[GEODATA] Carbon Stocks Indonesia

28/02/2024 • MAPID

[GEODATA] CARBON STOCKS INDONESIA 2014

[GEODATA] CARBON STOCKS INDONESIA 2017

[GEODATA] CARBON STOCKS INDONESIA 2020

[GEODATA] CARBON STOCKS INDONESIA 2023


Carbon Stocks di Indonesia
Carbon Stocks di Indonesia

Pendahuluan

Salah satu indikator penting dalam pemantauan dan manajemen lingkungan adalah carbon stocks. Carbon stocks atau stok karbon mengacu pada jumlah total karbon yang tersimpan dalam berbagai komponen ekosistem, seperti tumbuhan, tanah, dan biomassa. Tidak hanya itu, aktivitas antropogenik juga berkontribusi pada akumulasi dan dekomposisi stok karbon di suatu wilayah. Oleh karena itu, penting untuk dilakukan pemantauan karbon guna melihat pola distribusi karbon di suatu wilayah.

Dalam konteks ini, MAPID akan mengeksplorasi bagaimana data carbon stocks dikumpulkan dan divisualisasikan dengan berbagai metode estimasi untuk memahami distribusi karbon di suatu wilayah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi lokasi-lokasi dengan tingkat stok karbon yang tinggi atau rendah, serta untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi karbon di berbagai komponen ekosistem.

Kehadiran data carbon stocks dapat memberikan manfaat yang besar dalam pengambilan keputusan yang berkelanjutan terkait dengan pengelolaan sumber daya alam dan perlindungan lingkungan. Informasi ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi area-area yang memerlukan perlindungan khusus, mengukur efektivitas program restorasi hutan, serta merencanakan strategi mitigasi perubahan iklim berbasis lahan. Dengan demikian, penelitian ini memiliki potensi untuk memberikan kontribusi yang signifikan dalam upaya pelestarian dan keberlanjutan lingkungan.

Pengantar Carbon Stocks

Carbon Stocks dan Siklus Karbon

Carbon stocks atau stok karbon merupakan ketersediaan banyaknya karbon yang dapat disimpan pada siklus tertentu dalam waktu tertentu. Siklus tersebut dinamakan siklus karbon. Siklus karbon adalah siklus pertukaran karbon melalui proses biogeokimia yang melibatkan unsur biotik dan abiotik (N, 2022). Siklus karbon merupakan hal dasar untuk memahami menjaga keseimbangan ekosistem bumi. Revolusi industri menyebabkan siklus karbon tidak seimbang karena ketersediaan penyimpanan karbon untuk diserap semakin terbatas sedangkan emisi karbon terus bertambah (Queensland, 2020).

Jumlah emisi karbon yang berlebih mengakibatkan perubahan suhu permukaan bumi yang berkaitan dengan perubahan iklim. Maka mengelola penyimpanan karbon atau carbon stocks merupakan upaya dalam mengurangi perubahan iklim yang semakin buruk.

Faktor Pendorong Carbon Stocks secara Alami

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi akumulasi dan dekomoposisi Carbon Stocks, yaitu:

1. Iklim

Wilayah yang memiliki iklim basah memiliki produktivitas vegetasi yang baik sehingga dapat meningkatkan carbon stocks, begitupun sebaliknya (Lenihan et al., 2003).

2. Tanah

Tanah merupakan salah satu penyimpanan karbon yang di dalamnya terdapat unsur-unsur organic yang dapat mengikat dan melepaskan karbon. Hal-hal yang memengaruhi karbon dalam tanah adalah komposisi tanaman yang hidup di atasnya, kesuburan tanah, irigasi, aktifitas mikroba, dan erosi (Herman Siringoringo, 2014).

3. Keanekaragaman Hayati

Keanekaragaman hayati merupakan berbagai macam makhluk hidup dari berbagai sumber dalam suatu ekosistem. Terdapat siklus rantai makanan dalam suatu ekosistem yang melibatkan mahkluk hidup di dalamnya berdasarkan berbagai jenis bentang alam dapat memengaruhi penyimpanan karbon karena adanya perpindahan energi antara hewan (Schmitz et al., 2018).

4. Topografi dan Elevasi

Seiring ketinggian suatu tempat bertambah, meningkat juga ketebalan awan dan tingkat kelembapan yang memengaruhi tanah dan temperatur udara. Bentuk topografi yang berbeda antara dataran tinggi dan rendah juga memengaruhi sifat pembentukan tanah, persebaran vegetasi, dan penyerapan nutrisi (Jeyanny et al., 2014).

Pengaruh Aktivitas Antropogenik terhadap Carbon Stocks

Aktivitas antropogenik dapat diartikan sebagai pengaruh keberadaan manusia dan aktivitasnya terhadap suatu hal. Dalam hal ini, aktivitas manusia dinilai berperan dalam mempengaruhi pola dan tren perubahan karbon. Adapun aktivitas antropogenik yang menjadi manifestasi perubahan karbon ini dapat dijumpai dari berbagai aktivitas berikut,

1. Deforestasi

Penggundulan secara besar-besaran untuk mengalihfungsikan hutan menjadi kawasan pemukiman, pertanian atau industri menyebabkan defisiensi karbon di hutan (Dogru dkk, 2020). Pohon-pohon yang ditebang menyimpan cukup banyak karbon dalam bentuk biomassa. Ketika deforestasi terjadi, karbon akan dilepaskan ke atmosfer sebagai karbon dioksida (CO2) sehingga muncul masalah degradasi lingkungan.

2. Industri dan Produksi

Salah satu emisi karbon yang cukup besar adalah adanya kawasan industri yang melakukan proses produksi. Di sisi lain, kegiatan ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Akan tetapi, kegiatan ini berdampak pada emisi karbon yang cukup besar. Sebagai contoh, produksi material, seperti semen, besi-baja, dan kertas membutuhkan energi yang besar dan seiring proses tersebut emisi karbon tak terhindarkan.

3. Pertanian dan Praktik Pengelolaan Lahan

Penggunaan pupuk kimiawi dan metode pengelolaan lahan yang memiliki kecenderungan untuk emisi karbon dapat mempengaruhi jumlah karbon dalam tanah. Aktivitas ini memicu dekomposisi bahan organik sehingga jumlah karbon dalam tanah terdegradasi.

4. Alih Fungsi Lahan

Sebagaimana deforestasi di atas, alih fungsi lahan utamanya menjadi perkotaan (lahan tempat tinggal) menjadi salah satu indikasi adanya emisi karbon. Perkotaan memerlukan banyak aspek infrastruktur yang berkontribusi pada energi yang besar yang seringkali berasal bahan bakar fosil. Oleh karena itu, konversi lahan ini diharapkan tetap memperhatikan lingkungan sekitar.

Pemantauan (Monitoring) Carbon Stocks

Mirza Waleed, dkk. (2024) melakukan penelitian tentang dampak perubahan tutupan lahan akibat urbanisasi terhadap kapasitas penyimpanan karbon di daratan, dengan area studi di Pakistan dalam rentang waktu 1990-2020 menggunakan data citra satelit resolusi tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa urbanisasi telah menyebabkan perubahan signifikan dalam tutupan lahan di Pakistan, yang kemudian berdampak pada kapasitas penyimpanan karbon di daratan. Diperkirakan bahwa peningkatan urbanisasi telah mengurangi kapasitas penyimpanan karbon di daratan secara signifikan selama periode yang diteliti.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Toru, T. dan Kibret, K. (2019), menunjukkan variasi yang signifikan dalam jumlah karbon yang disimpan di berbagai jenis penggunaan dan penutupan lahan utama di sub-DAS Hades, Ethiopia Timur. Hutan alami dan semak belukar memiliki jumlah karbon yang paling tinggi yaitu sebesar 496,26 ton per hektar, sementara lahan pertanian dan padang rumput memiliki jumlah karbon yang lebih rendah yaitu sebesar 138,95 ton per hektar.

Investigasi perubahan penggunaan dan penutupan lahan serta dampaknya terhadap penyimpanan karbon ekosistem di daerah pesisir China dari tahun 1980 hingga 2050 yang dilakukan oleh Zhu, L. dkk. (2022) menunjukkan bahwa perubahan penggunaan dan penutupan lahan di daerah pesisir China memiliki dampak yang signifikan terhadap penyimpanan karbon ekosistem. Perubahan ini diproyeksikan akan terus berlanjut hingga tahun 2050, dengan kemungkinan penurunan penyimpanan karbon di beberapa wilayah pesisir.

Studi Kasus: Data Carbon Stocks di Indonesia

Data dan Metode

Studi ini menggunakan data Landsat 7 dan 8 yang tersedia melalui katalog Google Earth Engine untuk menghasilkan peta tutupan lahan. Klasifikasi tutupan lahan dilakukan menggunakan algoritma Random Forest, yang telah terbukti efektif dalam mengklasifikasikan citra satelit. Data yang digunakan meliputi citra Landsat pada tahun 2014, 2017, 2020, dan 2023 untuk memperoleh informasi secara spasial maupun temporal tentang perubahan tutupan lahan dan carbon stocksdi Indonesia. Sebelum dilakukan klasifikasi, citra-citra ini telah melalui proses preprocessing yang mencakup penghapusan tutupan awan, penyesuaian waktu, dan pemilihan area studi yang relevan.

Penentuan Tutupan Lahan

Dalam studi ini, metode Random Forest digunakan untuk mengklasifikasikan tutupan lahan. Metode Random Forest adalah salah satu metode klasifikasi yang akurat dan dapat mengatasi masalah overfitting dalam analisis citra satelit untuk pemetaan land use land cover (Breiman, 2001). Random Forest bekerja dengan membuat sejumlah pohon keputusan yang independen, di mana setiap pohon dilatih dengan subset acak dari data training. Hasil klasifikasi diperoleh dengan menggabungkan hasil dari semua pohon, dengan memberikan bobot pada mayoritas suara (Cutler, dkk., 2007).

[GEODATA] Carbon Stocks Indonesia

Klasifikasi dilakukan dengan menentukan 6 kelas utama yaitu badan air, pertanian, lahan terbangun, lahan kosong, hutan, dan lahan basah. Penentuan jumlah kelas ini didasarkan pada klasifikasi standar untuk memudahkan analisis dan interpretasi hasil. Pada proses klasifikasi ini, minimal akurasi yang diharapkan adalah di atas 80%. Akurasi ini penting untuk memastikan bahwa hasil klasifikasi dapat diandalkan dan memberikan informasi yang akurat tentang tutupan lahan di wilayah yang diteliti.

Estimasi Carbon Stocks berdasarkan Tutupan Lahan

Setiap jenis tutupan lahan memiliki faktor konversi karbon yang berbeda-beda. Faktor konversi ini digunakan untuk menghitung jumlah karbon yang disimpan dalam biomassa dan tanah untuk setiap jenis tutupan lahan. Carbon stocks dihitung dengan mengalikan luas area setiap jenis tutupan lahan dengan faktor konversi karbon yang sesuai (persamaan 1).

[GEODATA] Carbon Stocks Indonesia

Tabel 1. Faktor konversi karbon untuk setiap kelas tutupan lahan (Waleed, M. dkk. 2024)

[GEODATA] Carbon Stocks Indonesia

Above-ground Carbon (Ca) adalah karbon yang disimpan dalam biomassa tumbuhan yang berada di atas permukaan tanah, termasuk batang, cabang, daun, dan buah. Below-ground Biomass (Cb) adalah karbon yang disimpan dalam biomassa tumbuhan yang berada di bawah permukaan tanah, termasuk akar dan akar lateral. Dead Organic Matter (Cd) adalah karbon yang terdapat dalam bahan organik yang telah mati, seperti serasah, batang atau akar tumbuhan yang telah membusuk. Soil Carbon (Cs) adalah karbon yang disimpan dalam tanah, terutama dalam bentuk bahan organik seperti humus (Eggleston, H. S. dkk, 2006).

Analisis dan Pembahasan Data Carbon Stocks

Carbon Stocks dan Tutupan Lahan

Data untuk seluruh wilayah Indonesia telah diproses, dan analisis perbandingan Carbon Stocks di berbagai jenis tutupan lahan secara temporal akan dilakukan dengan mengambil sampel di area Bandung Raya. Bandung Raya sendiri terdiri dari beberapa wilayah, termasuk Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, dan sebagian Kabupaten Bandung Barat. Pemilihan Bandung Raya sebagai area representatif dilakukan karena memiliki variasi tutupan lahan yang cukup beragam. Dengan demikian, hasil analisis dari Bandung Raya diharapkan dapat merepresentasikan keadaan tutupan lahan dan nilai karbonya secara lebih luas untuk wilayah Indonesia.

Gambar x menunjukkan peta tutupan lahan di empat periode yang berbeda (2014, 2017, 2020, dan 2023). Peta-peta tersebut menunjukkan perubahan tutupan lahan yang intensif. Perubahan ini memiliki dampak langsung terhadap penyimpanan karbon di lingkungan. Data tutupan lahan dan total karbon untuk tahun 2014, 2017, 2020, dan 2023 menunjukkan adanya hubungan yang erat antara perubahan tutupan lahan dengan perubahan total karbon di wilayah tersebut.

[GEODATA] Carbon Stocks Indonesia [GEODATA] Carbon Stocks Indonesia

Terjadi penurunan yang signifikan dalam total karbon yang disimpan dari tahun 2014 hingga 2023. Penurunan nilai karbon dapat dilihat dari data total karbon yang turun dari 69,905,148 MgC pada tahun 2014 menjadi 61,664,784 MgC pada tahun 2023. Pada saat yang sama, terjadi perubahan besar dalam tutupan lahan, terutama peningkatan lahan pertanian sebesar 1.52% dan lahan terbangun sebesar 50.68%.

Luas lahan pertanian terus meningkat dari tahun ke tahun, yang mengindikasikan adanya ekspansi pertanian yang signifikan. Hal ini dapat berkontribusi terhadap penurunan total karbon, karena lahan yang diubah menjadi pertanian biasanya berasal dari lahan hutan atau lahan alami yang memiliki kemampuan menyimpan karbon yang tinggi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa perubahan tutupan lahan memiliki dampak yang signifikan terhadap perubahan total karbon di wilayah tersebut.

[GEODATA] Carbon Stocks Indonesia

Pola Distribusi Carbon Stocks

Jumlah carbon stocks di berbagai wilayah dipengaruhi oleh beberapa faktor alami yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Selain itu juga tutupan lahan memainkan peran penting dalam akumulasi carbon stocks di berbagai ekosistem. Misalnya, hutan tropis dan lahan basah memiliki potensi besar untuk menyimpan karbon dalam biomassa tanaman dan tanah, sementara praktik pertanian yang tidak berkelanjutan dapat mengurangi stok karbon di tanah pertanian. Selain itu, lahan terdegradasi dan pembangunan perkotaan juga dapat mengakibatkan pelepasan karbon ke atmosfer.

Indonesia sebagai negara kepulauan di wilayah khatulistiwa memiliki beberapa jenis area yang berbeda berdasarkan tutupan lahannya, seperti hutan tropis, lahan pertanian, perkotaan, dan wilayah pesisir. Salah satu wilayah di Indonesia yang paling luas ditutupi oleh hutan tropis adalah Provinsi Sumatera Utara, khususnya Kabupaten Tapanuli Tengah. Di wilayah ini, jumlah carbon stocks sangat tinggi di wilayah dengan tutupan hutan tropis, di atas 3.500 MgC/piksel.

[GEODATA] Carbon Stocks Indonesia

Gambar 5. Sebaran Carbon Stocks di Kabupaten Tapanuli Tengah

Sementara itu, nilai ini jauh berbeda dengan bagian negara Indonesia lainnya yang merupakan wilayah perkotaan, misalnya Kota Bandung. Kota Bandung yang merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia hampir 70% wilayahnya kini tertutupi lahan terbangun. Berdasarkan data carbon stocks yang kami olah, jumlah carbon stocks di Kota bandung sesuai dengan teori dan riset-riset sebelumnya, yaitu termasuk rendah. Jumlah stok karbon di kota ini, juga kota-kota besar lainnya, mayoritas paling banyak di bawah 2.000 MgC/piksel. Hal ini juga sama terjadi di wilayah pesisir yang minim vegetasi, sebagaimana yang dapat dilihat pada wilayah pesisir di Kabupaten Tapanuli Tengah.

[GEODATA] Carbon Stocks Indonesia

Langkah Empiris dari Estimasi Carbon Stocks

Hasil dari estimasi carbon stocks dapat digunakan untuk beberapa program atau kebijakan yang bertujuan untuk mitigasi perubahan iklim (Waleed et al., 2024). Program mitigasi perubahan iklim yang telah dilakukan seperti restorasi lahan dan ekosistem, pengelolaan keanekaragaman hayati serta peluang usaha pemanfaatan sumber daya alam (KMP, n.d.).

Hal tersebut juga sejalan dengan yang telah disepakati berdasarkan The Paris Agreement. The Paris Agreement merupakan perjanjian internasional yang mengikat secara hukum terkait perubahan iklim dan memiliki tujuan utama yaitu peningkatan suhu rata-rata global agar jauh di bawah 2°C di atas tingkat pra-industri.

Kesimpulan

Pada akhirnya, data carbon stocks sangat penting untuk kita pelajari sebagaimana apa yang telah dipaparkan di atas. Data ini memungkinkan kita untuk memahami perubahan karbon dari tahun-tahun. Oleh karena itu, GEO MAPID menyediakan data ini secara temporal pada tahun 2014, 2017, 2020, dan 2023 yang mencakup wilayah Indonesia. Pengguna dapat menggunakan data ini untuk menganalisis pola dan tren perubahan carbon stocks di berbagai wilayah di Indonesia. Selain itu, dari pembahasan di atas, kita dapat memahami dampak aktivitas manusia, perubahan penggunaan lahan, dan faktor-faktor lainnya yang memengaruhi keseimbangan karbon di ekosistem Indonesia. Dengan demikian, carbon stocks dapat menjadi salah satu alat pengambil keputusan yang penting dalam menentukan langkah pembangunan ke depannya.

Referensi

Breiman, L. (2001). Random forests. Machine learning, 45(1), 5-32.

Cutler, D. R., Edwards Jr, T. C., Beard, K. H., Cutler, A., Hess, K. T., Gibson, J., & Lawler, J. J. (2007). Random forests for classification in ecology. Ecology, 88(11), 2783-2792.

Dogru, A. O., Goksel, C., David, R. M., Tolunay, D., Sözen, S., & Orhon, D. (2020). Detrimental environmental impact of large scale land use through deforestation and deterioration of carbon balance in Istanbul Northern Forest Area. Environmental Earth Sciences, 79, 1-13.

Eggleston, H. S., Buendia, L., Miwa, K., Ngara, T., & Tanabe, K. (2006). 2006 IPCC guidelines for national greenhouse gas inventories

Herman Siringoringo, H. (2014). Peranan Penting Pengelolaan Penyerapan Karbon Dalam Tanah. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan, 11(2), 175–192. Https://Doi.Org/10.20886/Jakk.2014.11.2.175-192

Jeyanny, V., Husni, M., Rasidah, K. W., Kumar, B. S., Arifin, A., & Hisham, M. K. (2014). Carbon Stocks In Different Carbon Pools Of A Tropical Lowland Forest And A Montane Forest With Varying Topography. Journal Of Tropical Forest Science, 26(4), 560–571.

KMP. (n.d.). Melindungi hutan rawa gambut, mengurangi emisi, menciptakan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Retrieved February 27, 2024, from https://id.katinganmentaya.com/

Lenihan, J. M., Drapek, R., Bachelet, D., & Neilson, R. P. (2003). Climate Change Effects On Vegetation Distribution, Carbon, And Fire In California. Ecological Applications, 13(6), 1667–1681. Https://Doi.Org/10.1890/025295

Schmitz, O. J., Wilmers, C. C., Leroux, S. J., Doughty, C. E., Atwood, T. B., Galetti, M., Davies, A. B., & Goetz, S. J. (2018). Animals And The Zoogeochemistry Of The Carbon Cycle. Science, 362(6419), Eaar3213. Https://Doi.Org/10.1126/Science.Aar3213

Sruthi, E. R. (2024). Understanding Random Forest. Diakses dari: https://www.analyticsvidhya.com/blog/2021/06/understanding-random-forest/

Toru, T., & Kibret, K. (2019). Carbon stock under major land use/land cover types of Hades sub-watershed, eastern Ethiopia. Carbon balance and management, 14, 1-14.

Waleed, M., Sajjad, M., & Shazil, M. S. (2024). Urbanization-led land cover change impacts terrestrial carbon storage capacity: A high-resolution remote sensing-based nation-wide assessment in Pakistan (1990–2020). Environmental Impact Assessment Review, 105, 107396.

Zhu, L., Song, R., Sun, S., Li, Y., & Hu, K. (2022). Land use/land cover change and its impact on ecosystem carbon storage in coastal areas of China from 1980 to 2050. Ecological Indicators, 142, 109178.

*Supported by: Tubagus Nur Rahmat Putra dan Yaumi Khoirunnisa

Data Publications