1. Pendahuluan
Tangse merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh yang memiliki potensi alam yang besar untuk pengembangan sektor pertanian dan kehutanan. Dengan topografi berbukit dan ketinggian antara 800–1500 meter di atas permukaan laut (mdpl), wilayah ini menawarkan kondisi yang ideal untuk pertumbuhan berbagai tanaman perkebunan seperti kopi, kakao, dan tanaman hortikultura. Selain itu, curah hujan yang tinggi dan keanekaragaman hayati yang melimpah menjadi faktor pendukung utama dalam meningkatkan produktivitas lahan dan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Potensi ini memberikan peluang besar untuk mengembangkan sistem agroforestri, yaitu pendekatan pengelolaan lahan yang mengintegrasikan tanaman pangan, tanaman kayu, dan pohon peneduh.
Meskipun memiliki potensi yang besar, pengelolaan lahan di Kecamatan Tangse masih menghadapi berbagai tantangan. Sebagian besar lahan terbuka dan semak belukar di wilayah ini belum dimanfaatkan secara optimal, sehingga berisiko mengalami degradasi akibat erosi dan praktik pengelolaan yang kurang tepat. Selain itu, tekanan terhadap kawasan hutan untuk memenuhi kebutuhan pertanian dan pemukiman terus meningkat, yang dapat mengancam kelestarian ekosistem. Kondisi ini menunjukkan pentingnya pendekatan yang terarah dalam memanfaatkan potensi lahan secara berkelanjutan tanpa merusak keseimbangan lingkungan.
Pendekatan berbasis data spasial menjadi solusi yang relevan untuk mengidentifikasi dan memetakan zona yang paling sesuai untuk pengembangan agroforestri. Dengan memanfaatkan teknologi GIS (Geographic Information System) dan analisis spasial, faktor-faktor biofisik seperti topografi, curah hujan, jenis tanah, dan penggunaan lahan dapat dianalisis secara komprehensif. Pendekatan ini tidak hanya membantu menentukan lokasi yang tepat untuk agroforestri tetapi juga mendukung pengelolaan lahan yang lebih efisien dan berkelanjutan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi potensi pengembangan zona agroforestri di Kecamatan Tangse dan menyusun strategi pengelolaan lahan yang berkelanjutan untuk mendukung pengelolaan sumber daya alam yang lebih baik.
2. Metode
Proses identifikasi zona agroforestri dilakukan melalui analisis spasial dengan memanfaatkan data tutupan lahan, sungai, kemiringan lereng, dan ketinggian. Metode ini melibatkan beberapa tahapan sebagai berikut:
2.1. Pengumpulan dan Pengolahan Data
Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
- Tutupan Lahan: Data tutupan lahan diperoleh dari citra satelit yang diklasifikasi untuk mengidentifikasi kategori seperti hutan, semak belukar, dan lahan terbuka. Analisis ini dilakukan untuk menentukan potensi agroforestri berdasarkan karakteristik ekosistem.
- Sungai: Data lokasi dan panjang sungai diolah untuk menghasilkan zona perlindungan (buffer zone) di sekitar sungai.
- Kemiringan Lereng: Data kemiringan lereng diperoleh dari pemrosesan Digital Elevation Model (DEM) menggunakan fitur slope di ArcGIS. Analisis ini bertujuan untuk mengklasifikasikan area berdasarkan tingkat kemiringan (rendah, sedang, curam), yang relevan untuk menilai risiko erosi dan potensi agroforestri.
- Ketinggian: Data ketinggian diperoleh dari pemrosesan DEM dan diolah untuk mengidentifikasi wilayah dataran tinggi yang memiliki nilai ekologis tinggi.
2. 2. Analisis Spasial
Berikut adalah tahapan analisis spasial yang dilakukan:
- Overlay: Data tutupan lahan, kemiringan lereng, dan ketinggian diintegrasikan menggunakan fitur overlay untuk menghasilkan peta potensi zona agroforestri.
- Pembuatan Buffer Zone: Buffer zone di sekitar sungai dibuat dengan radius tertentu untuk melindungi ekosistem riparian dan mencegah degradasi lingkungan. Zona ini digabungkan dengan hasil overlay spasial untuk memastikan area agroforestri tidak melanggar zona perlindungan.
2.3. Penentuan Zona Agroforestri
Hasil dari overlay dan buffer zone dianalisis untuk mengidentifikasi area yang paling sesuai untuk pengembangan agroforestri. Kriteria kesesuaian meliputi kategori tutupan lahan, kemiringan lereng rendah hingga sedang, dan ketinggian yang mendukung konservasi ekosistem.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1. Zona Potensi Agroforestri
Hasil analisis spasial menunjukkan pembagian wilayah di Kecamatan Tangse ke dalam tiga zona utama berdasarkan parameter tutupan lahan, kemiringan lereng, ketinggian dan buffer zone sungai yaitu Zona Produksi, Zona Konservasi, dan Zona Rehabilitasi.
A. Zona Produksi
Zona ini diidentifikasi pada lahan dengan tutupan lahan semak belukar dan hutan, kemiringan lereng kurang dari 15%, ketinggian antara 500–1000 meter di atas permukaan laut (mdpl) dengan wilayah di sekitar sungai dalam radius 50–100 meter (buffer zone). Wilayah ini memiliki potensi tinggi untuk pengembangan agroforestri karena kondisi topografi yang relatif datar dan ketinggian yang mendukung pertumbuhan tanaman produktif.
B. Zona Konservasi
Zona ini mencakup area dengan kemiringan curam (>30%) dengan wilayah di sekitar sungai dalam radius 50–100 meter (buffer zone) dan ketinggian >1000 mdpl. Zona ini meliputi lahan dengan tutupan hutan, semak belukar, dan lahan terbuka yang memiliki fungsi ekologis penting untuk menjaga kualitas air, mengurangi risiko erosi, dan melindungi keanekaragaman hayati. Penetapan zona konservasi bertujuan untuk mempertahankan fungsi lingkungan dan mencegah degradasi lebih lanjut.
C. Zona Rehabilitasi
Zona ini ditujukan untuk lahan terbuka atau terdegradasi yang memiliki potensi perbaikan. Zona ini mencakup area dengan kemiringan curam (>30%) dengan wilayah di sekitar sungai dalam radius 50 meter (buffer zone) . Area ini didominasi oleh tutupan lahan berupa lahan terbuka dan semak belukar yang membutuhkan intervensi, seperti reboisasi atau penanaman tanaman penutup tanah, untuk meningkatkan kualitas ekosistem. Penetapan zona ini bertujuan untuk memulihkan fungsi ekologis lahan yang telah terdegradasi, sekaligus meningkatkan potensi produktivitas di masa depan.
Pembagian zona ini memberikan kerangka kerja yang terstruktur untuk perencanaan tata guna lahan berbasis konservasi dan produksi, sehingga dapat mendukung pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan di Kecamatan Tangse.
3.2. Strategi Pengelolaan Lahan yang Berkelanjutan
Zona Agroforestri Rehabilitasi difokuskan pada pemulihan lahan terdegradasi agar kembali produktif dan ekologis. Strategi pengelolaannya meliputi revegetasi lahan dengan menanam pohon pionir seperti kaliandra dan akasia, serta menggunakan tanaman penutup tanah untuk mempercepat proses rehabilitasi. Pengendalian erosi dilakukan melalui pembangunan guludan atau terasering dan penanaman rumput vetiver di area rawan erosi. Selain itu, pengelolaan air dilakukan dengan membangun embung kecil untuk menampung air hujan serta menerapkan irigasi tetes guna efisiensi penggunaan air. Monitoring dan evaluasi berbasis data spasial digunakan untuk memantau keberhasilan rehabilitasi dan menentukan kebutuhan intervensi lebih lanjut. Strategi ini bertujuan memulihkan kesuburan tanah, mengurangi risiko bencana lingkungan, dan meningkatkan keanekaragaman hayati.
Pendekatan umum yang diterapkan pada ketiga zona ini mencakup kolaborasi multi-pihak dengan melibatkan pemerintah, masyarakat, dan akademisi dalam perencanaan serta implementasi. Pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengelolaan agroforestri yang berkelanjutan juga menjadi bagian penting, disertai dengan penggunaan teknologi spasial untuk zonasi dan pemantauan. Dengan strategi ini, diharapkan pengembangan agroforestri di Kecamatan Tangse dapat memberikan manfaat ekologis, ekonomi, dan sosial secara berkelanjutan.
4. Kesimpulan
Potensi pengembangan zona agroforestri di Kecamatan Tangse terbagi menjadi tiga zona utama, yaitu zona produksi, zona konservasi, dan zona rehabilitasi, yang masing-masing ditentukan berdasarkan parameter tutupan lahan, kemiringan, ketinggian dan buffer zone sungai. Zona produksi difokuskan pada pengembangan tanaman produktif dengan pendekatan pertanian berkelanjutan seperti diversifikasi tanaman, rotasi, dan terasering. Zona konservasi ditujukan untuk melindungi ekosistem sensitif seperti area sekitar sungai dan lereng curam melalui revegetasi dan pembatasan aktivitas manusia. Zona rehabilitasi berfokus pada pemulihan lahan terdegradasi melalui revegetasi dengan pohon pionir dan pengendalian erosi. Strategi pengelolaan yang berkelanjutan mengintegrasikan kolaborasi multi-pihak, edukasi masyarakat, dan pemanfaatan teknologi spasial untuk zonasi dan pemantauan, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melindungi ekosistem, dan memastikan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Daftar Pustaka
Adi, R.N dan Pramono,I.B. (2018). Rehabilitasi Lahan Kritis dengan Pola Agroforestri dan Prediksi Erosinya di DTA Waduk Wonogiri, Jawa Tengah. Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS IX 2018.
Ariandi, R dan Mukti, J. (2023). Strategi Keberlanjutan Agroforestry di Desa Ulusaddang Kabupaten Pinrang. Journal of Forestry Research, 6(2).
Nurida, N.A dkk. (2018). Potensi dan Model Agroforestri untuk Rehabilitasi Lahan Terdegradasi di Kabupaten Berau, Paser, dan Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur. Jurnal Tanah dan Iklim, 42(1).
Wattie, G.G.R.W dan Sukendah. (2023). Peran Penting Agroforestri Sebagai Sistem Pertanian Berkelanjutan. Jurnal Ilmu Pertanian dan Perkebunan, 5(1).
Wiharto, M dkk. (2023). Pemanfaatan Secara Berkelanjutan Kawasan Pegunungan Tropis. Prosiding Seminar Nasional Biologi FMIPA UNM.
Zamilla, A dan Nurlaila, A. (2023). Strategi Pengembangan Sistem Pengelolaan Agroforestri di Desa Karangsari Kecamatan Darma Kabupaten Kuningan. Jurnal Kehutanan dan Lingkungan, 17(2).