1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pada era digitalisasi saat ini, sistem informasi geografis (SIG) berperan penting dalam menganalisis berbagai permasalahan. Salah satunya adalah masalah ekonomi dan ketenagakerjaan seperti menentukan potensi wilayah penyerapan tenaga kerja. Kebutuhan ketenagakerjaan yang dinamis memerlukan pemantauan akurat untuk menggambarkan produktivitas dan kontribusinya terhadap pendapatan nasional. Penyerapan tenaga kerja adalah keseimbangan antara permintaan dan penawaran tenaga kerja yang menentukan upah dan jumlah tenaga kerja optimal (Bellante & Jackson, 1983).
Kota Tasikmalaya terdiri dari 10 kecamatan, setiap kecamatan memiliki karakteristik sektor ekonomi berbeda. Berdasarkan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2024, sektor utama adalah perdagangan besar dan eceran, diikuti konstruksi, dan industri pengolahan, yang menjadi indikator potensi serapan tenaga kerja. Meningkatnya jumlah penduduk sejalan dengan naiknya angkatan kerja, tapi ketersediaan lapangan kerja yang tidak seimbang dapat memicu pengangguran (Lahama et al., 2018). Tingkat partisipasi angkatan kerja di Kota Tasikmalaya mencapai 68,92% (BPS, 2025). Namun, dari total penduduk usia kerja di Kota Tasikmalaya, 2.619 orang masih mencari pekerjaan dan hanya 1.067 orang yang telah bekerja menurut data yang terdaftar di BPS. Kondisi ini menunjukkan adanya mismatch kualifikasi dan ketimpangan distribusi kesempatan kerja antar wilayah.
Analisis spasial potensi serapan tenaga kerja ini bertujuan memetakan hubungan karakteristik wilayah seperti kepadatan penduduk, aksesibilitas lokasi industri, kepadatan titik lokasi industri, jumlah pencari kerja, lowongan, penduduk usia produktif, serta penduduk lulus SMA/SMK - S3. Hasilnya diharapkan menjadi dasar perencanaan wilayah, pengembangan kawasan industri/UMKM, sehingga dapat menarik investasi, membuka lapangan kerja baru, dan memberi rekomendasi kebijakan prioritas pengembangan ekonomi dan ketenagakerjaan di Kota Tasikmalaya.
1.2 Tujuan
-
1.Menganalisis sebaran wilayah potensi penyerapan kerja dengan hubungan karakteristik wilayah seperti kepadatan penduduk, aksesibilitas lokasi industri, kepadatan titik lokasi industri, jumlah pencari kerja, lowongan pekerjaan, penduduk usia produktif, serta penduduk lulus SMA/SMK - S3 yang berpotensi untuk menyerap tenaga kerja di Kota Tasikmalaya.
-
2.Menyusun peta tematik yang menggambarkan wilayah-wilayah kecamatan yang potensial dalam penyerapan tenaga kerja sebagai bahan pertimbangan perencanaan pembangunan daerah dan pengembangan ekonomi lokal.
2. Metode Penelitian
2.1 Lokasi Penelitian

Gambar 1. Kota Tasikmalaya (Sumber: RBI Tahun 2023)
Kota Tasikmalaya terdiri dari 10 kecamatan dengan total luas wilayah 183,1 km². Menurut BPS (2025) jumlah penduduk Kota Tasikmalaya pada tahun 2024 adalah 770.839 jiwa dengan jumlah angkatan kerja adalah 395.357 jiwa, sementara jumlah pengangguran di Kota Tasikmalaya sendiri mencapai 25.644 jiwa jika dilihat dari kegiatan seminggu terakhir pendataan pada tahun 2024. Data tersebut menunjukkan bahwa masih ada gap dari segi kependudukan dan ketenagakerjaan di Kota Tasikmalaya sehingga memerlukan analisis lebih lanjut terkait gap tersebut. Analisis dalam studi kasus ini akan dilakukan dengan mengkombinasikan data statis dan spasial sehingga besar harapan dapat dijadikan acuan dalam pembangunan dan pengembangan ekonomi wilayah.
2.2 Variabel Penelitian
Berikut adalah data dan sumber data yang digunakan dalam studi kasus ini beserta kegunaannya:
Tabel 1. Data dan Sumber Data

2.3 Metode
2.3.1 Diagram Alir
Berikut adalah diagrama lir dalam studi kasus ini:

Gambar 2. Diagram Alir Peta Wilayah Potensial Penyerapan Tenaga Kerja Kota Tasimalaya
2.3.2 Metode Penelitian
1.1.1 Metode Penelitian
Analisis potensi wilayah penyerapan tenaga kerja ini memiliki banyak parameter yang melibatkan data statis. Dalam SIG, pengambilan keputusan dari berbagai kriteria dapat dilakukan dengan menggunakan metode Multi Criteria Decision Making (MCDM) yang memiliki tujuan untuk mengukur nilai preferensi keseluruhan alternatif sehingga akan menghasilkan bobot tiap indeks. Salah satu metode MCDM pada studi kasus ini menggunakan metode Criteria Importance Through Intercriteria Correlation (CRITIC) untuk menentukan bobot. Metode CRITIC dapat menghitung bobot setiap kriteria secara objektif dengan menggunakan indikator intensitas kontras dan korelasi indikator sehingga koefisien akan terukur dari bobot indeks tanpa memperhitungkan pendapat para ahli terhadap data (Choo, 1999).
Masing-masing alternatif dan nilai didefinisikan sebagai berikut:
Jika nilai didefinisikan dekat dengan nilai ideal maka:

Gambar 3. Rumus normalisasi nilai ideal (Diakoulaki et al., 1991)
Jika nilai didefinisikan jauh dengan nilai ideal maka:

Gambar 4. Rumus normalisai nilai anti ideal (Diakoulaki et al., 1991)
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Hasil dan Pembahasan Peta Klasifikasi Lowongan Pencari Kerja Kota Tasikmalaya Berdasarkan Kecamatan Tahun 2024
Tabel 2. (a) Data Jumlah Lowongan Kerja Kota Tasikmalaya Tahun 2024 (Sumber: BPS, 2025); Tabel 3.(b) Interval Kelas Data Jumlah Lowongan Kerja Kota Tasikmalaya (Sumber: Analisis, 2025)

Hasil analisis dari peta klasifikasi lowongan pencari kerja Kota Tasikmalaya didasarkan pada metode pengkelasan natural breaks untuk mendapatkan kelas yang membagi secara merata. Sebaran data dari jumlah lowongan kerja di Kota Tasikmalaya tersebar jarang dan memiliki jarak yang cukup besar antar nilai. Pengkelasan ini hanya untuk melihat rentang kelas tertinggi hingga kelas terendah untuk setiap kecamatan.

Gambar 3. Peta Klasifikasi Jumlah Lowongan Kerja Kota Tasikmalaya Berdasarkan Kecamatan Tahun 2024 (Sumber: Analisis, 2025)
Dari hasil Tabel 2 dan 3, didapatkan kecamatan dengan jumlah lowongan kerja kelas sangat tinggi adalah Kec. Cihideung dengan total lowongan kerja sebanyak 287, sementara kecamatan yang terklasifikasi ke dalam kelas sangat rendah adalah Kec. Purbaratu dan Kec. Cibeureum. Kedua kecamatan tersebut memiliki nilai jumlah lowongan kerja sebanyak 22 dan 21. Jumlah yang sangat berbanding jauh jika dibandingkan antar kelas. Lowongan kerja di Kota Tasikmalaya terkonsentrasi di tengah kota atau pusat kota karena merupakan pusat kegiatan ekonomi di Kota Tasikmalaya. Faktor ini yang menyebabkan tingginya permintaan kerja di pusat kota sehingga banyak lowongan kerja dibuka dan berpotensi tinggi untuk penyerapan tenaga kerja di pusat kota, pada studi kasus ini Kec. Cihideung merupakan pusat kota yang letaknya di tengah kota. Sedangkan, di pinggiran kota khususnya wilayah bagian Timur tercatat memiliki jumlah lowongan kerja yang sedikit.
3.2 Hasil Peta Klasifikasi Jumlah Pencari Kerja Kota Tasikmalaya Berdasarkan Kecamatan Tahun 2024
Tabel 4. (a) Data Jumlah Pencari Kerja Kota Tasikmalaya Tahun 2024 (Sumber: BPS, 2025); Tabel 5.(b) Interval Kelas Data Pencari Kerja Kota Tasikmalaya (Sumber: Analisis, 2025)

Berlaku hal yang sama, hasil analisis dari peta klasifikasi pencari kerja Kota Tasikmalaya didasarkan pada metode pengkelasan natural breaks untuk mendapatkan kelas yang membagi secara merata. Sebaran data dari jumlah pencari kerja di Kota Tasikmalaya tersebar jarang, terkonsentrasi pada jumlah yang rendah, dan memiliki jarak yang cukup besar antar nilai. Pengkelasan ini bertujuan untuk melihat klasifikasi kelas kecamatan pada kelas tertinggi hingga kelas terendah untuk dijadikan sebagai parameter penentu potensi penyerapan tenaga kerja di wilayah Kota Tasikmalaya.

Gambar 4. Peta Klasifikasi Jumlah Pencari Kerja Kota Tasikmalaya Berdasarkan Kecamatan Tahun 2024 (Sumber: Analisis, 2025)
Kelas klasifikasi yang terbentuk dari data Tabel 4 menunjukan bahwa kecamatan dengan jumlah pencari kerja dengan kelas sangat tinggi adalah Kec. Mangkubumi dengan jumlah pencari kerja sebanyak 383 menurut data BPS, sedangkan kecamatan yang terklasifikasi ke dalam kelas sangat rendah adalah Kec. Purbaratu dengan jumlah pencari kerja sebanyak 182 orang dan Kec. Tawang sebanyak 186 orang. Pencari kerja terkonsentrasi di pinggiran kota wilayah Barat dan tersebar cukup merata untuk kelas tinggi meskipun di pusat kota yang memiliki potensi tinggi membuka lowongan kerja tetapi menurut hasil analisis justru di pusat kota terklasifikasi ke dalam kelas rendah hal ini berbanding terbalik dan dapat diartikan jumlah pengangguran di pinggiran kota lebih besar.
3.3 Hasil Peta Klasifikasi Jumlah Penduduk Lulus SLTA-S3 Kota Tasikmalaya Berdasarkan Kecamatan Tahun 2024
Tabel 6. (a) Data Jumlah Penduduk Lulus SLTA-S3 di Kota Tasikmalaya Tahun 2024 (Sumber: MAPID, 2024); Tabel 7. (b) Interval Kelas Data Jumlah Penduduk Lulus SLTA-S3 Kota Tasikmalaya (Sumber: Analisis, 2025)

Jumlah penduduk lulusan SMA/SMK-S3 dipilih sebagai salah satu parameter sumber daya manusia yang terkualifikasi, baik dalam kondisi bekerja maupun kondisi tidak bekerja. Data ini dianalisis dengan perlakuan yang sama, yaitu pengkelasan dengan natural breaks untuk menghasilkan kelas klasifikasi dengan data yang tersebar merata. Ketika data di-input dalam batas administrasi kecamatan di Kota Tasikmalaya maka akan terlihat sebagai berikut:

Gambar 5. Peta Klasifikasi Jumlah Penduduk Lulus SLTA-S3 di Kota Tasikmalaya Berdasarkan Kecamatan Tahun 2024 (Sumber: Analisis, 2025)
Hasil peta dan tabel klasifikasi menunjukkan bahwa wilayah kecamatan dengan jumlah penduduk lulus SMA/SMK - S3 dengan kelas sangat tinggi adalah Kec. Mangkubumi dan Kec. Cipedes, dengan jumlah total penduduk masing-masing kecamatan adalah 31.558 jiwa untuk Kec. Mangkubumi dan 32.304 untuk Kec. Cipedes. Persebaran ini cukup terkonsentrasi di pusat kecamatan dan sekitarnya. Sementara itu, pada kelas sangat rendah adalah Kec. Purbaratu dengan perolehan jumlah penduduk lulus SMA/SMK - S3 sebanyak 13.553 jiwa yang berada di kelas yang sama dengan data lowongan kerja dan pencari kerja.
3.4 Hasil Peta Kepadatan Penduduk Usia Produktif Kota Tasikmalaya Berdasarkan Kecamatan Tahun 2024
Tabel 8. (a) Data Kepadatan Penduduk Usia Produktif di Kota Tasikmalaya Tahun 2024 (Sumber: MAPID, 2024); Tabel 9. (b) Interval Kelas Data Kepadatan Penduduk Usia Produktif Kota Tasikmalaya Tahun 2024 (Sumber: Analisis, 2025)

Berdasarkan data kepadatan penduduk usia produktif yang diperoleh dari jumlah penduduk usia produktif dibagi luas wilayah, didapatkan hasil seperti Tabel 8. Data tersebut digunakan sebagai parameter karena dianggap penduduk dengan usia produktif (15 - 64 tahun) memiliki kemampuan dalam bekerja dan mampu memberikan kontribusi ekonomi. Kemudian data kepadatan penduduk usia produktif yang dihasilkan dibagi ke dalam 5 kelas dengan natural breaks untuk mendapatkan distribusi data yang merata dan memudahkan dalam melakukan analisis klasifikasi setiap kecamatan di Kota Tasikmalaya.

Gambar 6. Hasil Peta Kepadatan Penduduk Usia Produktif Kota Tasikmalaya Berdasarkan Kecamatan Tahun 2024 (Sumber: Analisis, 2025)
Berdasarkan visualisasi data kepadatan penduduk dalam peta pada Gambar 6, wilayah pusat kecamatan cenderung berada dalam kelas sangat tinggi hingga tinggi. Kec. Cihideung menjadi kecamatan dengan kepadatan penduduk usia produktif tertinggi, yaitu sebesar 9.538/sq.Km. Wilayah di sekitar Kec. Cihideung khususnya bagian selatan dan utara juga berada pada kelas tinggi. Kepadatan penduduk usia produktif yang terkonsentrasi di pusat kecamatan menunjukkan bahwa wilayah tersebut memiliki aktivitas ekonomi yang sangat padat dibanding wilayah kecamatan lainnya sehingga memungkin potensi tinggi dalam penyerapan tenaga kerja. Kec. Kawalu dengan kepadatan penduduk 1.708/sq.Km dan Kec. Tamansari dengan kepadatan penduduk 1.575/sq.Km terklasifikasi ke dalam kelas sangat rendah. Wilayah tersebut memang berada di bagian selatan Kota Tasikmalaya dan merupakan pinggiran kota.
3.5 Hasil Peta Kepadatan Titik Lokasi Industri Kota Tasikmalaya Berdasarkan Kecamatan Tahun 2024
Tabel 10. (a) Data Kepadatan Titik Lokasi Industri dan Kantor di Kota Tasikmalaya Tahun 2024 (Sumber: MAPID, 2024); Tabel 11. (b) Interval Kelas Data Kepadatan Titik Lokasi Industri dan Kantor di Kota Tasikmalaya Tahun 2024 (Sumber: Analisis, 2025)

Data kepadatan titik lokasi industri dan perkantoran diperoleh melalui perhitungan sederhana, yaitu jumlah titik persebaran lokasi industri dan kantor tiap kecamatan dibagi dengan luas wilayah kecamatan sehingga akan didapatkan nilai kepadatan tiap kecamatan. Kepadatan titik lokasi industri ini akan menggambarkan persebaran titik lokasi di setiap kecamatan sehingga dapat ditentukan pengkelasan kepadatan lokasi industri dan kantor mulai dari sangat tinggi sampai dengan sangat rendah, ini memudahkan untuk menganalisa wilayah mana yang memiliki konsentrasi titik industri dan kantor yang tinggi dan mana wilayah yang memiliki konsentrasi industri dan kantor yang rendah. Semakin padat lokasi industri dan kantor pada suatu wilayah, maka semakin tinggi potensi penyerapan tenaga kerja di wilayah tersebut.

Gambar 7. Hasil Peta Kepadatan Lokasi Industri Kota Tasikmalaya Berdasarkan Kecamatan Tahun 2024
Setelah dilakukan klasifikasi menjadi beberapa kelas, Kec. Cihideung berada pada kelas sangat tinggi dengan hasil kepadatan titik lokasi industri dan kantor sebesar 15,594/sq.Km. Titik lokasi industri dan kantor terkonsentrasi penuh di wilayah tersebut. Sementara itu, kelas sangat rendah ditempati oleh Kec. Kawalu sebesar 1,935/sq.Km dan Kec. Tamansari sebesar 2.026/sq.Km yang berada di bagian selatan Kota Tasikmalaya dan termasuk pinggiran kota. Hasil visualisasi data menunjukkan kepadatan lokasi industri dan kantor tidak jauh berbeda dengan kepadatan penduduk, yaitu terpusat di tengah kota. Struktur ruang terkonsentris ini umum terjadi di kota-kota kecil seperti Kota Tasikmalaya karena semua pusat pelayanan dan fasilitas berada di simpul tengah suatu kota.
3.6 Peta Klasifikasi Tingkat Keterjangkauan Lokasi Industri dan Kantor Terhadap Jalan Dalam Buffer 300 Km Kota Tasikmalaya Berdasarkan Kecamatan Tahun 2024


Gambar 8. (a) Sebaran Titik Lokasi Industri dan Kantor; (b) Buffer Jalan 300 Meter; (c) Titik Lokasi Industri dan Kantor di Dalam Buffer Jalan 300 Meter; (d) Hasil Klasifikasi Persentase Keterjangkauan Lokasi Industri dan Kantor terhadap Jalan Berdasarkan Kecamatan di Kota Tasikmalaya
Tabel 10. (a) Data Kepadatan Titik Lokasi Industri dan Kantor di Kota Tasikmalaya Tahun 2024 (Sumber: MAPID, 2024); Tabel 11. (b) Interval Kelas Data Kepadatan Titik Lokasi Industri dan Kantor di Kota Tasikmalaya Tahun 2024 (Sumber: Analisis, 2025)

Analisis keterjangkauan lokasi industri dan kantor terhadap jalan ini akan digunakan sebagai parameter ukuran efisiensi mobilitas antara tenaga kerja ataupun pencari kerja terhadap lokasi industri atau kantor. Kelas jalan yang dipilih dalam analisis ini adalah jalan arteri utama, jalan arteri, dan jalan kolektor yang kemudian dilakukan buffer 300 meter. Dalam analisis ini dilakukan berdasarkan kecamatan sehingga dari total keseluruhan titik industri dan kantor akan diakumulasikan untuk setiap kecamatan dalam bentuk persentase, perlakuan ini dianggap dapat memudahkan dalam melihat bagaimana besaran persentase yang dihasilkan oleh setiap kecamatan dalam suatu kota. Semakin besar persentase maka semakin banyak lokasi yang mudah diakses dalam kecamatan tersebut.
Berdasarkan hasil analisis tersebut didapatkan bahwa Kec. Mangkubumi merupakan kecamatan dengan persentase tertinggi dengan perolehan nilai persentase sebesar 73% dan masuk ke dalam kategori kelas sangat tinggi. Kec. Mangkubumi memiliki total titik lokasi industri dan kantor sebanyak 117 titik dengan 85 titik diantaranya berada dalam area yang terjangkau jalan. Sementara itu, Kec. Purbaratu menjadi kecamatan dengan persentase terkecil dengan nilai 30% karena hanya 8 titik lokasi industri dan kantor yang berada dalam buffer 300 meter jalan dari total 27 titik lokasi. Meskipun terlihat ada beberapa gap besar antar kecamatan karena struktur kota yang konsentris ini, dalam analisis keterjangkauan akses jalan cenderung berada dalam kelas sedang ke tinggi sehingga banyak lokasi industri dan kantor yang memiliki akses keterjangkauan terhadap jalan di Kota Tasikmalaya.
3.7 Peta Klasifikasi Tingkat Keterjangkauan Lokasi Industri dan Kantor Terhadap Jalan Dalam Buffer 300 Km Kota Tasikmalaya Berdasarkan Kecamatan Tahun 2024
Tabel 12. Hasil Bobot Metode CRITIC

Tabel 12. (a) Hasil Pembobotan Jumlah Pencari Kerja; Tabel 13. (b) Hasil Pembobotan Kepadatan Lokasi Industri; Tabel 14. (c) Hasil Pembobotan Kepadatan Penduduk Usia Produktif 15-64 Tahun; Tabel 15. (d) Hasil Pembobotan Jumlah Lowongan Kerja; Tabel 16. (e) Hasil Pembobotan Persentase Keterjangkauan Titik Lokasi Industri terhadap Jalan; Tabel 17. (f) HasiL Pembobotan Jumlah Peduduk Lulus SLTA-S3

Pada parameter Jumlah Pencari Kerja Tabel 12, nilai skor × bobot tertinggi terdapat pada kelas sangat rendah sebesar 1,445. Hal ini menunjukkan bahwa wilayah dengan jumlah pencari kerja yang rendah dipandang lebih potensial untuk pengembangan, karena mengindikasikan tingkat pengangguran yang kecil dan kondisi pasar tenaga kerja yang lebih stabil. Sebaliknya, kelas sangat tinggi hanya memiliki nilai 0,269 yang menandakan bahwa tingginya jumlah pencari kerja dianggap sebagai faktor yang kurang menguntungkan dalam konteks penilaian ini. Parameter kepadatan lokasi industri Tabel 13 memperlihatkan pola yang berbeda, di mana kelas sangat tinggi memperoleh nilai tertinggi 0,737. Kondisi ini mencerminkan bahwa wilayah dengan konsentrasi industri yang padat dianggap mampu memberikan efek ekonomi yang signifikan, seperti peluang kerja, pertumbuhan usaha, dan peningkatan produktivitas. Pada parameter kepadatan penduduk usia produktif Tabel 14, kelas sangat tinggi memiliki nilai tertinggi 0,802. Fenomena ini menunjukkan bahwa kepadatan penduduk usia produktif yang tinggi memungkinkan banyaknya potensi tenaga kerja yang memiliki kualifikasi dan kompetensi yang memadai. Sementara itu, parameter jumlah lowongan Kerja Tabel 15 memperlihatkan bahwa kelas sangat tinggi memiliki nilai tertinggi 0,666, diikuti kelas tinggi 0,617. Hal ini menggambarkan bahwa semakin banyak lowongan kerja yang tersedia di suatu wilayah, semakin besar pula peluang penyerapan tenaga kerja, yang pada gilirannya mendorong pertumbuhan ekonomi. Pada parameter persentase keterjangkauan lokasi industri terhadap jalan Tabel 16, nilai tertinggi berada pada kelas sangat tinggi 0,609. Hal ini mengindikasikan bahwa keterjangkauan yang sangat tinggi menjadi kondisi ideal bagi tenaga kerja karena memberikan aksesibilitas yang baik. Terakhir, parameter jumlah penduduk lulus SMA/SMK – S3 pada Tabel 17 menunjukkan bahwa kelas sangat tinggi memiliki nilai tertinggi 0,514. Artinya, wilayah dengan proporsi besar penduduk berpendidikan menengah hingga tinggi cenderung lebih siap dalam mendukung aktivitas ekonomi dan industri, karena tersedianya tenaga kerja dengan kompetensi yang memadai.
Tabel 18. Interval Hasil Klasifikasi Wilayah Potensial Penyerapan Tenaga Kerja di Kota Tasikmalaya Berdasarkan Kecamatan Tahun 2024


Gambar 9. Hasil Peta Wilayah Potensial Penyerapan Tenaga Kerja di Kota Tasikmalaya Berdasarkan Kecamatan Tahun 2024
Berdasarkan Gambar 9, distribusi potensi penyerapan tenaga kerja di Kota Tasikmalaya tahun 2024 menunjukkan pola spasial yang bervariasi antar kecamatan. Kategori kelas sangat tinggi didominasi oleh Kecamatan Cihideung dan Tawang yang berada di pusat kota. Kedua wilayah ini memiliki konsentrasi fasilitas, aksesibilitas, dan aktivitas ekonomi yang tinggi, sehingga peluang kerja relatif lebih besar. Kategori tinggi terlihat pada Kecamatan Cipedes dan Mangkubumi yang posisinya mengelilingi pusat kota, mencerminkan keterkaitan erat dengan pusat kegiatan ekonomi namun dengan intensitas sedikit lebih rendah. Kategori sedang berada pada Kecamatan Indihiang, Bungursari, Purbartu, dan Cibeureum yang terletak di bagian utara dan timur kota, menunjukkan potensi yang masih cukup baik tetapi terbatas oleh ketersediaan lapangan kerja atau kepadatan industri. Kategori rendah hanya terdapat di Kecamatan Kawalu yang cenderung berada di wilayah pinggiran dengan aktivitas ekonomi lebih terbatas. Sementara itu, kategori sangat rendah adalah Kec. Tamansari di bagian selatan kota, yang sama halnya memiliki keterbatasan akses, tingkat kepadatan industri rendah, serta jumlah tenaga kerja terdidik yang lebih sedikit dengan jumlah pencari kerja yang tinggi. Secara keseluruhan, peta ini memperlihatkan bahwa potensi penyerapan tenaga kerja terkonsentrasi di pusat dan sekitar pusat kota, sedangkan wilayah pinggiran cenderung memiliki potensi yang lebih rendah, mengindikasikan perlunya pemerataan pembangunan ekonomi dan infrastruktur untuk mengoptimalkan potensi seluruh wilayah.
4. Kesimpulan dan Saran
4.1 Kesimpulan
Distribusi potensi penyerapan tenaga kerja di Kota Tasikmalaya menunjukkan kecenderungan konsentrasi tinggi di pusat kota, khususnya di Kecamatan Cihideung dan Tawang, yang ditunjang oleh kelengkapan fasilitas, aksesibilitas, dan aktivitas ekonomi yang intensif. Wilayah sekitarnya seperti Cipedes dan Mangkubumi memiliki potensi tinggi karena keterkaitan erat dengan pusat kegiatan ekonomi, meskipun intensitasnya lebih rendah. Kecamatan di bagian utara dan timur seperti Indihiang, Bungursari, Purbaratu, dan Cibeureum berada pada kategori sedang, menandakan ketersediaan peluang kerja yang cukup namun terbatas oleh kapasitas industri. Kecamatan Kawalu di wilayah pinggiran mencatat potensi rendah, sedangkan Kecamatan Tamansari di selatan kota memiliki potensi sangat rendah akibat keterbatasan akses, rendahnya kepadatan industri, serta tingginya jumlah pencari kerja dengan tingkat pendidikan terbatas.
Secara umum, pola ini mengindikasikan ketimpangan spasial penyerapan tenaga kerja, di mana pusat kota menjadi magnet utama, pola konsentris ini menunjukkan perlunya pemerataan pembangunan ekonomi, peningkatan infrastruktur, dan penguatan kualitas SDM di wilayah pinggiran untuk mengurangi ketimpangan dan mengoptimalkan potensi tenaga kerja di seluruh kota.
4.2 Saran
-
1.Analisis studi kasus ini tidak memuat lokasi spasial yang akurat seperti data titik persebaran lokasi lowongan kerja dan pencari kerja sehingga pada proses analisis dibuat berdasarkan kecamatan. Tidak adanya sumber data yang menyediakan data titik lokasi lowongan kerja dan pencari kerja sehingga menyulitkan dalam analisis spasial yang lebih akurat. Alternatif yang bisa dilakukan adalah survei data lokasi dengan mencari di laman peramban yang menyediakan layanan lowongan pencari kerja kemudian dapat dilakukan digitasi titik secara manual sesuai alamat lokasi kantor atau industri. Namun, hal itu akan membutuhkan waktu yang lama dalam proses survei dan mungkin akan sulit mendapatkan lokasi akurat jika tidak disertakan alamat lengkap.
-
2.Metode MCDM CRITIC yang digunakan bersifat objektif sehingga perlu dilakukan validasi langsung di lapangan hasil dari analisis ini atau bisa menggunakan metode lain seperti AHP yang mempertimbangkan pendapat ahli.
Daftar Pustaka
Bellante, D., & Jackson, M. (1983). Labor Economics: Choice in Labor Market. New York: McGraw - Hill.
BPS. (2025). Kota Tasikmalaya Dalam Angka Tahun 2025. Kota Tasikmalaya: BPS Kota Tasikmalaya.
Choo, E. (1999). Interpretation of Criteria Weight in Multicriteria Decision Making. Computers & Industrial Engineering, 527-541.
Diakoulaki, D., Mavrotas, G., & Papayannakis, L. (1991). A Multicriteria Approach for Evaluating the Performance of Industrial Firms . OMEGA, Vol. 20, No. 4, pp. 467-74.
Lahama, A., Rengkung, L., & Ruauw, E. (2018). ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM PENYERAPAN TENAGA KERJA DI KABUPATEN MINAHASA SELATAN. Agri-SosioEkonomi Unsrat, Vol. 14.
RBI. (2023, 09 28). Batas Wilayah Administrasi. Retrieved from Ina-Geoportal: https://tanahair.indonesia.go.id/portal-web/