalin. Sayangnya, data dari BPS hanya menampilkan jumlah fasilitas kesehatan tanpa menunjukkan sebaran lokasinya. Untuk mendapatkan gambaran distribusi fasilitas kesehatan yang lebih akurat, penulis menggunakan dataset Fasilitas Kesehatan Tahun 2021 dari MAPID yang terdiri dari 28 puskesmas, 5 rumah bersalin, dan 12 rumah sakit.

Gambar 1. Jumlah Fasilitas Kesehatan Kabupaten Purworejo (MAPID, 2021)

Masalah keterjangkauan fasilitas kesehatan semakin diperparah oleh keterbatasan transportasi dan kondisi jalan yang tidak selalu memadai, terutama di daerah pedesaan yang jauh dari pusat kota. Akibatnya, masyarakat di wilayah-wilayah ini sering kali menghadapi kesulitan untuk mengakses layanan kesehatan, terutama dalam situasi darurat.

2. Tujuan penelitian

Tujuan dari artikel ini adalah untuk menganalisis keterjangkauan fasilitas kesehatan di Kabupaten Purworejo dengan menggunakan metode buffer jalan dan buffer titik fasilitas kesehatan.

3. Manfaat penelitian

  1. 1.
    Bagi Pemerintah: Mendukung perumusan kebijakan peningkatan aksesibilitas fasilitas kesehatan.
  1. 2.
    Bagi Perencanaan Infrastruktur: Menentukan prioritas pembangunan fasilitas kesehatan dan infrastruktur jalan.
  1. 3.
    Bagi Masyarakat: Meningkatkan kesadaran dan partisipasi dalam mengadvokasi akses kesehatan.
  1. 4.
    Bagi Akademisi: Menyediakan data dan metode untuk penelitian lebih lanjut.
  1. 5.
    Bagi Peningkatan Layanan Kesehatan: Mendorong pemerataan akses dan kualitas layanan kesehatan di Kabupaten Purworejo.

Metode Penelitian

Metode buffer jalan dan buffer titik fasilitas kesehatan digunakan untuk menggambarkan jarak yang dapat dijangkau oleh masyarakat dalam mendapatkan layanan kesehatan. Buffer jalan menggambarkan area yang dapat diakses berdasarkan infrastruktur jalan yang ada, sedangkan buffer titik faskes menunjukkan cakupan wilayah sekitar fasilitas kesehatan itu sendiri. Pendekatan ini memungkinkan untuk mengidentifikasi area-area yang memiliki akses memadai serta area yang memerlukan perhatian lebih karena keterbatasan jarak dan transportasi. Metode ini menghitung jarak berdasarkan radius euclidian distance. Pelayanan fasilitas kesehatan dapat diukur berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 03-1733-2004 mengenai Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan. Adapun untuk Puskesmas, standar pelayanan ditetapkan dengan radius jangkauan sebesar 3.000 meter (3 Km). Melalui standar ini, dapat dipahami seberapa jauh Puskesmas dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada penduduk yang tinggal di sekitar fasilitas tersebut.

Hasil dan Pembahasan

A. Sebaran Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Purworejo

Sebaran Fasilitas Kesehatan Kabupaten Purworejo

Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah daerah telah berupaya meningkatkan infrastruktur kesehatan. Namun, distribusi fasilitas kesehatan ini belum merata dan masih terkonsentrasi di wilayah perkotaan atau sekitar pusat administrasi. Sebaran fasilitas kesehatan di Kabupaten Purworejo, berdasarkan data dari MAPID, menunjukkan bahwa terdapat wilayah yang jauh dari akses terhadap layanan kesehatan, seperti di Kabupaten Bruno. Kondisi ini dipengaruhi oleh infrastruktur pendukung, seperti jalan dan transportasi umum, yang sering kali masih minim di daerah-daerah terpencil, sehingga menyulitkan aksesibilitas masyarakat ke fasilitas kesehatan. Selain itu, keterbatasan akses ini dapat berdampak pada kesehatan masyarakat, di mana penanganan medis yang terlambat dapat meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas, terutama dalam situasi darurat. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah telah mencoba mengimplementasikan beberapa program, seperti mobile clinic dan telemedicine, sebagai solusi sementara untuk menjangkau daerah-daerah yang sulit dijangkau. Namun, upaya ini perlu didukung oleh infrastruktur yang lebih baik serta keterlibatan aktif masyarakat lokal untuk meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan yang layak. Oleh karena itu, analisis keterjangkauan fasilitas kesehatan sangat diperlukan untuk memastikan infrastruktur yang ada benar-benar mampu melayani masyarakat di seluruh wilayah secara adil dan merata.

B. Keterjangkauan fasilitas kesehatan di kabupaten purworejo

Keterjangkauan fasilitas kesehatan dilakukan berasarkan buffer jalan dan buffer dari titik faskes. Adapun menurut (Saputra dkk., 2023), keterjangkauan fasilitas kesehatan berdasarkan jarak dari titik fasilitas kesehatan dan jalan dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

Tabel 1. Klasifikasi Keterjangkauan Fasilitas Kesehatan

Berdasarkan data pada tabel tersebut, dibuat buffer jarak dari titik faskes 0-1000, 1000-2000, dan > 3000 meter dan jarak dari jalan 0-200, 200-300, dan > 500 meter. Berdasarkan data tersebut, dilakukan intersect untuk menggabungkan data buffer dalam dan buffer titik faskes untuk menjadi satuan keterjangkauan. Adapun hasil peta sebagai berikut.

Peta Keterjangkauan Fasilitas Kesehatan

Berdasarkan hasil analisis, Kabupaten Purworejo secara umum didominasi oleh tingkat keterjangkauan fasilitas kesehatan yang sedang, yang pada peta ditunjukkan dengan simbol berwarna kuning. Area dengan keterjangkauan yang sangat dekat hingga dekat terutama terkonsentrasi di bagian tengah kabupaten, khususnya di wilayah perkotaan. Kondisi ini mencerminkan adanya tumpang tindih (overlap) dalam aksesibilitas fasilitas kesehatan di pusat kota, sehingga masyarakat di wilayah tersebut lebih mudah mendapatkan layanan kesehatan. Menurut Faizah dkk (2023), desa dengan infrastruktur kesehatan yang baik hanya terdiri dari dua desa, yaitu Desa Kutoarjo di Kecamatan Kutoarjo dan Desa Purworejo di Kecamatan Purworejo, yang menunjukkan bahwa konsentrasi fasilitas kesehatan lebih terfokus di wilayah perkotaan atau pusat administrasi kabupaten.

Namun, terdapat ketimpangan dalam hal aksesibilitas di beberapa kecamatan, terutama di bagian utara Kabupaten Purworejo. Kecamatan seperti Pituruh, Kemiri, Bruno, dan Bener, yang terletak cukup jauh dari pusat kabupaten, masih memiliki keterjangkauan fasilitas kesehatan yang sangat rendah. Wilayah-wilayah yang berada di daerah perbukitan ini menghadapi tantangan infrastruktur yang menghambat akses cepat ke layanan kesehatan. Ketimpangan ini berdampak pada masyarakat di daerah tersebut, di mana keterlambatan penanganan kesehatan dapat meningkatkan risiko penyakit yang tidak tertangani dengan baik. Oleh karena itu, diperlukan intervensi pemerintah untuk meningkatkan distribusi infrastruktur kesehatan, baik melalui pembangunan fasilitas baru di daerah terpencil maupun melalui peningkatan aksesibilitas transportasi dan teknologi kesehatan seperti telemedicine untuk daerah-daerah yang sulit dijangkau.

Kesimpulan dan Rekomendasi

1. Kabupaten Purworejo secara umum didominasi oleh tingkat keterjangkauan fasilitas kesehatan yang sedang. Area dengan keterjangkauan yang sangat dekat hingga dekat terkonsentrasi di bagian tengah kabupaten, khususnya di wilayah perkotaan.

2. Terdapat ketimpangan dalam hal aksesibilitas di beberapa kecamatan, terutama di bagian utara Kabupaten Purworejo. Kecamatan seperti Pituruh, Kemiri, Bruno, dan Bener, yang terletak cukup jauh dari pusat kabupaten, masih memiliki keterjangkauan fasilitas kesehatan yang sangat rendah.

3. Hasil analisis dalam artikel ini hanya mempertimbangkan parameter kedekatan dengan jalan dan fasilitas kesehatan, tanpa mempertimbangkan aspek parameter lainnya. Oleh karena itu, penelitian lanjutan dengan metode yang lebih canggih dan menggunakan parameter yang lebih kompleks, dan data terbaru diperlukan untuk memperoleh hasil yang lebih akurat.

Daftar Pustaka

  1. 1.
    Badan Pusat Statistik Kabupaten Purworejo. (n.d.). Kabupaten Purworejo dalam angka 2024. Retrieved September 1, 2024, from https://purworejokab.bps.go.id/id/publication/2024/02/28/78d625319492f265ff943ff5/kabupaten-purworejo-dalam-angka-2024.html.
  1. 2.
    Badan Standardisasi Nasional. (2004). Standar Nasional Indonesia tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan (SNI 03-1733-2004).
  1. 3.
    Faizah, A. N., Kharisudin, I., & Suchaini, U. (2023, March). Analisis klaster spasial data infrastruktur kesehatan desa di Kabupaten Purworejo menggunakan metode SKATER. In PRISMA, Prosiding Seminar Nasional Matematika (Vol. 6, pp. 775-781).
  1. 4.
    Saputra, R. K., Purnama, A. Y., & Perdhana, R. (2023). Pemetaan jangkauan fasilitas kesehatan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menggunakan software QGIS. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 12(06), 523–529. https://doi.org/10.33221/JIKM.V12I06.2358.

Data Publikasi

Analisis Kasus Stunting Menggunakan Metode Geographically Weighted Regression (GWR) di Provinsi Jawa Barat

Kesehatan

05 Jun 2025

HIMA SAIG UPI

Analisis Kasus Stunting Menggunakan Metode Geographically Weighted Regression (GWR) di Provinsi Jawa Barat

Penelitian ini membahas analisis spasial kasus stunting di Provinsi Jawa Barat, khususnya di Kota Bandung, dengan menggunakan metode Geographically Weighted Regression (GWR). Studi ini bertujuan untuk memahami pengaruh variabel sosial-ekonomi dan lingkungan—seperti kemiskinan, akses air bersih dan sanitasi, pendidikan ibu, serta cakupan posyandu—terhadap prevalensi stunting di tingkat lokal. Hasil penelitian menunjukkan adanya variasi spasial yang signifikan: beberapa kecamatan seperti Gedebage, Rancasari, dan Buahbatu memiliki kecocokan model yang sangat tinggi namun jumlah kasus stunting yang rendah, sedangkan Bandung Kulon dan Babakan Ciparay menunjukkan jumlah kasus tinggi dengan kecocokan model yang lebih rendah. Model GWR secara keseluruhan memiliki kemampuan prediktif yang sangat baik (R² global 0,9822), menandakan efektivitas pendekatan spasial dalam mendukung perumusan kebijakan intervensi stunting yang lebih terarah dan sesuai karakteristik wilayah.

9 menit baca

79 dilihat

2 Data

1 Proyek

Analisis Kemampuan Lahan Wilayah Perencanaan (WP) Ulu Belu - Kab. Tanggamus - Prov. Lampung

Lingkungan

27 Mei 2025

Weka

Analisis Kemampuan Lahan Wilayah Perencanaan (WP) Ulu Belu - Kab. Tanggamus - Prov. Lampung

Analisis Kemampuan Lahan berdasarkan Permen PU No. 20/Prt/M/2007 tentang Pedoman Teknis Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan, Ekonomi, Serta Sosial Budaya Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang.

31 menit baca

184 dilihat

2 Data

1 Proyek

Analisis Keterjangkauan Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) yang Termasuk pada Zonasi Sekolah A, Kota Bandung

Transportasi

07 Mei 2025

Fajrin Meilani Azzahra Zain

Analisis Keterjangkauan Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) yang Termasuk pada Zonasi Sekolah A, Kota Bandung

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keterjangkauan sekolah menengah pertama (SMP) negeri di zona A Kota Bandung, yang meliputi delapan kecamatan dan 22 sekolah, berdasarkan sistem zonasi penerimaan siswa baru. Sistem zonasi, yang diimplementasikan secara penuh sejak 2018, bertujuan meningkatkan pemerataan akses pendidikan dengan menetapkan radius maksimal domisili calon siswa ke sekolah (3 km untuk SMP). Namun, keberadaan siswa di luar radius zonasi dan keterbatasan jangkauan berjalan kaki (maksimal 1,2 km dalam 20 menit berdasarkan kecepatan rata-rata siswa) tetap memunculkan kebutuhan transportasi. Penelitian ini menggunakan analisis isokron dengan batasan waktu tempuh berjalan kaki siswa (5, 10, 15, dan 20 menit) untuk mengevaluasi keterjangkauan sekolah dalam zona A. Hasil analisis isokron ini akan dibandingkan dengan radius zonasi 3 km yang ditetapkan untuk SMP, guna memahami apakah radius tersebut sejalan dengan kemampuan siswa untuk mencapai sekolah dengan berjalan kaki dalam rentang waktu yang wajar. Temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemenuhan kebutuhan transportasi sekolah siswa SMP di Kota Bandung, khususnya dalam konteks implementasi sistem zonasi.

17 menit baca

471 dilihat

Analisis Potensi Bencana Alam Banjir Terhadap Kawasan Terbangun Industri Kabupaten Sumbawa

Iklim dan Bencana

07 Mei 2025

Ryandana Adi Nugraha

Analisis Potensi Bencana Alam Banjir Terhadap Kawasan Terbangun Industri Kabupaten Sumbawa

Kabupaten Sumbawa terletak pada provinsi Nusa Tenggara Barat. Dilihat dari segi geografis letak Kabupaten Sumbawa terutama Kecamatan sumbawa memiliki potensi sebagai daerah pusat perekonomian yang mana menjadi nilai ekonomis untuk dibangun industri di area tersebut. Namun, daerah tersebut memiliki potensi banjir baik banjir rob ataupun banjir akibat intensitas hujan yang tinggi. Hal ini menjadikan area industri yang berada di Sumbawa dan sekitarnya memiliki potensi untuk terdampak banjir. Meskipun berisiko, bisnis sering memilih untuk berlokasi di daerah rawan banjir karena keuntungan strategis seperti kedekatan dengan bisnis terkait dan fasilitas umum. Manfaat ekonomi dapat lebih besar daripada dampak buruk banjir, sehingga mendorong perusahaan untuk menerapkan strategi manajemen risiko banjir struktural dan non-struktural (Rwehumbiza 2021).

19 menit baca

474 dilihat

1 Proyek

Syarat dan Ketentuan
Pendahuluan
  • MAPID adalah platform yang menyediakan layanan Sistem Informasi Geografis (GIS) untuk pengelolaan, visualisasi, dan analisis data geospasial.
  • Platform ini dimiliki dan dioperasikan oleh PT Multi Areal Planing Indonesia, beralamat
  • mapid-ai-maskot