Menjawab Tantangan Lokasi TPA di Pekalongan: GIS sebagai Solusi Berbasis Data

31/08/2024 • Kingkin Maharani

Lokasi Potensial TPA Pekalongan


TPA Degayu
TPA Degayu

Latar Belakang

Pertumbuhan penduduk dan ekonomi di Indonesia, termasuk di Kota Pekalongan, telah meningkatkan konsumsi masyarakat yang berujung pada bertambahnya volume sampah. Pada tahun 2021, jumlah penduduk Pekalongan mencapai 308.310 jiwa dengan produksi sampah harian sebesar 140 ton. Sebagian besar sampah yang dihasilkan berupa sampah plastik yang sulit terurai oleh lingkungan (Yusmiati, 2017).

TPA Degayu, satu-satunya tempat pembuangan akhir di Pekalongan, telah melebihi kapasitas idealnya. Saat ini, TPA menampung lebih dari 1.160.000 m³ sampah, jauh di atas daya tampung ideal sebesar 740.000 m³. Ketinggian sampah di zona aktif TPA mencapai 20 meter, melampaui batas aman yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (Dinas Lingkungan Hidup Pekalongan, 2021).

Kondisi TPA Degayu yang sudah tidak memadai ini menimbulkan kebutuhan mendesak akan solusi baru. Diperlukan pendekatan terstruktur untuk menentukan lokasi TPA baru yang sesuai dengan perkembangan wilayah dan pertumbuhan penduduk. Pendekatan tersebut juga harus mempertimbangkan aspek lingkungan dan keberlanjutan sesuai dengan peraturan yang berlaku (Chaerul M., 2007).

Perkembangan teknologi, terutama Sistem Informasi Geografis (SIG), dapat menjadi solusi dalam menentukan lokasi TPA yang optimal. SIG memungkinkan analisis yang efisien dan akurat dalam memilih lokasi yang tepat. Dengan demikian, pengelolaan sampah di masa depan dapat dilakukan dengan lebih baik dan berkelanjutan (Margareth, 2007).

Metode

Diagram Alir Penelitian

Tahap pertama dalam penelitian ini adalah persiapan, yang melibatkan identifikasi permasalahan dan studi pendahuluan dari berbagai sumber literatur. Identifikasi permasalahan ini menjadi dasar bagi penelitian, sementara studi pendahuluan bertujuan untuk memperluas wawasan dalam pelaksanaan penelitian. Pemilihan parameter dalam penelitian ini didasarkan pada SNI 03-3241-1994 dengan penyesuaian berdasarkan beberapa sumber penelitian dan kondisi wilayah penelitian.

Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data spasial dan non-spasial dari berbagai sumber. Data spasial mencakup peta administrasi, peta jenis tanah, peta penggunaan lahan, peta jaringan jalan, serta peta kondisi lingkungan seperti kelerengan dan ancaman bencana. Data curah hujan diolah menggunakan metode Interpolasi Inverse Distance Weighting (IDW) berdasarkan data curah hujan dan lokasi stasiun hujan yang diperoleh dari BMKG Provinsi Jawa Tengah. Buffering dilakukan pada peta jalan, kawasan pertanian, sungai, dan kawasan permukiman.

Pada tahap pengolahan data, dilakukan klasifikasi subparameter berdasarkan skor dan bobot. Skor diambil dari penelitian terdahulu, yaitu Yedidia (2016), Pamungkas & Tamara (2022), serta Manurung & Santoso (2019), sementara bobot ditentukan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Bobot dan skor ini kemudian diaplikasikan pada peta-peta terkait untuk menentukan tingkat kesesuaian setiap lokasi.

Tahap akhir penelitian ini adalah pembuatan peta sebaran lokasi potensial peruntukan TPA. Peta ini mencakup parameter fisik, penggunaan lahan, hidrogeologi, lingkungan, ekonomi, dan sosial, yang telah diberi bobot dan skor masing-masing. Semua peta klasifikasi ulang yang dihasilkan dari berbagai data tersebut kemudian digabungkan menggunakan metode weighted overlay untuk menghasilkan peta kesesuaian yang diklasifikasikan ke dalam tiga kelas, yaitu sesuai, kurang sesuai, dan tidak sesuai. Hasil akhir dari proses ini adalah peta yang menunjukkan lokasi-lokasi potensial untuk peruntukan TPA berdasarkan analisis menyeluruh menggunakan data geografis dan teknologi SIG.

Hasil dan Pembahasan

Sebaran Lokasi Potensial

Hasil overlay menunjukkan sebaran lokasi potensial peruntukkan TPA dengan klasifiksi tidak sesuai memiliki luasan terbanyak yakni seluas 1.967,267 hektar. Klasifikasi kurang sesuai memiliki luas 1.875,749 hektar dan sesuai memiliki luas 805,558 hektar. Berdasarkan persentasi klasifikasi tersebut diperoleh zona tidak sesuai sebesar 42,32% zona kurang sesuai sebesar 40,35% dan zona sesuai sebesar 17,33%.

Secara administratif, hasil pembobotan dan overlay pada klasifikasi sesuai pada Kecamatan Pekalongan Utara memiliki luasan terbesar dengan luasan 509,736 hektar. Hal tersebut disebabkan pada Kecamatan Pekalongan Utara tidak terdapat lahan pertanian basah serta memiliki tingkat kepadatan penduduk yang rendah jika dibandingan dengan wilayah lain di Kota Pekalongan. Pada Pekalongan Selatan wilayah yang masuk dalam klasifikasi sesuai memiliki luasan 124,918 hektar. Sementara, Pekalongan Barat memiliki luasan sebesar 117,944 hektar pada klasifikasi sesuai. Untuk luasan wilayah terkecil pada klasifikasi sesuai terdapat di Kecamatan Pekalongan Timur yaitu seluas 52,960 hektar. Pada Kecamatan Pekalongan Timur memiliki kepadatan penduduk paling tinggi. Selain itu, terdapat cukup banyak kawasan industri dan perdagangan serta pertanian sehingga membuat kecamatan ini hanya memiliki sedikit wilayah yang masuk dalam klasifikasi sesuai untuk alternatif lokasi TPA.

Uji Akurasi TPA

Uji Akurasi TPS

Uji akurasi model kesesuaian lahan terhadap titik eksisting TPA dan TPS dilakukan untuk mengevaluasi ketepatan model yang digunakan. Model kesesuaian lahan menunjukkan bahwa lokasi TPA Degayu termasuk dalam klasifikasi kurang sesuai, terutama karena lokasinya berada di kawasan dengan risiko banjir dan rob yang tinggi. Selain itu, TPA Degayu berdekatan dengan permukiman (<500 meter) dan badan air (<100 meter), yang meningkatkan risiko bau dan kontaminasi air. Namun, berdasarkan parameter penggunaan lahan, lingkungan, dan ekonomi, TPA ini masih masuk dalam klasifikasi sesuai. Uji akurasi menunjukkan bahwa 38% dari sebaran TPS eksisting masuk dalam klasifikasi sesuai, 38% kurang sesuai, dan 23% tidak sesuai, yang mengindikasikan bahwa model kesesuaian lahan yang digunakan sudah mendekati akurasi yang baik.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembobotan dan overlay pada parameter fisik, penggunaan lahan, hidrogeologi, lingkungan, ekonomi, dan sosial, diperoleh klasifikasi lahan yang sesuai untuk peruntukan TPA di Kota Pekalongan sebesar 42,32%, kurang sesuai sebesar 40,35%, dan tidak sesuai sebesar 17,33%. Secara administratif, klasifikasi lahan sesuai di Kecamatan Pekalongan Utara mencakup luas 509,736 hektar, diikuti oleh Pekalongan Selatan dengan 124,918 hektar, Pekalongan Barat dengan 117,944 hektar, dan Pekalongan Timur dengan luas 52,960 hektar.

Referensi

  1. 1.
    Chaerul, M., T. M. (2007). Municipal solid waste management in Indonesia: status and the strategic actions. Journal of the Faculty of Environmental Science and Technology Okayama University, 12(1), 41-49.
  1. 2.
    Margareth, T. (2007). Sistem Informasi Geografis Pengertian dan Aplikasinya. STMIK AMIKOM.
  1. 3.
    Manurung, D., & Santoso, E. (2019). Penentuan Lokasi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah yang Ramah Lingkungan di Kabupaten Bekasi. Jurnal Teknik ITS, 8(2), 123-130.
  1. 4.
    Yedidia, D. (2016). Penentuan Alternatif Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah di Kabupaten Sidoarjo. Jurnal Teknik ITS.
  1. 5.
    Yusmiati. (2017). Dampak Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir (Tpa) Muara Fajar Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Di Kelurahan Muara Fajar Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru. JOM Fekon, 4(1), 172–186.
  1. 6.
    Pamungkas, M., & Tamara, A. (2022). Penentuan Lokasi Alternatif TPA Regional menggunakan Model SMCE di Kabupaten Sukoharjo. Indonesian Journal of Spatial Planning, 3(2).

Data Publications