Location Intelligence dalam Perencanaan Tanggap Cepat Fasilitas Medis Darurat: Studi Kasus di Wilayah Urban Sprawl Yogyakarta dengan Metode Gravity Model

13/08/2024 • Muh Fiqri Abdi Rabbi

Perencanaan Tanggap Cepat Fasilitas Medis Darurat Baru


Header

ABSTRAK

Ketimpangan akses layanan medis darurat di kawasan perkotaan Yogyakarta mengakibatkan dampak fatal, terutama di wilayah urban sprawl yang berkembang pesat seperti Wirobrajan, Mantrijeron, dan Kotagede. Hanya 40% penduduk Yogyakarta yang dapat mencapai fasilitas medis darurat dalam 30 menit, dan hanya 25% di wilayah sprawl yang dapat mengakses dalam waktu kurang dari 15 menit. Penelitian ini bertujuan menganalisis cakupan fasilitas medis darurat di Yogyakarta berdasarkan waktu respons ambulans, membandingkan cakupan antara pusat kota dan wilayah sprawl dengan menggunakan metode p-dispersed-median (p-DIME) untuk menemukan lokasi potensial fasilitas medis. Fokus utama kami adalah pada wilayah sprawlyang menunjukkan kesenjangan cakupan yang signifikan. Untuk mengatasi masalah ini, penelitian ini mengadopsi metode p-dispersed-median (p-DIME) guna menemukan lokasi potensial untuk penyebaran fasilitas medis darurat. Selain itu, kami juga akan mengidentifikasi rute dengan waktu tercepat untuk akses, dengan mempertimbangkan kondisi jalan, lebar jalan, tingkat kemacetan, serta faktor demografi dan infrastruktur atau fasilitas umum sebagai penentuan prioritas. Penekanan pada berbagai hambatan ini menjadi pembeda utama dari banyak penelitian sebelumnya. Hasil penelitian diharapkan memberikan solusi inovatif untuk distribusi layanan medis darurat yang lebih merata, mendukung pencapaian SDGs 3 dan 11, serta menjadi model yang dapat direplikasi di wilayah urban sprawl lainnya.

Kata Kunci: Urban Sprawl, Fasilitas Medis Darurat, Isokron, p-dispersed-median (p-DIME), Akses Kesehatan

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ketimpangan akses layanan medis darurat di kawasan perkotaan Yogyakarta telah menjadi isu krusial yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan masyarakat. Masalah ini terutama dirasakan di wilayah urban sprawl seperti Wirobrajan, Mantrijeron, dan Kotagede, di mana akses terhadap fasilitas medis darurat sangat terbatas. Hanya 40% penduduk Yogyakarta yang dapat mencapai fasilitas medis darurat dalam waktu 30 menit, dan lebih parah lagi, hanya 25% penduduk di wilayah sprawl yang dapat mengakses dalam waktu kurang dari 15 menit.

Mengurangi waktu tempuh untuk mencapai layanan medis darurat merupakan tujuan utama dalam perawatan pra-rumah sakit, namun potensi pengaruh fitur lingkungan terbangun seperti urban sprawlterhadap keterjangkauan dan efektivitas spasial fasilitas medis darurat sering kali tidak dipertimbangkan. Penelitian ini mengukur hubungan antara urban sprawl dan keterjangkauan fasilitas medis darurat untuk menguji hipotesis bahwa fitur perkembangan yang menyebar meningkatkan kemungkinan keterlambatan dalam akses ke fasilitas tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis cakupan fasilitas medis darurat di Yogyakarta berdasarkan waktu tempuh dan membandingkan cakupan antara pusat kota dan wilayah sprawl. Untuk mencapai tujuan ini, metode p-dispersed-median (p-DIME) digunakan guna menemukan lokasi potensial untuk penyebaran fasilitas medis darurat yang lebih merata. Fokus utama penelitian ini adalah pada wilayah sprawl yang menunjukkan kesenjangan cakupan yang signifikan.

Untuk analisis lokasi optimal fasilitas medis darurat, peta lokasi optimal yang dihasilkan oleh model p-DIME akan divisualisasikan. Metode ini membantu menentukan lokasi strategis untuk fasilitas medis baru yang dapat meningkatkan cakupan layanan. Peta ini kemudian dibandingkan dengan peta fasilitas medis yang ada untuk menunjukkan peningkatan cakupan, memberikan gambaran jelas tentang bagaimana distribusi fasilitas baru dapat memperbaiki cakupan layanan.

Perkiraan aksesibilitas dan jumlah permintaan yang bisa dilayani juga menjadi bagian penting dalam penelitian ini. Visualisasi area cakupan fasilitas medis baru dengan buffer waktu tempuh 15 dan 30 menit akan ditampilkan, menunjukkan bagaimana fasilitas baru akan mempengaruhi aksesibilitas layanan medis. Selain itu, peta jumlah permintaan yang terlayani akan menampilkan jumlah penduduk yang terlayani oleh fasilitas medis baru dalam buffer waktu tempuh yang ditentukan, memberikan estimasi seberapa banyak populasi yang akan mendapatkan manfaat dari fasilitas baru tersebut.

Evaluasi Efektivitas Layanan Medis Darurat mencakup visualisasi area cakupan fasilitas medis darurat yang ada dengan menggunakan buffer 15 dan 30 menit waktu tempuh, serta overlay peta populasi dengan peta cakupan untuk menunjukkan seberapa banyak permintaan yang dilayani. Hal ini membantu mengevaluasi efektivitas layanan medis darurat dalam memenuhi kebutuhan populasi dan memahami seberapa luas cakupan layanan yang ada saat ini serta area mana yang kurang terlayani.

Penekanan pada berbagai hambatan ini menjadi pembeda utama dari banyak penelitian sebelumnya. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan solusi inovatif untuk distribusi layanan medis darurat yang lebih merata, mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) 3 dan 11, serta menjadi model yang dapat direplikasi di wilayah urban sprawl lainnya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

  1. 1.
    Bagaimana memetakan cakupan dan Efektivitas Layanan Medis Darurat eksisting di Kawasan Perkotaan Yogyakarta dan pinggiran (sprawl) Kawasan Perkotaan Yogyakarta ?
  1. 2.
    Bagaimana Memetakan Lokasi Optimal untuk Pembangunan Fasilitas Medis Darurat Baru di Pinggiran (sprawl) Kawasan Perkotaan Yogyakarta dengan Menggunakan Metode p-Dispersed-Median (p-DIME)?
  1. 3.
    Bagaimana Memetakan Efektivitas Lokasi-Lokasi Optimal Fasilitas Medis Darurat Baru dalam Meningkatkan Cakupan Layanan Medis di pinggiran (sprawl) Kawasan Perkotaan Yogyakarta dan Kawasan Inti Perkotaan Yogyakarta ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dalam penelitian ini diantaranya berupa :

  1. 1.
    Memetakan cakupan dan Efektivitas Layanan Medis Darurat eksisting di Kawasan Perkotaan Yogyakarta dan pinggiran (sprawl) Kawasan Perkotaan Yogyakarta.
  1. 2.
    Memetakan Lokasi Optimal untuk Pembangunan Fasilitas Medis Darurat Baru di Pinggiran (sprawl) Kawasan Perkotaan Yogyakarta dengan Menggunakan Metode p-Dispersed-Median (p-DIME).
  1. 3.
    Memetakan Efektivitas Lokasi-Lokasi Optimal Fasilitas Medis Darurat Baru dalam Meningkatkan Cakupan Layanan Medis di pinggiran (sprawl) Kawasan Perkotaan Yogyakarta dan Kawasan Inti Perkotaan Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini yang diharapkan berupa:

  1. 1.
    Manfaat dari segi teoritis
  • Penelitian ini memperkaya literatur tentang strategi penentuan lokasi optimal fasilitas medis darurat di kawasan urban sprawl dengan menggunakan metode p-dispersed-median(p-DIME).
  • Mengaplikasikan dan mengevaluasi efektivitas metode p-dispersed-median (p-DIME) dalam konteks perencanaan layanan kesehatan di wilayah perkotaan.

2. Manfaat dari segi praktis

  • Peningkatan Akses Layanan: Penelitian ini dapat membantu meningkatkan aksesibilitas dan kualitas layanan medis di Yogyakarta melalui penentuan lokasi strategis untuk fasilitas medis baru.
  • Alat Perencanaan: Metode dan peta yang dihasilkan menjadi panduan bagi perencana kota dalam menempatkan fasilitas medis darurat secara optimal, baik di inti perkotaan maupun di kawasan urban sprawl.

3. Manfaat dari segi kebijakan

  • Bagi Pemerintah Provinsi D.I. Yogyakarta : Penelitian ini menyediakan data dan analisis yang dapat menjadi dasar bagi Pemerintah Provinsi Yogyakarta dalam merumuskan kebijakan alokasi anggaran dan perencanaan pembangunan fasilitas medis yang lebih merata di seluruh wilayah, termasuk kawasan urban sprawl.
  • Bagi Pemerintah Kabupaten/Kota: Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh masing-masing kabupaten/kota di Yogyakarta untuk mengidentifikasi kebutuhan dan mengarahkan pembangunan fasilitas medis darurat di wilayah yang kurang terlayani, sehingga dapat meningkatkan cakupan layanan kesehatan di tingkat lokal.
  • Bagi Dinas Terkait : Dinas terkait seperti Dinas Kesehatan dan Dinas Pekerjaan Umum & Tata Ruang dapat memanfaatkan temuan penelitian ini untuk merancang dan mengimplementasikan program- program pembangunan infrastruktur kesehatan yang lebih efisien dan tepat sasaran. Data yang dihasilkan juga dapat digunakan dalam penentuan prioritas pembangunan serta pengalokasian sumber daya yang lebih efektif.

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah pinggiran dan inti Kawasan Perkotaan Yogyakarta. Kawasan Perkotaan Yogyakarta (KPY) adalah wilayah yang ditetapkan sebagai upaya untuk mengendalikan perkembangan kawasan perkotaan agar tidak merembet ke wilayah sekitarnya. KPY mencakup Kota Yogyakarta dan beberapa kecamatan di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Wilayah inti dan pinggiran KPY pada penelitian ini didefinikan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Selang, et.al. (2018). Wilayah inti yang dimaksud merupakan Kawasan Perkotaan Yogyakarta yang sudah eksisting dan diatur dalam Perda Provinsi DIY No. 2 Tahun 2010. Sementara yang didefinisikan sebagai wilayah pinggiran adalah desa/kelurahan di sekitar Kawasan Inti KPY yang mengalami urban sprawl.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian di Kawasan Inti dan Pinggiran Perkotaan Yogyakarta

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian di Kawasan Inti dan Pinggiran Perkotaan Yogyakarta

B. Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data spasial yang mencakup data titik rumah sakit sebagai variabel dependen dan data spasial lainnya yang menjadi faktor penentuan cakupan dan efektifitas pelayanan fasilitas medis darurat sebagai variabel independen.

1. Data Koordinat Rumah Sakit Eksisting di Kawasan Inti dan Pinggiran KPY

Data Koordinat Rumah Sakit Eksisting di Kawasan Inti dan Pinggiran KPY merupakan data yang berisi informasi koordinat geografis dari fasilitas medis, khususnya yang memiliki fasilitas medis darurat. Fasilitas medis darurat yang digunakan datanya meliputi fasilitas medis darurat di Kawasan inti KPY dan juga fasilitas medis darurat di Kawasan pinggiran KPY. Data ini diperoleh dari Badan Informasi Geospasial (BIG).

2. Data Grid WorldPop

WorldPop menyediakan data kepadatan populasi global dengan resolusi tinggi dalam bentuk grid raster. Data ini memberikan informasi detail mengenai distribusi populasi dalam area yang dianalisis. Grid WorldPop biasanya memiliki resolusi mulai dari 100 meter hingga 1 kilometer, tergantung wilayahnya. Data ini digunakan untuk menghitung populasi yang berada dalam cakupan service area setiap fasilitas kesehatan (faskes). Populasi yang terlayani oleh setiap faskes diidentifikasi berdasarkan area layanan yang dihasilkan dari analisis jaringan jalan. Dengan demikian, data ini penting untuk menilai apakah lokasi faskes baru dapat menjangkau populasi yang belum terlayani. Data ini diambil dari WorldPop Project (https://www.worldpop.org/), yang menyediakan data populasi yang dapat diakses secara gratis untuk berbagai kebutuhan penelitian dan kebijakan.

3. Data Batas Administrasi

Data batas administrasi mencakup batas-batas wilayah administratif seperti kota, kabupaten, kecamatan, hingga kelurahan. Data ini biasanya berupa shapefile yang dapat diolah dalam perangkat lunak GIS untuk menentukan area cakupan dari suatu analisis. Data ini digunakan untuk delineasi batas kawasan urban sprawl, yang merupakan area di mana populasi dan infrastruktur menyebar di luar batas-batas perkotaan. Selain itu, batas administrasi digunakan untuk menentukan area analisis dan mengintegrasikan data populasi berdasarkan wilayah administratif tertentu. Data ini diperoleh dari Badan Informasi Geospasial (BIG).

4. Data Jaringan Jalan

Data jaringan jalan mencakup informasi mengenai jaringan infrastruktur jalan yang ada, seperti jalan utama, jalan arteri, jalan penghubung, dan jalan lokal. Data ini disajikan dalam bentuk shapefile yang berisi garis poligon yang mewakili jalur jalan di wilayah analisis. Data ini digunakan untuk menentukan service area fasilitas kesehatan berdasarkan aksesibilitas jalan. Analisis ini mempertimbangkan waktu tempuh dan jarak ke fasilitas kesehatan, serta memungkinkan untuk mengidentifikasi wilayah yang tidak terlayani dengan baik oleh infrastruktur yang ada. Data ini diperoleh dari OpenStreetMap (OSM).

5. Data Rawan Kemacetan

Data ini memberikan informasi mengenai lokasi jalan-jalan yang sering mengalami kemacetan. Kemacetan dapat mengurangi aksesibilitas ke fasilitas kesehatan, sehingga penting untuk mempertimbangkan data ini dalam analisis lokasi. Dalam model p-DIME, data kemacetan jalan digunakan untuk mengevaluasi dampak kemacetan pada aksesibilitas fasilitas kesehatan. Ini membantu dalam memastikan bahwa fasilitas kesehatan yang baru dibangun tetap dapat diakses dengan baik oleh populasi target, bahkan di daerah dengan lalu lintas padat. Data kemacetan dapat diperoleh dari survei lalu lintas yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan atau dari sumber data sekunder seperti aplikasi pemetaan digital yang menyediakan informasi lalu lintas waktu nyata (misalnya, Google Maps, Waze).

6. Data Jumlah Penduduk/Kecamatan

Data ini mencakup informasi jumlah penduduk per kecamatan yang dianalisis. Informasi ini mencakup total populasi, distribusi demografi, dan kepadatan penduduk di setiap kelurahan. Data ini digunakan untuk mengukur cakupan pelayanan fasilitas kesehatan yang ada dan mengidentifikasi wilayah dengan populasi tinggi yang mungkin memerlukan fasilitas kesehatan tambahan. Data ini juga membantu dalam memastikan bahwa faskes baru ditempatkan di area yang dapat melayani jumlah populasi yang optimal. Data jumlah penduduk biasanya diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) atau dari pemerintah daerah setempat yang menyediakan data demografi melalui sensus penduduk atau survei (https://www.bps.go.id).

Tabel Data

Diagram Alir Penelitian

C. Tahapan Pengolahan Data

1. Analisis Service Area Fasilitas Kesehatan Darurat Eksisting

Dalam analisis jangkauan dan cakupan layanan fasilitas medis darurat, data jaringan jalan di kawasan perkotaan Yogyakarta yang mencakup atribut kemacetan memainkan peran penting. Data ini menyediakan informasi mendetail tentang kecepatan maksimum, jenis jalan, serta tingkat kemacetan yang berfungsi sebagai basis untuk mengestimasi waktu tempuh lebih akurat dalam kondisi lalu lintas yang sebenarnya.

Tahapan pengolahan data dimulai dengan pengumpulan dan persiapan data jaringan jalan, yang melibatkan integrasi data jaringan jalan dan lokasi fasilitas medis darurat ke dalam QGIS. Data ini, yang telah disiapkan dengan proyeksi geografis yang tepat, digunakan untuk membentuk Network Dataset di QNEAT3. Network Dataset ini memungkinkan analisis "Fastest Path Driving", di mana atribut kemacetan memperkaya model dengan simulasi waktu tempuh yang lebih realistis di berbagai jenis jalan, terutama di jalan yang rawan kemacetan.

Selanjutnya, penentuan parameter waktu tempuh dilakukan dengan menetapkan interval 10, 20, 30, dan 40 menit. Interval waktu ini berfungsi sebagai dasar untuk menentukan jangkauan layanan medis darurat dalam analisis service area. Pelaksanaan analisis service area dengan QNEAT3 kemudian menghasilkan poligon-poligon yang menunjukkan cakupan layanan medis darurat untuk setiap rentang waktu, dengan mempertimbangkan kondisi kemacetan pada jaringan jalan.

Hasil analisis divisualisasikan dalam bentuk peta service area, yang menunjukkan area yang dapat dicapai oleh layanan medis darurat dalam waktu yang ditentukan. Tahapan ini diakhiri dengan visualisasi dan validasi hasil, di mana hasil analisis dibandingkan dengan data lapangan atau referensi lain untuk memastikan ketepatan estimasi. Interpretasi dan dokumentasi hasil analisis kemudian dilakukan untuk memahami pengaruh kemacetan terhadap aksesibilitas layanan medis. Dokumentasi ini mencakup semua langkah, parameter, dan hasil analisis, yang memberikan dasar kuat untuk perencanaan kesehatan dan peningkatan infrastruktur jalan di kawasan perkotaan Yogyakarta.

2. Pemodelan Gravity Model Untuk Penentuan Fasilitas Kesehatan Darurat Eksisting

Pemodelan Gravity Model untuk penentuan lokasi fasilitas kesehatan darurat melibatkan beberapa tahapan kritis yang bertujuan untuk menganalisis interaksi antara lokasi rumah sakit dan pusat populasi (centroid). Dalam situasi di mana satu rumah sakit memiliki kedekatan dengan beberapa centroid (misalnya, centroid a, b, dan c), kita akan mendapatkan beberapa entri di dalam tabel atribut yang mewakili jarak dari rumah sakit ke masing-masing centroid. Berikut adalah tahapan pengolahan data yang diperlukan:

a) Gunakan Distance Matrix untuk Menyusun Data Jarak

Distance Matrix di perangkat lunak GIS seperti QGIS digunakan untuk menghitung jarak antara setiap rumah sakit dan centroid yang terdekat. Setiap kombinasi rumah sakit-centroid menghasilkan sebuah entri dalam tabel atribut yang mencakup ID rumah sakit, ID centroid, jarak antara keduanya, serta jumlah populasi di setiap centroid.

b) Perhitungan Interaksi Gravitasi

Setelah data jarak dikumpulkan, tambahkan kolom baru dalam tabel atribut untuk menyimpan nilai interaksi gravitasi. Nilai ini dihitung menggunakan rumus yang mempertimbangkan jarak dan populasi di setiap centroid. Interaksi gravitasi ini menunjukkan seberapa kuat pengaruh sebuah rumah sakit terhadap populasi di centroid tertentu.

Interaksi Gravitasi

c) Perhitungan Koordinat Berbobot untuk Rumah Sakit

Untuk menentukan koordinat baru rumah sakit berdasarkan interaksi gravitasi dengan centroid, tambahkan dua kolom baru pada tabel atribut untuk menyimpan koordinat X dan Y baru. Gunakan rumus berikut untuk menghitung koordinat berbobot:

Koordinat Bobot RS

Dimana :

  • Xi​ dan YiY_iYi​ adalah koordinat centroid.
  • III adalah nilai interaksi gravitasi. Rumus ini menghitung posisi rata-rata berbobot berdasarkan pengaruh gravitasi dari semua centroid terhadap rumah sakit.

d) Pemindahan Titik Rumah Sakit

Setelah koordinat baru dihitung, gunakan alat seperti "Geometry by Expression" atau "Field Calculator" di GIS untuk memindahkan titik rumah sakit ke posisi yang baru, yang telah dihitung berdasarkan interaksi gravitasi dengan centroid.

e) Validasi dan Dokumentasi

Langkah terakhir adalah memvalidasi hasil pemindahan dengan memeriksa visualisasi peta untuk memastikan akurasi posisi baru rumah sakit. Dokumentasikan semua langkah, rumus yang digunakan, dan hasil akhir untuk justifikasi akademis dan keperluan evaluasi lebih lanjut.

3. Analisis Service Area Fasilitas Kesehatan Darurat Hasil Gravity Model

Hasil titik dari rumah sakit dari Gravity Model kemudian digabungkan dengan titik rumah sakit eksisting. Hasil gabungan keduanya kemudian dianalisis cakupan layanannya dengan menggunakan analisis Service area seperti pada analisis service area terhadap titik rumah sakit eksisting sebelumnya. Hasil analisis keduanya kemudian dibandingkan untuk melihat perbedaan cakupan area layanan sebelum dan sesudah penambahan titik rumah sakit baru hasil Gravity Model

Hasil dan Pembahasan

A. Hasil Analisis Service Area Fasilitas Kesehatan Darurat Eksisting

Sebelum

Gambar di atas menunjukkan hasil analisis service area untuk fasilitas kesehatan darurat di kawasan perkotaan Yogyakarta, dengan menggunakan model fastest path berbasis waktu tempuh yang dipengaruhi oleh kondisi kemacetan jalan. Warna-warna yang berbeda pada peta mengindikasikan jangkauan layanan berdasarkan interval waktu tempuh: merah untuk 10 menit, kuning untuk 20 menit, hijau muda untuk 30 menit, dan hijau tua untuk 40 menit. Dari hasil analisis ini, terlihat bahwa cakupan layanan terpadat berada di area tengah peta, yang dicakup oleh warna merah. Area ini menunjukkan bahwa banyak fasilitas kesehatan darurat yang dapat dicapai dalam waktu tempuh 10 menit, yang menandakan aksesibilitas yang tinggi dan pelayanan yang cepat dalam situasi darurat di pusat kota Yogyakarta. Sebaliknya, wilayah dengan cakupan waktu yang lebih lama, yang diwakili oleh warna hijau tua (40 menit), berada di bagian pinggiran peta. Hal ini menunjukkan bahwa area tersebut memiliki akses yang lebih terbatas terhadap fasilitas kesehatan darurat, yang dapat disebabkan oleh faktor seperti kemacetan lalu lintas, jarak yang jauh, atau kondisi jalan yang tidak optimal. Cakupan warna kuning dan hijau muda mengisi wilayah antara pusat dan pinggiran, menunjukkan area di mana fasilitas kesehatan dapat diakses dalam 20 hingga 30 menit. Ini memberikan gambaran yang lebih rinci tentang bagaimana waktu tempuh bervariasi di seluruh wilayah berdasarkan kondisi jaringan jalan. Secara keseluruhan, analisis ini mengindikasikan bahwa meskipun fasilitas kesehatan darurat cukup mudah diakses di pusat kota, area pinggiran memiliki tantangan aksesibilitas yang lebih besar. Hasil ini dapat menjadi dasar untuk pengambilan keputusan dalam pengembangan infrastruktur kesehatan dan perbaikan jaringan jalan, guna memastikan akses yang lebih merata dan efisien ke layanan darurat di seluruh kawasan perkotaan Yogyakarta.

B. Hasil Titik Rumah Sakit Baru dari Pemodelan Gravity-Model

RS Baru

Gambar di atas menunjukkan distribusi rumah sakit di kawasan Yogyakarta, dengan titik berwarna merah kecokelatan mewakili rumah sakit yang sudah ada (eksisting) dan titik berwarna biru menunjukkan penambahan rumah sakit baru berdasarkan hasil model gravitasi.

Dari gambar tersebut, terlihat bahwa rumah sakit eksisting tersebar cukup merata di sekitar area pusat kota Yogyakarta, dengan kepadatan yang lebih tinggi di pusat kota. Hal ini mengindikasikan bahwa aksesibilitas ke rumah sakit lebih baik di wilayah pusat kota, sementara wilayah pinggiran memiliki lebih sedikit fasilitas. Penambahan titik rumah sakit baru yang ditandai dengan warna biru tampaknya direncanakan di area yang lebih jauh dari pusat kota dan di area dengan kepadatan fasilitas kesehatan yang lebih rendah. Penempatan titik-titik baru ini berdasarkan model gravitasi bertujuan untuk meningkatkan cakupan layanan kesehatan darurat, terutama di daerah yang sebelumnya memiliki akses lebih terbatas.

C. Efektivitas Lokasi-Lokasi Optimal Fasilitas Medis Darurat Baru dalam Meningkatkan Cakupan Layanan Medis

Sesudah

Gambar diatas menunjukkan hasil analisis service area fasilitas medis darurat di kawasan perkotaan Yogyakarta, yang telah diperbarui dengan penambahan titik lokasi fasilitas medis darurat berdasarkan model gravitasi. Model gravitasi ini mempertimbangkan distribusi populasi serta kebutuhan layanan kesehatan darurat untuk menentukan lokasi optimal bagi fasilitas medis tambahan. Pada peta, area berwarna coklat menggambarkan lokasi baru yang optimal untuk fasilitas kesehatan darurat, yang bertujuan untuk meningkatkan cakupan layanan dan mengurangi waktu tempuh di wilayah-wilayah yang sebelumnya memiliki akses yang lebih terbatas.

Dengan penambahan titik fasilitas medis darurat ini, cakupan layanan terlihat lebih merata di seluruh wilayah, terutama di daerah yang sebelumnya berada dalam kategori waktu tempuh yang lebih lama (warna hijau tua). Penambahan fasilitas ini dapat secara signifikan mengurangi waktu respons dalam keadaan darurat, terutama di daerah pinggiran yang sebelumnya sulit dijangkau. Analisis ini menunjukkan pentingnya strategi penempatan fasilitas kesehatan berbasis data untuk mengoptimalkan aksesibilitas dan efisiensi layanan darurat di seluruh kawasan perkotaan Yogyakarta.

Integrasi hasil ini dapat menjadi panduan dalam perencanaan kebijakan kesehatan dan infrastruktur untuk memastikan ketersediaan layanan darurat yang lebih merata di semua wilayah, sekaligus meningkatkan kapasitas sistem kesehatan dalam merespons situasi darurat dengan lebih efektif.

Grafik

Grafik yang ditampilkan menunjukkan perbandingan jumlah penduduk yang tercakup dalam area pelayanan fasilitas kesehatan darurat sebelum dan sesudah penambahan titik lokasi fasilitas medis baru menggunakan model gravitasi. Sumbu vertikal grafik mewakili jumlah penduduk, sedangkan sumbu horizontal menunjukkan interval waktu tempuh (dalam menit) ke fasilitas kesehatan darurat, dengan kategori 10, 20, 30, dan 40 menit. Warna biru pada grafik menunjukkan kondisi sebelum penambahan fasilitas baru, sementara warna oranye mewakili kondisi sesudahnya.

Dari grafik, terlihat peningkatan signifikan dalam jumlah penduduk yang dapat dilayani dalam waktu tempuh lebih singkat (10 dan 20 menit) setelah penambahan fasilitas medis baru. Sebagai contoh, untuk cakupan 10 menit, jumlah penduduk yang terlayani meningkat dari 262.681 menjadi 287.247, menunjukkan peningkatan aksesibilitas layanan medis bagi sekitar 24.566 orang. Pada cakupan 20 menit, peningkatan juga terlihat dari 738.806 menjadi 826.929, yang berarti ada tambahan sekitar 88.123 penduduk yang kini dapat mengakses layanan dalam waktu lebih cepat.

Sebaliknya, untuk interval waktu yang lebih panjang (30 dan 40 menit), jumlah penduduk yang tercakup tidak mengalami perubahan signifikan. Pada cakupan 30 menit, jumlah penduduk meningkat dari 1.130.205 menjadi 1.252.545, dengan tambahan cakupan untuk 122.340 orang. Sedangkan, pada cakupan 40 menit, jumlah penduduk yang terlayani tetap hampir sama, dengan sedikit penurunan dari 1.544.332 menjadi 1.544.332, menunjukkan bahwa penambahan fasilitas medis baru lebih efektif dalam meningkatkan akses di wilayah dengan waktu tempuh yang lebih pendek.

KESIMPULAN

Kesimpulan dari hasil analisis ini menunjukkan bahwa penambahan fasilitas medis darurat baru di kawasan perkotaan Yogyakarta, berdasarkan model gravitasi, berhasil meningkatkan aksesibilitas layanan kesehatan darurat terutama di area dengan waktu tempuh lebih singkat (10 dan 20 menit). Peningkatan ini berarti lebih banyak penduduk yang sekarang dapat mengakses layanan medis dengan cepat dalam situasi darurat, khususnya di pusat kota dan daerah sekitarnya. Namun, untuk area dengan waktu tempuh yang lebih lama (30 dan 40 menit), penambahan fasilitas baru tidak memberikan perubahan signifikan dalam cakupan populasi, menandakan perlunya strategi tambahan untuk memperbaiki aksesibilitas di wilayah pinggiran yang lebih jauh. Secara keseluruhan, hasil ini menggarisbawahi pentingnya penempatan strategis fasilitas kesehatan untuk memastikan distribusi layanan yang lebih merata dan efisien di seluruh wilayah, serta pentingnya kebijakan yang berfokus pada peningkatan infrastruktur jalan guna mendukung aksesibilitas yang lebih baik ke fasilitas kesehatan darurat.

Data Publications