Latar Belakang
Kota Surakarta, dengan ambisinya untuk menjadi pusat kegiatan nasional, tengah mengalami transformasi yang signifikan. Salah satu pilar penting dalam transformasi ini adalah pengembangan sistem transportasi publik yang efisien dan berkelanjutan. Batik Solo Trans (BST), sebagai tulang punggung transportasi massal kota, berperan krusial dalam mendukung mobilitas masyarakat dan mengintegrasikan berbagai kawasan di dalam kota. Melalui jaringan rutenya yang terus berkembang, BST diharapkan mampu mengurangi kemacetan lalu lintas, meningkatkan kualitas udara, serta memberikan aksesibilitas yang lebih baik bagi seluruh lapisan masyarakat.
Evaluasi terhadap sebaran dan jangkauan layanan BST menjadi langkah strategis untuk mengukur sejauh mana program ini telah berkontribusi dalam mencapai tujuan pembangunan kota. Analisis terhadap data spasial mengenai lokasi halte, frekuensi perjalanan, dan jumlah penumpang akan memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai efektivitas BST dalam melayani masyarakat. Selain itu, evaluasi ini juga penting untuk mengidentifikasi area-area yang masih belum terlayani dengan baik oleh BST, sehingga dapat menjadi dasar perencanaan pengembangan jaringan rute dan frekuensi layanan di masa mendatang. Dengan demikian, evaluasi ini akan memberikan masukan yang berharga bagi pemerintah kota dalam menyusun kebijakan transportasi yang lebih komprehensif dan berkelanjutan, sejalan dengan target yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Surakarta 2025-2045.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sebarang dan jangkauan dari halte BST (Batik Solo Trans) dalam mencukupi akomodasi bidang transportasi khususnya bus dan feeder dalam wilayah Kota Surakarta.
Metode Penelitian
Dalam analisis ini, saya menggunakan pendekatan spasial untuk memetakan dan mengevaluasi sebaran halte BST. Dengan memanfaatkan fitur yang ada pada GEOMAPID yang termasuk dalam perangkat lunak Sistem Informasi Geografis (SIG), saya akan melakukan analisis kerapatan spasial antar halte dan jangkauan/radius pelayanan halte sesuai dengan SNI 03-1733-2004 Tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan. Metode ini memungkinkan visualisasi distribusi halte secara geografis, sehingga dapat dengan mudah diidentifikasi area-area yang memiliki aksesibilitas tinggi dan rendah terhadap layanan transportasi BST.
Berdasarkan tabel di atas, SNI ini menyimpulkan bahwa jarak optimal antar halte Batik Solo Trans adalah sekitar 400 meter. Jarak ini dinilai ideal untuk menjangkau sebagian besar pengguna layanan, terutama mereka yang tinggal di lingkungan perkotaan. Selain itu, radius pelayanan setiap halte diperkirakan mencapai 1000 meter persegi, yang menunjukkan cakupan layanan yang cukup luas dalam skala kelurahan.
Hasil dan Pembahasan
Sebaran 52 halte Batik Solo Trans (BST) di Kota Surakarta cenderung terkonsentrasi di pusat kota, mengakibatkan ketimpangan aksesibilitas transportasi di beberapa wilayah. Adanya area yang belum terlayani halte BST menuntut kajian lebih mendalam mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penempatan halte. Kepadatan penduduk di suatu wilayah dapat menjadi indikator potensial untuk penentuan lokasi halte baru, terutama di area-area strategis yang menjadi titik asal dan tujuan perjalanan masyarakat.
Berdasarkan analisis jarak antar halte BST, umumnya ditemukan jarak ideal sekitar 400 meter. Namun, terdapat dua pengecualian pada halte-halte yang terletak di Kecamatan Banjarsari yang tidak memenuhi standar jarak tersebut. Hal ini mengindikasikan adanya potensi perbaikan pada jarak antar halte di wilayah tersebut untuk optimalisasi layanan BST.
Visualisasi distribusi halte BST di Kota Surakarta menunjukkan adanya ketidakmerataan aksesibilitas layanan transportasi umum. Meskipun telah terdapat 52 halte yang tersebar, namun masih terdapat sejumlah wilayah yang belum terlayani oleh fasilitas tersebut. Hal ini mengindikasikan perlunya evaluasi menyeluruh dan upaya peningkatan kualitas serta kuantitas halte BST untuk memastikan cakupan layanan yang lebih merata di seluruh wilayah kota.
Kesimpulan
Berdasarkan analisis sebaran spasial halte Batik Solo Trans (BST) di Kota Surakarta, dapat disimpulkan bahwa:
- Ketidakmerataan distribusi: Sebaran halte BST cenderung terkonsentrasi di pusat kota, menyebabkan beberapa wilayah, terutama di luar pusat kota, memiliki akses terbatas terhadap layanan transportasi massal ini.
- Jarak antar halte: Secara umum, jarak antar halte telah memenuhi standar, namun terdapat beberapa pengecualian yang perlu diperhatikan, terutama di Kecamatan Banjarsari.
- Potensi peningkatan: Masih terdapat potensi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas halte BST, serta optimalisasi jarak antar halte untuk mencapai cakupan layanan yang lebih merata.
Rekomendasi
- Pemetaan wilayah prioritas: Melakukan pemetaan wilayah yang belum terlayani atau memiliki akses terbatas terhadap halte BST, dengan mempertimbangkan faktor kepadatan penduduk, pusat aktivitas, dan potensi pertumbuhan wilayah.
- Penentuan lokasi halte baru: Menentukan lokasi-lokasi strategis untuk penambahan halte baru berdasarkan hasil pemetaan, dengan mempertimbangkan jarak optimal antar halte dan ketersediaan lahan.
- Evaluasi ulang jarak antar halte: Melakukan evaluasi ulang terhadap jarak antar halte yang sudah ada, terutama di wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi atau pusat aktivitas yang ramai, untuk memastikan jarak yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 10 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kota Surakarta Tahun 2025-2045. Diakses dari https://jdih.surakarta.go.id/dokumen-hukum/view-perpu/view?id=5d6lj2q8brgoz2b29zyxv4k9ewap37
SNI 03-1733-2004 Tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan. Diakses dari https://www.nawasis.org/portal/digilib/read/sni-03-1733-2004-tata-cara-perencanaan-lingkungan-perumahan-di-perkotaan/51450
Supriyanto, A., & Hidayat, B. (2023). Evaluasi kinerja transportasi publik di kota-kota menengah di Indonesia: Studi kasus pada kota Surakarta. Jurnal Transportasi Indonesia, 12(2), 123-145.