Analisis Keterjangkauan Fasilitas Pendidikan di Kabupaten Magelang

24 Agustus 2024

By: Safira Ardelia Oktaviani

Open Data

Keterjangkauan SMP-MTS

Open Data

Keterjangkauan SMA-SMK-MA

Titik persebaran fasilitas pendidikan di Kabupaten Magelang

Latar Belakang dan Permasalahan

Pembukaan UUD 1945 menegaskan bahwa negara Indonesia memiliki tujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal tersebut dapat diwujudkan melalui pendidikan. Pendidikan dapat meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia. Di sisi lain, pendidikan merupakan salah satu kunci pembangunan suatu daerah. Keterjangkauan terhadap fasilitas pendidikan yang memadai tidak hanya berperan penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, tetapi juga berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Kabupaten Magelang, salah satu daerah dengan kondisi topografi yang beragam di Provinsi Jawa Tengah, tampaknya menghadapi tantangan tersendiri dalam penyediaan dan distribusi fasilitas pendidikan. Meskipun terdapat peningkatan dalam angka rata-rata pendidikan di Kabupaten Magelang sejak tahun 2020, data menunjukkan bahwa dari tahun 2020 hingga 2022, angka rata-rata lama sekolah masih hanya mencapai 7,8 tahun (BPS, 2022). Hal ini berarti belum memenuhi target wajib belajar 9 tahun yang ditetapkan pemerintah. Angka wajib belajar 9 tahun saja masih belum terpenuhi, bagaimana dengan target terbaru wajib belajar 12 tahun dan rencana wajib belajar 13 tahun? Apa yang sebenarnya terjadi?

Pada Profil Pendidikan Kabupaten Magelang tahun 2022 yang diterbitkan oleh BPS, disampaikan bahwa masih dikaji kendala dan permasalahan utama yang mempengaruhi peningkatan rata-rata lama sekolah. Apakah dari aspek keterjangkauan, aksesibilitas, biaya pendidikan, atau kesadaran individunya sendiri. Melalui publikasi ini, akan dianalisis bagaimana keterjangkauan sekolah menengah di Kabupaten Magelang meliputi SMP/MTS dan SMA/SMK/MA. Data yang digunakan dalam analisis ini yaitu sebaran lokasi fasilitas pendidikan dan data demografi di Kabupaten Magelang.

Pembahasan

Kabupaten Magelang memiliki luas wilayah sebesar +- 1102 km2 dengan 21 kecamatan. Berdasarkan sebaran lokasi fasilitas pendidikan di Kabupaten Magelang, diketahui bahwa terdapat 315 sekolah menengah, meliputi 207 SMP/MTS dan 108 SMA/MA/SMK. Radius minimum jangkauan masing-masing jenjang pendidikan SMP/MTS dan SMA/MA/SMK menurut SNI 03-1733-2004 adalah 1 km dan 3 km. Analisis ini dilakukan dengan metode buffer berdasarkan jarak tersebut.

Area keterjangkauan fasilitas pendidikan tingkat menengah pertama di Kabupaten Magelang

Area keterjangkauan fasilitas pendidikan tingkat menengah atas di Kabupaten Magelang

Gambar 1 dan 2 di atas menampilkan area keterjangkauan fasilitas pendidikan untuk jenjang SMP/MTs dan SMA/MA/SMK. Kedua visualisasi ini membagi area keterjangkauan menjadi empat kelas berdasarkan rentang persentase keterjangkauan terhadap luas masing-masing kecamatan. Dengan demikian, setiap kelas menunjukkan proporsi area yang dapat dijangkau oleh fasilitas pendidikan tersebut di berbagai kecamatan.

Hasil buffer keterjangkauan setiap POI SMP/MTS sejauh 1 km kurang menjangkau seluruh wilayah Kabupaten Magelang. Berdasarkan gambar 1 diketahui bahwa keterjangkauan fasilitas pendidikan jenjang SMP/MTS hanya mencakup 38,56% dari keseluruhan wilayah kajian. Kecamatan Muntilan memiliki keterjangkauan tertinggi dengan cakupan area seluas 72,37%, sedangkan dengan cakupan area keterjangkauan terendah adalah Kecamatan Ngablak seluas 17,41%. Berbeda dengan hasil buffer POI SMP/MTS, gambar 2 menunjukkan bahwa hasil buffer POI SMA/MA/SMK sejauh 3 km mencapai 73,9% dari keseluruhan luas wilayah kajian. Kecamatan Salam menjadi daerah dengan tingkat keterjangkauan yang sempurna, yaitu 100%. Sementara itu, Kecamatan Ngablak lagi-lagi menjadi daerah dengan tingkat keterjangkauan terendah di angka 46%.

Mengapa bisa terjadi perbedaan keterjangkauan yang cukup signifikan seperti ini? Faktor utamanya tentu karena distribusi fasilitas pendidikan yang kurang mencukupi. Untuk jangkauan yang lebih kecil seharusnya jumlahnya lebih banyak agar dapat menjangkau area yang lebih luas. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi distribusi fasilitas pelayanan, yaitu manusia dan lingkungan di sekitarnya. Faktor manusia berkaitan dengan jumlah masyarakat yang akan memanfaatkan fasilitas tersebut, perkembangan masyarakatnya, status sosial dan ekonomi, serta potensi masyarakatnya. Faktor lingkungan menyangkut banyak hal, termasuk letak geografis lingkungan yang tentu mempengaruhi masyarakat dalam melakukan aktivitasnya (Suyarto dalam Diany & Mardiansjah, 2022).

Kecamatan Muntilan dan Kecamatan Salam sebagai daerah dengan keterjangkauan tertinggi memiliki posisi yang strategis dan topografinya cukup landai. Topografi yang landai memudahkan pembangunan infrastruktur pendidikan dan aksesibilitas masyarakat, apalagi kedua kecamatan ini dilalui oleh jalan provinsi yang memungkinkan akses transportasi menjadi lebih mudah. Posisi geografis Muntilan dan Salam terletak di antara kecamatan-kecamatan lain di Kabupaten Magelang. Hal ini berarti fasilitas pendidikan yang ada di Muntilan dan Salam tidak hanya melayani penduduk lokal, tetapi juga menjangkau penduduk dari kecamatan sekitarnya. Ini menciptakan sebuah jaringan koneksi yang memperluas cakupan layanan pendidikan. Karena posisi strategis dan aksesibilitas yang baik, Muntilan dan Salam tidak hanya memenuhi kebutuhan pendidikan penduduk setempat tetapi juga menarik siswa dari daerah lain.

Keterjangkauan terendah untuk masing-masing jenjang pendidikan menengah pertama dan menengah atas adalah Kecamatan Ngablak. Jumlah penduduk yang relatif sedikit dibandingkan daerah lain di Kabupaten Magelang memicu sedikitnya fasilitas pendidikan yang ada di sini. Kecamatan Ngablak terletak di lereng gunung yang menyebabkan topografinya naik turun sehingga pembangunan fasilitas pendidikan menjadi tidak mudah. Di sisi lain, sebagian besar wilayahnya masih digunakan untuk pertanian dan perkebunan. Karena kondisi tersebut, akses transportasi umum di daerah ini menjadi cukup sulit.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, keterjangkauan fasilitas pendidikan tingkat menengah atas lebih baik dibandingkan dengan tingkat menengah pertama yang masih kurang maksimal. Banyak faktor yang mempengaruhi keterjangkauan fasilitas pendidikan ini, seperti kondisi topografi dan demografi. Kondisi topografi yang landai membuat pembangunan fasilitas pendidikan lebih fleksibel dan aksesibilitas sarana transportasi lebih memadai. Berdasarkan data demografi Kabupaten Magelang, Kecamatan Ngablak memiliki kepadatan penduduk yang relatif rendah dibandingkan daerah lain sehingga persebaran fasilitas pendidikannya juga sedikit. Dengan demikian, salah satu penyebab rendahnya angka rata-rata sekolah masyarakat di Kabupaten Magelang bisa jadi dipengaruhi oleh kurang terjangkaunya fasilitas pendidikan di daerah-daerah yang sulit diakses transportasi. Permasalahan keterjangkauan ini menjadi kompleks karena banyak aspek yang mempengaruhi sehingga diperlukan kerja sama antar lapisan masyarakat dan pemerintah untuk memperbaiki distribusi fasilitas pendidikan, meningkatkan aksesibilitas transportasi, serta membangun kesadaran pentingnya pendidikan bagi seluruh masyarakat.

Referensi

Badan Pusat Statistik. (2022). Profil Pendidikan Kabupaten Magelang 2022. BPS

Ristanto, KP, Rindarjono, G, & Noviani, R. (2023). ANALISIS PERSEBARAN DAN JANGKAUAN SEKOLAH MENENGAH (SMA, MA, SMK) DI KOTA MAGELANG, JAWA TENGAH TAHUN 2020. GEADIDAKTIKA, jurnal.uns.ac.id, <>

Data Publikasi

Analisis Kasus Stunting Menggunakan Metode Geographically Weighted Regression (GWR) di Provinsi Jawa Barat

Kesehatan

05 Jun 2025

HIMA SAIG UPI

Analisis Kasus Stunting Menggunakan Metode Geographically Weighted Regression (GWR) di Provinsi Jawa Barat

Penelitian ini membahas analisis spasial kasus stunting di Provinsi Jawa Barat, khususnya di Kota Bandung, dengan menggunakan metode Geographically Weighted Regression (GWR). Studi ini bertujuan untuk memahami pengaruh variabel sosial-ekonomi dan lingkungan—seperti kemiskinan, akses air bersih dan sanitasi, pendidikan ibu, serta cakupan posyandu—terhadap prevalensi stunting di tingkat lokal. Hasil penelitian menunjukkan adanya variasi spasial yang signifikan: beberapa kecamatan seperti Gedebage, Rancasari, dan Buahbatu memiliki kecocokan model yang sangat tinggi namun jumlah kasus stunting yang rendah, sedangkan Bandung Kulon dan Babakan Ciparay menunjukkan jumlah kasus tinggi dengan kecocokan model yang lebih rendah. Model GWR secara keseluruhan memiliki kemampuan prediktif yang sangat baik (R² global 0,9822), menandakan efektivitas pendekatan spasial dalam mendukung perumusan kebijakan intervensi stunting yang lebih terarah dan sesuai karakteristik wilayah.

9 menit baca

79 dilihat

2 Data

1 Proyek

Pengembangan Wisata di Kawasan Rawan Bencana Letusan Gunung Berapi (Studi Kasus: Gunung Batur)

Pariwisata

20 Mei 2025

IMPI Koordinator Wilayah Bandung Raya

Pengembangan Wisata di Kawasan Rawan Bencana Letusan Gunung Berapi (Studi Kasus: Gunung Batur)

Kawasan Gunung Batur, Bali, memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai destinasi pariwisata berbasis ekologi dan edukasi global. Namun, kawasan tersebut tentunya tak lepas dari status rawan bencana letusan gunung berapi akibat status aktif dari Gunung Batur. Oleh karena itu, kajian ini akan menyoroti pengembangan pariwisata kawasan rawan bencana Gunung Batur, Bali dari perspektif perencanaan wilayah.

14 menit baca

325 dilihat

1 Proyek

Analisis Kemampuan Lahan Wilayah Perencanaan (WP) Ulu Belu - Kab. Tanggamus - Prov. Lampung

Lingkungan

27 Mei 2025

Weka

Analisis Kemampuan Lahan Wilayah Perencanaan (WP) Ulu Belu - Kab. Tanggamus - Prov. Lampung

Analisis Kemampuan Lahan berdasarkan Permen PU No. 20/Prt/M/2007 tentang Pedoman Teknis Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan, Ekonomi, Serta Sosial Budaya Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang.

31 menit baca

184 dilihat

2 Data

1 Proyek

[GEODATA] Kajian Infrastruktur Pariwisata di Banda Neira dan Karimunjawa

Pariwisata

09 Mei 2025

MAPID

[GEODATA] Kajian Infrastruktur Pariwisata di Banda Neira dan Karimunjawa

Artikel ini mengkaji infrastruktur pariwisata di Banda Neira dan Karimunjawa menggunakan pendekatan GIS untuk menganalisis kepadatan, keterjangkauan, serta kesenjangan infrastruktur berdasarkan konsep 4A (Attraction, Amenity, Accessibility, Ancillary). Melalui metode spasial seperti KDE dan network analysis, serta analisis SWOT, kajian ini memberikan rekomendasi strategis bagi pengembangan pariwisata berkelanjutan di kedua wilayah kepulauan tersebut.

25 menit baca

518 dilihat

1 Proyek

Syarat dan Ketentuan
Pendahuluan
  • MAPID adalah platform yang menyediakan layanan Sistem Informasi Geografis (GIS) untuk pengelolaan, visualisasi, dan analisis data geospasial.
  • Platform ini dimiliki dan dioperasikan oleh PT Multi Areal Planing Indonesia, beralamat
  • mapid-ai-maskot