Evaluasi Persebaran dan Jangkauan Transportasi Biskita Kota Bogor sebagai Alternatif Transportasi umum Angkutan Massal dalam RPJPD Kota Bogor 2025-2045

22 Desember 2024

By: Dwi Utomo Adikarya

Open Project

FINAL PROJECT BATCH 7

Antara biskita dan angkutan kota

Latar Belakang

Kota Bogor yang merupakan kota satelit bagi Kota JABODETABEK dan sebagai kota wisata kian tahun mengalami transformasi yang signifikan terutama pada mobilitas warganya baik di hari biasa maupun di hari weekendyang menyebabkan Kota Bogor selalu mengalami kemacetan yang sulit terhindarkan. Salah satu pilar penting dalam transformasi ini salah satunya ialah pengembangan sistem transportasi publik yang efektif, efisien, dan berkelanjutan. Biskita yang merupakan pembaharuan dari bis Trans Pakuan sekiranya dapat menjadi salah satu dari jawaban masalah kemacetaan juga sebagai moda transportasi umum yang ada di Kota Bogor. Biskita dapat menjadi salah satu alternatif yang masuk dalam rencana pembangunan transportasi umum massal yang perlu dipertimbangkan mengingat moda tersebut masuk dalam kewenangan Pemerintah Kota Bogor bersama BPTJ (Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek) yang mana sampai saat ini sudah memiliki 5 Koridor yang telah beroperasi sejak tahun 2021 dengan jumlah halte sebanyak 82, tentu hal ini perlu lebih dipertimbangkan mengingat transportasi umum massal di Kota Bogor mengandalkan Angktan Kota yang jumlahnya banyak namun tidak diimbangi dengan fasilitas yang kurang memadai.

Evaluasi terhadap sebaran dan jangakauan layanan Biskita Transpakuan ini menjadi diharapkan menjadi pertimbangan serta langkah strategis bagi Pemerintah Kota Bogor untuk mengukur sejauh mana program ini telah berkontribusi dalam mencapai tujuan pembangunan kota. Analisis terhadap data spasial mengenai lokasi halte, frekuensi perjalanan, dan banyaknya penumpang akan memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai efektivitas Biskita dalam melayani masyarakat Kota Bogor. Selain itu, evaluasi ini juga penting untuk mengidentifikasi area-area yang masih belum terlayani atau terjangkau oleh Biskita, sehingga dapat menjadi dasar perencanaan pengembangan jaringan rute atau koridor serta frekuensi layanan di masa yang akan datang. Dengan demikian, evaluasi ini akan memberikan masukan berharga bagi pemerintah serta BPTJ dalam menyusun kebijakan transportasi yang lebih komprehensif dan berkelanjutan, sejalan dengan target yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Bogor tahun 2025-2045.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi persebaran dan jangkauan dari halte Biskita Kota Bogor dalam mencakupi akomodasi transportasi umum massal khususnya di wilayah Kota Bogor

Metode Penelitian

Dalam analisis ini, saya menggunakan pendekatan spasial untuk memetakan dan mengevaluasi sebaran dan jangkauan dari halte Biskita. Dengan memanfaatkan fitur yang ada pada GEOMAPID yang termasuk dalam perangkan lunak Sistem Informasi Geografis (SIG), penulis akan melakukan analisis kerapatan spasial antar halte dan jangkauan atau radius pelayanan halte yang tertuang pada SNI 03-1733-2004 Tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan. Metode ini memungkinkan visualisasi distirbusi secara georgrafis, sehingga dapat dengan mudah diidentifikasi area-area yang memiliki aksebilitas tinggi dan rendah terhadap layanan transportasi umum Biskita.

Tabel SNI 03-1733-2004

Gambar 1.1 Tabel Kebutuhan dan Persyaratan Jaringan Transportasi Lokal pada Lingkungan Perumahan

Sumber : SNI-03-1733-2004

Berdasarkan tabel diatas, SNI menyimpulkan bahwa jarak optimal antar halte Biskita adalah sekitar 400 meter. Jarak ini dinilai ideal untuk menjangkau sebagian besar pengguna layanan, terutama mereka yang tinggal di lingkungan perkotaan. Selain itu, radius pelayanan setiap halte diperkirakan mencapai 1000 meter persegi, yang menunjukan cakupan layanan yang cukup luas dalam skala kelurahan.

Hasil dan Pembahasan

geotagging halte

Gambar 1.2 Peta Sebaran Halte di Kota Bogor

Sebaran 82 halte Biskita di Kota Bogor yang merupakan campuran antara halte Trans Pakuan sebanyak 34 dan 48 Halte baru yang juga dipakai oleh transportasi umum Biskita, cenderung terkonsentrasi di bagian pusat kota dikarenakan akses untuk menuju antar kecamatan di Kota Bogor sebagian besar harus melewati bagian pusat kota, sehingga mengakibatkan ketimpangan aksebilitas transportasi di beberapa wilayah. Adanya area yang belum terlayani halte Biskita membutuhkan kajian lebih mendalam mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penempatan halte. Kepadatan penduduk di suatu wilayah kecamatan dapat menjadi indikator potensial untuk penentuan lokasi halte baru, terutama di area-area strategis yang menjadi titik asal serta titik tujuan mobilitas masyarakat Kota Bogor itu sendiri.

halte bantar jati

shelter jambu dua

Gambar 1.3 Kondisi dan Perbedaan di salah satu Titik Halte baru dan halte yang lama

gambar radius jarak antar halte

Gambar 1.4 Peta Radius Jarak Antar Halte di Kota Bogor

Berdasarkan analisis jarak antar halte Biskita, umumnya ditemukan jarak ideal sekitar 400 meter berdasarkan SNI-03-1733-2004. Namun pada hasil pemetaan dibeberapa titik wilayah kecamatan yang ada di Kota Bogor terdapat beberapa halte yang jarak nya masih tidak ideal. Hal ini mengindikasikan adanya potensi perbaikan pada jarak antar halte di wilayah tersebut untuk dioptimalkan pelayanannya.

Radius pelayanan halte

Gambar 1.5 Peta Radius Jarak Pelayanan Halte di Kota Bogor

Berdasarkan hasil analisis pemetaan radius pelayanan halte di kota Bogor menunjukan adanya ketidakmerataan meskipun telah terdapat 82 halte yang tersebar namun masih terdapat sejumlah wilayah yang belum terlayani oleh layanan transportasi tersebut seperti di bagian utara Kota Bogor yaitu sebagian wilayah Kecamatan Tanah Sareal dan di bagian selatan sebagian Kecamatan Bogor Selatan. Hal ini mengindikasikan perlunya evaluasi dan upaya peningkatan baik secara kualitan maupun kuantitas halte Biskita untuk memastikan cakupan layanan yang lebih merata di seluruh wilayah Kota Bogor.

Kesimpulan

Berdasarkan analisis spasial sebaran dan jangkauan halte Biskita di kota Bogor dapat disimpulkan bahwa :

  1. 1.
    Ketidakmerataan distirbusi fasilitas sebaran halte, sebaran halte cenderung beraglomerasi atau berpusat di bagian pusat kota yaitu di Kecamatan Bogor Tengah, menyebabkan di beberapa wilayah terutama diluar pusat kota tidak terjangkau akses terhadap layanan transportasi umum ini sehingga memaksa masyarakat menggunakan kendaraan pribadi atau memilih naik angkutan umum perkotaan (Angkot) .
  1. 2.
    Jarak antar halte, secara umum jarak antar halte sudah memenuhi standar hanya sedikit halte yang jaraknya tidak memenuhi standar, namun terdapat beberapa halte yang perlu diperhatikan baik dari kualitas maupun kuantitasnya agar masyarakat Kota Bogor dapat menggunakan fasilitas tersebut secara aman, bersih, dan nyaman.
  1. 3.
    Potensi peningkatan kualitas dan kuantitas halte, masih terdapat potensi untuk meningkatkan kualitas terutama di wilayah yang sedikit sepi seperti contohnya halte mawar di Bogor Barat dan kuantitas halte Biskita yang perlu diperluas ke beberapa kecamatan lainnya agar jangkauan dan jarak antar halte dapat mencakupi layanan yang lebih merata nantinya.

Rekomendasi

  1. 1.
    Pemetaan wilayah prioritas : Melakukan pemetaan wilayah yang belum terlayani atau belum memiliki akses terbatas terhadap halte Biskita, dengan mempertimbangkan faktor kepadatan penduduk, pusat aktivitas, dan potensi pertumbuhan wilayah.
  1. 2.
    Penentuan lokasi halte baru : Menentukan lokasi-lokasi strategis untuk penambahan halte baru berdasarkan hasil pemetaan dan juga survei secara langsung di lapangan, dengan mempertimbangkan jarak optimal antar halte, rute atau koridor Biskita, dan ketersediaan lahan.
  1. 3.
    Evaluasi ulang jarak antar halte : Melakukan evaluasi ulang terhadap jarak antar halte yang sudah ada, terutama di wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi atau pusat aktivitas yang ramai, untuk memastikan jarak yang optimal
  1. 4.
    Pembenahan fasilitas dan informasi mengenai transportasi umum Biskita terkait jadwal, waktu, koridor, dan biaya khusus untuk beberapa golongan agar masyarakat dapat menggunakan atau beralih ke transportasi umum Biskita Kota Bogor

Daftar Pustaka

Dokumen Rancangan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kota Bogor Tahun 2024 Diakses daripdfhttps://bapperida.kotabogor.go.id/pocontent/uploads/rpjpd_kota_bogor_tahun_2025_2045_rancangan_akhir.pdf

SNI 03-1733-2004 Tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan. Diakses dari https://www.nawasis.org/portal/digilib/read/sni-03-1733-2004-tata-cara-perencanaan-lingkungan-perumahan-di-perkotaan/51450

Artikel Publikasi Dhifan Rizqon Kusuma Djenie, November 2024 https://geo.mapid.io/blog_read/mengevaluasi-sebaran-dan-jangkauan-transportasi-bst-batik-solo-trans-dalam-rencana-pembangunan-kota-surakarta-20252045

Data Publikasi

Dampak Ekspansi Perkotaan Akibat Pengembangan Kawasan Teknopolis Gedebage, Bandung terhadap UHI dan Rekomendasi Lokasi  Mitigasi Berbasis NbS

Iklim dan Bencana

15 Agt 2025

anggita novi

Dampak Ekspansi Perkotaan Akibat Pengembangan Kawasan Teknopolis Gedebage, Bandung terhadap UHI dan Rekomendasi Lokasi Mitigasi Berbasis NbS

Urbanisasi pesat mendorong pertumbuhan penduduk perkotaan, termasuk di Kota Bandung yang setiap tahun menerima sekitar 4.200 pendatang. Pengembangan Kawasan Teknopolis Gedebage sebagai pusat kota kedua dan pusat inovasi digital memicu alih fungsi lahan, dengan luas sawah di Gedebage menyusut dari 498,85 ha pada 2014 menjadi 130,43 ha pada 2021. Perubahan ini meningkatkan tekanan spasial, mengurangi ruang terbuka hijau, dan memicu fenomena Urban Heat Island (UHI). Minimnya analisis spasial-temporal terkait pengaruh perkembangan kawasan terhadap UHI menjadi alasan pentingnya penelitian ini, yang bertujuan menganalisis perubahan tutupan lahan 2014–2024, mengkaji sebaran dan intensitas UHI serta hubungannya dengan perubahan lahan, menentukan zona prioritas mitigasi UHI berbasis kesesuaian lahan, dan memberikan rekomendasi Nature-based Solutions (NbS) kontekstual seperti pengembangan RTH, green corridor, dan proteksi lahan pertanian.

28 menit baca

12 dilihat

1 Proyek

Rekomendasi Area Wisata Kuliner UMKM di Kota Wisata Cibubur dan Rute Praktis dengan LRT!

Makanan dan Minuman

02 Agt 2025

Adrien Arum

Rekomendasi Area Wisata Kuliner UMKM di Kota Wisata Cibubur dan Rute Praktis dengan LRT!

Menelusuri area zona emas kuliner di Kota Wisata Cibubur melalui pendekatan spasial. Artikel ini menyajikan analisis lokasi strategis UMKM kuliner rumahan dan rute praktis menuju kawasan dengan dukungan transportasi LRT.

9 menit baca

251 dilihat

3 Proyek

Evaluasi Spasial Pangkalan Gas LPG 3 kg: Analisis Ketersediaan, Jangkauan, dan Potensi Pengembangan di Kecamatan Minggir, Sleman

Rantai Pasokan

30 Jul 2025

Fabiola Larasati

Evaluasi Spasial Pangkalan Gas LPG 3 kg: Analisis Ketersediaan, Jangkauan, dan Potensi Pengembangan di Kecamatan Minggir, Sleman

Penelitian ini mengevaluasi jaringan pangkalan LPG 3 kg di Kecamatan Minggir, wilayah dengan jumlah pangkalan paling sedikit di Kabupaten Sleman. Melalui analisis spasial, dihitung rasio ketersediaan pangkalan per penduduk dan dipetakan jangkauan pelayanan efektifnya. Hasilnya mengidentifikasi "area kosong" (blank spot) yang belum terlayani sehingga dapat menjadi panduan strategis untuk pengembangan pangkalan baru demi distribusi energi yang lebih merata.

25 menit baca

268 dilihat

9 Data

1 Proyek

Analisis Keterjangkauan Sekolah Menggunakan Moda Transportasi Umum di Kota Makassar: Pendekatan Spasial terhadap Aksesibilitas Pendidikan

Transportasi

30 Jul 2025

Muhammad Dwi Apriansyah As

Analisis Keterjangkauan Sekolah Menggunakan Moda Transportasi Umum di Kota Makassar: Pendekatan Spasial terhadap Aksesibilitas Pendidikan

Kemacetan dan keterbatasan akses transportasi umum menjadi tantangan utama dalam mendukung aksesibilitas pendidikan di wilayah urban seperti Kota Makassar. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keterjangkauan fasilitas pendidikan menggunakan moda transportasi umum, khususnya Bus Rapid Transit (BRT) Trans Mamminasata dan angkutan kota pete-pete, dengan pendekatan spasial menggunakan metode isokron 15 menit berjalan kaki. Data yang digunakan mencakup sebaran sekolah, halte, rute transportasi umum, dan data demografi yang diolah secara spasial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari total 704 sekolah di Kota Makassar, sebanyak 608 sekolah (86,36%) telah terjangkau oleh transportasi umum dalam waktu tempuh 15 menit berjalan kaki. Selain itu, sekitar 84,29% penduduk Kota Makassar berada dalam jangkauan layanan transportasi umum. Namun, masih terdapat 10 kelurahan dengan keterjangkauan di bawah 50%, serta sebaran sekolah yang belum terlayani terutama di wilayah timur dan timur laut kota. Penelitian ini memberikan rekomendasi lokasi prioritas untuk pengembangan transportasi umum guna mendukung pemerataan akses pendidikan dan mewujudkan konsep Kota 15 Menit yang inklusif dan berkelanjutan.

15 menit baca

210 dilihat

1 Proyek

Syarat dan Ketentuan
Pendahuluan
  • MAPID adalah platform yang menyediakan layanan Sistem Informasi Geografis (GIS) untuk pengelolaan, visualisasi, dan analisis data geospasial.
  • Platform ini dimiliki dan dioperasikan oleh PT Multi Areal Planing Indonesia, beralamat
  • mapid-ai-maskot