Analisis Spasial Kecukupan Infrastruktur Pengisi Daya Kendaraan Listrik dan Peluang Ekspansinya di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

25/06/2024 • Wahyu Dwi Setyawan

EV Readiness Jogja


EV Charging Station Distribution
EV Charging Station Distribution
“Pada hari minggu ku turut ayah ke kota, naik mobil listrik istimewa ku turun di muka. Ku turun disamping Pak Sopir yang sedang mengisi daya, mengendarai mobil listrik supaya lancar jalannya~”

Kira kira begitu penggalan lirik lagu anak yang dinyanyikan di Tahun 2045. Dimana menandakan mulainya revolusi transportasi yang berkelanjutan.

Latar Belakang

Pergeseran global menuju transportasi yang berkelanjutan telah mendorong adopsi kendaraan listrik (EV) sebagai alternatif yang layak dan ramah lingkungan untuk menggantikan kendaraan berbahan bakar fosil. Beralih ke sumber energi alternatif dalam transportasi dapat mengurangi emisi karbon. Transisi energi ke sumber energi terbarukan telah menjadi isu global, dan menjadi tanggapan untuk mengelola ancaman emisi gas rumah kaca.

Salah satu SKPLU di Yogyakarta

Kendaraan listrik (EV) dianggap sebagai pilihan yang menjanjikan untuk meminimalisir dampak lingkungan dan mengurangi kecanduan konsumsi bahan bakar fosil (Maghifiroh dkk, 2023). Indonesia adalah salah satu negara dengan komitmen yang kuat untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mempromosikan energi bersih. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Program Percepatan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis untuk Transportasi Jalan telah ditetapkan. Peraturan ini menjadi payung hukum bagi pengembangan kendaraan listrik di Indonesia dan juga merupakan salah satu cara pemerintah untuk mewujudkan dan mencapai target Perjanjian Paris untuk beralih ke sumber energi yang lebih bersih. Kementerian Perhubungan menyebut hingga April 2024 jumlah kendaraan bermotor listrik berbasis baterai atau KBLBB di Indonesia telah mencapai 133.225 unit, Berdasarkan data Gaikindo, pada April 2024 volume penjualan wholesale mobil listrik berbasis baterai atau battery electric vehicle (BEV) di Indonesia mencapai 1,8 ribu unit. Volume penjualan dari produsen ke distributor ini turun 14,6% dibanding bulan sebelumnya (month-on-month), tapi masih lebih tinggi 42,4% dibanding April tahun lalu (year-on-year) seperti pada (Gambar 1).

Tabel Volume Penjualan

Menurut laporan Indonesia's Electric Vehicle Outlook dari AC Ventures, pasar kendaraan listrik diperkirakan akan tumbuh dengan CAGR 58,5% antara tahun 2023 dan 2030. Hal ini sejalan dengan target ambisius pemerintah Indonesia untuk memiliki 2 juta mobil listrik dan 13 juta sepeda motor listrik di jalan raya pada tahun 2030. Target ini menunjukkan komitmen yang kuat terhadap adopsi kendaraan listrik dan menandakan permintaan yang signifikan di masa depan untuk kendaraan listrik.

Trend ini tak lekang pula di Provinsi Yogyakarta. Masyarakat di kota yang kental dengan pusat budaya, wisata, dan pendidikan ini mengalami peningkatan minat terhadap kendaraan listrik. Hal ini didorong oleh meningkatnya kesadaran lingkungan, insentif dari pemerintah, dan ketersediaan model kendaraan listrik yang semakin meluas seperti pada (Gambar 2).

Alasan

“Tapi, kalau dipikir pikir dengan gaji UMR jogja, kira kira penulis bisa beli mobil listrik kapan ya?”

Namun, adopsi kendaraan listrik yang meluas di Yogyakarta menghadapi tantangan penting yaitu kecukupan infrastruktur pengisian daya. Serta kecemasan akan jarak tempuh (range anxiety), bukan anxiety yang dialami penulis seperi pertanyaan diatas ya. Range anxiety masih menjadi penghalang yang signifikan bagi para calon pemilik kendaraan listrik. Menurut Survei PwC, salah satu kekhawatiran utama di antara responden 63% adalah kesulitan menemukan stasiun pengisian daya dan menyoroti perlunya infrastruktur pengisian daya yang kuat, terutama di daerah terpencil (54%) seperti pada (Gambar 3).

Penghalang

Selain itu, distribusi stasiun pengisian daya saat ini mungkin tidak selaras dengan pola permintaan yang sebenarnya, yang menyebabkan aksesibilitas yang tidak merata dan potensi kemacetan di daerah dengan permintaan tinggi. Infrastruktur stasiun pengisian daya EV perlu untuk menopang pertumbuhan pengguna EV baru. Padahal, lokasi awal stasiun pengisian daya listrik umum merupakan salah satu tindakan yang paling penting untuk meningkatkan penggunaan kendaraan listrik (Tambunan, 2023).

Studi ini bertujuan untuk menilai kecukupan infrastruktur pengisian daya kendaraan listrik di Yogyakarta secara spasial lokasi pengisian daya dan keterbatasan jangkauan (range anxiety). Dengan mengatasi kesenjangan dan tantangan yang ada saat ini dalam infrastruktur pengisian daya kendaraan listrik, penelitian ini bertujuan untuk berkontribusi pada pengembangan ekosistem mobilitas listrik yang berkelanjutan dan efisien di Yogyakarta. Hal ini tidak hanya akan menguntungkan pengguna kendaraan listrik, tetapi juga berkontribusi pada tujuan kota yang lebih luas untuk mengurangi polusi udara, meningkatkan kesehatan masyarakat, dan mempromosikan masa depan yang lebih hijau.

Data dan Metodologi

Data yang diperlukan dalam studi ini adalah titik stasiun pengisian daya di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Data didapatkan dengan cara melakukan pencarian di berbagai sumber di Internet (data scrapping) dan observasi lapangan sehingga menghasilkan data atribut berupa:

  • Nama dan lokasi charging location
  • Status charging location (untuk umum atau khusus)
  • Tipe Charger atau Socket
  • Jumlah Port atau Charger Dock
  • Daya pengisian (dalam kW)
  • Kecepatan pengisian daya

Pengolahan data menggunakan software GEOMAPID (Pembuatan data titik stasiun pengisian daya, analisis buffer, isokron, heatmap) dan SINI MAPID (Demografi, Land Use, POI). Analisis dilakukan dengan melihat pola heatmap lokasi stasiun pengisian daya yang ada dan simulasi jarak tempuh tersisa dari skenario baterai rendah untuk model kendaraan listrik yang umum digunakan masyarakat untuk mengidentifikasi keterbatasan jangkauan (range anxiety) dan area-area di mana infrastruktur pengisian daya yang mungkin tidak memadai.

Penentuan lokasi stasiun pengisian daya baru dilakukan dengan pendekatan kualitatif dilakukan menyoroti area-area prioritas untuk perluasan jaringan pengisian daya yang strategis untuk mengurangi kecemasan akan jarak tempuh dan memastikan akses yang adil ke fasilitas pengisian daya untuk semua pengguna kendaraan listrik di Yogyakarta.

Hasil dan Pembahasan

Data PT PLN (Persero) menunjukkan, terdapat 1.380 unit Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) yang dibangun di 956 lokasi Indonesia pada April 2024. Berdasarkan sebaran daerah, infrastruktur SPKLU paling banyak berada di Pulau Jawa, yakni 966 unit di 656 titik. 20 titik diantaranya berada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kendaraan listrik yang terdaftar dan beroperasi di Daerah Istimewa Yogyakarta sudah ada kurang lebih 700 unit. Sekilas kita dapat menyimpulkan bahwa stasiun pengisian daya di provinsi ini belum memadai, tapi mari kita lihat secara spasial.

Lewat titik panas, kita sudah bisa sedikit menyimpulkan bahwa persebaran lokasi pengisian daya kendaraan listrik masih memusat di perkotaan yaitu Kabupaten Sleman, dan Kota Yogyakarta seperti pada (Gambar 4). Adanya klaster-klaster yang berbeda dari permintaan pengisian daya kendaraan listrik yang tinggi di Yogyakarta. Titik-titik tersebut terutama bertepatan dengan pusat kota, pusat transportasi utama (misalnya, Stasiun Kereta Api Tugu, Bandara Adisucipto), tujuan wisata populer (misalnya, Jalan Malioboro, Kraton Yogyakarta), dan area dengan konsentrasi bisnis dan institusi pendidikan yang tinggi. Namun, masih ada beberapa titik lokasi yang tersebar di beberapa kabupaten lainnya. Seolah hal ini menunjukan dua hal yaitu kurangnya persebaran titik lokasi pengisian daya dan rasa optimis bahwa kedepannya Provinsi ini akan mengadaptasi mobil listrik sebagai upaya transisi ke energi hijau.

perbandingan

Memusatnya persebaran stasiun pengisian daya menunjukkan bahwa pengguna kendaraan listrik sering mengisi daya kendaraan mereka di lokasi-lokasi tersebut, yang mungkin disebabkan oleh kenyamanan, aksesibilitas, atau kebutuhan untuk mengisi daya selama kegiatan seperti bekerja, berbelanja, atau berwisata. Analisis menggunakan SINI menunjukan salah satu lokasi stasiun pengisian daya yang berada di Kota Yogyakarta dikelilingi oleh banyak POI penting seperti pusat wisata, perkantoran, retail dengan penggunaan lahan urban atau residential area menunjukan stasiun pengisian daya ini strategis dan dapat menjangkau banyak tempat seperti yang ditunjukan pada (Gambar 5).

pusat

Berdasarkan heatmap juga kita dapat mengidentifikasi beberapa area di Yogyakarta yang rentan terhadap range anxiety. Zona-zona ini terletak lebih jauh dari stasiun pengisian daya yang ada dan ditandai dengan jarak tempuh yang lebih jauh, yang berpotensi melebihi sisa jarak tempuh mobil listrik dengan kondisi low battery. Namun, mobilitas tidak hanya dilakukan masyrakat untuk menuju kantor, pusat perbelanjaan, sekolah atau tempat publik lainnya. Mobilitas juga kerap dilakukan dalam rangka healing ke tempat tempat pariwisata di sekitarnya. Secara aksesibilitas di wilayah perkotaan memang stasiun pengisian daya yang ada sudah cukup untuk mengakomodasi kebutuhan pengguna. Namun, jika mobil listrik akan digunakan untuk berangkat pelisir di pantai-pantai indah di Gunungkidul maka akan timbul kendala baru yaitu minimnya stasiun pengisian daya dan timbulnya range anxiety.

Range anxiety adalah kekhawatiran pengguna kendaraan listrik untuk mencapai lokasi stasiun pengisian daya sebelum kehabisan baterai. Mari, coba kita simulasikan rasa anxiety in dengan skenario full charge dan low battery.

Dalam skenario full charge dengan menggunakan jarak tempuh dua model paling umum yakni Hyundai Ioniq 5 dan Wuling Air EV maka kita mendapatkan jarak tempuh rata rata 300 km dalam kondi sekali full charge. Dalam skenario ini dapat dilihat bahwa mobil listrik dapat menempuh semua bagian Yogyakarta dan Jawa Tengah, namun akan berkurang cukup drastis dalam kondisi low battery. Penulis menetapkan batas “low battery” yaitu 20%, setelah atau sebelum mencapai baterai 0% mobil listrik akan mulai berhenti dengan sendirinya, sehingga skenario low battery dapat lebih efektif dalam menentukan potensi pengembangan stasiun pengisian daya baru. Jarak yang dapat ditempuh mobil listrik dalam keadaan low battery adalah 20 km namun dapat semakin berkurang akibat faktor lain seperti topografi, kondisi lalu lintas, dan preferensi kecepatan pengguna. Berdasarkan (Gambar 6) dapat dilihat perbedaan skenario jarak tempuh dalam kondisi full charge dan low battery.

vs

Dalam skenario low battery ditemukan 3 zona range anxiety. Zona range anxiety ditemukan ketika pengendara hendak berpergian ke tempat wisata yang relatif di daerah terpencil seperti pada (Gambar 7). Zona range anxietypertama ditemukan di sepanjang Jalan Wonosari-Jogja dengan jarak kurang lebih 20 km dan kemungkinan mobil listrik akan lebih cepat kehabisan baterai dikarenakan kondisi jalan yang semakin naik dan kondisi lalu lintas yang terus padat. Zona range anxiety kedua ditemukan di arah menuju Kulonprogo dengan jarak kurang lebih 6 km, padahal di zona banyak terjadi mobilitas penduduk untuk bekerja, berwisata, dan juga menuju bandara baru Yogyakarta International Airport. Zona range anxiety terakhir berada sepanjang Jalan Kaliurang menuju tempat wisata Kaliurang dan Gunung Merapi, kondisi jalan yang sedikit curam dan padat dapat berpotensi mobil listrik kehabisan baterai sebelum mencapai lokasi tujuan.

range

Berdasarkan dua analisis yaitu heatmap dan range anxiety maka dapat ditentukan beberapa stasiun pengian daya baru yang potential untuk menjangkau jarak dan kebutuhan pengguna kendaraan listrik seperti pada (Gambar 8). Penentuan lokasi ini didasarkan pada ketersediaan tempat yang cukup luas, mitigasi range anxiety, dan kondisi jalan yang diketahui oleh penulis sehingga menghasilkan persebaran seperti diatas. Meskipun menurut SINI MAPID masih banyak POI atau amenities yang terletak di stasiun pengisian daya yang baru, tapi titik sekecil ini kelaknya dapat menimbulkan dampak ekonomi lain seperti pertumbuhan UMKM, Coffee Shop yang dapat dikunjungi sembari menunggu mobil terisi dengan penuh.

new

Kesimpulan:

Hasil penelitian menunjukkan masih kurangnya infrastruktur kendaraan listrik yang memadai dan ketidaksesuaian antara distribusi stasiun pengisian daya saat ini dan pola permintaan aktual di Yogyakarta. Meskipun pusat kota dan pusat transportasi utama relatif terlayani dengan baik, terdapat kesenjangan yang signifikan dalam infrastruktur pengisian daya di daerah pinggiran kota dan pedesaan, yang mengarah pada potensi range anxiety bagi pengguna kendaraan listrik. Distribusi stasiun pengisian daya yang tidak merata ini dapat menghambat adopsi EV secara luas di Yogyakarta, karena calon pembeli mungkin ragu untuk membeli EV karena kekhawatiran tentang aksesibilitas dan kenyamanan pengisian daya.

Selain itu, analisis menunjukkan bahwa infrastruktur pengisian daya yang ada saat ini mungkin tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan wisatawan dan pengunjung yang menggunakan kendaraan listrik. Mengingat status Yogyakarta sebagai tujuan wisata utama, kurangnya stasiun pengisian daya di dekat tempat wisata populer dapat menghalangi wisatawan yang memiliki kendaraan listrik dan membatasi potensi manfaat ekonomi dari pariwisata kendaraan listrik. Salah satu saran penulis yang tidak lain tidak bukan adalah pemanfaatan GIS dan Location Analysis, yang dapat memainkan peran penting dalam mengoptimalkan penempatan stasiun pengisian daya baru untuk mengatasi kesenjangan dan tantangan yang teridentifikasi. Dengan mengatasi kesenjangan ini dan berfokus pada penempatan strategis stasiun pengisian daya baru, Yogyakarta dapat mengembangkan sistem transportasi berkelanjutan yang merangkul mobilitas listrik dan berkontribusi pada masa depan yang lebih hijau.

“Akan muncul titik kecil baru di heatmap stasiun pengisian daya, meskipun kecil titik ini dapat menguhubungkan aksesibilitas, ekonomi, dan masa depan”

connect

Referensi:

  1. 1.
    Dinanta, G. P., Syamroni, A. W., Setyaningrum, N., Kurniasari, A., Albachrony, M. A., Yogisworo, D., ... & Haq, I. (2023). Spatial Modelling for Determining Electric Vehicle Charging Station Allocation in North Jakarta. International Journal of Renewable Energy Research (IJRER), 13(2), 567-578.
  1. 2.
    IEA (2023). Global EV Outlook 2023. International Energy Agency.
  1. 3.
    Indonesia Electric Vehicle Consumer Survey 2023 - PwC: https://www.pwc.com/id/en/publications/automotive/indonesia-electric-vehicle-consumer-survey-2023.pdf
  1. 4.
    Indonesia Fast-Tracks Its Electric Vehicle Ambitions - The Diplomat: https://thediplomat.com/2023/10/indonesia-fast-tracks-its-electric-vehicle-ambitions/
  1. 5.
    Indonesia's Electric Vehicle Outlook | AC Ventures: https://acv.vc/wp-content/uploads/2023/07/Report-Indonesias-Electric-Vehicle-Outlook-Supercharging-Tomorrows-Mobility_NEW.pdf
  1. 6.
    Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (2022). Grand Strategi Energi Nasional.
  1. 7.
    Maghfiroh, M. F. N., Pandyaswargo, A. H., & Onoda, H. (2021). Current readiness status of electric vehicles in Indonesia: Multistakeholder perceptions. Sustainability, 13 (23), 13177.
  1. 8.
    Tambunan, H. B., Sitanggang, R. B., Mafruddin, M. M., Prasetyawan, O., Kensianesi, I., Cahyo, N., & Tanbar, F. (2023). Initial location selection of electric vehicles charging infrastructure in urban city through clustering algorithm. International Journal of Electrical and Computer Engineering (IJECE), 13(3), 3266-3280.
  1. 9.
    Yatriendi, H., Putra, A. M. N., & Muchtari, F. A. (2022, July). Overview: perkembangan teknologi pengisian cepat pada kendaraan listrik (teknologi dan infrastruktur). In Seminar Nasional Riset & Inovasi Teknologi (Vol. 1, No. 1, pp. 128-137).

Data Publications