Jakarta Terendam? Analisis Banjir Tahun 2020 dan Upaya Mitigasinya

23/08/2024 • Rofiatul Mutmainah

Area Genangan Banjir

Genangan dan Dampak Banjir Jakarta Tahun 2020


"Publikasi by Rofiatul Mutmanah"
"Publikasi by Rofiatul Mutmanah"

Bencana hidrometeorologi merupakan jenis bencana yang paling mendominasi dengan jumlah 2.489 kejadian pertahun (96,8%) (BNPB). Banjir merupakan jenis bencana hidrometeorologi yang paling sering terjadi di Indonesia, utamanya disebabkan oleh perubahan iklim dunia. Banjir melanda sebagian besar wilayah di Indonesia terutama di kota-kota besar termasuk Provinsi Jakarta. Terjadi lebih dari 50 kejadian banjir di provinsi jakarta dari tahun 2016-2020. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) melaporkan bahwa dalam 10 tahun terakhir, terjadi 8.333 bencana banjir dengan puncak kejadian tertinggi pada tahun 2020.

Ada dengan Jakarta awal tahun 2020?

Pergantian tahun 2019 ke 2020 terutama wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) curah hujannya mencapai 377 mm/hari. Intensitas hujan di Jakarta dalam tempo 24 jam dapat mencapai 10 - 25% dari curah hujan tahunan menyebabkan sebagian besar wilayah Jakarta terendam banjir di awal tahun 2020.

"Grafik Neraca Air Periode 2014-2024"

Gambar 1. Grafik Neraca Air Periode 2014-2024

Dataset diambil dari tahun 2014-2024, dari grafik menunjukkan presipitasi tertinggi di wilayah Jakarta ada di tahun 2020 pada tanggal 1 Januari

Grafik dan data diatas menyatakan intensitas curah hujan tertinggi pada bulan januari diperkuat dengan pola curah hujan di Jakarta merupakan pola hujan monsun dimana puncaknya bulan Desember, Januari, dan Februari. Intensitas curah hujan merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam kejadian banjir Jakarta tahun 2020. Banjir di wilayah Jakarta juga dapat diperburuk oleh beberapa faktor, yaitu topografi, penurunan tanah (land subsidence), kenaikan muka air laut (sea level rise), alih fungsi lahan serta dampak pertumbuhan sosial-ekonomi. Banjir merupakan bencana alam yang memiliki dampak signifikan terhadap kehidupan manusia serta lingkungan diantaranya adalah munculnya penyakit, ketersediaan air bersih menipis, kehilangan harta benda, rusaknya infrastruktur, kurangnya bahan makanan, serta menimbulkan korban jiwa. Dalam 30 tahun terakhir, jumlah penduduk di Jakarta telah mencapai 10,4 juta jiwa akibat arus urbanisasi, yang meningkatkan risiko terdampak bencana. Untuk mengurangi dampak dari bencana ini, diperlukan upaya mitigasi yang efektif dan cepat. Salah satu teknologi yang menjanjikan dalam hal ini adalah pemanfaatan citra satelit Synthetic Aperture Radar (SAR) dan platform komputasi awan Google Earth Engine (GEE).

Kenapa memilih Sentinel-1 SAR sebagai dataset untuk mendeteksi area genangan banjir?

Cuaca saat banjir seringkali menghambat survei langsung. Namun, Sentinel-1 SAR memiliki kemampuan unik untuk 'melihat' melalui awan dan hujan, sehingga pemantauan genangan banjir dapat dilakukan secara terus-menerus. Selain itu, data yang dihasilkan oleh Sentinel-1 SAR ini sangat akurat dalam mendeteksi perubahan permukaan tanah, termasuk juga genangan air dan data Senitinel-1 SAR ini juga dapat diakses secara gratis melalui platform Copernicus Open Access Hub sehingga mempermudah dalam proses penelitian.

Mengapa perlu dilakukan pemetaan genangan banjir?

  • Lebih cepat tanggap: Mengetahui persis di mana saja wilayah yang terdampak banjir, sehingga bantuan bisa langsung dikirim ke tempat yang tepat.
  • Perencanaan yang Lebih Baik: Pemerintah dapat menggunakan peta banjir untuk merencanakan upaya mitigasi dan rehabilitasi.
  • Evaluasi dampak: Setelah banjir surut, kita bisa lihat seberapa luas dan parah kerusakannya untuk perencanaan pemulihan.

Dataset yang digunakan

(1) Batas Administrasi DKI Jakarta, (2) Sentinel-1 SAR GRD, (3) JRC Global Surface Water Mapping Layers, (4) Hydrologically Conditioned DEM 3 Arc-Seconds, (5) ESA WorldCover 10m v200, (6) Global Human Settlement Layers, Population Grid - 2015.

Proses Pemetaan Genangan dan Area Terdampak Banjir

  1. 1.
    Pengumpulan Data: Mengunduh citra Sentinel-1 SAR yang relevan dengan wilayah studi dan periode waktu yang diinginkan.
  1. 2.
    Pra-pengolahan Data: Melakukan koreksi radiometrik, geometrik, dan speckle noise reduction untuk meningkatkan kualitas citra.
  1. 3.
    Deteksi Perubahan: Membandingkan citra sebelum dan sesudah kejadian banjir untuk mengidentifikasi area yang mengalami perubahan.
  1. 4.
    Masking: Menyeleksi area genangan banjir yang tidak memenuhi kriteria dengan menggunakan badan air (sungai, danau, dll.) serta kemiringan lereng.
  1. 5.
    Area Terdampak Banjir: Menggunakan data penggunaan lahan (bangunan, lahan pertanian)serta data populasi yang di-overlay dengan data genangan banjir.

Hasil dan Pembahasan

"Grafik Kecamatan dengan Area Genangan Terluas dan Bangunan Terdampak  Banjir"

Gambar 2. Grafik Kecamatan dengan Area Genangan Terluas dan Bangunan Terdampak Banjir

"Gambar (3a) Area Genangan Banjir Wilayah Jakarta (3b) Kecamatan dengan Genangan Banjir Terluas"

(3a) (3b)

Gambar (3a) Area Genangan Banjir Wilayah Jakarta (3b) Kecamatan dengan Genangan Banjir Terluas

Hasil pemetaan genangan banjir di wilayah Jakarta menunjukkan bahwa wilayah yang tergenang banjir berkisar 8.001 hektar, estimasi luasan area bangunan serta lahan pertanian yang terdampak banjir sebesar 7.387 dan 33 hektar. Terdapat 6 Kecamatan dengan area genangan banjir terluas, yaitu Kecamatan Cakung (659 hektar), Kecamatan Jagakarsa (591 hektar), Kecamatan Cengkareng (497 hektar), Kecamatan Penjaringan (410 hektar), Kecamatan Ciracas (365 hektar) dan Kecamatan Kelapa Gading (338 hektar). Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa banjir di Jakarta memiliki dampak yang signifikan terhadap wilayah permukiman, aktivitas masyarakat dan perekonomian kota.

Genangan Banjir dan Dampaknya Terhadap Demografi (Populasi)

"Populasi Terdampak Banjir Wilayah Jakarta"

Gambar 4. Populasi Terdampak Banjir Wilayah Jakarta

Populasi dengan Dampak Tertinggi

"Jiwa terdampak Banjir di Kecamatan Cakung dan Kelapa Gading Timur"

Gambar 5. Jiwa terdampak Banjir di Kecamatan Cakung dan Kelapa Gading Timur

"Jiwa Terdampak Genangan Banjir Kecamatan Cengkareng"

Gambar 6. Jiwa Terdampak Genangan Banjir Kecamatan Cengkareng

Populasi terdampak di Kecamatan Cakung dan Kelapa Gading berkisar antara 917-1.120 jiwa, sementara jumlah tertinggi terdampak ada di Kecamatan Cengkareng dengan 1.120-1.273 jiwa. Data demografi dari platform GEO MAPID menunjukkan bahwa Kecamatan Cengkareng (sampel di Desa Pegadungan dan Duri Kosambi, dengan populasi 90-100 ribu jiwa) memiliki jumlah penduduk yang lebih tinggi dibandingkan Kecamatan Cakung (Desa Cakung Barat) dan Kecamatan Pulogadung (Desa Kayu Putih) yang berkisar 50-75 ribu jiwa. Terdapat korelasi positif antara kepadatan penduduk dan jumlah penduduk yang terdampak banjir. Semakin padat penduduk di suatu wilayah, semakin besar potensi jumlah penduduk yang terkena dampak banjir.

Populasi dengan Dampak Terendah

"Jiwa Terdampak Genangan Banjir Kecamatan Penjaringan"

Gambar 7. Jiwa Terdampak Genangan Banjir Kecamatan Penjaringan

Daerah Penjaringan terutama di desa Kamal Muara merupakan daerah dengan populasi dengan dampak terendah disebabkan oleh jumlah penduduk yang lebih sedikit dibandingkan dengan Kecamatan Pulogadung, Cakung dan Cengkareng yaitu 18.382 jiwa dan luasan genangan banjir di desa tersebut yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa daerah dengan populasi yang lebih kecil memiliki risiko terdampak banjir yang lebih rendah.

Bangunan Terdampak dan Zona Nilai Tanah

"Bangunan Terdampak Banjir Wilayah Jakarta"

Gambar 8. Bangunan Terdampak Banjir Wilayah Jakarta

"Zona Nilai Tanah Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan"

Gambar 9. Zona Nilai Tanah Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan

Gambar di atas menunjukkan sebagian besar area yang tergenang didominasi oleh area bangunan. Area yang sering tergenang banjir memiliki risiko yang tinggi berdampak terhadap zona nilai tanah dimana menurunkan minat untuk membeli tanah di wilayah yang rawan banjir dikarenakan pembeli lebih memilih area yang lebih aman, selain itu banjir dapat merusak properti maupun fasilitas di area terdampak sehingga biaya perbaikan yang semakin tinggi dan turunnya minat investor untuk berinvestasi.

Elevasi dan Genangan Banjir

"Cross Section Eleveation Wilayah Jakarta (Timur Laut ke arah Barat Daya)"

Gambar 10. Cross Section Eleveation Wilayah Jakarta (Timur Laut ke arah Barat Daya)

"Cross Section Elevation Wilayah Jakarta (Barat Laut ke arah Tenggara)"

Gambar 11. Cross Section Elevation Wilayah Jakarta (Barat Laut ke arah Tenggara)

Hasil dari pemanfaatan toolbox elevation di platform GEO MAPID diperoleh elevasi terendah berada di Jakarta Timur (Pulogadung dan Cakung) dan Jakarta Pusat (Tanah Abang) dengan nilai -40 meter dan elevasi tertinggi berada diJakarta Timur bagian selatan (Ciracas dan Cipayung) dan Jakarta Selatan (Jagakarsa) dengan elevasi 50 meter. Beberapa peneliti menyatakan bahwa topografi wilayah Jakarta yang cenderung rendah atau datar berkisar 0-8% karena daerah Jakarta yang terletak di hulu sungai dan pesisir pantai. Elevasi daerah Jakarta juga semakin turun dikarenakan land subsidence yang awalnya muka tanah turun 5-6 cm/tahun meningkat menjadi 10-11 cm/tahun. Berdasarkan data tersebut memberikan gambaran yang sangat jelas tentang kondisi topografi Jakarta yang rentan terhadap banjir. Kombinasi elevasi muka tanah yang rendah, terutama di wilayah utara dan tengah Jakarta, dengan laju penurunan muka tanah yang semakin cepat akibat subsidensi, menciptakan kondisi yang sangat ideal untuk terjadinya genangan banjir.

Kejadian banjir Januari 2020 merendam sebagian besar wilayah Jakarta sehingga menyebabkan kerugian yang besar baik sektor sosial-ekonomi, bahkan memakan korban jiwa.

  • Dominasi Kerusakan di Wilayah Urban: Luas bangunan yang terdampak jauh lebih besar dibandingkan dengan lahan pertanian menunjukkan bahwa kawasan urban di Jakarta sangat rentan terhadap banjir. Hal ini mengindikasikan urbanisasi yang pesat, perubahan tata guna lahan, dan kurangnya infrastruktur drainase yang memadai.
  • Kerugian Ekonomi yang Signifikan: Kerusakan bangunan dan infrastruktur lainnya mengakibatkan kerugian ekonomi yang sangat besar. Selain biaya perbaikan, banjir juga menyebabkan penurunan aktivitas ekonomi, seperti gangguan pada sektor perdagangan, industri, dan pariwisata.
  • Dampak terhadap Ketahanan Pangan: Meskipun luasan lahan pertanian yang terdampak relatif kecil, namun kerusakan pada sektor pertanian dapat mengganggu ketahanan pangan lokal. Kerusakan tanaman dan infrastruktur pertanian dapat mengurangi produksi pangan dan meningkatkan harga pangan.
  • Kerentanan Sosial: Banjir juga berdampak signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Pengungsian massal, kerusakan rumah, dan hilangnya mata pencaharian dapat menyebabkan trauma psikologis dan masalah sosial lainnya.

Upaya Untuk Mengurangi Dampak Banjir

  • Perencanaan Tata Ruang: Dapat dilakukan perluasan ruang terbuka hijau (seperti taman kota, kebun hujan, dan atap hijau), lubang resapan biopori, vegetasi di atap (green roof) sebagai area resapan air, dan mengatur jumlah pembangunan di area rawan banjir.
  • Peningkatan Kesiapsiagaan dan Mitigasi Bencana: Perlu dilakukan pengenalan dini kepada masyarakan mengenai area rawan banjir dan jalur evakuasi, integrasi dengan teknologi GIS untuk pemantauan cuaca real-time dan peringatan dini banjir untuk menekan angka korban terdampak banjir.
  • Optimalisasi Sistem Drainase: Peningkatan kapasitas tampungan drainase untuk menangani curah hujan ekstrem dan pemetaan terhadap drainase yang rusak atau mengalami penyubatan.

Kesimpulan

Banjir Jakarta 2020 merupakan bencana besar yang memberikan dampak yang besar yaitu kerusakan infrastrukrur, bangunan, pemukiman, korban jiwa serta kerugian sosial-ekonomi. Genangan banjir di Jakarta merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk topografi, perubahan iklim, dan aktivitas manusia. Data pemetaan genangan banjir memberikan informasi yang sangat berharga untuk memahami dampak banjir dan merumuskan solusi jangka panjang. Dengan belajar dari pengalaman masa lalu, kita dapat membangun Jakarta yang lebih tangguh terhadap bencana.

Oleh : Rofiatul Mutmainah

Daftar Rujukan :

Priyatna, M., Khomarudin, M.R., Wijaya, S.K., Yulianto, F., Nugroho, G., Afgatiani, P.M., Rarasati, A. and Hussein, M.A., 2023. Rapid Flood Mapping Using Statistical Sampling Threshold Based on Sentinel-1 Imagery in the Barito Watershed, South Kalimantan Province, Indonesia. Journal of Engineering & Technological Sciences, 55(1).

Bioresita, F., Ngurawan, M.G.R. and Hayati, N., 2022. Identifikasi Sebaran Spasial Genangan Banjir Memanfaatkan Citra Sentinel-1 dan Google Earth Engine (Studi Kasus: Banjir Kalimantan Selatan). Geoid, 17(1), pp.108-118.

UN Spider. In Detail: Recommended Practice: Flood Mapping and Damage Assessment Using Sentinel-1 SAR Data in Google Earth Engine. Diakses tanggal 5 Juli 2024, dari https://un-spider.org/advisory-support/recommended-practices/recommended-practice-google-earth-engine-flood-mapping/in-detail

Vanama, V.S.K., Rao, Y.S. and Bhatt, C.M., 2021. Change detection based flood mapping using multi-temporal Earth Observation satellite images: 2018 flood event of Kerala, India. European Journal of Remote Sensing, 54(1), pp.42-58.

Data Publications