Dinamika Kasus Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Gunungkidul: Pengaruh Faktor Lingkungan dan Sosial Periode 2019-2023

20/09/2024 • Kiesha Arundya

Sebaran Kasus DBD Kabupaten Gunungkidul


Analisis Faktor Lingkungan dan Sosial dalam Penyebaran Demam Berdarah Dengue di Gunungkidul
Analisis Faktor Lingkungan dan Sosial dalam Penyebaran Demam Berdarah Dengue di Gunungkidul

Pendahuluan

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Berdasarkan laporan dari World Health Organization (WHO), Indonesia merupakan salah satu negara dengan insiden DBD tertinggi di dunia. Pada tahun 2020, misalnya, Indonesia mencatat lebih dari 100.000 kasus DBD dengan ribuan kematian, menjadikan penyakit ini sebagai salah satu prioritas dalam program kesehatan nasional (World Health Organization, 2020).

Di tingkat provinsi, Daerah Istimewa Yogyakarta menempati posisi yang cukup menonjol dalam hal jumlah kasus DBD. Kabupaten Gunungkidul mencatatkan 333 kasus DBD dengan dua kematian, menjadikannya daerah dengan kasus DBD terbanyak di DIY pada saat penelitian dilakukan. Tingginya jumlah penderita di Gunungkidul ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk kondisi lingkungan, curah hujan, dan pola permukiman (Riyadi, 2021).

DBD merupakan penyakit yang berkaitan erat dengan kondisi lingkungan. Perubahan pada lingkungan dapat mengubah pola penularan DBD, sehinga terdapat berbagai variabel yang dapat memengaruhi Tingkat kasus DBD. Lokasi penelitian yang menjadi wilayah endemik sebagian besar ditemukan bahwa faktor iklim berkorelasi kuat dengan jumlah kasus DBD. Variabel seperti suhu, tingkat kelembaban, dan curah hujan sering dikaitkan dengan peningkatan insiden DBD (Fatmawati & Sulistyawati, 2019).

Curah hujan adalah salah satu faktor lingkungan yang signifikan dalam mempengaruhi kejadian DBD. Tempat-tempat seperti genangan air yang dihasilkan dari curah hujan sedang menjadi habitat yang ideal untuk nyamuk bertelur dan berkembang biak. (Giofandi, et al., 2024). Adanya pengaruh curah hujan terhadap kejadian DBD banyak ditemukan oleh sebagian besar penelitian, di mana peningkatan curah hujan sering kali berkorelasi dengan peningkatan tempat perkembangbiakan nyamuk vektor DBD, sehingga meningkatkan insiden penyakit ini (Fatmawati & Sulistyawati, 2019). Di sisi lain, kerapatan vegetasi atau yang sering diukur menggunakan indeks NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) juga mempengaruhi ekosistem nyamuk. Penelitian oleh Mayandika dan Farda (2019) menyatakan bahwa NDVI memiliki kemampuan yang cukup baik dalam menggambarkan kejadian DBD. NDVI digunakan untuk memetakan risiko di wilayah peri-urban beriklim tropis, dan hasil penelitian menunjukkan bahwa vegetasi mempengaruhi habitat dan populasi nyamuk Aedes spp., yang merupakan vektor DBD​.

Selain faktor lingkungan, faktor sosial seperti kepadatan penduduk juga berperan dalam penyebaran DBD. Studi oleh Chandra & Hamid (2019), menemukan bahwa di daerah-daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi, terdapat peningkatan yang signifikan dalam jumlah kasus DBD. Hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan yang padat penduduk, yang memberikan peluang lebih besar bagi nyamuk Aedes aegypti untuk berinteraksi dengan manusia. Semakin padat suatu wilayah, semakin mudah nyamuk yang membawa virus DBD menemukan inang manusia untuk menyebarkan virus tersebut.

Metode

Studi ini menggunakan pendekatan analisis deskriptif dengan memfokuskan pada analisis spasial-temporal untuk menggambarkan distribusi kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Gunungkidul selama periode 2019-2023. Studi ini bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai pola distribusi spasial kasus DBD, serta hubungan antara faktor lingkungan dan sosial (curah hujan, kepadatan penduduk, dan kerapatan vegetasi) dengan kejadian DBD. Data yang digunakan berasal dari berbagai sumber resmi untuk menganalisis distribusi kasus DBD dan faktor-faktor yang mempengaruhinya:

  • Data Kasus DBD: Data jumlah kejadian DBD per kecamatan di Kabupaten Gunungkidul selama periode 2019-2023 diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Gunungkidul dalam Angka 2024.
  • Data Kepadatan Penduduk: Data kepadatan penduduk per kecamatan di Kabupaten Gunungkidul tahun 2023 diperoleh dari BPS, Gunungkidul dalam Angka 2024.
  • Data Curah Hujan: Data curah hujan bulanan di Kabupaten Gunungkidul untuk periode 2019-2023 diperoleh dari BPS melalui tabel statistik yang tersedia di situs web resmi BPS.
  • Data Kerapatan Vegetasi (NDVI): Data Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) diperoleh dari citra satelit Landsat 8 untuk wilayah Kabupaten Gunungkidul tahun 2023. Data ini digunakan untuk mengukur kerapatan vegetasi wilayah studi.

Pembahasan

Berdasarkan data yang dianalisis dari tahun 2019 hingga 2023, terdapat fluktuasi yang signifikan dalam jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Gunungkidul. Fluktuasi ini disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor lingkungan, sosial, maupun kondisi iklim. Pada tahun 2019, kasus DBD di Gunungkidul terpantau mengalami peningkatan di beberapa kecamatan seperti Paliyan, Sapto Sari, dan Tepus. Pada tahun 2020-2021, terdapat penurunan kasus DBD secara keseluruhan. Penurunan ini dapat disebabkan upaya pengendalian vektor yang lebih intensif dan pola cuaca yang lebih kering selama beberapa bulan yang dapat mengurangi jumlah habitat nyamuk. Namun, di wilayah tertentu seperti Semanu dan Ponjong, kasus DBD tetap tinggi, kemungkinan karena kepadatan penduduk yang tinggi. Pada tahun 2022-2023, ada fluktuasi yang cukup signifikan di beberapa kecamatan, seperti Rongkop dan Playen, yang mencatat peningkatan jumlah kasus DBD. Pada tahun 2023, Kecamatan Rongkop mengalami peningkatan kasus yang signifikan.

 Peta gambaran spasial-temporal kejadian DBD di Kabupaten Gunungkidul tahun 2019-2023

Berdasarkan data jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Gunungkidul dari tahun 2019 hingga 2023, ditemukan adanya korelasi positif yang kuat antara kepadatan penduduk dan jumlah kasus DBD. Wilayah-wilayah dengan kepadatan penduduk yang lebih tinggi, seperti Kecamatan Wonosari, Playen, dan Ponjong, cenderung memiliki jumlah kasus DBD yang lebih tinggi dibandingkan wilayah dengan kepadatan penduduk lebih rendah.

Peta kepadatan penduduk Kabupaten Gunungkidul tahun 2023

Grafik Kepadatan Penduduk di Kabupaten Gunungkidul tahun 2019-2023

Analisis ini mengonfirmasi hasil dari studi sebelumnya yang menyatakan bahwa kepadatan penduduk merupakan salah satu faktor risiko utama dalam penyebaran DBD. Menurut penelitian Chandra dan Hamid (2019), wilayah dengan kepadatan penduduk yang lebih tinggi mempermudah interaksi antara manusia dan nyamuk Aedes aegypti, yang merupakan vektor utama penyakit DBD. Dengan banyaknya orang yang tinggal berdekatan, risiko penyebaran penyakit dari orang yang terinfeksi ke orang yang sehat meningkat signifikan.

Grafik curah hujan bulanan periode 2019-2023 di Kabupaten Gunungkidul

Namun, dalam analisis korelasi dengan curah hujan, tidak ditemukan hubungan yang signifikan secara langsung dalam data ini. Hal ini bisa disebabkan oleh variasi musiman yang tidak terekam secara detail dalam analisis ini. Curah hujan yang lebat dapat menghasilkan genangan air yang menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk. Namun, intensitas hujan yang terlalu tinggi dapat menghambat perkembangbiakan larva, yang berakibat pada penurunan jumlah nyamuk. Sebaliknya, ketika kekeringan diikuti oleh hujan, air sementara yang muncul dapat menyebabkan peningkatan mendadak populasi nyamuk dan penularan DBD (Ali & Ma’rufi, 2018).

Peta NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) di Kabupaten Gunungkidul

Analisis dilanjutkan dengan membandingkan data NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) yang dihasilkan dari citra satelit Landsat 8 untuk tahun 2023. Peta NDVI menunjukkan distribusi kerapatan vegetasi di Kabupaten Gunungkidul, dengan warna merah menunjukkan wilayah dengan vegetasi rendah, kuning untuk vegetasi sedang, dan hijau untuk vegetasi tinggi.

Dari hasil perbandingan, tampak bahwa:

  • Wilayah dengan NDVI rendah, yang terletak di bagian selatan dan timur Gunungkidul seperti Rongkop, Semanu, Ponjong, dan Girisubo, cenderung memiliki jumlah kasus DBD yang lebih tinggi. Wilayah ini, dengan kerapatan vegetasi rendah, sering kali mencerminkan area dengan aktivitas manusia yang lebih tinggi atau area yang lebih terbangun, sehingga lebih mendukung berkembang biaknya nyamuk vektor DBD.
  • Wilayah dengan NDVI sedang, seperti Playen dan Paliyan, menunjukkan kasus DBD yang fluktuatif. Ini mungkin mencerminkan wilayah semi-urban yang memiliki kombinasi antara area vegetasi dan area terbangun, yang dapat mempengaruhi pola penyebaran nyamuk.
  • Wilayah dengan NDVI tinggi, seperti Ngawen, Nglipar, dan Patuk, memiliki jumlah kasus DBD yang lebih rendah. Wilayah dengan vegetasi lebih padat cenderung memiliki lebih sedikit tempat berkembang biaknya nyamuk, dan ekosistem di wilayah tersebut mungkin tidak mendukung keberadaan populasi nyamuk dalam jumlah besar.

Korelasi negatif antara kerapatan vegetasi dan kasus DBD ini sesuai dengan penelitian yang menunjukkan bahwa kasus DBD lebih sering ditemukan di daerah dengan vegetasi rendah karena merupakan wilayah pemukiman padat. Sementara itu, daerah dengan vegetasi tinggi, seperti pedesaan, perkebunan, dan hutan, cenderung lebih jarang terdampak. Vegetasi lebih padat dapat mengurangi paparan manusia terhadap nyamuk vektor dan membatasi jumlah tempat perkembangbiakan nyamuk, terutama nyamuk Aedes aegypti yang lebih sering ditemukan di lingkungan terbangun daripada hutan atau daerah dengan kerapatan vegetasi tinggi (Ashlihah et al., 2016).

Kesimpulan

Hasil dari analisis ini mengungkapkan bahwa faktor kepadatan penduduk dan kerapatan vegetasi (NDVI) memainkan peran penting dalam distribusi kasus DBD di Kabupaten Gunungkidul. Wilayah dengan kepadatan penduduk yang lebih tinggi dan NDVI yang lebih rendah menunjukkan korelasi yang signifikan dengan peningkatan kasus DBD. Sebaliknya, wilayah dengan vegetasi lebih padat cenderung memiliki kasus DBD yang lebih rendah.

Studi ini mendukung temuan dari beberapa penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa faktor sosial (kepadatan penduduk) dan faktor lingkungan (vegetasi dan curah hujan) saling berinteraksi dalam mempengaruhi risiko penyebaran DBD di wilayah-wilayah tertentu. Untuk mengatasi penyebaran DBD di wilayah seperti Gunungkidul, diperlukan pendekatan yang komprehensif, yang tidak hanya mencakup pengendalian vektor secara fisik (penyemprotan atau eliminasi genangan air) tetapi juga perencanaan tata kota yang mempertimbangkan ruang hijau dan kerapatan bangunan untuk mengurangi risiko penyebaran nyamuk.

Referensi

Ali, K., & Ma’rufi, I. (2018, November). The relationship between rainfall and dengue hemorrhagic fever incidence during 2009-2013 (Case study at Grati and Tutur Sub-district, Pasuruan, Indonesia). In IOP Conference Series: Earth and Environmental Science (Vol. 200, No. 1, p. 012031). IOP Publishing.

Ashlihah, S., Indriani, C., & Lazuardi, L. (2016). Pola spasial-temporal kejadian demam berdarah dengue​ di kota Palopo. Berita Kedokteran Masyarakat, 32(2), 45-52.

Chandra, E., & Hamid, E. (2019). Pengaruh faktor iklim, kepadatan penduduk dan angka bebas jentik (ABJ) terhadap kejadian demam berdarah dengue (DBD) di Kota Jambi. Jurnal Pembangunan Berkelanjutan, 2(1), 1-15.

Fatmawati, F., & Sulistyawati, S. (2019). Climate change and dengue in Indonesia: A systematic review. Epidemiology and Society Health Review, 5(1), 12-23.

Giofandi, E. A., Purwantiningrum, Madino, F., & Lumbantobing, A. (2024). Analisis faktor spasial terhadap kejadian demam berdarah dengue menggunakan pendekatan geographically weighted regression di Kota Pekanbaru, Provinsi Riau. Jurnal Ilmu Lingkungan, 22(1), 50-59.

Mayandika, A. W., & Farda, N. M. (2019). Analisis Dan Permodelan Spasial Resiko Demam Berdarah Pada Periurban Beriklim Tropis Menggunakan Regresi Logistik Biner. Jurnal Bumi Indonesia, 8(4).

Riyadi, S. (2021). Efektivitas Promosi Kesehatan dalam Meningkatkan Perilaku Masyarakat Memberantas Sarang Nyamuk di Yogyakarta. Journal Kolegium, 17(1), 83-92.

World Health Organization. (2020). Dengue and severe dengue. Diakses: https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/dengue-and-severe-dengue

Data Publications