1. Latar Belakang
Perairan Karimunjawa, yang terletak di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, memiliki luas sekitar 110.000 hektar. Kawasan ini merupakan salah satu destinasi wisata bahari yang sangat populer di Indonesia dan menawarkan keindahan alam bawah laut yang luar biasa. Namun, belakangan ini, perairan Karimunjawa menghadapi ancaman serius akibat fenomena harmful algal bloom (HAB) atau ledakan alga berbahaya. Fenomena ini ditandai dengan pertumbuhan alga yang sangat cepat dan tidak terkendali, yang mengakibatkan perubahan warna air laut, penurunan kualitas air, serta kematian massal biota laut (Salsabila et al., 2022).
Alga berperan sebagai produsen primer dalam ekosistem perairan, dan ketersediaannya dipengaruhi oleh perubahan sifat fisik, kimia, dan biologi lingkungan sekitarnya. Fenomena harmful algal bloom (HAB) terjadi ketika populasi alga di perairan meningkat secara signifikan, yang dapat merusak ekosistem dan mengganggu kehidupan akuatik, termasuk biota laut dan manusia di wilayah pesisir. Harmful algal bloom (HAB) sering terjadi di perairan laut akibat pengkayaan unsur hara. Salah satu faktor utama yang diduga memicu terjadinya HAB di Karimunjawa adalah limbah industri tambak udang. Limbah ini mengandung nutrisi seperti nitrogen dan fosfor, yang penting untuk pertumbuhan alga. Ketika limbah tersebut masuk ke perairan, nutrisi yang terkandung dalam limbah tersebut akan memicu pertumbuhan alga secara eksponensial (Gurning et al., 2020).
Dampak HAB sangat merugikan ekosistem laut dan masyarakat pesisir Karimunjawa. Racun yang dihasilkan oleh alga berbahaya dapat menyebabkan kematian massal ikan, kerang, dan biota laut lainnya, serta menurunkan kadar oksigen terlarut dalam air, yang bisa menyebabkan kematian biota laut yang bergantung pada oksigen (Mulyani et al., 2012). Penelitian ini bertujuan untuk memetakan, mengidentifikasi, dan menganalisis sebaran konsentrasi klorofil-a di Perairan Karimunjawa guna mendeteksi anomali HAB serta memahami dampaknya terhadap ekosistem laut dan ekonomi masyarakat setempat. Pemilihan lokasi di Perairan Karimunjawa didasarkan pada meningkatnya pencemaran akibat limbah industri tambak udang yang dibuang sembarangan ke laut tanpa melalui penyaringan, yang diyakini sebagai penyebab utama terjadinya HAB.
2. Data dan Metodologi
Penelitian dilakukan pada wilayah Perairan Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah, tepatnya pada koordinat 110-110.7°BT dan 5.2-6.2°LS. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data klorofil-a dari Global Ocean Color Copernicus dan peta rupa bumi Indonesia (RBI). Metode penelitian yang digunakan adalah analisis data berbasis Jupyter Notebook dengan pustaka seperti xarray untuk mengelola data netCDF, matplotlib untuk visualisasi, dan cartopy untuk proyeksi geospasial, yang kemudian akan dihubungkan dengan website Geo MAPID. Selanjutnya, peta yang dihasilkan tersebut dianalisis untuk memahami fenomena HAB di Perairan Karimunjawa.
3. Hasil dan Pembahasan
Gambar 1 menunjukkan time series (tren) konsentrasi maksimum klorofil-a di Perairan Karimunjawa. Berdasarkan hasil olah data yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa konsentrasi maksimum klorofil-a tertinggi di Perairan Karimunjawa terjadi pada tahun 2024 (Gambar 1(A)), tepatnya pada tanggal 7 Mei 2024 (Gambar 1(B)). Konsentrasi maksimum klorofil-a tertinggi yang terekam pada tanggal 7 Mei 2024 mencapai nilai 5,730315685 mg/m^3. Konsentrasi maksimum klorofil-a yang tinggi tersebut mengindikasikan adanya fenomena alga bloom di Perairan Karimunjawa. Indikator lain yang mengindikasikan terjadinya fenomena alga bloom ini ditunjukkan oleh adanya lonjakan konsentrasi klorofil-a yang signifikan dibandingkan hari-hari sebelum dan sesudah tanggal 7 Mei 2024. Untuk analisis lebih lanjut, dilakukan pemetaan distribusi konsentrasi klorofil-a yang terukur pada tanggal 7 Mei 2024 seperti yang ditampilkan oleh Gambar 2. Gambar tersebut menunjukkan distribusi konsentrasi klorofil-a dalam satuan miligram per meter kubik () yang diwakili dalam bentuk grid dengan warna yang berbeda, di mana warna hijau dan kuning menunjukkan konsentrasi yang lebih tinggi, sedangkan warna biru dan ungu menunjukkan konsentrasi yang lebih rendah.
Berdasarkan Gambar 2, dapat disimpulkan bahwa daerah dengan konsentrasi klorofil-a tertinggi (ditunjukkan dengan warna kuning) terletak di sekitar pesisir pulau Karimunjawa Besar (area yang ditunjukkan dengan warna merah). Konsentrasi ini berkisar antara 3 hingga 5 mg/m³ yang merupakan indikasi tingginya aktivitas fitoplankton. Tingginya aktivitas fitoplankton tersebut menunjukkan adanya indikasi fenomena algal bloom di wilayah tersebut. Sedangkan, area yang lebih jauh dari pesisir pulau Karimunjawa digambarkan dengan warna hijau dan biru yang menunjukkan tingkat konsentrasi klorofil-a yang lebih rendah.
Gambar 3 menunjukkan peta perbandingan distribusi konsentrasi klorofil-a di Perairan Karimunjawa pada empat hari berturut-turut, dari tanggal 5 hingga 8 Mei 2024. Pada tanggal 5 Mei 2024, konsentrasi klorofil-a menunjukkan distribusi yang bervariasi dengan beberapa area hijau yang menunjukkan konsentrasi menengah di sekitar pesisir pulau Karimunjawa dan didominasi oleh area biru yang menunjukkan konsentrasi lebih rendah. Pada tanggal 6 Mei 2024, konsentrasi klorofil-a mulai meningkat di beberapa wilayah, terutama di sekitar pesisir pulau Karimunjawa, yang diwakili oleh warna hijau yang lebih terang. Hal tersebut menunjukkan terjadinya peningkatan konsentrasi klorofil-a dibandingkan dengan hari sebelumnya. Pada tanggal 7 Mei 2024, konsentrasi klorofil-a mencapai titik puncaknya dengan area kuning yang signifikan di sekitar pesisir pulau Karimunjawa, terutama di sekitar pesisir pulau Karimunjawa besar, yang menunjukkan tingginya konsentrasi klorofil-a. Peningkatan konsentrasi klorofil-a yang signifikan tersebut mengindikasikan adanya fenomena alga bloom di Perairan Karimunjawa. Sedangkan pada tanggal 8 Mei 2024, konsentrasi klorofil-a kembali menurun dibandingkan hari sebelumnya yang ditandai dengan warna peta yang kembali didominasi oleh warna biru dan hijau tua yang menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah kembali ke kondisi dengan konsentrasi klorofil-a yang lebih rendah. Hasil perbandingan distribusi konsentrasi klorofil-a tersebut memperkuat indikasi terjadinya fenomena algal bloom di Perairan Karimunjawa pada tanggal 7 Mei 2024.
Gambar 4 menampilkan peta distribusi spasial dari konsentrasi klorofil-a yang berada di atas ambang batas (threshold) median. Area yang memenuhi atau melebihi nilai ambang batas median tersebut ditampilkan dengan warna hijau, sedangkan area yang tidak memenuhi nilai ambang batas ditampilkan dengan warna putih. Area yang berwarna hijau menunjukkan wilayah dengan konsentrasi klorofil-a yang berada di atas nilai ambang batas yang ditetapkan, yaitu nilai median. Area berwarna hijau menunjukkan bahwa area tersebut memiliki aktivitas biologis yang cukup tinggi, yang menandakan adanya peningkatan konsentrasi klorofil-a. Berdasarkan Gambar 4, dapat dilihat bahwa distribusi spasial konsentrasi klorofil-a di Perairan Karimunjawa didominasi oleh warna hijau. Area hijau yang luas dalam peta ini menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah tersebut memiliki konsentrasi klorofil-a yang tinggi dan mengindikasikan adanya fenomena alga bloom.
Gambar 5 menunjukkan peta klimatologi sebaran klorofil-a di perairan Kepulauan Karimunjawa pada tanggal 7 Mei, berdasarkan data dari tahun 2019 hingga 2023. Peta ini menggambarkan distribusi konsentrasi klorofil-a yang telah dirata-ratakan dari data klimatologi selama lima tahun terakhir untuk tanggal tersebut. Pada peta tersebut, sebagian besar area di sekitar pulau-pulau utama Kepulauan Karimunjawa dan beberapa pulau kecil lainnya menunjukkan konsentrasi klorofil-a yang lebih tinggi, ditandai dengan warna hijau hingga merah. Warna hijau hingga merah ini menunjukkan nilai konsentrasi klorofil-a yang berkisar antara 1 hingga 5 mg/m³. Sebaliknya, area yang lebih jauh dari pulau-pulau menunjukkan konsentrasi klorofil-a yang lebih rendah, ditandai dengan warna biru tua, yang mengindikasikan konsentrasi klorofil-a di bawah 1 mg/m³. Nilai dari rata-rata konsentrasi klorofil- a selama 5 tahun ini kemudian digunakan untuk mengetahui anomali yang terjadi pada 7 mei 2024 yang ditunjukkan pada Gambar 6 (Wijawa et al., 2021).
Gambar 6 menunjukkan anomali positif konsentrasi klorofil-a di Perairan Karimunjawa pada tanggal 7 Mei 2024 dibandingkan dengan data klimatologi dari tahun 2019 hingga 2023. Peta tersebut menyoroti area dengan dominasi warna merah, menunjukkan konsentrasi klorofil-a yang lebih tinggi dari rata-rata. Area dengan warna merah tua di tengah peta menandakan anomali positif tertinggi, yang mengindikasikan ledakan fitoplankton atau faktor lingkungan lain yang meningkatkan konsentrasi klorofil-a. Peningkatan klorofil-a seringkali mengindikasikan peningkatan biomassa fitoplankton, yang dapat disebabkan oleh upwelling, masukan nutrisi, atau perubahan suhu air. Anomali positif ini dapat mempengaruhi kehidupan laut, dengan potensi mendukung produktivitas primer yang lebih tinggi, tetapi juga memperhatikan kemungkinan ledakan alga berbahaya tergantung pada spesies yang ada (Widiaratih et al., 2022).
Fenomena algal bloom yang terjadi kemungkinan besar dipengaruhi oleh peningkatan nutrien yang sering kali berasal dari limbah tambak udang, terutama nitrogen dan fosfor. Limbah dari tambak udang umumnya mengandung sisa-sisa pakan, kotoran, dan bahan organik lainnya yang kaya akan nutrien. Ketika limbah ini dibuang ke perairan sekitar, nutrien tersebut dapat menjadi sumber makanan bagi fitoplankton, termasuk alga. Peningkatan konsentrasi nutrien, terutama di area pesisir yang dekat dengan sumber limbah, dapat memicu pertumbuhan cepat fitoplankton, yang tercermin dalam peningkatan konsentrasi klorofil-a. Mayoritas masyarakat di Perairan Karimunjawa berprofesi sebagai nelayan, dengan sebagian juga terlibat dalam budidaya laut seperti tambak udang. Tambak udang ini menghasilkan banyak limbah, yang jika tidak diolah dengan baik dan dibuang sembarangan tanpa penyaringan, dapat berkontribusi terhadap terjadinya HAB (Harmful Algal Blooms). Limbah dari tambak udang kaya akan nutrien, terutama nitrogen dan fosfor, dari sisa pakan, kotoran udang, dan bahan organik lainnya. Ketika limbah ini dibuang ke perairan sekitar tanpa pengolahan yang memadai, nutrien tersebut masuk ke ekosistem perairan. Peningkatan nutrien ini menyebabkan kondisi eutrofikasi, di mana jumlah nutrien yang berlebihan mendukung pertumbuhan cepat fitoplankton, termasuk alga. Fitoplankton yang berlebih ini sering kali mengandung spesies alga berbahaya yang dapat berkembang menjadi HAB. Terjadinya fenomena HAB (Harmful Algal Blooms) perairan mempengaruhi kondisi kualitas perairan pada daerah penelitian, yang mana hal tersebut berkaitan dengan kelangsungan hidup biota laut. Biota laut terancam untuk mati dan mengandung zat beracun akibat perairan yang tercemar. Peningkatan klorofil a secara signifikan akan mengganggu proses fotosintesi fitoplankton, dan mengganggu siklus hidup biota laut. Masyarakat sekitar adalah faktor utama yang paling terdampak akibat adanya HAB. Potensi ekonomi masyarakat akan terganggu, apabila ikan, kerang, dan biota laut terdampak oleh fenomena tersebut. Tentunya, hal tersebut juga berkaitan dengan kesehatan masyarakat sekitar, apabila ikan yang tecemar oleh HAB dikonsumsi oleh masyarakat sekitar.
4. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa fenomena HAB (Harmful Algal Blooms) dapat diketahui berdasarkan indikasi kenaikan kandungan klorofil a pada Perairan Karimunjawa. Pada pengolahan berbasis Jupyter Notebook didapatkan hasil bahwa kandungan klorofil a Perairan Karimunjawa mengalami kenaikan tertinggi atau berada di atas ambang batas (threshold) median pada tanggal 7 Mei 2023, dengan konsentrasi mencapai 3 hingga 5 mg/m³. Kenaikan konsentrasi tersebut disebabkan akibat adanya polutan antropogenik yang masuk ke perairan. Buangan limbah masyarakat sekitar Perairan Karimunjawa yang didominasi bekerja sebagai nelayan dan pengusaha tambak udang dapat menjadi faktor utama yang memicu terjadinya HAB. Kematian massal biota laut yang hidup pada perairan tersebut tentunya menjadi yang paling terdampak dari adanya HAB pada perairan, akibat adanya produksi fitoplankton yang tidak terkendali. Selain itu, dampak tersebut akan mempengaruhi ekonomi dan kesehatan masyarakat pesisir, dengan berkurangnya populasi biota laut dan tercemarnya perairan. Fenomena HAB yang telah terbukti terjadi di Perairan Karimunjawa berpotensi untuk menimbulkan terjadinya dampak-dampak tersebut, sehingga dengan adanya penelitian ini diharapkan masyarakat sekitar dan stakeholder terkait menyadari bahaya adanya fenomena HAB, dan melakukan pencegahan terhadap meluasnya fenomena tersebut.
Disusun oleh:
1. Deri Sutiawan
2. Rizal Attaqwa
3. Nimas Ratri Kirana Anggraeni
MAPID Project Competition 2024
Daftar Pustaka
Gurning, L. F. P., Nuraini, R. A. T. dan Suryono., 2020. Kelimpahan Fitoplankton Penyebab Harmful Algal Bloom di Perairan Desa Bedono Demak. Journal of Marine Research, 9(3): 251-260.
Mulyani., Widiarti, R. dan Wardhana, W., 2012. Sebaran Spasial Spesies Penyebab Harmful Algal Bloom (HAB) di Lokasi Budidaya Kerang Hijau (Perna viridis) Kamal Muara Jakarta Utara Pada Bulan Mei 2011. Jurnal Akuatika, 3(1): 28-39.
Salsabila., Indrayanti, E. dan Widiaratih, R., 2022. Karakteristik Mikroplastik di Perairan Pulau Tengah Karimunjawa. Indonesian Journal of Oceanography, 4(4): 99-108.
Widiaratih, R., Suryoputra, A. A. D. dan Handoyo, G., 2022. Korelasi klorofil-a dengan nutrien dan kualitas perairan di Pulau Seruni Karimunjawa Indonesia. Jurnal Kelautan Tropis, 25(2): 249-256.
Wijaya, A., Zakiyah, U., Sambah, A. B. dan Setyohadi, D., 2021. Variabilitas Klorofil-a Periode Indian Ocean Dipole di Selat Bali Berdasarkan Analisis Empirical Orthogonal Function. JFMR (Journal of Fisheries and Marine Research), 5(2): 208-216.