Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara

19/04/2023 • Gumirlang Fachrunnuha S.

Rekomendasi Pemanfaatan Lahan Pengembangan Properti Lereng Merapi

Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Lereng Merapi


Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara
Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara

Pendahuluan

Introduction

Latar Belakang

Kawasan lereng Gunung Merapi menjadi salah satu daya tarik wisatawan ketika berkunjung ke Yogyakarta. Hal ini disebabkan oleh kondisi alamnya yang indah dengan aneka ragam flora dan fauna, memiliki kekhasan daya tarik geologi, suasana asri, dan memiliki nilai kebudayaan yang kental (Febriandika, 2017). Pasca bencana erupsi tahun 2010 jumlah kunjungan wisata merapi selalu meningkat. Hal ini terjadi seiring banyak berkembang kawasan-kawasan pariwisata yang bertemakan alam, museum budaya, maupun pengalaman adventure. Dari sinilah timbul pusat kegiatan dan perekonomian baru di lereng Gunung Merapi (Muhamad, 2013).

Industri pariwisata yang berkembang memerlukan fasilitas pendukung seperti bangunan penginapan dan villa. Sehingga investasi bangunan dan properti pendukung sangat prospektif untuk dikembangkan. Namun perlu dicatat bahwa dinamika kegiatan yang ada didalamnya selalu terancam oleh potensi bahaya yang disebabkan oleh gunung paling aktif di dunia ini. Selain itu dalam pengembangan kawasannya juga perlu memperhatikan aspek kelestarian lingkungannya dengan tidak merambah ke zona-zona buffer dari kawasan lindung (Adhiramhanta, 2005). Untuk itu perlu dilakukan kajian lebih mendalam untuk mengetahui tingkat risiko bahaya pada setiap titik-titik pariwisata terhadap erupsi Gunung Merapi. Kemudian kajian ini dilakukan untuk memberikan rekomendasi area lahan yang dapat dikembangkan secara maksimal sebagai properti tanpa merusak kelestarian alamnya.

Background

Merapi tourism area is one of the tourist attractions in Yogyakarta. Due to the beautiful landscape with a variety of flora and fauna, unique geological appeal, beautiful atmosphere, and the strong cultural values (Febriandika, 2017). Since the 2010 eruption, the number of Merapi's tourists has always increased. It caused of many tourism area that growth like areas with nature themes, cultural museums, and experiences of adventure. The tourism creates a new center of activity and economy around the Mount Merapi area (Muhamad, 2013).

The development of tourism industry requires supporting facilities such as lodging and villa. So that building investment and supporting properties are very prospective to be developed. Beside that, the dynamic activities inside it are always threatened by potential hazards caused by Merapi, the most active volcano in the world. To develop the area, it is also necessary to pay attention to aspects of environmental sustainability by not encroaching on buffers from protected areas (Adhiramhanta, 2005). So that it is necessary to conduct a more in-depth study to determine the level of hazard risk at each tourism point against the eruption of Mount Merapi. This study aimed to give recommendations on areas that can be developed optimally and sustainable as property areas.

Rumusan Masalah

  1. 1.
    Bagaimana kondisi kerawanan bencana pada setiap titik pariwisata di kaki Gunung Merapi?
  1. 2.
    Bagaimana kesesuaian lahan peruntukan properti di sekitar titik pariwisata terhadap kerawanan bencana Gunung Merapi?
  1. 3.
    Bagaimana rekomendasi lahan untuk pengembangan properti pada tiap kawasan pariwisata berdasarkan peraturan RTRW kabupaten Sleman dan nilai manfaatnya?

Problem Formulation

  1. 1.
    What is the condition of disaster vulnerability at each tourism point around of Mount Merapi area?
  1. 2.
    What is the suitability of land allotment of property around tourism area against the disaster vulnerability of Mount Merapi?
  1. 3.
    How are the recommendations of land allotment for property development in each tourism area based on the RTRW Kabupaten Sleman and the value of the benefits?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada pembaca mengenai tingkat kerawanan dari titik-titik pariwisata yang ada di lereng merapi terhadap bencana erupsi Gunung Merapi. Sehingga pembaca yang ingin berwisata memahami kondisi dari masing-masing pariwisatanya. Selain itu, penelitian ini juga memberikan rekomendasi kepada pengembang dengan dilakukan kajian terhadap kesesuaian lahan pengembangan properti di sekitar kawasan pariwisata. Hal ini guna memberikan rekomendasi pemanfaatan lahan secara maksimal (best use) terhadap kerawanan bencana dan kelestarian alamnya dengan mengikuti peraturan pola ruang yang ada pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sleman.

Writing Purpose

This study aims to provide information regarding the level of vulnerability of tourism spots in North Sleman to the eruption of Mount Merapi. So travelers understand the conditions of each tourism. In addition, this study also provides recommendations to developers by conducting a study of the suitability of land for property development around tourism areas. This is to provide recommendations for maximum land use (best use) on disaster vulnerability and natural sustainability by following the existing spatial pattern regulations in the Sleman Regency Regional Spatial Plan (RTRW).

Metode Penelitian

Research methods

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah Kabupaten Sleman bagian utara mencakup 10 kelurahan dari 3 kecamatan yaitu Kelurahan Candibinangun, Hargobinangun, Pakembinangun, dan Purwobinangun di Kecamatan Pakem, Kelurahan Girikerto dan Wonokerto di Kecamatan Turi, serta Kelurahan Glagaharjo, Kepuharjo, Umbulharjo dan Wukirsari di Kecamatan Cangkringan dengan fokus pada pemetaan dari kerawanan bencana masing-masing titik pariwisatanya. Kemudian dilakukan juga analisis terhadap kesesuaian lahan dari seluruh wilayah kelurahan lokasi penelitian guna mengetahui area lahan mana saja yang memiliki fungsi maksimal (best use) untuk dikembangkan menjadi properti sesuai peraturan Rencana Tata Ruang Wilayah dan peraturan kawasan lindung.

Research sites

This research was conducted in the northern part of Sleman Regency covering 10 sub-districts from 3 districts, Kelurahan Candibinangun, Hargobinangun, Pakembinangun, Purwobinangunin in Kapanewon Pakem, Kelurahan Girikerto and Wonokerto in Kapanewon Turi, and also Kelurahan Glagaharjo, Kepuharjo, Umbulharjo, Wukirsari in Kapanewon Cangkringan focused on disaster vulnerability mapping of each tourism point. This also conducted an analysis of the land suitability of the research area, in order to find out the highest and best use area property development in regardings on RTRW Kabupaten Sleman.

Metode Penelitian dan Bahan Penelitian

Kajian ini merupakan kajian studi kasus di Kabupaten Sleman dengan metode penelitian kualitatif pada fokus keruangan. Kajian ini menggunakan data sebaran lokasi pariwisata, kerawanan bencana letusan gunung berapi, jaringan jalan, guna lahan eksisting, aliran sungai, jenis tanah, kelerengan, curah hujan dan rencana pola ruang yang termuat dalam RTRW Kabupaten Sleman. Data-data yang digunakan bersumber dari open source Badan Informasi Geospasial dan Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman. Kajian ini juga menggunakan analisis keruangan diantaranya euclidean distance (multi-ring buffer), isochrone, isodistance, dan weighted overlay untuk melakukan analisis penentuan lokasi lahan yang paling sesuai dalam pengembangan properti di Kabupaten Sleman. Analisis keruangan ini memanfaatkan aplikasi Quantum GIS.

Research Methods and Materials

This study is a case study in Sleman Regency with a qualitative research method on focus space. This study uses data on the distribution of tourism sites, vulnerability to volcanic eruptions, road networks, and land use, river flow, soil type, topography, rainfall and the spatial pattern plan in the Sleman Regency RTRW. Those data source from Badan Informasi Geospasial and the Regional Government of Sleman Regency. This study also required spatial analysis such as euclidean distance (multi-ring buffer), isochrone, isodistance, and weighted overlay to determine the land suitability for property development in North Sleman. The spatial analysis utilizes the Quantum GIS.

Kerangka Berpikir / Diagram Alir

Thinking Framework / Flowchart

Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara Kerangka Berpikir / Flowchart

Hasil dan Pembahasan

Result and Discussion

Identifikasi Titik-titik Pariwisata Terhadap Kondisi Kerawanan Bencana Gunung Merapi

Identification of Tourism Points Against Mount Merapi Disaster Vulnerability Conditions

Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara

Kerawanan bencana terhadap erupsi Gunung Merapi diklasifikasikan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menjadi 3 bagian yaitu KRB 3, KRB 2, dan KRB 1 yang area kawasannya divisualisasikan melalui peta berikut. Menurut BNPB, KRB 3 merupakan area yang dapat diterjang oleh lava vulkanik, guguran batu vulkanik, gas beracun maupun awan panas. KRB 3 merupakan kawasan yang paling berbahaya sehingga tidak dianjurkan untuk dibangun hunian tetap dan pemanfaatan komersial. KRB 2 merupakan kawasan yang berpotensi diterjang awan panas, bisa terjadi juga aliran lava dan guguran hujan abu lebat. KRB ini berada aliran sungai dan lereng kaki Gunung Merapi. Pemanfaatan lahannya diperbolehkan namun tetap melalui prosedur mitigasi dan evakuasi yang ketat. Sedangkan KRB 1 merupakan kawasan yang berpotensi diterjang aliran lahar dingin dan mungkin dapat terjadi perluasan awan panas. Kawasan ini cenderung lebih aman dari tingkat KRB sebelumnya sebagai pusat aktivitas masyarakat, namun pemanfaatan lahan harus tetap memperhatikan sempadan sungai dan menjaga jarak aman.

The disaster vulnerability of Mount Merapi is classified by the Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) into 3 areas, KRB 3, KRB 2, and KRB 1 whose areas are visualized through the following map. According to BNPB, KRB 3 is an area that can be hit by volcanic lava, volcanic rock fall, toxic gas and hot clouds. This area is the most dangerous area that is not recommended to build permanent housing and commercial use. KRB 2 is an area that has the potential to be hit by hot clouds, lava flows and heavy ash fall can also occur. This is located on a river and the foot slopes of Mount Merapi. This area is permitted but still goes through procedures of mitigation and strict evacuation. The last one, KRB 1 is an area that has the potential to be hit by cold lava flows and expansion of hot clouds may occur. This area tends to be safer than the other area level previously as a center of community activity, but the allotment must pay attention to the river border and maintain a safe distance.

Selanjutnya dilakukan analisis terhadap titik-titik pariwisata yang ada di Sleman bagian utara terhadap tingkat kerawanan bencananya. Analisis tersebut dirangkum ke dalam tabel dan peta berikut.

Furthermore, an analysis was carried out on tourism points in northern Sleman on their level of disaster vulnerability. The analysis is summarized in the following table and map.

Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara Titik Pariwisata Terhadap KRB

Kesesuaian Peruntukan Lahan Terbangunan (Bangunan Properti) Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi

Suitability of Land Use Awakened (Building Property) Against Disaster Vulnerability of Mount Merapi

A. Komponen Analisis Kesesuaian Lahan

Component of Land Suitability Analysis

Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara

Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara Kriteria Kesesuaian Lahan

Komponen-komponen pada tabel tersebut dijelaskan dan divisualisasikan melalui peta-peta berikut. Dalam melakukan analisis kesesuaian lahan dilakukan weight overlay terhadap faktor faktor pendefinisi kemudian diberi batasan melalui faktor-faktor limitasi. Faktor-faktor pendefinisi tersebut diantaranya,

The components in the those table are explained and visualized through following maps. In carrying out a land suitability analysis carried out weight overlay to define factors then given a limit through the limiting factors. The defining factors such as,

  • Kerawanan Bencana Gunung Merapi

Disaster Vulnerability of Mount Merapi

Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara

Kerawanan bencana terhadap Gunung Merapi telah banyak dibahas pada poin bahasan sebelumnya. Komponen kerawanan ini mendefinisikan semakin jauh dari kawasan rawan bencana maka lahan peruntukannya semakin sesuai. Kriteria ini mengacu pada Dokumen KRB dari BNPB tahun 2020 dengan detailnya dapat dicermati melalui tabel diatas.

Merapi's Disaster vulnerability has been widely discussed. This vulnerability component defines that the further away from KRB, can be more suitable the allotted. This refers to the Document KRB from BNPB on 2020, the details of which can be seen in the table below above.

  • Jarak Terhadap Sungai (Sempadan Sungai) yang Berhulu di Merapi

Distance to the River (River Boundary) that Heads in Merapi

Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara

Visualisasi kriteria jarak terhadap sungai yang berhulu di Merapi. dapat dilihat melalui peta tersebut. Kriteria ini mengacu pada Perda Kabupaten Sleman Nomor 13 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah yang mengatur bahwa lahan yang sesuai untuk dikembangkan tidak berada di sekitar sempadan sungai dengan jarak 50 meter dari bibir sungai. Hal ini juga berkaitan dengan bahaya dari aliran sungai yang berhulu di Merapi karena dapat membawa lahar baik panas maupun dingin dan juga awan panas.

Visualization of the distance criteria to the river that heads in Merapi, drawn on the map. This criterion refers to the Perda Kabupaten Sleman Nomor 13 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah, explains that land suitable for development is not located around a riverbank with a distance of 50 meters from the riverside. This is also related to the vulnerability of the river flow that disgorges at Merapi because it can flow lava.

  • Jangkauan Terhadap Jalur Evakuasi Dalam Satuan Waktu

Range of Evacuation Routes in Time Unit

Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara

Jangkauan terhadap jalur evakuasi dianalisis melalui isodistance selama selang waktu 5 menit dari masing-masing area aglomerasi pariwisata. Jaringan jalan yang digunakan sebagai rute isodistance merupakan peruntukan sebagai jalur evakuasi serta jalan kolektor primer, dan lokal primer setempat. Sehingga diperoleh area-area mana saja yang mudah menjangkau jalur evakuasi. Untuk lebih detailnya dapat dicermati pada tabel diatas.

Coverage of evacuation routes is analyzed by isodistance during an interval of 5 minutes from each tourism area. The road network used as a route distance is designated as an evacuation route as well as a primary collector road, and local primary local. In order to obtain which areas are easy to reach evacuation routes. For more details, it is drawn on the table below above.

  • Guna Lahan

Land Use

Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara

Legenda guna lahan Kabupaten Sleman diringkas menjadi 3 yaitu lindung, penyangga, dan budidaya. Hal ini dilakukan untuk memudahkan area mana yang dapat dikembangkan menjadi kawasan terbangun. Untuk lebih detailnya dapat dicermati pada tabel diatas.

The legend of land use in Sleman Regency is summarized into 3, protected areas, buffer areas, and cultivation areas. This analysis is used to facilitate which areas can be developed into built-up areas. For more details, it can be seen in the table below above.

Selanjutnya dari faktor pendefinisi tersebut diberikan limitasi untuk mengklasifikasikan area lindung, area penyangga, dan area budidaya. Faktor limitasi ini tidak memperbolehkan area lindung untuk dimanfaatkan sebagai lahan terbangun. Faktor limitasi ini berdasarkan pada SK Menteri Pertanian 837/KPTS/UM/1980. Kriteria-kriteria dari penentuan faktor limitasi diantaranya,

The defining factor is given limitations to classify protected areas, buffer areas, and cultivation areas. Following this factor, it does not allow protected areas to be used as built-up land. Factor limitations are based on the SK Menteri Pertanian 837/KPTS/UM/1980. The criteria of determining limitations factors among them such as,

  • Kelerengan

Slope

Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara

Kondisi kelerengan Kabupaten Sleman beragam akibat adanya Gunung Merapi di utara. Semakin ke utara maka kelerengan semakin curam dan semakin tidak sesuai untuk dikembangkan sebagai kawasan terbangun.

Sleman topography is diverse due to the presence of Mount Merapi in the northern area. The further north, the slope is steeper and increasingly unsuitable for development as a built-up area.

  • Jenis Tanah

Soil Types

Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara

Kriteria jenis tanah ini mengikuti ketentuan yang tertulis dalam SK Menteri Pertanian 837/KPTS/UM/1980. Jenis tanah yang sulit menyerap air akan semakin sesuai untuk dikembangkan menjadi lahan terbangun. Jenis tanah yang dapat menyerap air dengan baik merupakan area lindung dan resapan air guna ketersediaan air tanah. Untuk jenis tanah apa saja yang termasuk sesuai dapat dilihat melalui tabel diatas.

The criteria for this soil type are based on SK Menteri Pertanian 837/KPTS/UM/1980. Soil types that are difficult to absorb water will be more suitable to be developed into built-up land. On the other side, soil types that can absorb water are protected areas and water catchments for the availability of groundwater. The soil type suitability can be seen through the table.

  • Curah Hujan

Rainfall

Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara

Berbanding lurus dengan jenis tanah dan area resapan air, kriteria curah hujan juga memperhatikan area resapan air dan cadangan airnya yang dapat menjadi potensi area lindung. Semakin tinggi curah hujan maka semakin tidak diperbolehkan lahan pada area tersebut untuk dikembangkan karena potensi cadangan air tanahnya tinggi.

The rainfall criteria also pay attention to water catchment areas and their water reserves which are potential protected areas. The higher the rainfall it can be more unsuitable to be developed because the potential for groundwater reserves is high.

B. Analisis Kesesuaian Lahan

Setelah dilakukan penjabaran dan visualisasi dari masing-masing kriteria dari faktor pendefinisi dan faktor limitasi. Selanjutnya dilakukan operasi weight overlay dari masing kriteria untuk mendapatkan faktor pendefinisi dan limitasi. Hasil dari weight overlay dapat dicermati pada gambar berikut,

After elaborating and visualizing each criterion of the factors definer and factors limitations. Next, the operation is performed weight overlay from respectively criteria for obtaining factors definer and limitations. Result of weight overlay drawn on the following map,

  • Overlay Faktor Pendefinisi
Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara

Dari weight overlay faktor pendefinisi diperoleh hasil kesesuaian lahan dengan 5 kategori yang dapat dicermati pada peta. Lahan-lahan yang dapat dikembangkan berada pada kategori sangat sesuai hingga cukup sesuai (secara terbatas). Selanjutnya faktor pendefinisi ini masih di-limitasi dengan overlay dari lahan-lahan yang berpotensi menjadi area lindung dan resapan air pada faktor limitasi.

From analyzing the defining factors the results of land suitability with 5 categories that can be observed on the map. Lands that can be developed are in the category of very suitable to quite suitable (limited). Next factor that defines it still is limited with overlay from lands that have the potential to become protected areas and water catchments at the limiting factor.

  • Overlay Faktor Limitasi
Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara

Kriteria-kriteria dari faktor limitasi juga dilakukan proses weight overlay sehingga dihasilkan peta limitasi wilayah Kabupaten Sleman. Peta limitasi ini terbagi menjadi 3 kategori yaitu lindung, penyangga, dan budidaya. Area yang diperbolehkan untuk dikembangkan menjadi kawasan terbangun hanya di kawasan budidaya dan penyangga.

The criteria for the limiting factors are also carried out by a weight overlay process to produce a map of the limitations of the Sleman Regency area. This limitation map is divided into 3 categories, protected, buffer, and cultivation area. Areas that are allowed to be developed into built-up areas are only in cultivation and buffer areas.

  • Overlay Akhir
Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara

Kedua faktor tersebut (pendefinisi dan limitasi) kemudian dilakukan proses overlay lagi untuk memperoleh hasil akhir dari analisis kesesuaian lahan pengembangan area terbangun (khususnya properti) di Kabupaten Sleman. Dari nilai hasil kalkulasi pada operasi raster calculator pada weight overlay diperoleh 4 kategori hasil mulai dari sangat sesuai hingga kurang sesuai.

These two factors (define and limitations) are overlaid again to obtain land suitability results for the development of built-up areas (especially for property) in Northern Sleman. Then there are 4 categories of results ranging from very suitable to less suitable.

Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara

Kategori legenda peta diperingkas menjadi diperbolehkan dan tidak diperbolehkan untuk dibangun agar mempermudah identifikasi oleh pembaca dalam penentuan area mana yang akan dikembangkan. Kriteria lahan yang diperbolehkan merupakan lahan yang memenuhi kategori sangat sesuai hingga cukup sesuai terbatas pada peta sebelumnya.

In order to facilitate identification by the reader in determining which area to develop, the legend category summarized be allowed and not allowed to be built. The criteria for allowed area are land very suitable to moderately suitable categories limited to the previous map.

Rekomendasi Lahan yang Dapat Dikembangkan Menjadi Properti pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara

A. Rekomendasi Pemanfaatan Lahan Kawasan Pariwisata Berdasarkan Tinjauan Peraturan RTRW

Recommendations for Land Use in Tourism Areas Based on a Review of RTRW Regulations

Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara

Untuk menghasilkan analisis yang lebih spesifik, area diperkecil menjadi lebih makro di 10 kelurahan paling utara di Kabupaten Sleman dengan sebaran pariwisatanya. Klasifikasi dari peta yang lebih makro dengan skala 1 : 40000 ini tetap sama yaitu menunjukan peruntukan lahan yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan untuk dikembangkan beserta titik-titik pariwisatanya. Diketahui beberapa titik pariwisata yang berada di kawasan peruntukan yang tidak diperbolehkan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat melalui tabel berikut.

For more specific analysis, the area is reduced to a more macro level in the 10 northernmost sub-districts in Sleman with the agglomeration of tourism. The classification of a more macro map with a scale of 1: 40000 remains the same, showing allotment of land that is allowed and not allowed to be developed along with the tourism points. It is known that several tourism points are in designated areas that are not allowed. For more details can be seen through the following table.

Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara Izin Pengembangan Kawasan Pariwisata

Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara

Setelah dilakukan analisis secara kuantitatif menggunakan komputasi GIS, perlu juga dilakukan kajian dan penyelarasan terhadap peraturan baku yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi penyimpangan dan pelanggaran pemanfaatan lahan dalam penyusunan rekomendasi nantinya. Peraturan yang dikaji dan diselaraskan adalah rencana pola ruang yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman Tahun 2021 - 2041. Rencana Pola Ruang yang telah dirumuskan oleh Pemerintah Kabupaten Sleman dapat dicermati pada peta tersebut.

After GIS analysis, it is also necessary to study and harmonize the regulations in order to reduce chances of irregularities and violations of land use in the preparation of recommendations later. The regulations are the spatial pattern plans in Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman Tahun 2021 - 2041. The spatial pattern plans that have been formulated by the government can be observed on the map.

Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara

Dilakukan proses overlay pada kesesuaian peruntukan lahan properti dengan peta rencana pola ruang RTRW Kabupaten Sleman. Dari proses overlay diperoleh lahan mana saja yang diizinkan dan terbatas untuk dikembangkan menjadi bangunan properti secara legal sesuai dengan peraturan. Lahan dengan klasifikasi terbatas ini biasanya berupa lahan produksi seperti sawah dan perkebunan. Oleh karena itu, dalam pengembangannya menjadi area terbangun perlu melalui izin tertentu agar tidak menghilangkan lahan produksi dilindungi seperti sawah LP2B.

From this process obtained which land is permitted and limited to be legally developed into property buildings in accordance with regulations. Land with this limited classification is usually in the form of production land such as rice fields and plantations. Therefore, in developing it into a built-up area, it is necessary to go through certain permits so as not to eliminate protected production land such as LP2B.

B. Rekomendasi Lahan Dengan Pemanfaatan Terbaik (Best Use) Pengembangan Properti Di Kawasan Pariwisata Lereng Merapi

Recommended Land with the Best Use for Property Development in the Tourism Area of the Merapi Slopes

Setelah diperoleh area-area lahan yang diizinkan untuk dikembangkan menjadi bangunan properti selanjutnya dilakukan analisis lebih lanjut untuk memperoleh rekomendasi pemanfaatan lahan yang memiliki fungsi dan nilai terbaik. Analisis ini memanfaatkan kemampuan keterjangkauan dari masing-masing lahan terhadap titik-titik pariwisatanya. Analisis jangkauan ini menggunakan metode isochrone selama 5 menit dan isodistance sejauh 3 km.

After obtaining the areas that are allowed to be developed into property buildings, further analysis is carried out to obtain the highest and best recommendations for land allotment. This analysis is carried out based on the affordability of each land to the tourist point using isochrone for 5 minutes and isodistance as far as 3 km.

Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara

Jangkauan isochrone selama 5 menit ditunjukan oleh luasan pada peta tersebut. Jangkauan ini berdasarkan lama perjalanan melalui semua jaringan jalan yang tersedia untuk kendaraan bermotor dari titik-titik pariwisata.

Isochrone for 5 minutes shown by the area on the map. This range is based on travel time through all available road networks for motorized vehicles from tourism points.

Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara

Jangkauan isodistance ditunjukan oleh luasan pada peta tersebut. Jangkauan ini berdasarkan jarak perjalanan sejauh 3 km melalui jaringan jalan yang tersedia dari titik-titik pariwisata.

Isodistance shown by the area on the map. This range is based on the distance traveled as far as 3 km through the road network available from tourism points.

Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara

Kedua analisis isochrone dan isodistance dilakukan proses union untuk menyatukan kedua hasil. Kemudian diperoleh jangkauan total yang divisualisasikan oleh peta tersebut.

Both of isochrone and isodistance analysis carried out the union process to unite the two results. Then the total range visualized by the map.

Hasil analisis jangkauan tersebut kemudian dilakukan proses overlay terhadap peta rekomendasi pemanfaatan lahan. Sehingga diperoleh rekomendasi area pemanfaatan terbaik untuk dibangun menjadi properti. Pemanfaatan terbaik ini berdasarkan pada aspek legalitas terhadap peraturan dan keterjangkauannya terhadap pusat-pusat kegiatan yang disini diasumsikan oleh titik-titik pariwisata.

The results of the reach analysis are then processed overlay on the land use recommendation map. In order to obtain recommendations for the best allotment areas to be built into properties. This best allotment is based on legal aspects of regulations and affordability to activity centers here assumed by tourism points.

Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara Analisis Kesesuaian Lahan Pengembangan Properti Terhadap Kerawanan Bencana Gunung Merapi Pada Kawasan Pariwisata Sleman Utara

Pemanfaatan lahan ini akan semakin meningkat seiring dengan perkembangan pusat kegiatan di wilayah lereng merapi. Tentu saja perkembangan wilayah akan berdampak ke banyak aspek salah satunya adalah harga tanah dan bangunan. Untuk itu investasi properti di kawasan pariwisata Sleman Utara ini cukup prospektif. Namun perlu dicatat bahwa perkembangan wilayah Sleman Utara ini juga perlu didukung oleh kualitas dari sarana dan prasarana utilitasnya.

The land utilization will increase along with the development of activity in Northern Sleman. The development of the area will have an impact on many aspects, such as the price of land and buildings. For this reason, property investment in the North Sleman tourism area is quite prospective. However, it should be noted that the development of the North Sleman region also needs to be supported by the quality of its utility facilities and infrastructure.

Penutup

Closing

Kesimpulan

  1. 1.
    Terdapat beberapa objek pariwisata yang berada pada zona sangat rawan terhadap erupsi Merapi yaitu pada KRB 3. Menurut dokumen kawasan rawan bencana yang diterbitkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana objek pariwisata yang masuk ke dalam KRB 3 tidak boleh dikembangkan menjadi bangunan permanen apapun termasuk properti dan hunian. Sehingga objek-objek wisata KRB 3 dieliminasi dari analisis kesesuaian lahan pengembangan properti.
  1. 2.
    Diketahui area lahan yang sesuai untuk dikembangkan menjadi properti seluas 3641,9 Ha tersebar di seluruh kelurahan amatan dan detailnya telah divisualisasikan pada peta. Selain itu terdapat lahan-lahan yang sifatnya terbatas dan memerlukan izin tertentu karena berupa lahan produksi.
  1. 3.
    Area lahan yang direkomendasikan bernilai maksimal untuk pengembangan properti memiliki luas 2650,9 Ha yang detailnya dapat dilihat melalui visualisasi peta. Rekomendasi ini berdasarkan kedekatan dan keterjangkauan terhadap objek-objek pariwisatanya sehingga seiring dengan perkembangan kawasannya maka nilainya akan meningkat.

Conclusion

  1. 1.
    There are several tourism objects that are in a very vulnerable area to Merapi eruptions, namely KRB 3. According to the document on disaster-prone areas issued by the Badan Nasional Penanggulangan Bencana, tourism objects that are included in KRB 3 cannot be developed into permanent buildings, whatever including property and occupancy. So KRB 3 tourism objects are eliminated from the property development land suitability analysis.
  1. 2.
    The suitable area to be developed into a property of 3641.9 Ha is spread across all observed villages and the details have been visualized on the map. In addition, there are lands that are limited in nature and require certain permits because they are production areas.
  1. 3.
    The best allotment area for property development has an area of 2650.9 Ha, the details of which are drawn on the map. This recommendation is based on proximity and affordability towards its tourism objects so that along with the development of the area, its value will increase.

Saran

Diperlukan penanganan khusus yang dalam upaya mitigasi bencana pada objek wisata rawan seperti penyediaan akses jalur evakuasi, infrastruktur penunjang seperti early warning system, dan infrastruktur penunjang lainnya. Kemudian perlu kehati-hatian ekstra bagi pengunjung yang datang ke objek-objek wisata tersebut.

Kemudian area lahan yang memiliki nilai maksimal untuk dikembangkan properti tentunya tetap memerlukan daya dukung utilitas sekitarnya seperti penyediaan jaringan jalan yang baik dan sarana pendukung yang tercukupi. Untuk memperoleh nilai maksimal dari prospek lahan tersebut tentunya pertumbuhan wilayahlah yang paling berpengaruh. Oleh karena itu pengembangan kawasan pariwisata ini perlu adanya keseriusan bersama dari pemerintah, stakeholder, swasta, dan masyarakat sehingga terciptalah pusat ekonomi yang besar dan meningkatkan nilai-nilai lahan di dalamnya.

Recommendation

This case required efforts to mitigate disasters on vulnerable tourist objects such as providing access to evacuation routes, supporting infrastructure such as early warning systems, and other supporting infrastructure. For visitors who come to these tourist objects, extra caution.

Then the land area that has the maximum value for property development still requires the carrying capacity of the surrounding utilities, such as the provision of a good road network and adequate supporting facilities. To get the maximum value from the prospect of the area influenced by the growth of the area. Therefore the development of this tourism area needs seriousness from the government, stakeholder, the private sector, and the community to create a large economic center and increase the value of the land within it.

Daftar Pustaka

Reference

Adirahmanta, S.N. (2005). Prospek Pengembangan Kegiatan Wisata di Kawasan Kaliurang Pasca Penetapan Taman Nasional Gunung Merapi. (Tesis Magister, Universitas Diponegoro). URL:

Febriandika, F. (2017). Peran Dinas Pariwisata dalam Pengelolaan Obyek Wisata Volcano di Lereng Gunung Merapi Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman. (Tesis Magister, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta). URL:

Muhamad. (2013). Kapasitas Daya Dukung Fisik dan Lingkungan Optimal sebagai Daya Dukung Kepariwisataan Alam Yogyakarta Utara setelah Pascaerupsi Merapi 2010: Kawistara. 3 (2). 117-128.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana. (2020). Identifikasi Posisi Terhadap KRB Gunung Merapi, Gunakan Cekposisi. URL:

Peraturan Perundangan

Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 13 Tahun 2021 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman Tahun 2021 - 2041

Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 837/KPTS/UM/11/1980 Tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung

Data Publications