Penentuan Zona Agroekologi Untuk Arahan Komoditas Pertanian Holtikultura di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat

21/06/2024 • M. Ilham Habib

Final Project


Zona Agroekologi
Zona Agroekologi

PENDAHULUAN

Berkaitan dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang signifikan di Indonesia, kebutuhan akan lahan semakin meningkat untuk berbagai keperluan, termasuk produksi bahan pangan, serat, dan kayu. Tingginya tekanan dari populasi yang besar ini, bersamaan dengan pertumbuhan ekonomi dan industri yang cepat, telah menciptakan persaingan yang sulit diatur dalam penggunaan lahan di berbagai sektor, termasuk sektor pertanian. Situasi ini menegaskan pentingnya perencanaan dan pengelolaan sumber daya lahan yang bijaksana dan berkelanjutan, dengan memperhatikan kemampuan lahan itu sendiri ( Busyra Buyung Saidi et all, 2019 )

Di Kabupaten Tanah Datar, pertanian merupakan bagian penting dari ekonomi, dengan peran strategisnya sebagai sumber utama pendapatan dan penghasilan. Sektor pertanian memberikan kontribusi pertumbuhan rata-rata tahunan terbesar.

Salah satu alat yang dapat mendukung perencanaan pertanian yang berfokus pada aspek operasional adalah peta zona agroekologi (ZAE). Zona agro ekologi zone (ZAE) merupakan pengelompokan wilayah ke dalam zona-zona yang mempunyai kesamaan/keseragaman karakteristik sumberdaya lahan (biofisik). Setiap zona agro ekologi mencerminkan kesamaan faktor-faktor sumberdaya lahan, seperti: lereng, topografi, litologi, drainase dan iklim (tipe curah hujan, kelembapan udara, dan radiasi matahari). Dengan demikian, setiap zona mempunyai kesamaan dalam kelompok komoditas yang tumbuh secara alami maupun yang dibudidayakan. Dengan adanya ZAE ini sangat membantu dalam pembangunan sistem pertanian suatu daerah. Pendekatan agroekologi mengidentifikasi tiga komponen utama, yakni iklim, fisiografi atau bentuk wilayah, dan tanah (Susetyo et al., 2011).

Pedoman komoditas dalam konteks ZAE merujuk pada tanaman yang dapat tumbuh dengan baik dalam kelas kesesuaian lahan yang sesuai (S1 dan S2) atau dalam kelas kesesuaian marginal (S3). Biasanya, tingkat kesesuaian ini terbatas oleh masalah seperti kekurangan atau kelebihan air dan suhu ekstrem. Sementara itu, kendala yang berkaitan dengan tanah seringkali bisa diatasi dengan cara memperbaiki karakteristik tanah.

Pengenalan secara detail karakteristik sumberdaya alam/lahan, komoditas pertanian andalan, dan sentra-sentra pengembangan komoditas pertanian sangat diperlukan dalam rangka mempercepat pembangunan sektor pertanian di Kabupaten Tanah Datar. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Penentuan Zona Agroekologi Untuk Arahan Komoditas Pertanian Holtikultura Kabupaten Tanah Datar"

Metode

Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis spasial kualitatif yang dimana data parameter yang digunakan dilakukan pendefinisian secara deskriptif berdasarkan satuan parameter tertentu, lalu dilakukan penggabungan data menjadi kesatuan data baru.

1. Penentuan Zona Utama agroekologi

pada analisis zona utama agroeklogi, ada dua data dasar yang akan di butuhkan untuk analisis, yaitu data kemiringan lereng dan jenis tanah. data kemiringan lereng di dapatkan dari data DEM lalu di olah dengan menggunakan tools slope pada Qgis, lalu untuk data jenis tanah di dapatkan melalui hasil digitasi pada peta tanah semi detail kab. Tanah Datar skala 1 : 50.000.

setelah didapatkan kedua data tersebut, maka selanjutnya di lakukan analisis untuk menentukan zona utama agroekologi kab. Tanah Datar, analisis dilakukan dengan cara mencocokan atau matching antara syarat zona utama agroekologi dengan keaadan fisik wilayah di daerah penelitian. berikut meruapakan syarat dalam menentukan zona utama agroekologi :

Gambar 1. Syarat menentukan zona utama agroekologi

2. Penentuan sub zona Agroekologi

untuk analisis sub zona agroekologi, data dasar yang di butuhkan adalah data drainase, data drainase, tersebut di dapatkan melalui hasil digitasi dari peta tanah semi detail kab. tanah datar skala 1 : 50.000. analisis dalam menentukan sub zona agroekologi di dilakukan dengan mencocokan atau matching antara syarat sub zona dengan keaadan wilayah, ada dua kategori yang akan di dapatkan pada sub zona agroekologi, yaitu zona lahan basa dengan simbol W, dan zona lahan kering dengan simbol D. berikut merupakan syarat untuk menentukan sub zona agroekologi :

syarat sub zona agroekologi

3. Kesesuaian tanaman pada salah satu sub zona Agroekologi

analisis kesesuaian tanaman pada salah satu sub zona agroekologi di kab. tanah datar adlaah, di ambil untuk salah satu tanaman holtikultura, sebelumnya dilakukan analisis untuk menentukan polygon / daerah yang sesuai untuk tanaman hholtikultura yang di ambil dari peta zona agroekologi sebelumnya. setelah di dapatkan polygon nya, maka bisa di lakukan analisis untuk menentukan kesesuaian lahan untuk salah satu tanaman holtikultura, dengan cara mencocokan syarat tumbuh tanaman dengan keadaan fisik di wilayah analisis. data untuk setiap parameter akan dibuat dan diklasifikasikan berdasarkan acuan petunjuk teknis evaluasi lahan (BBSDLP, 2011).

Hasil dan Pembahasan

1. zona utama agroekologi Kab. Tanah Datar

berdasarkan hasil pengolahan terhadap data lereng dengan jenis tanah, maka di dapatlah beberapa zona utama agroekologi, yaitu zona I dengan lereng >40%, zona II dengan lereng 15-40 %, zona III dengan lereng 8-15%, dan Zona VII dengan lereng <8%.

berikut merupakan tabel dari pembagian zona utama agroekologi kab. tanah datar :

tabel luas zona agroekologi

bisa di lihat pada tabel di atas, Zona dengan luas paling besar atau yang paling dominan di wilayah Kabupaten Tanah Datar adalah Zona II, yang memiliki kemiringan lereng 15-40%. Zona ini mencakup area seluas 48.221,98 hektar dan menyumbang 37,78% dari total luas Kabupaten Tanah Datar. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah Kabupaten Tanah Datar memiliki kemiringan lereng antara 15-40%, yang cocok untuk ditanami tanaman hortikultura. Dengan demikian, Kabupaten Tanah Datar dapat dianggap sebagai daerah yang sesuai untuk pengembangan tanaman hortikultura.

  • Lereng Zona I sangat curam (lebih dari 40%) dan rentan terhadap erosi dan longsor. Oleh karena itu, konservasi tanah dan air menjadi prioritas utama di wilayah ini. Jika tidak, zona I dapat diubah menjadi wilayah kawasan lindung.
  • Zona III memiliki risiko erosi yang lebih rendah, dengan lereng yang agak curam (8–15%), tetapi masih membutuhkan pengawasan yang baik. Disarankan untuk menanam di lahan kering dengan pengelolaan tanah yang baik dan menggunakan sistem strip cropping untuk mengurangi erosi dan aliran air permukaan. Tanaman pangan (jagung, padi gogo, kacang tanah, dan kacang hijau) dan hortikultura (sayuran dan buah-buahan seperti tomat, cabai, dan mangga) cocok untuk Zona III.
  • Dengan lereng datar (<8%), zona VII adalah yang paling aman dari erosi dan ideal untuk berbagai jenis penggunaan lahan. Karena stabilitas tanah yang tinggi, zona VII sangat cocok untuk pengembangan lahan untuk perumahan atau infrastruktur. Pertanian intensif dengan berbagai jenis tanaman pangan dan hortikultura sangat sesuai untuk zona ini.

berikut peta zona utama agroekologi di kab. Tanah datar :

peta zona utama agroekologi

2. Sub zona agroekologi kab. tanah datar

berdasarkan hasil pengolahan terhadap data drainase, maka di dapatlah beberapa sub zona agroekologi, yaitu zona lahan basah ( W ) di tandai dg drainase terhambat dan zona lahan kerirng ( D ) di tandai dengan drainase baik, agak baik, agak terhambat, dan agak lambat.

berikut merupakan tabel dari pembagian zona utama agroekologi kab. tanah datar :

sub zona agroekologi

Subzona D (lahan kering) adalah subzona yang paling dominan di wilayah Kab. Tanah Datar, seperti yang ditunjukkan pada tabel. bisa dikatakan bahwa mayoritas daerah di kab. tanah datar cocok untuk di tanami olehtanaman lahn kereng, seperti perkebunan, holtikultura, pangan.

Arahan penggunaan lahan di sub zona D sebaiknya ditujukan untuk pertanian lahan kering dan perkebunan karena tanah di sub zona ini cenderung tidak mengalami genangan air dibandingkan sub zona W. Subzona D cocok untuk tanaman seperti jagung, gandum, kedelai, dan kacang-kacangan. Pertanian intensif yang menghasilkan berbagai jenis tanaman pangan dan hortikultura sangat sesuai untuk subzona ini.

Subzona W adalah wilayah lahan basah dengan karakteristik drainase yang terhambat. Setelah hujan, lahan basah ini seringkali mengalami genangan air yang lama dan sangat rentan terhadap penggenangan. Oleh karena itu, pedoman penggunaan lahan di sub zona W sebaiknya berpusat pada aktivitas yang memanfaatkan kondisi basah, seperti perikanan dan budidaya tanaman air serta padi sawah

berikut merupakan peta dari sub zona agroekologi kab. tanah datar :

peta sub zona agroekologi tanah datar

3. Kesesuaian tanaman pada salah satu sub zona Agroekologi

setelah data zona agroekologi dan sub zona agroekologi di dapatkan, maka kedua data tersebut di-overlay untuk memperoleh dan menganalisis poligon-poligon yang cocok untuk tanaman hortikultura. Hasil overlay menunjukkan bahwa poligon-poligon yang sesuai terletak pada Zona II, Zona III, dan Zona VII, dengan kemiringan lereng antara 0-40%, yang ideal untuk tanaman hortikultura seperti sayuran dan buah-buahan. Selain itu, subzona yang dipilih adalah subzona D (lahan kering), yang sangat cocok untuk ditanami tanaman hortikultura.

di dapatkan bahwa area yang sesuai untuk di tanami tanaman holtikultura adalah seluas 88.108,32 Ha.

berikut merupakan peta dari area yang sesuai untuk tanaman holtikultura :

area holtikultura

bisa dilihat bahwa, kecamatan yang mayoritas sesuai untuk tanaman holtikultura adalah kecamatan pariangan, sungai tarab, tanjung emas, rambatan, padang ganting, dan lintau buo utara,

ini bisa di buktikan dengan produksi salah satu tanaman holtikultura yaitu alpukat, sebagian besar kecamatan yang termasuk sesuai untuk tanaman holtikultura merupakan produksi alpukat terbanyak di kab. tanah datar. berikut tabel produksi tanaman pisang di wilayah kab. tanah datar berdasarkan data BPS tahun 2023

produksi alpukat

pada penletian ini, dimasukan juga analisis kesesuaian tanaman holtikultura yaitu alpukat di wilayah kab. Agam, berikut merupakan syarat tumbuh untuk tanaman alpukat

syarat tumbuh alpukat

analisis keseusian tanaman alupkat dilakukan dengan cara matching atau mencocokan syarat tumbuh tanaman dengan karakteristik fisik wilayah yang ada,

data yang di pakai adalah data curah hujan, suhu, lereng, drainase, kedalaman tanah, kemasaman tanah, tekstur tanah, KTK tanag, Kejenuhan basa. ada 9 parameter yang akan di gunakan.

setelah di analisis maka di dapatlah kesesuaian alpukat sebagai berikut :

kesesuaian alpukat

berikut merupakan tabel dari luas kesesuaian alpukat di tanah datar :

luas kesesuaian alpukat

bisa dilihat bahwa kesesuaian yang paling dominan di kab. tanah datar berdasarkan zona holtikultura pada zona agroekologi adallah S3, ini berarti wilayah kab. tanah datar mayoritas sesuai untuk tanaman holtikultura contohnya tanaman alpukat, ini menandakan bahwa antara kesesuaian tanaman dengan zona agroekologi sangat berhubungan dalam melakukan analisis keseusian atau perencanaan wilayah pertanian.

menurut data BPS 2023, Produksi buah-buahan di Kabupaten Tanah Datar pada tahun 2023 di dominasi oleh pisang, alpukat, dan sawo. Produksi paling banyak untuk pisang yaitu sebesar 21.033,2 ton, alpukat dengan produksi 15.181,3 ton, dan sawo sebanyak 12.512,6 ton

KESIMPULAN

  1. 1.
    Berdasarkan hasil analisis zona utama atau orde I agroekologi di Kabupaten Tanah Datar, ditemukan bahwa terdapat empat zona utama agroekologi di wilayah ini. Zona I memiliki ciri-ciri dengan kemiringan lereng lebih dari 40%, Zona II memiliki lereng 15-40%, Zona III memiliki lereng 8-15%, dan Zona VII memiliki lereng kurang dari 8%. Mayoritas wilayah Kabupaten Tanah Datar adalah Zona II, dengan luas 47.899,99 hektar atau 37,78% dari total wilayah. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah Kabupaten Tanah Datar cocok untuk tanaman hortikultura karena memiliki kemiringan lereng yang relatif datar. Selain itu, wilayah ini juga memiliki area dengan kemiringan yang sangat curam, yang dapat dijadikan kawasan lindung atau ditanami tanaman hutan.
  1. 2.
    Berdasarkan hasil analisis subzona di wilayah Kabupaten Tanah Datar, terdapat dua kategori subzona, yaitu zona W (lahan basah) dan zona D (lahan kering). Mayoritas subzona di wilayah ini adalah subzona D (lahan kering), yang mencakup luas sebesar 114321.27 hektar atau 90,90% dari total wilayah. Sementara itu, subzona W (lahan basah) memiliki luas 10.412,44 hektar atau 8,28%. Hasil analisis subzona agroekologi ini menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah Kabupaten Tanah Datar sangat cocok untuk ditanami tanaman yang memerlukan lahan kering, seperti tanaman pangan, perkebunan, dan hortikultura. Terutama untuk tanaman hortikultura, wilayah Kabupaten Tanah Datar sangat sesuai karena memiliki zona utama dan subzona yang ideal untuk penanaman tanaman tersebut.
  1. 3.
    Dalam analisis kesesuaian tanaman di salah satu subzona atau orde III Agroekologi Kabupaten Tanah Datar, penelitian ini berfokus pada tanaman hortikultura. Hal ini karena mayoritas wilayah Kabupaten Tanah Datar cocok untuk ditanami tanaman hortikultura, dengan luas area yang sesuai mencapai 88.108,32 hektar.

DAFTAR PUSTAKA

Amien, I. 2000. Analisis Zona Agroekologi untuk pembangunan pertanian, Pusat Penelitiab Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian Bogor.

Agussalim, A, BL Ishak, R Djamaluddin, Asmin, Z Abidin dan G Kartono. 2000. Karakterisasi Zona Agroekologi Kawasan Gulumas ( Sulawesi Tenggara ) Hal. 12-22 dalam prosiding pemberdayaan potensi regional melalui pendekatan Zona Agroekologi Menuju Gema prima.

Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. 2012. Sistem Penilaian Kesesuaian Lahan (SPKL) version 1.0. BBSDLP. Badan Litbang Pertanian. Kementerian Pertanian. Bogor.

Kab. Tanah Datar dalam angka 2023, BPS kab. Tanah Datar

Hendri, J., Purnama, H., & Saidi, B. B. (2019, November). Pewilayahan Komoditas Pertanian Berdasarkan Zona Agroekologi (AEZ) Skala 1: 50.000 Kabupaten Muaro Jambi dan Kota Jambi Provinsi Jambi. Based Agricultural Commodities of Agroecology Zone Map Scale 1: 50.000 at Muaro Jambi and Jambi District, Jambi Province. In Seminar Nasional Lahan Suboptimal (No. 1, pp. 277-286).

Kubelaborbir, H., & Yarangga, K. (2010). Zona agroekologi Kabupaten Keerom Provinsi Papua berdasarkan pendekatan sistem informasi geografis (SIG). Agrikultura, 21(1).

Data Publications