Menembus Kobaran Api : Peta Jalur Pengungsian Rakyat Bandung pada Peristiwa Bandung Lautan Api

11/09/2024 • HIMA SAIG UPI

Publikasi Agustus


Bandung Lautan Api
Bandung Lautan Api

PENDAHULUAN

Kemerdekaan Indonesia berhasil diraih dengan dibacakannya proklamasi kemerdekaan secara lantang oleh Ir. Soekarno pada 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB.

Namun, dalam proses pembersihan tentara sekutu di tanah air, faktanya membutuhkan waktu yang cukup lama. Di berbagai penjuru wilayah Indonesia, masih terasa banyak pemberontakan yang mengusik masyarakat Indonesia. Salah satunya adalah wilayah Kota Bandung.

Peristiwa Bandung Lautan Api menjadi sebuah peristiwa yang bersejarah bagi bangsa Indonesia, khususnya bagi warga Bandung Selatan pada awal kemerdekan bangsa Indonesia. Toer, dkk. (1999:154) menyebutkan, “1946 Maret tanggal 24 Bandung Lautan Api dikobarkan oleh Laskar dan tentara. Bahkan para tentara membakar sendiri markasnya, asrama-asramanya, dan bangunan-bangunan penting. Rakyat juga banyak yang membakar sendiri rumahnya”. Pada Maret 1946, Bandung telah terpecah menjadi dua, tentara sekutu menguasai kota Bandung bagian utara, sementara bagian selatan dikuasai Tentara Republik Indonesia (TRI). Kemudian tentara sekutu mengeluarkan ultimatum agar masyarakat Kota Bandung beserta TRI dapat segera mengosongkan Kota Bandung. Rakyat yang hendak meninggalkan rumah, harus membakar rumahnya terlebih dahulu. Rakyat pun diarahkan untuk mengungsi ke arah selatan dengan radius 12 km dari pusat kota, hal ini dilakukan karena bagian selatan Bandung masih dipegang oleh TRI, sedangkan bagian utara Bandung merupakan daerah kekuasaan tentara sekutu (Kompas.com, 2024).

Dalam mempertahankan Kota Bandung, strategi yang dilancarkan oleh TRI adalah membakar Kota Bandung dan mengungsikan rakyat ke arah selatan. Proses pengungsian tidak mudah, melihat dari aksi bumi hangus yang dilaksanakan rakyat bandung harus menerobos kobaran api demi menjangkau area selatan. Artikel ini menelusuri peta jalur yang ditempuh oleh rakyat bandung untuk mengungsi.

KAJIAN TEORI

Peristiwa Bandung Lautan Api Bandung Lautan Api adalah peristiwa pengosongan dan pembakaran kota Bandung oleh rakyat dan tentara agar tidak dijadikan sebagai markas pasukan Sekutu Belanda (NICA). Peristiwa penting bersejarah dalam kemerdekaan ini terjadi pada tanggal 23 Maret 1946. Peristiwa pembumihangusan kota Bandung adalah bukti bahwa masyarakat Indonesia tidak tunduk kepada Sekutu. Hal ini dilakukan dalam kedudukan di Kota Bandung tidak ada lagi barang atau sumber daya yang dapat dimanfaatkan oleh Sekutu di Kota Bandung. Masyarakat dengan TRI bekerja sama melakukan pembakaran ini. Sebagian menganggap tindakan ini merupakan tindakan tepat karena kekuatan TRI bersama rakyat pada waktu itu tidak akan sanggup melawan kekuatan musuh berkekuatan militer lengkap dan lebih modern (Maeswara 2010: 92).

Peristiwa Bandung Lautan Api berawal dari kedatangan pasukan Sekutu yang tergabung dalam AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indie). Panglima AFNEI bernama Jenderal Sir Philip Christison kemudian melakukan tipu muslihat dengan mengakui secara de Facto kekuasaan Republik Indonesia pada 1 Oktober 1945. Muslihat ini dilakukan agar rakyat Indonesia merasa tenang dan tidak menaruh curiga pada pasukan sekutu yang sebenarnya membonceng pasukan Belanda (Adeng dkk. 1995: 56).

Karena itu, tentara Sekutu mendapatkan izin dari pemerintah pusat di Jakarta untuk memasuki kota Bandung. Pada 12 Oktober 1945, pasukan Sekutu dipimpin oleh Panglima Brigjen MacDonald tiba di stasiun Bandung. Untuk menghindari serangan tidak terduga dari para pejuang, pemerintah Republik Indonesia mengusulkan kepada Panglima Sekutu bahwa kedatangan mereka ke Bandung haruslah melalui kereta api istimewa dan dikawal oleh pasukan TKR di bawah pengawasan dari seorang utusan pemerintah pusat. Usulan ini kemudian disetujui oleh Panglima Sekutu. Kedatangan tersebut disambut oleh pejabat daerah setempat beserta rakyat sambil membawa bendera merah putih kecil-kecil di pinggir jalur kereta api. Pasukan Sekutu kemudian ditempatkan di beberapa gedung di Bandung Utara serta beberapa hotel di Bandung Selatan, antara lain Hotel Savoy Homann, Hotel Preanger, dan Hotel Braga (Adeng dkk. 1995: 57-58).

METODE

Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif dan metode analisis data spasial. Data historis berupa dokumen diolah menjadi informasi geografis yang nantinya akan menjadikan sebuah visualisasi berupa peta.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengakuan kemerdekaan Republik Indonesia secara de Facto pada tahun 1945 oleh Panglima AFNEI bernama Jenderal Sir Philip Christison sebagai tipu muslihat pada 1 Oktober 1945 menjadi sebuah awalan peristiwa Bandung Lautan Api terjadi. Karena hal tersebut, tentara sekutu mendapatkan izin dari pemerintah pusat di Jakarta untuk memasuki Kota Bandung.

Setelah menduduki Kota Bandung, Jenderal Sir Philip Christison terbukti ingkar janji. Hal tersebut diketahui dari banyaknya serdadu Belanda yang mengenakan seragam yang berkeliaran di dalam kota Bandung. Setelah para pejuang memastikannya dengan memancing para serdadu Belanda berbicara menggunakan Bahasa Belanda. Kian hari jumlah serdadu berseragam tersebut kian bertambah jumlahnya (Adeng,dkk.1995:59). Situasi keamanan kian memburuk, karena tentara NICA mempersenjatai anggota KNIL yang dibebaskan dari tawanan Jepang. Akibatnya, bentrokan dan kerusuhan bersenjata terjadi di antara pasukan Inggris dan TKR (Poesponegoro dkk., 2008: 187).

Pada tanggal 29 November 1945, sekutu mengeluarkan ultimatum yang berisi perintah bahwa Kota Bandung harus dibagi menjadi dua kawasan, yaitu Bandung Utara dan Bandung Selatan dengan batas rel kereta api. Semenjak ultimatum dikeluarkan para penduduk wilayah Bandung Utara mulai berbondong-bondong mengungsi ke wilayah Bandung Selatan. Para pejuang langsung merespon dengan mendirikan pos-pos gerilya yang tersebar pada beberapa tempat. Sepanjang bulan Desember 1945 hingga awal tahun 1945, terjadi banyak pertempuran di berbagai wilayah Bandung.

pembatasan wilayah

Para pejuang Bandung mengirimkan tembakan-tembakan mortir dari wilayah Bandung Selatan dan Lembang ke arah Bandung Utara. Serangan ini dilakukan secara serampangan tanpa alat pembidik sehingga sasaran peluru mortir mengenai sipil dan rumah orang-orang Belanda di kawasan Jaarbeurs dan Kamp Interniran di Jalan Riau. Setelah serangan mortir tersebut divisi ke-23 British Indian Army secara tiba-tiba menghantam wilayah Bandung Selatan dengan tembakan-tembakan arteri dan menimbulkan korban sebanyak 50 orang pejuang dan penduduk di Komplek Perusahaan Telegraf dan Telepon (PTT).

Pada 23 Maret 1946 pada Musyawarah Madjelis Persatoean Perdjoangan Priangan (MP3) muncul gagasan dari Mayor Rukana yang berperan sebagai pemimpin sekaligus pencetus ide pembakaran Kota Bandung. Gagasan tersebut muncul dikarenakan Mayor Rukana tidak terima jika Kota Bandung dikuasai oleh sekutu. Selain itu, Mayor Rukana mengusulkan menutup terowongan Kali Citarum di perbatasan Barat dengan dinamit agar kawasan tersebut tidak dimanfaatkan sekutu sebagai pangkalan militer. Kolonel AH Nasution yang menjabat sebagai Komandan Divisi III TRI pada saat itu menyampaikan hasil musyawarah dan memerintahkan masyarakat Bandung mengungsi ke Selatan (Nasution 1977:187). Pada 24 Maret 1946 TRI dan rombongan besar penduduk Kota Bandung meninggalkan kota, walaupun Bandung harus dikosongkan para masyarakat melakukan penarikan mundur dan pembakaran gedung - gedung penting sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh pasukan sekutu sebagai markas militer. (Maeswara 2010:91).

Sebagian besar masyarakat Bandung saat itu pergi mengungsi ke arah pegunungan. Karena tempat tersebut merupakan tempat yang cukup aman agar terhindar dari serangan sekutu. Rencananya pembakaran total dilakukan pada pukul 24.00, pada saat evakuasi seluruh warga selesai. Namun pada pukul 20.00 dinamit pertama meledak di Gedung Indische Restaurant di Utara Alun-Alun (sekarang BRI Tower). Gerakan bumi hangus pun dimulai dimana rakyat yang hendak meninggalkan rumahnya, terlebih dahulu membakarnya.

Pertempuran mulai sengit dengan adanya perlawanan dari sekutu. Pertempuran paling besar berlokasi di Dayeuh Kolot, tepatnya di Gudang Mesiu. Dalam pertempuran ini dua anggota milisi Barisan Rakjat Indonesia (BRI) terjun dalam misi untuk menghancurkan gudang amunisi tersebut kedua tokoh ini merupakan Ramdan dan Muhammad Toha. Kobaran api di Bandung mulai menyebar mengikuti jalur rel kereta api sepanjang 12 kilometer dari Ujung Berung sampai Cimahi. TRI melakukan serangan ke wilayah utara sebagai “upacara” pengunduran diri dari Kota Bandung.

Bandung terlihat membara seperti lautan api yang langitnya merah. Peristiwa ini kemudian disebut dengan peristiwa Bandung Lautan Api. Bandung lautan api kemudian diabadikan dalam sebuah lagu yang berjudul “Halo-halo Bandung”. Selain itu, terdapat 10 titik stilasi peristiwa Bandung Lautan Api yang tersebar di Kota Bandung. Titik Stilasi tersebut berbentuk sebuah monumen dengan informasi peristiwa pada saat itu.

titik stilasi

Kesimpulan

Pada peristiwa Bandung Lautan Api yang terjadi pada 23-24 Maret 1946 di Kota Bandung merupakan salah satu perjuangan heroik dari masyarakat dan tentara Kota Bandung. Bandung Lautan Api terjadi dikarenakan ketidak seimbangan persenjataan TRI dengan pasukan sekutu sehingga memilih untuk membumi hanguskan Kota Bandung dan bergerilya. Pembumi hangusan sebenarnya sudah dilakukan semenjak pada tanggal 23 Maret dan pembakaran total dilakukan pada pukul 24.00 pada 24 Maret. Namun pada pukul 20.00 dinamit pertama meledak di gedung Indische Restaurant di Utara Alun-Alun (sekarang BRI Tower). Pembakaran tersebut menyebar sepanjang jalur kereta api sejauh 12 kilometer dari Ujung Berung sejauh hingga Cimahi Kota Bandung. Seiringan dengan itu TRI melakukan serangan ke wilayah utara sebagai “upacara” pengunduran diri dari Kota Bandung.

Masyarakat Kota Bandung pada saat mengungsi ke arah Bandung Selatan melewati Dayeuhkolot menuju daerah pegunungan. Adapun, masyarakat yang pergi ke arah Utara sekitaran Dago dan juga Lembang menuju ke daerah pegunungan sebagai tempat yang aman dari sekutu. Untuk saat ini terdapat titik stilasi yang menyebar di Kota Bandung. Titik-titik tersebut dibangun sebuah monumen dengan informasi. terdapat 10 titik stilasi di Kota Bandung diantaranya Jalan Ir.H. Djuanda - Sultan Agung, Jalan Braga, Jalan Asia - Afrika, Jalan Simpang, SD Dewi Sartika, Jalan Ciguriang, Belakang Kampus Unpas, Jalan Jembatan Baru, Jalan Asmi, Gereja Gloria.

jalur ecakuasi

DAFTAR PUSTAKA

A.n. (2024, Agustus 10). Sejarah Bandung, Ini Cerita Bandung Lautan Api. Retrieved from Sejarah Bandung : https://www.bandung.go.id/citizen/detail/1270/sejarah-bandung-ini-cerita-bandung-lautan-api-1717647663

Agustina, L. (2021, Maret 24). Kronologi Peristiwa Bandung Lautan Api: Bumi Hangus, Taktik Pamungkas Mempertahankan Bandung. Retrieved from Kompas Pedia : https://kompaspedia.kompas.id/baca/infografik/kronologi/kronologi-peristiwa-bandung-lautan-api-bumi-hangus-taktik-pamungkas-mempertahankan-bandung

Azkia, N. (24, Februari 2024). Sejarah Peristiwa Bandung Lautan Api pada 23 Maret 1946. Retrieved from Detik: https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-7210979/sejarah-peristiwa-bandung-lautan-api-pada-23-maret-1946

Widya, N. (2024, Juni 6). Sejarah Bandung Lautan Api: Latar Belakang, Tokoh, dan Kronologinya. Retrieved from Kompas: https://www.kompas.com/stori/read/2024/01/06/100000379/sejarah-bandung-lautan-api--latar-belakang-tokoh-dan-kronologinya?page=all

Data Publications