[SaIG] Analisis Ketahanan Pangan Berdasarkan Aspek Evaluasi Kesesuaian Lahan Pertanian Komoditas Umbi Kayu Kabupaten Gunung Mas Kalimantan Tengah

11 Mei 2024

By: HIMA SAIG UPI

Open Data

Ketahanan Pangan

Ketahanan Pangan

Pendahuluan

Perkembangan terus mengiringi kehidupan seluruh entitas di muka bumi. Perkembangan ini tentunya meliputi berbagai aspek salah satunya perkembangan dalam hal riset keilmuan sains dan teknologi. Berdasarkan salah satu aspek tersebut, tentunya tantangan dan permasalahan akan mengiringi kehidupan. Di antara masalah dan tantangan tersebut, permasalahan pangan merupakan salah satu aspek yang menjadi perhatian pemerintah untuk menjamin keberlanjutan kehidupan masyarakat. Menanggapi hal tersebut, pemerintah Indonesia merealisasikan program ketahanan pangan Food Estate. Program Food Estate ini ditujukan untuk mengantisipasi permasalahan pangan tingkat global maupun lokal (Basundoro & Sulaeman, 2020).

Setyo dan Elly (2018) menyatakan, “Program Food Estate merupakan sebuah konsep pengembangan produksi pangan terpadu yang terdiri dari pertanian, perkebunan, bahkan peternakan pada lahan yang luas". Dalam aspek teoritis, program ini akan memajukan dan mempertahankan lumbung pangan nasional untuk menghadapi krisis pangan. Namun, ditinjau berdasarkan aspek lingkungan, program Food Estate ini memiliki dampak yang negatif bagi hutan-hutan di wilayah Gunung Mas. Berdasarkan laporan Tempo oleh Surbakti, Gebrena, dan Jannah pada 2023, lahan kawasan proyeksi Food Estate di Kabupaten Gunung Mas merupakan kawasan yang masuk ke hutan lindung dengan luasan sekitar 31.719 Hektar.

Penelitian pada artikel ini bertujuan untuk menganalisis proyeksi ketahanan pangan di kawasan Food Estate dengan acuan analisis kesesuaian lahan untuk pertanian komoditas umbi kayu. Analisis kesesuaian lahan merupakan metode analisis multi aspek dengan memperhatikan beberapa acuan parameter yang memengaruhi pertumbuhan komoditas umbi kayu. Kesesuaian lahan biasa digunakan untuk mengetahui bagaimana potensi sumber daya lahan, dapat juga sebagai evaluasi pengembangan lahan berdasarkan aspek tertentu. Sehingga penelitian ini dapat mendukung peningkatan pengetahuan terkait tingkat efektivitas pengembangan kawasan Gunung Mas yang diproyeksi untuk menganalisis ketahanan pangan berkelanjutan pada proyek kawasan Food Estate.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis spasial kualitatif yang dimana data parameter yang digunakan dilakukan pendefinisian secara deskriptif berdasarkan satuan parameter tertentu, lalu dilakukan penggabungan data menjadi kesatuan data baru.

Lokasi penelitian ini terletak di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah yang merupakan lokasi perencanaan realisasi program Food Estate. Data yan kami siapkan berupa data vektor parameter yang berpengaruh terhadap analisis kesesuaian lahan pertanian komoditas umbi kayu, antaranya seperti temperatur lahan, ketersediaan air, drainase tanah, tekstur tanah, kedalaman solum tanah, ketebalan gambut, ph tanah, C organik tanah, salinitas tanah, bahaya erosi dan bahaya banjir. Data tersebut didapatkan berdasarkan sumber yang berbeda dengan acuan parameter Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan (BBSDLP, 2011).

Tahapan analisis data ini meliputi dua rangkaian utama yakni analisis data spasial dan analisis kesesuaian lahan. Dalam penelitian ini menggunakan analisis spasial kualitatif yang dimana data untuk setiap parameter akan dibuat dan diklasifikasikan berdasarkan acuan petunjuk teknis evaluasi lahan (BBSDLP, 2011). Analisis kesesuaian lahan dilakukan pada setiap peta satuan lahan. Evaluasi kesesuaian lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan, dengan sifat-sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan (Hardjowigeno & Widiatmaka, 2001).

Berikut merupakan alur pengerjaan dari kedua analisis tersebut:

Diagram

Hasil dan Pembahasan

Analisis Spasial

Berdasarkan pengolahan data curah hujan, didapat curah hujan dengan kisaran 250mm/tahun hingga 1250 mm/tahun yang terbagi dalam dua kelas kesesuaian dengan proporsi kesesuaian tingkat satu seluas 730.015 Ha.

curah hujan

Terdapat empat kelas kesesuaian tekstur tanah dengan proporsi tertinggi kelas agak halus yang total luas lahannya yaitu 662.940 Ha.

tekstur tanah

Hasil analisis drainase tanah menunjukkan bahwa drainase tanah di area kajian tidak terlalu sesuai yang dibuktikan dengan pembagian kelas cukup sesuai (S2) dan sesuai marginal (S3). Hal ini diasumsikan bahwa hampir sebagian besar drainase tanah buruk dan jenuh air sehingga banyak genangan pada tanah.

drainase tanah

Hasil analisis menunjukkan bahwa pH tanah di lokasi kajian paling banyak di angka <5.6 atau tanah bersifat asam dengan luas mencapai 929.494 Ha.

PH tanah

Hasil analisis menunjukkan bahwa kedalaman gambut berada di kisaran <60 cm yang mana keseluruhan lahan seluas 931.711 Ha sangat sesuai (S1).

Kedalaman gambut

Hasil analisis menunjukkan bahwa bahaya banjir dengan kelas terbesar proporsinya adalah tanpa banjir dengan luas mencapai 775.964 Ha dengan kelas kesesuaian Sesuai (S1).

bahaya banjir

Hasil analisis menunjukkan bahwa erosi tanah terbesar kelasnya adalah sangat ringan dengan kelas kesesuaian sesuai (S1) dengan luas lahan mencapai 767.265 Ha.

erosi tanah

Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat salinitas tanah keseluruhan daerah kajian seluas 931.711 Ha adalah memiliki nilai <3 ds/m yang mana kelasnya adalah sesuai (S1).

salinitas tanah

Hasil analisis menunjukkan temperatur yang ada di lokasi kajian memiliki tingkat kesesuaian yang sesuai (S1) hanya sebesar 1756 Ha.

temperatur

Hasil analisis menunjukkan kedalaman solum tanah keseluruhan berada di >50 cm dengan kesesuaian sesuai (S1) dan dengan luas lahan mencapai 931.711 Ha.

kedalaman solum

Hasil analisis menunjukkan bahwa parameter kesesuaian terbesar adalah cukup sesuai (S2) dengan luas lahan mencapai 772.942 Ha dengan nilai c organik <0,4.

c organik

Analisis Kesesuaian Lahan

Hasil analisis didapatkan bahwa kesesuaian lahan yang didapatkan bahwa kesesuaian lahan di Lokasi penelitian ini terletak di Kabupaten Gunung Mas, Provinsi Kalimantan Tengah yang merupakan lokasi perencanaan realisasi program Food Estate ternyata memiliki kelas sesuai marginal (S3). Luas lahan sesuai marginal (S3) didapatkan luas 68.192,55 Ha. Berdasarkan hasil tersebut, bahwa seluas 68.192,55 Ha sesuai marginal untuk ditanami komoditas umbi kayu, sehingga butuh beberapa penyesuaian dan rekayasa lahan agar sesuai untuk ditanami umbi kayu.

kesesuaian lahan

Hasil tersebut menunjukkan bahwa seluas 68.192,55 Ha lahan yang sesuai marginal dapat digunakan sebagai lahan pertanian umbi kayu dengan berbagai pertimbangan yang sangat kompleks karena memiliki nilai kesesuaian sesuai marginal (S3), sehingga dibutuhkan mitigasi penting terhadap kemungkinan yang terjadi dengan perencanaan yang matang dan pengelolaan yang maksimal.

peta kesesuaian lahan

Hasil kesesuaian lahan untuk pertanian komoditas umbi kayu tersebut merupakan hasil pengolahan dari beberapa parameter yang telah ditentukan sebelumnya. Maka dari hasil tersebut menunjukkan bahwa seluas 68.192,55 Ha lahan yang sesuai marginal dapat digunakan sebagai lahan pertanian umbi kayu dengan berbagai pertimbangan yang sangat kompleks karena memiliki nilai kesesuaian sesuai marginal (S3) yang terdapat di bagian utara Kabupaten Gunung Mas yaitu di Desa Harowu. Sedangkan nilai N melambangkan amat tidak sesuai untuk pengembangan pertanian umbi kayu berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan yang berada disebagian besar wilayah Kabupaten Gunung Mas yang ditandai dengan symbology warna merah. Nilai N tersebut menunjukkan bahwa sebesar 863424,4 Ha lahan di Kabupaten Gunung Mas sangat tidak sesuai untuk pengembangan pertanian umbi kayu. Dan dari hasil analisis menunjukkan kesesuaian marginal untuk komoditas umbi kayu perlu menjadi perhatian bagi pemerintah dalam merencanakan Food Estate terkait perencanaan lokasi yang sesuai untuk umbi kayu. Hal ini diperlukan agar tidak menimbulkan permasalahan ekologi dimasa mendatang. Gagalnya Food Estate di Kabupaten Gunung Mas menjadi salah satu contoh proyek yang tidak memperhatikan aspek keberlanjutan dan kurangnya perencanaan. Perencanaan yang tidak matang akan memicu masalah ekologi yang kronis dan mengancam keanekaragaman hayati yang seharusnya dijaga dan dilestarikan tetapi dibuka untuk kegiatan pertanian dan perkebunan komersial maupun subsisten.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa wilayah dengan tingkat kesesuaian lahan S3 atau sangat sesuai pada wilayah rancangan ketahanan pangan Food Estate hanya berkisar seluas 68192,55 hektar dengan pola penyebaran kawasan yang sangat sesuai hanya terdapat pada wilayah utara Kabupaten Gunung Mas. Kemudian untuk wilayah yang termasuk pada tingkat kesesuaian N atau sangat tidak sesuai, terhitung 863424,4 Hektar yang mana luasan ini hampir melebihi setengah Kabupaten Gunung Mas. Wilayah ini tersebar merata di bagian barat, timur, selatan dan tengah Kabupaten Gunung Mas. Wilayah rancangan ketahanan pangan Food Estate ini dibagi menjadi dua kawasan, yakni kawasan selatan di bagian Desa Tewai Baru dan utara pada Desa Harowu. Tingkat kesesuaian lahan menunjukkan bahwa wilayah Desa Tewai memiliki wilayah dengan klasifikasi sangat tidak sesuai (N) dan wilayah Desa Harowu memiliki wilayah dengan klasifikasi sangat sesuai (S3), berdasarkan analisis kesesuaian lahan pertanian komoditas umbi kayu.

Daftar Rujukan

View of tinjauan yuridis food estate di Kabupaten Gunung Mas Provinsi Kalimantan Tengah. (n.d.). https://jptam.org/index.php/jptam/article/view/13678/10531

Zulkarnain, Z., & Hartanto, R. N. (n.d.). Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Pertanian Pangan berkelanjutan di Kabupaten Mahakam Hulu. Agrifor : Jurnal Ilmu Pertanian dan Kehutanan. http://ejurnal.untag-smd.ac.id/index.php/AG/article/view/4809/4676

BBSDLP. (2011). Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian

Djaenudin, D., Marwan H., Subagyo H., dan A. Hidayat. (2003). Petunjuk Teknis untuk Komoditas Pertanian. Edisi Pertama tahun 2003, ISBN 979-9474-25-6. Balai Penelitian Tanah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor, Indonesia

Esri, 1990, PC Understanding GIS: The Arc/ Info Method, Environmental Systems Research Institute Inc, Redlands, CA. USA

FAO. 1976. A Framework for Land Evaluation. Soil Resources Management and Conservation Service Land and Water Development Division.

Data Publikasi

Final Project : Analisis Kerawanan Bencana Erupsi Gunung Merapi Lokasi Wisata di Kabupaten Sleman

Iklim dan Bencana

15 Jun 2025

Anggara Yudha

Final Project : Analisis Kerawanan Bencana Erupsi Gunung Merapi Lokasi Wisata di Kabupaten Sleman

Analisis Kerawanan

5 menit baca

112 dilihat

Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Mendukung Program Reaktivasi Jalur Kereta Api Antarkota Kalisat - Panarukan di Kabupaten Bondowoso

Transportasi

11 Jun 2025

Safira Ramadhani

Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Mendukung Program Reaktivasi Jalur Kereta Api Antarkota Kalisat - Panarukan di Kabupaten Bondowoso

Pemerintah Indonesia mendorong program reaktivasi jalur kereta api nonaktif sebagai bagian dari revitalisasi infrastruktur dan pengembangan wilayah. Salah satu yang direncanakan adalah jalur kereta api antarkota Kalisat – Panarukan yang melintasi Kabupaten Bondowoso. Kajian kesesuaian lahan dibutuhkan untuk meminimalkan dampak lingkungan pada lahan yang akan difungsikan kembali pada program reaktivasi. Dengan memanfaatkan Sistem Informasi Geografis (SIG), kajian ini ditujukan untuk mengetahui tingkat kesesuaian lahan yang ada.

25 menit baca

313 dilihat

7 Data

Analisis Kasus Stunting Menggunakan Metode Geographically Weighted Regression (GWR) di Provinsi Jawa Barat

Kesehatan

05 Jun 2025

HIMA SAIG UPI

Analisis Kasus Stunting Menggunakan Metode Geographically Weighted Regression (GWR) di Provinsi Jawa Barat

Penelitian ini membahas analisis spasial kasus stunting di Provinsi Jawa Barat, khususnya di Kota Bandung, dengan menggunakan metode Geographically Weighted Regression (GWR). Studi ini bertujuan untuk memahami pengaruh variabel sosial-ekonomi dan lingkungan—seperti kemiskinan, akses air bersih dan sanitasi, pendidikan ibu, serta cakupan posyandu—terhadap prevalensi stunting di tingkat lokal. Hasil penelitian menunjukkan adanya variasi spasial yang signifikan: beberapa kecamatan seperti Gedebage, Rancasari, dan Buahbatu memiliki kecocokan model yang sangat tinggi namun jumlah kasus stunting yang rendah, sedangkan Bandung Kulon dan Babakan Ciparay menunjukkan jumlah kasus tinggi dengan kecocokan model yang lebih rendah. Model GWR secara keseluruhan memiliki kemampuan prediktif yang sangat baik (R² global 0,9822), menandakan efektivitas pendekatan spasial dalam mendukung perumusan kebijakan intervensi stunting yang lebih terarah dan sesuai karakteristik wilayah.

9 menit baca

193 dilihat

2 Data

1 Proyek

Analisis Spasial Keterjangkauan Fasilitas Kesehatan Rumah Sakit dan Puskesmas di Kota Bukittinggi

Kesehatan

11 Jun 2025

Muhammad Reza Zulkarnain

Analisis Spasial Keterjangkauan Fasilitas Kesehatan Rumah Sakit dan Puskesmas di Kota Bukittinggi

Publikasi ini menyajikan analisis spasial keterjangkauan fasilitas kesehatan berupa Puskesmas dan Rumah Sakit di Kota Bukittinggi menggunakan platform Geo Mapid. Dengan pendekatan buffer dan isochrone, kajian ini mengidentifikasi wilayah-wilayah yang belum terlayani secara optimal dan memberikan rekomendasi berbasis data untuk pemerataan layanan kesehatan.

18 menit baca

121 dilihat

1 Data

1 Proyek

Syarat dan Ketentuan
Pendahuluan
  • MAPID adalah platform yang menyediakan layanan Sistem Informasi Geografis (GIS) untuk pengelolaan, visualisasi, dan analisis data geospasial.
  • Platform ini dimiliki dan dioperasikan oleh PT Multi Areal Planing Indonesia, beralamat
  • mapid-ai-maskot