Kajian Penentuan Lokasi Optimal Ruang Terbuka Hijau Publik bagi Pejalan Kaki di Kota Bandung

23/09/2024 • Meutia Hufyana


Kajian Penentuan Lokasi Optimal Ruang Terbuka Hijau Publik bagi Pejalan Kaki di Kota Bandung
Kajian Penentuan Lokasi Optimal Ruang Terbuka Hijau Publik bagi Pejalan Kaki di Kota Bandung

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi lokasi potensial penambahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang aksesibel bagi pejalan kaki di Kota Bandung, seiring dengan meningkatnya urbanisasi yang menyebabkan penurunan kualitas lingkungan hidup. RTH berperan penting dalam menjaga ekosistem dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Mengacu pada peraturan yang mengharuskan minimal 30% dari luas wilayah kota sebagai RTH, penelitian ini menunjukkan bahwa saat ini Kota Bandung baru memenuhi 12,25% dari luas wilayahnya. Metode yang digunakan meliputi analisis Thermal Humidity Index (THI), Normalized Difference Vegetation Index (NDVI), kemiringan lereng, dan jarak dari permukiman, yang dikombinasikan dengan teknik weighted sum overlay dan analisis buffer untuk menentukan lokasi RTH yang optimal. Hasil penelitian mengindikasikan beberapa kecamatan, seperti Gedebage dan Cibiru, sebagai prioritas untuk pengembangan RTH, dengan rekomendasi agar pemerintah memperhatikan pemerataan aksesibilitas RTH. Penelitian ini menegaskan pentingnya RTH dalam merespons tantangan urbanisasi dan pemanasan global, serta merekomendasikan pengembangan ruang terbuka hijau di area yang kurang terjamah.

Kata Kunci: RTH, aksesibilitas, urbanisasi, kualitas lingkungan, Thermal Humidity Index, Normalized Difference Vegetation Index.

Abstract

This study aims to identify potential locations for the addition of Accessible Green Open Spaces (RTH) for pedestrians in the city of Bandung, in light of increasing urbanization that leads to a decline in environmental quality. RTH plays a crucial role in maintaining ecosystems and enhancing the quality of life for the community. Referring to regulations that require at least 30% of the city’s area to be allocated for RTH, this research indicates that currently, Bandung only meets 12.25% of this requirement. The methods employed include analyses of the Thermal Humidity Index (THI), Normalized Difference Vegetation Index (NDVI), slope, and distance from settlements, combined with weighted sum overlay and buffer analysis techniques to determine optimal RTH locations. The results indicate several districts, such as Gedebage and Cibiru, as priorities for RTH development, with recommendations for the government to ensure equitable accessibility to RTH. This study emphasizes the importance of RTH in addressing the challenges of urbanization and global warming, and recommends the development of green open spaces in underserved areas.

Keywords: Green Open Space (RTH), accessibility, urbanization, environmental quality, Thermal Humidity Index, Normalized Difference Vegetation Index.

Pendahuluan

1. Latar Belakang

Urbanisasi merupakan fenomena global yang ditunjukkan ketika lebih dari separuh penduduk di dunia tinggal di perkotaan (United Nation, 2018). Kondisi tersebut kian memicu adanya penambahan lahan terbangun di perkotaan. Lahan terbangun yang kian memarak ini berdampak pada penurunan kualitas lingkungan hidup, baik pada udara, air, tanah, maupun estetika lingkungan perkotaan itu sendiri (Sumarwoto dalam Sudarwani, 2017). Perkembangan kawasan perkotaan yang menjadi area terbangun tersebut disebut fenomena alih fungsi lahan dan tentunya dapat meningkatkan potensi terjadinya bencana alam dan menurunnya jasa ekosistem alami (Nampak dkk, 2018). Dampak alih fungsi lahan ini juga mengancam berkurangnya luasan ruang terbuka hijau di perkotaan. RTH disebutkan sebagai salah satu bagian penting dari struktur kota dengan fungsi utama yaitu fungsi ekologis, dan fungsi tambahan yaitu fungsi arsitektural, sosial, dan ekonomi. Tentunya keberadaan RTH dibilang dapat membantu dalam pengendalian dan pemeliharaan kualitas lingkungan.

RTH sebagai bagian dari perencanaan perkotaan perlu disiapkan secara menyeluruh dan dipastikan hukumnya berdasarkan peraturan daerah yang terlampir. Dengan demikian, pengembangan dan pengelolaan RTH dapat dilaksanakan dengan terarah dan mampu menghindari adanya perubahan fungsi ruang yang sudah ada, terlebih lagi apabila dapat dilakukan penambahan luasan RTH itu sendiri. Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan area memanjang atau jalur yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tanaman untuk tumbuh, baik secara alami maupun yang sengaja ditanam. Disebutkan juga bahwa penyediaan kawasan hijau atau RTH minimal sebesar 30% dari luas wilayah kota dimana 20% merupakan RTH publik dan 10% merupakan RTH privat. Ketentuan tersebut diharapkan mampu dipenuhi oleh kota dan kabupaten yang ada di Indonesia.

Ruang terbuka hijau publik merupakan salah satu elemen penting dalam perancangan dan pembentukan kota. Ruang ini adalah saran aynag dapat digunakan oleh setiap orang dan diharapkan dapat memicu timbulnya berbagai macam interaksi masyarakat (Hakim dalam Melanira, 2023). Menurut Nath, Zhe Han, dan Lechner (2018), ruang terbuka publik berbentuk taman kota memberikan banyak keuntungan bagi pengunjung serta lingkungan di sekitarnya. Dalam konteks perkotaan, taman ini menjadi bagian dari ruang hijau yang berfungsi sebagai penyejuk sushu kota dan mengatasi fenomena pulau urban yang memanas. Selain itu, taman kota menjadi tempat bagi masyarakat untuk bersantai, berolahraga, dan bersosialisasi.

Kota Bandung merupakan kawasan metropolitan yang berpotensi untuk mendorong perkembangan ekonomi di Jawa Barat. Sebagai pusat kegiatan industri, perdagangan, dan jasa, Kota Bandung dinobatkan sebagai kota metropolitan terbesar setelah Kota Jakarta dan Kota Surabaya. Sebagai salah satu kota metropolitan, Kota Bandung tentu saja mengalami pertumbuhan dan perubahan fungsi lahan yang pesat. Pentingnya peran RTH di Kota Bandung menjadi vital kala transformasi tersebut kian berlansung. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bandung, pada Tahun 2020 luas RTH baru mencapai 2.048,97 hektare atau hanya 12,25 persen, dari luas wilayah Kota Bandung yang mencapai 167,3 kilometer persegi. Dengan demikian, luasan RTH tersebut belum tercukupi secara optimal berdasarkan ketentuan minimal yang ditetapkan sebesar 30 persen. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bandung Tahun 2018 - 2023, RTH menjadi salah satu indikator sasaran dalam capaian kinerja. Sulitnya pencapaian target pemenuhan RTH dipengaruhi juga dengan adanya sistem koordinasi yang belum optimal antar perangkat daerah.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2008 menyebutkan kembali bahwa proporsi pemenuhan Ruang Terbuka Hijjau yang ideal dapat ditingkatkan dengan penambahan lokasi RTH publik untuk setidaknya mencapai 20% dari yang tersedia. Kondisi Kota Bandung yang masih jauh dari presentase optimal dapat dibantu dengan penentuan lokasi RTH dengan radius pelayanan tinggi dan kelengkapan infrastruktur dengan penyediaan RTH Kecamatan. Pemilihan lokasi RTH yang tepat tentunya akan berpengaruh pada kualitas hidup dan pelayanan kepada masyarakat sehingga perlu dikaji agar fungsi tersebut optimal. Penentuan lokasi ruang terbuka hijau berdampak pada seberapa efektif layanan yang diberikan kepada masyarakat (Iscahyono et. al., 2023). Lokasi ruang terbuka ini juga diharapkan dapat diakses oleh segala jenis moda transportasi, tak terkecuali pejalan kaki.

Dinyatakan dalam penelitiannya, Nieuwolt (1997) menyatakan bahwa Thermal Humidity Index merupakan representasi nilai suhu udara dan kelembapan udara. Semakin tinggi suhu udara dan kelembapan udara maka semakin tidak nyaman pula nilai THI bagi pengguna kota. Kondisi ini mendorong penentuan RTH harus merujuk kepada kondisi pemanasan global yang mendorong naiknya suhu permukaan bumi. Peningatan suhu udara memberikan adanya sebaran THI tidak nyaman terutama di kota-kota besar seperti Kota Bandung. Oleh karena itu, ,penelitian bertujuan untuk mengetahui persebaran lokasi potensial penambahan lahan ruang terbuka aksesibel bagi pejalan kaki dengan mempertimbangkan kenyamanan pengguna.

2. Tujuan dan Sasaran Penelitian

2.1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui lokasi potensial penambahan lahan Ruang Terbuka Hijau terjangkau oleh pejalan kaki di tingkat kecamatan Kota Bandung.

2.2. Sasaran Penelitian

  1. 1.
    Merumuskan kriteria dalam penentuan lokasi potensial penambahan lahan Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung
  1. 2.
    Memetakan hasil lokasi potensial penambahan lahan Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung
  1. 3.
    Merumuskan rekomendasi lokasi potensial Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung yang aksesibel bagi pedestrian di Kota Bandung

3. Data dan Metode Penelitian

3.1. Parameter Penentuan RTH Potensial

Dalam menjalankan analisis penentuan lokasi ruang terbuka hijau yang optimal, diperlukan beberapa kriteria yang disesuaikan dengan kondisi dan gambaran fisik wilayah kota atau kabupaten terkait. Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaaan Penyediaan RTH dijabarkan dengan dua hal yaitu, berdasarkan luas wilayah dan jumlah penduduk. Namun, penentuan kriteria secara spasial lebih ditekankan akan parameter yang sifatnya kewilayahan meliputi Thermal Humidity Index (THI), indeks vegetasi atau NDVI, kemiringan lereng, dan jarak dari permukiman. Berikut pula nilai pembobotan yang ditetapkan dalam penentuan lokasi ruang terbuka hijau yang optimal.

Kriteria Penentuan Lokasi Potensial RTH

3.1.1. Thermal Humidity Index

Thermal Humidity Index (THI) adalah suatu pengukuran yang digunakan untuk mengkur tingkat kenyamanan populasi manusia dengans elang batas kenyamanan dari suhu 21°C - 26°C (Emmanuel, 2005). Penentuan nilai tersebut dilakukan melalui fitur raster calculator dengan rumus perhitungan nilai THI sebagai berikut (Nieuwolt, 1997).

THI = 0.8 Ta + (RH x Ta)/500

Keterangan:

  • THI = Temperature Humidity Index
  • Ta = Suhu udara (°C)
  • RH = Kelembapan udara relatif (%)

Sebaran THI Kota Bandung

3.1.2. Normalized Difference Vegetation Index (NDVI)

Perumusan nilai NDVI memerlukan data citra satelit penginderaan jauh yang dapat digunakan untuk ekstraksi informasi penggunaan lahan khususnya di perkotaan. Citra yang digunakan pada analisis ini adalah Landsat 8. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode NDVI dengan rumus sebagai berikut.

NDVI = (NIR - R) / (NIR+ R)

Keterangan:

  • NDVI = nilai NDVI
  • NIR = Near Infrared Band
  • R = Red Band

NDVI Kota Bandung

3.1.3. Kemiringan Lereng

Kemiringan lereng menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi keadaan penggunaan suatu lahan. Wilayah dengan kelerengan tinggi umumnya didominasi dengan lahan yang sifatnya dipergunakan sebagai kawasan lindung. Kondisi wilayah tersebut berpotensi mengalami erosi yang lebih besar. Erosi akan meningkat apabila lereng semakin curam dan kurang cocok apabila digunakan sebagai lahan untuk pemanfaatan ruang terbuka hijau. Oleh karena itu, pembobotan skor dibuat dari datar menuju sangat curam dengan skor yang menurun.

Kemiringan Lereng Kota Bandung

3.1.4. Jarak dari Permukiman

Menurut Rojas dan Páez dalam Utami (2019), aksesibilitas antara jaringan jalan menciptakan suatu integrasi yang berpengaruh pada tingkat kemudahan menjangkau aksesibilitas ke lokasi yang ingin dikunjungi. Jarak terpendek menuju ruang terbuka hijau (RTH) dapat memengaruhi keputusan orang untuk mengunjungi tempat tersebut.

Jangkauan Kawasan dari Permukiman

3.2. Analisis Data

Metodologi penelitian disusun secara sistematis dengan dua teknik analisis kuantitatif yaitu analisis weighted sum overlay dan analisis buffer.

3.2.1. Analisis Weighted Sum Overlay

Metode weighted sum overlay merupakan bentuk analisis data spasial dengan menggunakan teknik overlay beberapa peta yang berkaitan dengan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penilaian kerentanan suatu masalah. Salah satu fungsi dari metode ini adalah untuk menyelesaikan masalah yang memiliki banyak kriteria seperti pemilihan lokasi yang optimal atau pemodelan kesesuaian. Seperti pada penelitian ini yaitu penentuan lokasi ruang terbuka hijau yang aksesibel. Berikut persamaan yang digunakan pada perhitungan ini.

Z =((w1 x c1) + (w2 x c2) +...+ (wn x cn)) / (w1 + w2 + wn)

Keterangan:

  • Z = kelas hasil
  • w = bobot (rank)
  • cn = kelas parameter dari 1 sampai n

Lokasi RTH Potensial

Berdasarkan gambar di atas, analisis weighted sum overlay menentukan beberapa lokasi prioritas. Hasil lokasi dibagi menjadi empat kelas prioritas dengan kelas prioritas 1 dan prioritas 2 memiliki nilai sangat baik dan baik untuk dijadikan lokasi prioritas. Lokasi dengan prioritas 1 skor 12 mayoritas terletak pada Kecamatan Gedebage, Kecamatan Cibiru, Kecamatan Cicendo, Kecamatan Mandalajati, Kecamatan Ujungberung, Kecamatan Bandung Kidul, Kecamatan Babakan Ciparay, Kecapatan Bojongloa Kidul dan Kecamatan Sukasari.

3.2.2. Analisis Buffer

Analisis buffer diartikan sebagai zona yang berada di sekitar, titik, garis, atau poligon apapun yang mencakup semua area dalam jarak tertentu dari sebuah fitur. Zona ini digambar oleh sistem informasi geospasial dalam bentuk poligon baru. Buffer dapat digunakan untuk poligon menentukan jarak ke dalam batas-batas yang ditentukan sebagai syarat. Dengan buffer, akan terbentuk coverage area atau melindungi fitur spasial pada peta (objek buffer area) dengan jarak tertentu. Seperti pada penelitian ini, dibentuk buffer dengan jarak 500 meter sebagai jarak jangkauan terjauh pejalan kaki untuk keinginan berjalannya.

4. Hasil dan Pembahasan

Pemetaan Lokasi Potensial Aksesibel di Kota Bandung

Berdasarkan hasil analisis buffer penentuan area terjangkau, seluruh lokasi potensial RTH di Kota Bandung dapat dijangkau dengan mudah oleh pejalan kaki, kecuali beberapa wilayah di Kecamatan Gedebage. Hal ini tentunya menjadi perhatian kepada Pemerintah Kota Bandung untuk memaksimalkan pemerataan jalan agar RTH yang tersedia dapat digunakan oleh masyarakat sekitar.

5. Kesimpulan

Hasil persebaran lokasi potensial RTH menunjukkan beberapa potensi lokasi yang optimal untuk mengembangkan RTH publik dan meningkatkan kadar pemenuhan RTH yang diharuskan dipenuhi oleh Pemerintah Daerah Kota Bandung. Namun, hasil tersebut masih perlu dilakukan overlay dengan RTH eksisting untuk melihat wilayah mana di bagian Kota Bandung yang belum dioptimalkan lahannya untuk ruang terbuka hijau. Tentunya, perlu menjadi perhatian juga bahwa bagian tengah dari Kota Bandung sendiri sudah penuh dengan permukiman sehingga mungkin sulit untuk mengembangkan ruang terbuka hijau dengan lahan yang optimal. Hal ini perlu menjadi perhatian juga bahwa kenyamanan masyarakat dapat didukung dengan adanya RTH sehingga pengembangan RTH di pusat kota juga perlu dipertimbangkan.

Referensi

Melanira, A., & Muharom Rudianto, A. (2023). Identifikasi Fungsi dan Elemen Fisik Taman Tegalega Sebagai Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung. Jurnal Ilmiah Arjouna: Architecture and Environment Journal of Krisnadwipayana, 7(2). https://doi.org/10.61488/jia.v7i2.66
Iscahyono, A. F., Siti Qolifah, & Byna Kameswara. (2023). Analisis Kesenjangan Distribusi Ruang Terbuka Hijau Tingkat Kota dan Kecamatan dari Sisi Aksesibilitas dengan Metode Space Syntax (Studi Kasus: Kota Bandung). Jurnal Reka Lingkungan, https://doi.org/10.26760/rekalingkungan.v11i3.184-197
Rachmani, R. M. (2023). Lahan Potensial Penambahan Ruang Terbuka Hijau Publik Tingkat Kecamatan di Kota Bandung. Jurnal FTSP Series: Seminar Nasional dan Diseminasi Tugas Akhir 2023.
Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum. (2008). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008 Tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan
Pemerintah Provinsi Jawa Barat. 2019 Peraturan Daerah Kota Bandung No. 2 Tahun 2019 tentang RPJMD 2018-2023.
Emmanuel, R. 2005. Thermal comfort implications of urbanization in a warmhumid city: the Colombo Metropolitan Region (CMR), Sri Lanka. Building and Environment, 1591–1601
Nieuwolt, S. 1977. Tropical Climatology: An Introduction to the Climates of Low Latitudes. London: Cambridge University Press.
Putra, E. H. (2012). Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Pendekatan Kebutuhan Oksigen menggunakan Citra Satelit EO-1 ALI (Earth Oserver-1 Advanced Land Imager) di Kota Manado. Earth Observer, 1, 41-54.
Adininggar F.W, Andri S, Arwan P.W. 2016. Pembuatan Peta Potensi Lahan Berdasarkan Kondisi Fisik Lahan Menggunakan Metode Weighted Overlay. Jurnal Geodesi Undip. Vol:5, No 2, (ISSN : 2337-845X)

Data Publications