Analisis Pengaruh Perubahan Mobilitas terhadap Kualitas Udara

13/08/2021 • Hening Tyas Subekti

Nilai Pengaruh

Perubahan Mobilitas

Kualitas Udara_Weekly

Analisis Pengaruh Mobilitas terhadap Kualitas Udara


Analisis Pengaruh Perubahan Mobilitas terhadap Kualitas
Udara
Analisis Pengaruh Perubahan Mobilitas terhadap Kualitas Udara

Abstrak

Permasalahan kualitas udara merupakan salah satu kajian pada poin 13 SDG’s, yaitu Climate Change. Indonesia pada 2015 berada pada peringkat 4 penghasil emisi terbesar di dunia. Tujuan dari penelitian ini ialah menganalisis pengaruh perubahan mobilitas terhadap kualitas udara pada fase awal pandemi. Digunakan data harian dari Google Mobility Report dan data harian Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) yang berasal dari Arsip Data SPKUA-KLHK. Penelitian ini fokus pada fase awal pandemi (15 Februari – 15 Juni 2020) pada enam provinsi di Jawa-Bali. Metode penelitian yang digunakan ialah metode statistik kuantitatif dengan teknik analisis regresi panel dan Sistem Informasi Geografi (SIG) untuk pemetaannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mobilitas memiliki hubungan yang positif dengan kandungan polutan atau dalam hal ini ialah ISPU. Perubahan mobilitas mampu menjelaskan ISPU di Bali, DI Yogyakarta, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur sebesar 24%, 53%, 13%, 3,7%, 20%, dan 39% secara berturut-turut.

I. PENDAHULUAN

Kebijakan penanganan pandemi COVID-19 memiliki konsekuensi di berbagai bidang. Dampak yang paling terasa yaitu di bidang ekonomi karena proses produksi menjadi terhambat. Walaupun demikian, terdapat sisi positif yang bisa diambil, yaitu berkurangnya polusi karena pembatasan sosial dan aktivitas ekonomi (Dutheil et al., 2020). Hal tersebut bisa dilihat dari nilai konsentrasi polutan pada udara ambien. Berdasarkan citra yang dikeluarkan oleh European Space Agency (ESA) (2020) di beberapa negara bagian, seperti Spanyol, Prancis, dan Italia terjadi penurunan NO2 mencapai 20 – 30% dibandingkan dengan periode tahun sebelumnya. ESA menggunakan satelit Sentinel 5P dengan Tropospheric Monitoring Instrument (TROPOMI). Tidak hanya itu, publikasi terbaru National Aeronautics and Space Administration (NASA) (2020) juga menunjukkan pola yang sama. Dengan menggunakan Ozone Monitoring Instruments (OMI) pada satelit AURA, terlihat bahwa penurunan NO2 terjadi di US bagian timur laut, sebesar 30% dibandingkan dengan periode tahun sebelumnya.

Permasalahan kualitas udara dan iklim memang sudah menjadi masalah global, dan juga tertuang menjadi salah satu tujuan pada Sustainable Development Goals (SDG’s) poin 13 (UN Habitat). Pengaruh positif akibat pembatasan sosial yang dialami oleh negara lain juga perlu untuk diteliti di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh perubahan mobilitas masyarakat terhadap kualitas udara di Jawa-Bali pada fase awal pandemi COVID-19. Harapannya, penelitian ini mampu menjadi bekal bagi pemerintah ataupun masyarakat dalam mengambil kebijakan, terkait dengan permasalahan kualitas udara di beberapa daerah di Jawa-Bali secara lebih berkelanjutan.

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan unit analisis administratif provinsi, meliputi 6 provinsi. Keenam provinsi tersebut ialah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan juga Bali. Masing-masing provinsi dipanelkan dengan periode waktu yang dipilih yaitu harian, mulai dari 15 Februari – 15 Juni 2020 (122 data tiap provinsi). Terdapat 4 variabel bebas dan 1 variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini.

Variabel bebas meliputi perubahan mobilitas dari dan menuju beberapa lokasi :

- Retail & rekreasi

- Toko bahan makanan & Apotek

- Taman

- Pusat transportasi umum.

Sementara itu, variabel terikat diwakilkan dengan ISPU parameter kritis. Regresi linear dengan E-Views dilakukan pada masing-masing cross section untuk mengetahui nilai pengaruh pada masing-masing provinsi.

Data perubahan mobilitas masyarakat berasal dari publikasi Google Mobility Report. Data ini dipublikasikan sementara oleh Google untuk memperluas kajian pandemi COVID-19. Data ini berasal dari perpindahan lokasi yang terekam pada smartphone sejumlah individu yang ada pada suatu provinsi. Data mobilitas meliputi perubahan mobilitas dari dan menuju beberapa lokasi, yaitu retail & rekreasi, toko bahan makanan & apotek, taman, dan pusat transportasi umum. Data perubahan mobilitas ini diukur dari baseline (pengukuran pada 3 Januari – 6 Februari 2020). Sementara itu, untuk data kualitas udara harian dari arsip SPKUA-KLHK. Data tersebut ialah ISPU. Jenis polutan yang diukur dan diubah menjadi ISPU ialah CO, SO2, O3, PM10, dan NO2. Perhitungan ISPU tersebut ada pada Lampiran (Permen LHK No. 14 Tahun 2020). Selanjutnya, ISPU yang diregresikan diambil dari ISPU parameter kritis/ parameter tertinggi.

Selain itu, juga menggunakan teknik analisis GIS. Teknik ini digunakan untuk memetakan besarnya pengaruh mobilitas terhadap kualitas udara, dengan fitur join and relate dan juga overlay.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Perubahan Mobilitas dan Kualitas Udara

Perubahan mobilitas terlihat menurun drastis saat memasuki masa penerapan social distancing pada pertengahan Maret. Hal tersebut terjadi hampir di seluruh provinsi. Penurunan ini diukur dari baseline yang merupakan pengukuran mobilitas pada masa 3 Januari – 6 Februari 2020. Pengukuran ini dianggap sebagai mobilitas normal karena pada masa ini belum ada penerapan pembatasan sosial apapun. Secara umum penurunan mobilitas beragam pada masing-masing lokasi tujuan, pada range 25-95%. Penurunan mobilitas tertinggi ada di DKI Jakarta, sedangkan penurunan terendah ada di Jawa Tengah. Sebagai contoh, penurunan mobilitas di DKI Jakarta dan Jawa Tengah dapat dilihat pada grafik di bawah.

Analisis Pengaruh Perubahan Mobilitas terhadap Kualitas
Udara

Analisis Pengaruh Perubahan Mobilitas terhadap Kualitas
Udara

Sementara itu, untuk perubahan kualitas udara atau dalam hal ini diwakilkan dengan variabel ISPU, menunjukkan sedikit penurunan polutan pada di beberapa daerah. Namun, penurunan polutan tidak sesignifikan mobilitas yang penurunannya hingga mencapai 95%. Berbeda dari perubahan mobilitas, perbaikan kualitas udara ini dominan terjadi pada bulan April - Juni. Hal ini menjadi relevan karena puncak penurunan mobilitas memang terjadi di bulan tersebut, bukan pada awal penerapan social distancing pada pertengahan Maret.

Analisis Pengaruh Perubahan Mobilitas terhadap Kualitas
Udara

Pengaruh Mobilitas terhadap Kualitas Udara

Pada gambar di bawah dapat dilihat visualisasi spasial dari hasil regresi tiap daerah. Pemetaan dilakukan pada besarnya R Squared yang ada pada keenam provinsi dan dikelaskan menjadi tiga kelas, pengaruh rendah, sedang, dan juga tinggi. Terlihat bahwa Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat memiliki kelas pengaruh rendah. Hal ini menandakan bahwa kualitas udara di DKI Jakarta dan Jawa Barat ditentukan oleh faktor yang lebih kompleks. Perubahan mobilitas yang besar pun hanya mampu menjelaskan sedikit saja untuk tingkat polutan yang ada, yaitu sebesar 13% untuk DKI dan 3,7% untuk Jawa Barat. Hal ini memungkinkan karena dua lokasi ini tergolong urbanized dan cukup padat untuk kegiatan dan aktivitas ekonomi. Dengan demikian, penyumbang polutan juga semakin beragam. Kepadatan penduduk di DKI Jakarta mencapai 15.900 jiwa/km2, sedangkan Jawa Barat 1.394 jiwa/km2. Dua daerah tersebut merupakan provinsi terpadat di Indonesia. Polutan juga dimungkinkan memiliki persentase yang cukup besar dari emisi rumah tangga/ individu. Pertumbuhan penduduk memang memicu tumbuhnya kegiatan yang mengakibatkan peningkatan emisi. Menurut (Nurbaya, 2015) kegiatan industri dan rumah tangga memang memiliki peran yang cukup signifikan pada kualitas udara perkotaan, yaitu 15-30%. Daerah ini juga berisi aglomerasi kawasan perkotaan dan juga penyangga ibukota.

Sementara itu, pola selanjutnya yang terlihat yaitu bahwa kelas perkotaan di bawah DKI Jakarta dan Jawa Barat, berada pada kelas sedang dan rendah. Kelas sedang ada di Bali dan Jawa Tengah dengan nilai 24% dan 20% secara berturut-turut. Hal ini dimungkinkan karena sifat perkotaan dan laju urbanisasi yang ada di dua daerah ini berada di bawah DKI dan Jawa Barat. Kegiatan yang menghasilkan jenis-jenis polutan juga tidak sekompleks DKI dan Jawa Barat. Dengan demikian, menjadi relevan apabila mobilitas mampu menjelaskan ISPU dengan persentase yang lebih besar. Hal tersebut juga sesuai dengan kelas pengaruh tinggi yang ada di DI Yogyakarta dan Jawa Timur. Kedua daerah ini juga memiliki tingkat perkotaan di bawah DKI Jakarta dan Jawa Barat. Kegiatan yang memungkinkan menghasilkan emisi tidak sekompleks yang ada di Jawa Barat dan DKI Jakarta. Hal tersebut relevan dengan penelitian (Suyanto, 2011) yang menyimpulkan bahwa besarnya lahan terbangun juga ikut menentukan tingkat polutan yang ada di daerah tersebut. Oleh karenanya, ruang terbuka hijau menjadi penting dalam penanganan permasalahan polusi udara ini. Apabila melihat karakteristik daerah, menjadi relevan ketika mobilitas dapat menjelaskan ISPU jauh lebih besar di Jawa Timur dan DI Yogyakarta karena perkotaan dan lahan terbangun yang lebih kecil dibandingkan dengan DKI dan Jawa Barat. Mobilitas dapat menjelaskan ISPU sebesar 39% di Jawa Timur, sedangkan mobilitas DI Yogyakarta dapat menjelaskan ISPU sebesar 53%. Penjelasan pola pengaruh di atas, dapat dilihat secara lebih singkat pada Gambar di bawah.

Analisis Pengaruh Perubahan Mobilitas terhadap Kualitas
Udara

IV. PENUTUP & SARAN

Tentunya, analisis ini belum bisa mewakili kondisi nyata terkait kualitas udara. Namun, analisis ini mampu menjadi gambaran awal dan sebagai pertimbangan para pengambil kebijakan. Analisis ini menunjukkan bahwa tiap-tiap daerah (dalam hal ini provinsi) memiliki nilai pengaruh yang beragam. Momentum penurunan pencemar pada fase awal pandemi ini perlu dijadikan pelajaran. Penggencaran dan pemulihan ekonomi seharusnya dikembalikan pada jalan yang lebih ramah lingkungan. Dengan demikian, momentum ini tidak hanya berlaku sementara. Perlu diperhatikan bahwa dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kawasan perkotaan memiliki nilai pengaruh yang rendah. Ini menunjukkan bahwa penanganan kualitas udara benar-benar perlu upaya besar karena banyak sekali faktor yang berpengaruh. Sebaliknya, untuk area-area unurbanized juga dapat dijadikan gambaran awal bahwa mobilitas memiliki persentase besar dalam menentukan kualitas udara sehingga kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan transportasi bisa diterapkan.

V. SARAN DAN MASUKAN UNTUK MAPID

Aplikasi Geo Mapid merupakan platform yang sangat memudahkan untuk analisis spasial. Tampilan yang diberikan sederhana sehingga mudah dipahami. Tutorial yang diberikan sangat membantu untuk melakukan analisis. Berikut beberapa saran yang saya rasa perlu untuk dikembangkan

1. Fitur Analyze Lite bisa lebih dikembangkan lagi, tidak hanya dapat memvisualisasikan dengan diagram pie, tetapi juga dengan diagram jenis lainnya.

2. Fitur untuk memvisualisasikan data time series, misalnya dilengkapi dengan Time Bars. Dengan demikian, peta akan menjadi lebih menarik dan interaktif.

VI. REFERENSI

Dutheil, F., Baker, J. S., & Navel, V. (2020). COVID-19 as a factor influencing air pollution? Environmental Pollution, 263(May). https://doi.org/10.1016/j.envpol.2020.114466

ESA (European Space Agency). (2020). Air pollution remains low as Europeans stay at home. https://www.esa.int/Applications/Observing_the_Earth/Copernicus/Sentinel-5P/Air_pollution_remains_low_as_Europeans_stay_at_home

NASA (National Aeronautics and Space Administration). (2020). AIR QUALITY FROM SPACE | Air Quality. https://airquality.gsfc.nasa.gov/

Nurbaya, S. (2015). Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan, ini hasilnya ! - Indonesia Environment & Energy Center. https://environment-indonesia.com/articles/evaluasi-kualitas-udara-perkotaan-ini-hasilnya/

Permen LHK No. 14 Tahun 2020. (2020). Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia No 14 Tahun 2020 tentang Indeks Standar Pencemaran Udara. 1–16

Suyanto, H. (2011). Pengelolaan Kualitas Udara Di Perkotaan. Gema Teknologi, 16(2), 93. https://doi.org/10.14710/gt.v16i2.22134

Data Publications