Pendahuluan
A. Latar Belakang
Trans Metro Bandung (TMB) merupakan layanan Bus Rapid Transit (BRT) pertama Kota Bandung yang secara khusus diresmikan pada tahun 2009. TMB dikembangkan untuk meminimalisir penggunaan kendaraan pribadi sebagai upaya pemerintah Kota Bandung dalam menjawab permasalahan kemacetan yang sudah cukup mengakar. Bahkan menurut TomTom Traffic Index (2024), Kota Bandung menempati peringkat ke-12 kota termacet di dunia. Adanya TMB diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap layanan transportasi umum di Kota Bandung yang terpercaya, nyaman, dan tepat waktu. Layanan TMB diperuntukkan khusus di Kota Bandung dengan dilengkapi fasilitas 55 halte termasuk halte feeder.
Apakah tujuan pengembangan TMB terealisasi? Ternyata ekspektasi yang diharapkan untuk meminimalisir penggunaan kendaraan pribadi tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Jumlah pengguna TMB semakin menurun karena masyarakat masih lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi dibanding TMB atau transportasi umum lainnya. Dinas Perhubungan (2025) mencatat bahwa jumlah angka kendaraan hampir menandingi jumlah penduduk Kota Bandung, yaitu 2,2 juta kendaraan pribadi (kendaraan motor dan mobil) dan jumlah penduduk adalah 2,4 juta jiwa. Kendaraan pribadi unggul karena dianggap lebih fleksibel, cepat, dan murah, serta mudah terhindar dari kemacetan. Maka dari itu, artikel ini mencoba untuk mengindentifikasi tingkat efisiensi setiap koridor TMB dengan 3 parameter yaitu kepadatan penduduk, sentralitas jalan, dan sebaran halte.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat aksesibilitas dan potensi jalur pada jaringan jalan di Kota Bandung, dengan mempertimbangkan pola distribusi kepadatan penduduk berdasarkan area permukiman. Selain itu, penelitian ini menganalisis sebaran halte Trans Metro Bandung untuk memahami keterjangkauan layanan, serta mengevaluasi tingkat efisiensi setiap koridor dan rute feeder dalam mendukung mobilitas perkotaan.
Metode Penelitian
A. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini berada di Kota Bandung yang memiliki luas wilayah sebesar 168 km², dengan jumlah penduduk sekitar 2.758.100 jiwa. Kota Bandung terdiri dari 30 kecamatan. Kota Bandung dipilih sebagai kota amatan karena kota ini memiliki layanan transportasi umum yaitu TMB yang menarik untuk dikaji lebih lanjut terkait efesiensi berdasarkan demografi, infrastruktur, dan jaringan jalan.
B. Variabel Penelitian

C. Metode

Analisis dilakukan dengan menggunakan pendekatan space syntax untuk menilai sentralitas jaringan jalan di Kota Bandung, yang diolah melalui perangkat lunak DepthmapX. Metode ini dipilih karena tidak hanya mempertimbangkan struktur jaringan secara matematis, tetapi juga memperhitungkan aspek kognitif manusia dalam memilih jalur melalui pendekatan sudut (angular). Hasil analisis menghasilkan dua indikator utama, yaitu angular integration (AIN) yang merepresentasikan tingkat integrasi jaringan jalan, dan angular choice (ACH) yang menggambarkan potensi jalur sebagai pilihan pergerakan, kemudian keduanya diklasifikasikan untuk memudahkan interpretasi.
Faktor kepadatan penduduk turut dianalisis karena jalur TMB akan lebih efisien apabila melintasi wilayah dengan konsentrasi penduduk tinggi, sehingga dapat mengoptimalkan pelayanan mobilitas masyarakat. Kepadatan penduduk diturunkan dari data bangunan permukiman di Kota Bandung, yang diolah melalui dua tahap utama. Tahap awal melibatkan pembersihan data (data cleansing) building footprint dengan mengeluarkan bangunan yang memiliki confidence di luar kisaran 0,65–0,75, serta bangunan non-residensial berdasarkan data land use. Tahap berikutnya menggabungkan data bangunan yang telah dibersihkan dengan data demografi, menghitung luas tiap bangunan, serta mengestimasi jumlah penduduk per bangunan. Data ini kemudian dipetakan ke dalam grid heksagon berukuran 500×500 meter untuk memberikan cakupan yang lebih seragam. Perhitungan kepadatan dilakukan dengan metode dasymetric mapping, dan hasilnya diklasifikasikan menggunakan metode Natural Breaks (Jenks) untuk mendapatkan distribusi spasial kepadatan penduduk.
Selain itu, sebaran halte TMB dianalisis sebagai indikator aksesibilitas layanan. Analisis dilakukan menggunakan metode counts in polygons untuk mengidentifikasi area yang telah terjangkau fasilitas halte. Hasil distribusi halte dalam grid heksagon diklasifikasikan dengan metode Natural Breaks (Jenks).
Ketiga prameter akan di overlay dengan pembobotan Simple Additive Weighting (SAW), metode SAW dipilih karena cukup praktis dan subjektif dalam melakukan pembobotan, namun walaupun subjektif angka pembobotan untuk ketiga parameter tetap berdasarkan pendekatan literatur.
Hasil dan Pembahasan
A. Analisis Sentralitas Jalan Kota Bandung



Tabel 2. Klasifikasi Rentang ACH Tabel 3. Klasifikasi Rentang AIN

(Analisis Penyusun, 2025) (Analisis Penyusun, 2025)
Berdasarkan hasil perhitungan dihasilkan nilai AIN dan ACH. Nilai AIN mengukur seberapa dekat satu segmen terhadap segmen lainnya dalam jaringan berdasarkan sudut belokan (to movement), semakin tinggi nilai AIN pada suatu jalan maka semakin aksesibel jalan tersebut karena semakin banyak integrasi dengan jalan lainnya. Nilai ACH mengukur potensi suatu segmen dilewati dalam semua rute tersingkat secara angular (through movement),semakin tinggi nilai ACH pada suatu jalan maka akan semakin jalan tersebut semakin menjadi semakin berpotensi untuk dilewati. Berikut merupakan tabel hasil akhir analisis Space Syntax.
Tabel 4. Hasil Analisis ACH Tabel 5. Hasil Analisis AIN

(Analisis Penyusun, 2025) (Analisis Penyusun, 2025)
B. Analisis Distribusi Kepadatan Penduduk

Berikut merupakan hasil klasifikasi kepadatan penduduk yang menunjukkan sebagian besar Kota Bandung teridentifikasi kedalam kategori rendah berdasarkan SNI 03-1733-2004. Hal ini disebabkan oleh perhitungan analisis hanya mempertimbangkan area permukiman (bangunan residensial). Maka dari itu, kategori di klasifikasikan berdasarkan sebaran data. Adapun hasil diklasifikasi sebagai berikut (dalam satuan jiwa/22 ha) :

Berdasarkan analisis diatas didapatkan hasil bahwa distribusi kepadatan penduduk paling padat berada di bagian barat dan selatan Kota Bandung, seperti di Kec. Babakan Caparay, Kec. Astaanyar, Kec. Bojongloa Kaler, Kec. Batununggal, dan Kec. Cibeunying Kidul. Sedangkan, untuk distribusi kepadatan penduduk dengan kategori rendah ada di Kec. Gedebage, Kec. Cinambo, dan Kec. Panyilukan.
C. Analisis Sebaran Halte TMB

Hasil analisis sebaran halte diklasifikasikan berdasarkan jarak ideal pengguna berjalan kaki menuju halte BRT menurut ITDP, yaitu ± 500 meter (5-10 menit berjalan), sehingga radius keterjangkauan halte dalam satu grid adalah 500 meter. Maka dari itu, ketersediaan satu halte dalam satuan grid merupakan fasilitas minimum terhadap layanan TMB, semakin banyak halte dalam satuan grid maka semakin baik layanannya dan semakin efisien. Adapun tabel kelas berdasarkan jumlah halte TMB per satuan grid sebagai berikut :

Berdasarkan analisis diatas didapatkan bahwa sebaran halte TMB tidak merata hanya terkonsentrasi di bagian utara saja, lebih tepatnya di Koridor 3 dengan tujuan Cicaheum-Sarijadi. Sementara itu, bagian selatan kota masih sangat kurang.
D. Overlay dan Pembobotan Hasil Akhir
Berikut tabel skoring dan pembobotan parameter sebagai berikut :


Gambar 8. Peta Hexagon Hasil Overlay (Analisis Penyusun, 2025)
Hasil overlay diklasifikasikan kedalam lima kelas berdasarkan distribusi data dengan metode equal count (quantile). Berikut merupakan hasil join dari hexagon kedalam setiap kordidor dan didapatkan tiga kelas seperti pada Gambar 9.

Gambar 9. Peta Hasil Joined Hexagon ke Rute TMB (Analisis Penyusun, 2025)

Gambar 10. Peta Hasil Analisis Efisiensi Rute TMB (Analisis Penyusun, 2025)
Berdasarkan hasil analisis, rute Trans Metro Bandung yang memiliki rata-rata indeks efisiensi pada kategori sangat efisien meliputi Koridor 2, sangat efisien meliputi Koridor 2, Koridor 3, dan Koridor 4.rata-rata pada Koridor 5 memiliki rata-rata pada kategori efisien. , seperti Feeder 1, Feeder 2, dan Kor Feeder 1, Feeder 2, dan Koridor 3, diklasifikasikan memiliki rata-rata pada kategori cukup efisien.acu pada nilai rata-rata indeks efisiensi yang terbagi ke dalam tiga rentang, yaitu 32,3–36,7 (cukup efisien), 36,7–42,4 (efisien), dan 42,4–46,9 (sangat efisien). Nilai rata-rata ini dihitung dari seluruh grid heksagon yang dilewati oleh segmen rute masing-masing.
Kesimpulan dan Saran
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jaringan jalan di Kota Bandung memiliki variasi tingkat sentralitas yang memengaruhi potensi jalur layanan TMB, di mana koridor yang melalui ruas dengan nilai angular integration (AIN) dan angular choice (ACH) tinggi cenderung lebih efisien. Distribusi kepadatan penduduk tertinggi berada di wilayah barat dan selatan kota, sementara sebaran halte TMB masih terkonsentrasi di utara sehingga meninggalkan kesenjangan akses di wilayah selatan dan timur. Melalui pembobotan tiga parameter utama yaitu sentralitas jalan, kepadatan penduduk, dan sebaran halte diketahui bahwa Koridor 2, 3, dan 4 masuk kategori sangat efisien, Koridor 5 efisien, sedangkan beberapa rute feeder berada pada kategori cukup efisien. Penelitian ini menegaskan bahwa meskipun sebagian besar koridor TMB telah beroperasi dengan baik, pemerataan akses halte dan penyesuaian rute di wilayah dengan potensi pengguna tinggi masih diperlukan untuk mencapai efisiensi layanan yang optimal.
Penelitian ini memiliki keterbatasan pada ketersediaan data, lingkup kajian, dan durasi pelaksanaan, sehingga hasil yang diperoleh belum sepenuhnya mencakup seluruh aspek. Penelitian selanjutnya dapat mengkaji wilayah studi yang lebih luas, menambahkan parameter seperti pusat kegiatan komersial, mempertimbangkan data kemacetan di Kota Bandung, serta melihat keterkaitan dengan moda transportasi publik lainnya. Dengan demikian, hasil yang diperoleh di masa depan diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih lengkap terhadap tingkat efisiensi layanan TMB.
Daftar Pustaka
- Khairul Anam, A. S., & Maulad, A. F. (2024, 29 Agustus). Analisis efisiensi rute Bus Rapid Transit Kota Semarang dengan metode entropy index dan centrality analysis untuk transportasi berkelanjutan [Blog post]. MAPID. Diakses dari https://mapid.co.id/blog/analisis-efisiensi-rute-bus-rapid-transit-kota-semarang-dengan-metode-entropy-index-dan-centrality-analysis-untuk-transportasi-berkelanjutan
- Institute for Transportation and Development Policy. (n.d.). Pedestrian infrastructure in station precincts. In The Online BRT Planning Guide. Diakses dari https://brtguide.itdp.org/branch/master/guide/pedestrian-access/pedestrian-infrastructure-in-station-precincts
- Badan Standardisasi Nasional. (2004). SNI 03-1733-2004: Tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
- Geospasial, B. I. (2023). Ina-Geoportal. Retrieved from Badan Informasi Geospatial: https://tanahair.indonesia.go.id/portal-web
- BLUD UPTD Angkutan DISHUB Kota Bandung. (2025). Live Maps Bandung Easy Mobility. Bemo (UPT Angkutan, Kota Bandung). Diakses dari https://bemo.uptangkutan-bandung.id/
- Rohmatunnisya, S. N. (2024, 14 Desember). Masalah transportasi umum di Bandung yang tak kunjung usai. Jurnalposmedia. Diakses dari https://jurnalposmedia.com/masalah-transportasi-umum-di-bandung-yang-tak-kunjung-usai/
- van Nes, A., & Yamu, C. (2021). Introduction to Space Syntax in Urban Studies. Springer Nature. https://doi.org/10.1007/978-3-030-59140-3