Disusun oleh:
Ridho Alfi Mubarok
Latar Belakang
Kabupaten Bantul, yang terletak di Daerah Istimewa Yogyakarta, merupakan salah satu wilayah di Indonesia dengan tingkat risiko tinggi terhadap bencana gempa bumi. Kondisi ini dipengaruhi oleh posisi geografis Bantul yang berada di dekat pertemuan dua lempeng tektonik utama, yaitu Lempeng Indo-Australia dan Eurasia. Interaksi kedua lempeng ini sering memicu aktivitas seismik yang signifikan, menjadikan Bantul salah satu daerah rawan bencana gempa bumi di Indonesia (Rini. et al, 2022). Sejarah mencatat bahwa gempa bumi dahsyat pada tahun 2006 menyebabkan kerusakan infrastruktur yang luas serta korban jiwa yang sangat besar, menegaskan kerentanan wilayah ini terhadap ancaman bencana tersebut.
Dalam menghadapi risiko gempa bumi, diperlukan langkah mitigasi yang terencana dan terintegrasi untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan. Salah satu upaya penting adalah pemetaan tingkat bahaya gempa bumi. Pemetaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi wilayah-wilayah yang paling rentan terhadap guncangan seismik, sehingga dapat dilakukan tindakan preventif yang sesuai. Selain itu, pemetaan jalur evakuasi dan titik rencana shelter menjadi komponen krusial dalam strategi mitigasi. Jalur evakuasi yang dirancang dengan baik akan memudahkan masyarakat untuk bergerak ke tempat aman saat terjadi gempa, sementara titik shelter yang strategis dapat berfungsi sebagai lokasi perlindungan sementara yang aman, mengurangi risiko cedera dan kematian selama proses evakuasi darurat.
Penelitian ini berfokus pada penyusunan peta tingkat bahaya gempa bumi, pemetaan jalur evakuasi, serta identifikasi titik rencana shelter di Kabupaten Bantul. Dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh, data geospasial, dan analisis seismik, penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan informasi yang akurat dan aplikatif. Diharapkan, hasil penelitian ini dapat menjadi panduan strategis bagi pemerintah daerah dalam perencanaan kebencanaan dan meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat. Langkah ini diharapkan tidak hanya mampu mengurangi dampak bencana, tetapi juga mempercepat pemulihan wilayah pasca-bencana. Dengan demikian, penelitian ini berkontribusi pada upaya pembangunan berkelanjutan yang tangguh terhadap ancaman gempa bumi.
Metode
Wilayah Kajian
Kabupaten Bantul, yang terletak di bagian selatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, memiliki posisi geografis antara 07°44'04" - 08°00'27" Lintang Selatan dan 110°12'34" - 110°31'08" Bujur Timur. Wilayah ini berbatasan dengan Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman di utara, Kabupaten Gunungkidul di timur, Kabupaten Kulon Progo di barat, serta Samudra Hindia di selatan. Dengan luas sekitar 506,85 km², Bantul terdiri dari 17 kecamatan, 75 desa, dan 933 pedukuhan. Topografi Kabupaten Bantul bervariasi, mulai dari dataran rendah di bagian tengah, perbukitan di bagian timur dan barat, hingga kawasan pesisir di selatan. Kondisi geografis yang beragam ini membuat Bantul rentan terhadap berbagai bencana alam, terutama gempa bumi dan tsunami, karena lokasinya yang dekat dengan zona subduksi aktif antara Lempeng Indo-Australia dan Eurasia.
Bantul dipilih sebagai lokasi studi karena beberapa alasan. Sejarah mencatat gempa besar pada tahun 2006 dengan dampak yang signifikan, sementara letaknya yang dekat dengan zona subduksi meningkatkan risiko aktivitas seismik. Dengan populasi padat, keberadaan jalur evakuasi dan titik shelter sangat penting untuk mengurangi korban jiwa. Selain itu, pemetaan strategis ini mendukung kesiapsiagaan masyarakat, didukung oleh komitmen pemerintah melalui inisiatif Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada pemetaan bahaya serta penentuan jalur evakuasi dan titik shelter sementara dijelaskan pada tabel dibawah ini.
Sumber: Modul KRB Gempa Bumi BNPB
Kerangka Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memetakan bahaya, jalur evakuasi, dan titik shelter sementara di Kabupaten Bantul, serta menganalisis kerentanan sosial per kecamatan sebagai bagian dari praktikum mata kuliah Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk Kebencanaan. Data yang digunakan mencakup berbagai data geospasial dan non-spasial yang telah dijelaskan pada tabel alat dan bahan.
Proses penelitian meliputi pengumpulan data, pra-pemprosesan, integrasi, dan analisis spasial. Hasil yang diharapkan berupa peta bahaya, jalur evakuasi yang optimal, lokasi shelter sementara yang strategis, dan peta kerentanan sosial. Analisis dilakukan menggunakan software GIS untuk menghasilkan informasi spasial yang mendukung mitigasi kebencanaan. Berikut merupakan tahapan praktikum yang digambarkan melalui diagram alir dibawah ini.
Pemetaan Bahaya Bencana Gempa Bumi
Proses pembuatan peta bahaya gempa bumi umumnya melibatkan beberapa tahapan penting (Earthquake Research Committee, 2005). Tahap pertama adalah pemetaan intensitas guncangan atau percepatan puncak pada batuan dasar, yang dilakukan menggunakan analisis skenario gempa bumi atau pendekatan probabilistik dengan mempertimbangkan hubungan jarak atenuasi. Tahap kedua melibatkan pemetaan intensitas guncangan di permukaan tanah, yang diperoleh dengan mengalikan faktor amplifikasi tanah dengan intensitas guncangan pada batuan dasar.
Pada tahap kedua, salah satu parameter kunci yang dibutuhkan untuk menentukan faktor amplifikasi tanah adalah nilai distribusi kecepatan gelombang geser rata-rata dari permukaan tanah hingga kedalaman 30 meter (Vs30 atau AVS30). Idealnya, pengukuran kecepatan gelombang geser dilakukan langsung di lapangan dengan menggunakan teknik borehole. Namun, metode ini memerlukan biaya besar dan waktu yang lama, sehingga kurang efisien untuk kegiatan mitigasi risiko bencana yang mendesak. Sebagai alternatif, nilai faktor amplifikasi tanah dapat dihitung menggunakan pendekatan metode empiris yang diusulkan oleh Midorikawa et al. (1994) melalui persamaan.
Pemetaan Jalur Evakuasi dan Titik Shelter Sementara Bencana Gempa Bumi
Pemetaan jalur evakuasi dan penentuan titik shelter sementara untuk bencana gempa bumi di Kabupaten Bantul menggunakan data dari jaringan jalan dan POI (Point of Interest), pada praktikum ini saya menggunakan POI jenis Pemerintahan, Pendidikan, dan Peribadatan dari BIG yang diasumsikan sesuai untuk dijadikan titik shelter yang sangat penting dalam mitigasi risiko bencana. Metode yang digunakan adalah algoritma shortest path dari QGIS untuk menentukan rute evakuasi terpendek dari wilayah permukiman berisiko tinggi menuju titik shelter sementara. Proses ini melibatkan identifikasi wilayah permukiman berisiko tinggi, penentuan titik shelter sementara yang strategis, dan analisis jalur evakuasi menggunakan QGIS. Hasilnya adalah peta jalur evakuasi yang menunjukkan rute terpendek dan paling aman.
Pemetaan Kerentanan Sosial Bencana Gempa Bumi
Dilansir dari Modul KRB BNPB, kerentanan sosial ditentukan oleh parameter kepadatan penduduk dan kelompok rentan. Kelompok rentan mencakup rasio jenis kelamin, rasio usia rentan, rasio penduduk miskin, dan rasio penyandang disabilitas. Setiap parameter dianalisis menggunakan metode MCDA berdasarkan pedoman Perka BNPB No. 2 Tahun 2012 untuk menghasilkan indeks kerentanan sosial. dengan ketentuan skoring sebagai berikut.
Sumber: Perka BNPB No. 2 Tahun 2012 BNPB No. 2 Tahun 2012
HASIL DAN PEMBAHASAN
Peta Bahaya Gempa Bumi Kabupaten Bantul
Pada peta bahaya gempa bumi yang saya buat menggunakan berbagai data geospasial, dihasilkan peta tingkat bahaya gempa bumi Kabupaten Bantul dengan tiga klasifikasi bencana, yaitu:
-
1.Bahaya Rendah, dengan simbol warna hijau, yang tersebar sedikit di sekitar wilayah barat laut Kabupaten Bantul.
-
2.Bahaya Sedang, yang disimbolkan dengan warna kuning, tersebar di bagian barat hingga tenggara Kabupaten Bantul.
-
3.Bahaya Tinggi, yang mendominasi dari keseluruhan kelas, tersebar dari bagian selatan, tengah, hingga utara Kabupaten Bantul.
Klasifikasi tingkat bahaya tinggi mendominasi karena sesuai dengan kondisi fisik Kabupaten Bantul yang juga dilalui oleh sesar aktif, yaitu sesar Opak, yang merupakan salah satu sesar aktif di Indonesia dengan panjang 45 km. Sesar ini menjadi penyebab gempa bumi Yogyakarta tahun 2006 dengan kekuatan 6,3 SR yang menyebabkan lebih dari 5.700 jiwa meninggal dunia.
Peta Jalur Evakuasi dan Titik Shelter Sementara Bencana Gempa Bumi Kabupaten Bantul
Peta jalur evakuasi dan sebaran titik shelter diatas dibuat berdasarkan jaringan jalan yang disediakan oleh Badan Informasi geospasial. Untuk titik shelter, terdiri dari beberapa infrastruktur yakni sarana ibadah, sarana pendidikan, dan fasilitas pemerintahan. Lokasi titik shelter dipilih di wilayah dengan tingkat bahaya gempa rendah. Namun, karena wilayah dengan tingkat bahaya rendah di Kabupaten Bantul cukup sempit wilayahnya, maka dipilih juga beberapa rencana titik shelter di wilayah dengan tingkat bahaya gempa sedang. Peta ini dibuat memanfaatkan tool shortest path dari QGIS yang menghasilkan rute terdekat dari titik awal evakuasi yang ditentukan dari area permukiman yang berada di wilayah tingkat bahaya tinggi Gempa Bumi.
Peta Kerentanan Sosial Bencana Gempa Bumi Kabupaten Bantul
Peta kerentanan sosial bencana gempa bumi di Kabupaten Bantul dibuat menggunakan metode Multi-Criteria Decision Analysis (MCDA) berdasarkan parameter seperti kepadatan penduduk, rasio jenis kelamin, tingkat kemiskinan, rasio orang cacat, dan rasio kelompok umur rentan. Hasilnya menunjukkan bahwa kecamatan di Kabupaten Bantul memiliki tingkat kerentanan sosial kategori sedang hingga tinggi.
Kepadatan penduduk yang tinggi di wilayah dengan lebih dari 1000 jiwa/km², menjadi penyebab utama tingginya kerentanan sosial. Ketidakseimbangan rasio jenis kelamin <20% dan tingginya tingkat kemiskinan (>40%) di beberapa wilayah turut memperburuk kerentanan ini. Selain itu, kelompok rentan seperti penyandang disabilitas dan anak-anak atau lansia dengan rasio lebih dari 40% juga meningkatkan risiko kerentanan sosial.
Faktor-faktor ini menunjukkan perlunya strategi mitigasi berbasis demografi yang fokus pada penguatan infrastruktur, pemberdayaan kelompok rentan, dan peningkatan kesejahteraan sosial untuk mengurangi dampak bencana di wilayah tersebut.
KESIMPULAN
Kabupaten Bantul, yang terletak di Daerah Istimewa Yogyakarta, merupakan wilayah dengan risiko tinggi terhadap gempa bumi akibat posisi geografisnya yang dekat dengan pertemuan lempeng tektonik Indo-Australia dan Eurasia. Dalam menghadapi ancaman ini, mitigasi terencana melalui pemetaan bahaya, jalur evakuasi, dan titik shelter menjadi prioritas. Penelitian ini menggunakan teknologi SIG, data geospasial, dan metode MCDA untuk menghasilkan peta tingkat bahaya gempa, jalur evakuasi optimal, serta lokasi shelter strategis.
Hasil penelitian menunjukkan dominasi wilayah dengan tingkat bahaya gempa tinggi akibat keberadaan Sesar Opak, yang menjadi sumber gempa besar tahun 2006. Jalur evakuasi dirancang dengan algoritma untuk menentukan rute terpendek, sedangkan titik shelter dipilih pada wilayah dengan tingkat bahaya rendah hingga sedang. Analisis kerentanan sosial menunjukkan bahwa kecamatan di Bantul memiliki tingkat kerentanan sosial sedang hingga tinggi. Penelitian ini memberikan panduan penting untuk meningkatkan kesiapsiagaan bencana dan mendukung pembangunan yang tangguh terhadap gempa bumi.
REKOMENDASI
Rekomendasi untuk pembuatan peta Bahaya, Jalur Evakuasi, Sebaran Titik Shelter, dan Kerentanan Lingkungan Bencana Gempa Bumi agar lebih akurat, perlu dilakukan uji validasi, khususnya untuk peta sebaran titik shelter guna menilai tingkat kelayakan shelter tersebut sebagai titik pengungsian. Selain itu, peta bahaya ini juga dapat digunakan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan penataan ruang di Kabupaten Bantul berbasis mitigasi bencana.
REFERENCES
Setyawan, N., & Khakim, N. (2012). Penyusunan peta risiko bencana gempabumi skala mikro berdasarkan kerusakan bangunan. Jurnal Bumi Indonesia, 1(2).
Dinari, S. (2022). PEMETAAN DAERAH RISIKO BENCANA DI INDONESIA BERDASARKAN ANALISIS FREQUENCY-MAGNITUDE GEMPA BUMI MENGGUNAKAN BAYESIAN GUTENBERG-RITCHER MODEL (Doctoral dissertation, Institut Teknologi Sepuluh Nopember).
Herningtyas, R. (2014). Penanggulangan Bencana sebagai Soft Power dalam Diplomasi Indonesia. Jurnal Hubungan Internasional, 3(1), 85-92.
Rosalina, V. (2018). Pemetaan Bahaya Gempa Wilayah Surabaya Dengan Metode Deterministik Seismic Hazard Assesment (DSHA) dan Mikrotremor (Doctoral dissertation, Institut Teknologi Sepuluh Nopember).
Nurusyifa, A., Valeri, M., & Rahman, A. S. (2023). PEMETAAN INDEKS BAHAYA GEMPA BUMI DAN PEMBUATAN SHAKEMAP GEMPA BUMI DKI JAKARTA. Buletin Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, 3(6), 8-19.
Setiawan, Y., Suprianto, S. A., Wijanarko, A., Rini, D. S., & Yusa, M. (2022). Pemetaan Kelompok Sebaran Titik Gempa Bumi Mentawai Dengan Metode K-Medoids Clustering. Jurnal Teknoinfo, 16(1), 124-131.
National Research Council, Division on Earth, Life Studies, Board on Earth Sciences, Committee on Seismology, Committee on National Earthquake Resilienceâ¬" Research, ... & Outreach. (2011). National earthquake resilience: research, implementation, and outreach. National Academies Press.