Disusun Oleh:
Andita Nadia Sugandi
Auliya Dewi Ayu Pujaretna
Nandra Ramira Ar
Pendahuluan
Terumbu karang adalah salah satu ekosistem laut yang paling penting dan kompleks, berperan sebagai tempat tinggal berbagai spesies biota laut sekaligus menjadi pelindung alami pantai dari abrasi. Terumbu karang juga merupakan ekosistem yang sangat dinamis, di mana perubahan kondisi lingkungan secara langsung memengaruhi pertumbuhannya. Salah satu faktor utama yang mempengaruhi kesehatan terumbu karang adalah kualitas perairan, yang sering kali terganggu oleh pencemaran akibat aktivitas manusia (antropogenik). Aktivitas manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung, telah menjadi penyebab utama kerusakan terumbu karang di berbagai wilayah, termasuk pencemaran limbah dan bahan kimia berbahaya yang mencemari perairan laut.
Kasus pencemaran yang sering terjadi di wilayah barat Indonesia adalah di Teluk Jakarta, yang menjadi muara bagi 19 sungai yang mengalir dari daratan Jakarta. Sungai-sungai ini membawa berbagai jenis polutan, termasuk limbah domestik, industri, dan minyak, yang akhirnya bermuara di Teluk Jakarta. Pencemaran minyak menjadi salah satu masalah utama yang telah menyebabkan dampak signifikan terhadap ekosistem laut di wilayah tersebut. Pulau Pari, yang terletak di Kepulauan Seribu, merupakan salah satu daerah yang terkena dampak pencemaran ini dengan kondisi terumbu karangnya yang semakin memburuk.
Pulau Pari memiliki ekosistem laut yang kaya dengan keberadaan berbagai spesies ikan dan biota laut lainnya, termasuk hamparan terumbu karang yang indah. Terumbu karang di sekitar Pulau Pari mencakup berbagai jenis, seperti karang batu, karang meja, dan karang cabang, yang menjadi tempat tinggal dan sumber makanan bagi banyak makhluk laut. Namun, kondisi ekosistem ini telah menghadapi tekanan besar akibat pencemaran minyak yang terjadi di Teluk Jakarta. Dampak pencemaran ini tidak hanya menyebabkan degradasi kualitas air, tetapi juga mempercepat kerusakan terumbu karang, yang pada gilirannya mengancam keseimbangan ekosistem laut di Pulau Pari.
Penelitian pada artikel ini bertujuan untuk menganalisis sejauh mana pencemaran telah memengaruhi ekosistem terumbu karang di Pulau Pari. Penelitian ini juga dilakukan guna mengembangkan strategi konservasi yang efektif. Dengan demikian, upaya pemulihan dan perlindungan terumbu karang dapat dilakukan untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati laut di kawasan Pulau Pari.
Metode Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra Landsat 8 yang direkam pada 13 September 2020 dan 8 September 2024, dengan lokasi penelitian di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Provinsi Daerah Khusus Jakarta. Tahapan awal untuk proses pengolahan data citra dan penyusunan algoritma pemetaan terumbu karang yaitu koreksi radiometrik untuk menghilangkan noise yang ada pada citra akibat distorsi yang disebabkan oleh lokasi sinar matahari. Koreksi geometrik dilakukan untuk memastikan bahwa gambar selaras dengan koordinat geografis satelit yang sebenarnya.
Algoritma Lyzenga digunakan untuk memperbaiki pengaruh kedalaman air pada citra satelit. Kolom air dapat mempengaruhi pantulan cahaya yang direkam satelit, terutama di daerah yang dangkal. Setelah menyesuaikan kolom air, langkah selanjutnya adalah klasifikasi citra untuk mengenali kelas habitat dasar laut, seperti terumbu karang, pasir, atau lamun. Metode klasifikasi terbimbing atau supervised classification diterapkan untuk menetapkan klasifikasi habitat dasar laut, yang akhirnya didapatkan empat kategori klasifikasi: terumbu karang hidup, terumbu karang mati, lamun dan pasir.
Hasil dan Pembahasan
Dengan dilakukannya pengolahan dan pemetaan dengan menggunakan Algoritma Lyzenga dan data Citra Landsat 2020 dan 2024 untuk mengetahui keberadaan terumbu karang dan perbandingan luasan terumbu karang di Pulau Pari, Kepulauan Seribu pada tahun 2020 dan 2024. Dalam pengolahan ini dilakukan pembagian wilayah kajian menjadi empat klasifikasi yang berbeda, yaitu terumbu karang hidup, terumbu karang mati, padang lamun, dan pasir. Pada tahun 2020 luasan terumbu karang hidup di Pulau Pari seluas 2.632 Km² dan luasan untuk terumbu karang mati seluas 4.326 Km² sedangkan pada tahun 2024, luas terumbu karang hidup di Pulau Pari seluas 3.015 Km² dan untuk terumbu karang mati seluas 4.775 Km². Jika dilakukan perbandingan terumbu karang hidup pada tahun 2020 dan 2024 memiliki perbedaan yang relatif cukup mengalami peningkatan luas terumbu karang hidup. Pada 2024 luasan terumbu karang di perairan Pulau Pari mengalami peningkatan kurang lebih seluas 383 Km². Namun peningkatan luasan tersebut disertai dengan meningkat pula jumlah terumbu karang yang mengalami kerusakan, bahkan luas terumbu karang mati pada tahun 2024 lebih besar apabila dibandingkan pada tahun 2020. Sedangkan untuk luasan padang lamun di Pulau Pari pada tahun 2020 seluas 3.782 Km² dan untuk luas pada tahun 2024 seluas 2.357 Km².
Dari hasil pengolahan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa penurunan luasan terumbu karang hidup dan lamun di Pulau Pari pada tahun 2020 dan 2024 mengalami penurunan yang tidak sedikit, dengan luas terumbu karang mati di tahun 2024 mengalami lonjakan dari 2020 dan penurunan luas padang lamun yang mengalami penurunan yang sangat signifikan hanya dalam kurun waktu 4 tahun. Pada tahun 2020, padang lamun di Pulau Pari tersebar hampir di seluruh bagian pulau. Namun, pada tahun 2024, persebaran padang lamun mengalami penurunan yang sangat jelas.
Kesimpulan
Terumbu karang adalah salah satu ekosistem laut yang paling penting dan kompleks, berfungsi sebagai habitat bagi berbagai spesies biota laut serta pelindung alami pantai dari abrasi. Namun, ekosistem ini sangat rentan terhadap perubahan lingkungan, terutama yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Pencemaran perairan, terutama dari limbah industri, domestik, dan minyak, seperti yang terjadi di Teluk Jakarta, menjadi penyebab utama kerusakan terumbu karang di Indonesia.
Pulau Pari di Kepulauan Seribu adalah salah satu wilayah yang mengalami dampak pencemaran minyak tersebut. Ekosistem laut Pulau Pari, termasuk terumbu karang yang menjadi habitat berbagai spesies laut, mengalami degradasi signifikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa antara tahun 2020 dan 2024, luas terumbu karang hidup di Pulau Pari meningkat dari 2.632 km² menjadi 3.015 km², dengan penambahan sekitar 383 km². Namun, luas terumbu karang mati juga meningkat, dari 4.326 km² pada tahun 2020 menjadi 4.775 km² pada tahun 2024, menunjukkan bahwa kerusakan tetap terjadi secara signifikan. Selain itu, luas padang lamun menurun drastis dari 3.782 km² pada tahun 2020 menjadi 2.357 km² pada tahun 2024.
Perubahan luas terumbu karang ini membawa dampak signifikan pada ekosistem laut serta kehidupan masyarakat pesisir yang menggantungkan hidup mereka pada sumber daya laut. Bertambahnya luas terumbu karang mati menunjukkan bahwa, meskipun terumbu karang hidup mengalami pertumbuhan, kerusakan tetap terjadi dan mengurangi kemampuan terumbu karang untuk melindungi pantai dari abrasi dan menyediakan habitat bagi berbagai spesies laut. Situasi ini juga mempengaruhi ketersediaan sumber daya ikan yang menjadi penghidupan utama bagi nelayan setempat. Penurunan luas padang lamun turut memperburuk keadaan, karena lamun berperan sebagai penyerap karbon dan habitat bagi ikan-ikan muda. Jika situasi ini terus berlanjut, keseimbangan ekosistem laut akan terganggu, yang pada akhirnya dapat mengancam keberlanjutan lingkungan serta kesejahteraan ekonomi masyarakat pesisir di daerah tersebut.
Daftar Rujukan
Aji, S., Sukmono, A., & Amarrohman, F. J. (2021). Analisis Pemanfaatan Satellite Derived Bathymetry Citra Sentinel-2a Dengan Menggunakan Algoritma Lyzenga Dan Stumpf (Studi Kasus : Perairan Pelabuhan Malahayati, Provinsi Aceh). Jurnal Geodesi Undip, 68-77.
Irawan, J., Sasmito , B., & Suprayogi , A. (2017). Pemetaan Sebaran Terumbu Karang Dengan Metode Algoritma Lyzenga Secara Temporal Menggunakan Citra Landsat 5,7, Dan 8 (Studi Kasus : Pulau Karimunjawa). Jurnal Geodesi Undip, 56-61.
Jaelani, L. M., Laili, N., & Marini, Y. (2015). Pengaruh Algoritma Lyzenga Dalam Pemetaan Terumbu Karang Menggunakan Worldview-2, Studi Kasus: Perairan Pltu Paiton Probolinggo (The Effect Of Lyzenga’s Algorithm On Coral Reef Mapping Using Worldview-2, A Case Study: Coastal Waters Of Paiton Probolinggo). Jurnal Penginderaan Jauh Dan Pengolahan Data Citra Digital, 123-132.
Nugraha, A. H., Mustika, A. A., Wijaya, G. S. J., & Adrian, D. (2010). Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Di Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Mahasiswa Departemen Ilmu Dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Lampiran
Layout Peta Kreatif Peta Perubahan Luasan Terumbu Karang Area Peraiaran Pulau Pari 2020-2024