ABSTRAK
Abstrak – Perubahan garis pantai di Kota Padang menjadi salah satu permasalahan yang cukup serius, pengamanan garis pantai di Kota Padang sudah dilakukan sejak 1968, berdasarkan informasi dari Dinas Sumber Daya Air Sumatera Barat bahwa kondisi saat ini garis pantai di Kota Padang sudah hilang 40 meter dari kondisi semula. Adanya masalah ini maka menjadi tujuan dari penelitian ini yaitu melihat dinamika perubahan garis pantai di Kota Padang dengan penggunaan teknologi digital berbiaya murah seperti Remote Sensingdan Digital Shoreline Analysis System (DSAS). Optimalisasi teknologi Remote Sensing dengan pengembangan algoritma Modified Normalized Difference Water Index (MNDWI) untuk melihat batas garis pantai dari tahun 2000-2020 dan dilakukan perhitungan laju perubahan garis pantai dengan perangkat Digital Shoreline Analysis System (DSAS) sehingga didapatkan informasi tingkat perubahan garis pantai di Kota Padang. Hasil dari penelitian ini akan menunjukkan bagaimana perubahan garis pantai akan mempengaruhi situasi yang terdapat di Kota Padang terutama perubahan luas wilayah.
Kata Kunci : DSAS, Garis Pantai, MNDWI, Remote Sensing
1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Garis Pantai adalah garis yang mempertemukan daratan dengan lautan yang dipengaruhi oleh adanya pasang surut air laut. Garis pantai terdiri dari garis surut terendah, pasang tertinggi dan tinggi muka air laut rata-rata. Garis pantai ini umumnya terus mengalami perubahan yang berlangsung secara terus menerus.
Perubahan garis pantai terjadi secara dinamis bisa karena proses pengikisan daratan atau yang biasa disebut dengan abrasi maupun penambahan daratan yang biasa disebut dengan akresi. Proses ini terjadi dapat disebabkan oleh transport sedimen, pasang surut gelombang, arus, aktivitas manusia dan faktor penggunaan lahan (Arief dkk, 2011).
Dampak dari perubahan garis pantai selain menimbulkan abrasi dan akresi juga mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat seperti dengan terjadinya abrasi dibeberapa daerah mengancam kawasan permukiman didaerah pesisir. Sehingga setiap perubahan garis pantai ini harus dipantau agar dapat meminimalisir setiap dampak yang ditimbulkan.
Kota Padang memiliki aktivitas manusia cukup tinggi didaerah pesisir mulai dari kegiatan perikanan, pariwisata, Industri. Kota Padang memiliki topografi yang landai pada bagian utara dan cenderung pantai berbukit di bagian selatan. Keberadaan garis pantai sangatlah penting seperti perencanaan pembangunan dan perlindungan wilayah pesisir dengan adanya penginderaan jauh dan sistem informasi geografis hal seperti ini dapat dipetakan serta dianalisis secara rinci.
Kondisi Kota Padang menurut Khalawi Ah (Kepala Dinas Sumber Daya Air Sumatera Barat) pantai disepanjang Kota Padang terancam abrasi dikarenakan tingginya gelombang pasang. Pengamanan garis pantai di Kota Padang sudah dilakukan sejak 1968. Kondisi saat itu garis pantai sudah hilang sekitar 40 meter dari kondisi semula. Adanya permasalahan ini maka diperlukan tindakan lebih lanjut agar dapat menyelamatkan rumah penduduk disekitar pantai Kota Padang (Pusat Komunikasi Publik PUPR, 2007)
Salah satu tindakan yang perlu dilakukan adalah pemantauan perubahan garis pantai dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis (SIG). Salah satu bentuk pemanfaatan teknologi penginderaan jauh yaitu dengan deteksi garis pantai menggunakan citra satelit Landsat. Citra Landsat yang dapat dipakai yaitu Landsat 7 dan 8. Kedua citra ini mempunyai resolusi spatial yang sama yaitu 30m serta nilai panjang gelombang kanal NIR yang tidak jauh berbeda seperti landsat 7 dengan panjang gelombang 0,772-0,898 dan Landsat 8 dengan Panjang gelombang 0,851-0,879.
Dalam penginderaan jauh/remote sensing terdapat banyak metode dalam menganalisis perubahan garis pantai, salah satu contoh metode tersebut adalah MNDWI atau Modified Normalised Difference Water Index, metode ini cukup efisien untuk mempertegas perbedaan antara daerah perairan dengan daerah urban. Dengan modifikasi dari NDWI terdahulu beberapa kekurangan keterbatasan seperti mendeteksi tanah dan bangunan dapat diatasi.
Selain teknologi penginderaan jauh juga dipakai sistem informasi geografis, tepatnya pemanfaatan teknologi Digital Shoreline Analysis System (DSAS). Sehingga keluaran dari berbagai garis pantai rentang waktu tahun 2000-2020 dapat diketahui fenomena serta nilai perubahannya. Jika nilai tersebut dapat dianalisis maka untuk kedepannya bisa diprediksi perubahan garis pantai yang akan terjadi.
B. Batasan Masalah
Agar masalah penelitian bertumpu pada titik tujuan penelitian maka batasan masalah difokuskan mengenai perubahan garis pantai dan penggunaan metode MNDWI serta pemanfaatan DSAS.
C. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang yang telah dijelaskan maka peneliti merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1) Bagaimana penggunaan teknologi Penginderaan Jauh/Remote Sensing untuk analisis perubahan garis pantai di Kota Padang ?
2) Berapa besar laju perubahan garis pantai di Kota Padang tahun 2000-2020 dengan Digital Shoreline Analysis System (DSAS) ?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1) Mengetahui penggunaan teknologi Penginderan Jauh/Remote Sensing dalam analisis perubahan garis pantai
2) Mengetahui besaran laju perubahan garis pantai dengan pemafaatan Digital Shoreline Analysis System
E. Manfaat Penelitian
Memberikan masukan kepada Pemerintah selaku Stakeholder yang bertanggung jawab untuk memanajemen kawasan pesisir, sehingga masyarakat sekitar pesisir Kota Padang dapat mengetahui dampak dari perubahan garis pantai, Jika semua informasi perubahan telah didapatkan tentu ini akan sangat berguna bagi stakeholder terkait dalam membangun perencanaan lingkungan yang lebih baik serta dengan pemanfaatan data penginderaan jauh dan sistem informasi geografi akan menjawab permasalahan beserta solusi kedepannya mengenai perubahan garis pantai di Kota Padang.
2. TINJAUAN PUSTAKA
A. Garis Pantai
Garis pantai adalah batas pertemuan dari daratan dengan bagian laut saat terjadi air laut pasang tertinggi. Garis ini bisa mengalami perubahan karena beberapa hal seperti abrasi dan sedimentasi disekitar pantai, pengikisan ini menyebabkan berkurangnya areal daratan, sehingga menyebabnya garis pantai mengalami perubahan.
Perubahan garis pantai dipengaruhi oleh interaksi antara angin, gelombang, arus, pasang urut, jenis dan karakteristik dari material pantai yang meliputi bentuk, ukuran partikel dan distribusinya disepanjang pantai sehingga mempengaruhi proses sedimentasi disekitar pantai.
B. Digital Shoreline Analysis Sytem (DSAS)
Digital Shoreline Analysis System (DSAS) merupakan perangkat lunak yang digunakan untuk menghitung laju perubahan garis pantai dari waktu ke waktu (Hakim et al, 2014). Parameter yang dibutuhkan dalam DSAS terdiri dari baseline yang merupakan garis acuan titik nol digunakan sebagai garis untuk mengukur perubahan garis pantai dan garis ini tidak termasuk dalam garis pantai, sedangkan shorelines yaitu garis pantai yang akan diukur perubahannya, transect adalah garis tegak lurus dengan baseline yang membagi pias-pias pada garis pantai.
C. Penginderaan Jauh / Remote Sensing
Penginderaan Jauh adalah suatu ilmu dan seni memperoleh data serta informasi dari suatu objek dipermukaan bumi dengan menggunakan alat yang tidak berhubungan secara langsung dengan objek yang dikaji (Lillesanddan Kiefer, 1979). Jika disimpulkan penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk mengindera maupun menganalisi permukaan bumi dari jarak yang jauh, dimana perekaman dilakukan di udara atau di angkasa dengan menggunakan sebuah alat (sensor) dan wahana. Penginderaan Jauh terdiri dari 4 sistem komponen dasar yaitu target, sumber energi, alur transmisi, dan sensor.
D. Modified Normalised Difference Water Index (MNDWI)
MNDWI adalah metode atau algoritma dalam pengolahan data penginderaan jauh, metode ini cukup effisien untuk mempertegas perbedaan antara perairan dan urban area. Algoritma MNDWI merupakan modifikasi dari algoritma NDWI terdahulu yang memiliki keterbatasan hanya dapat memisahkan antara perairan dan vegetasi namun untuk mendeteksi tanah dan bangunan sangat terbatas.
Sehingga dikembangkan algoritma modifikasi yaitu MNDWI. Band yang digunakan dalam algoritma MNDWI adalah banddengan panjang gelombang 0,52-0,60 mikrometer dan band dengan panjang gelombang 1,55-1,75 mikrometer (Gautam et al, 2015). MNDWI memiliki tingkat akurasi 99,85% dalam mengekstark informasi dari kawasan perairan (Xu, 2006). Nilai Panjang gelombang band tersebut digunakan sebagai acuan dalam menentukan band yang akan digunakan.
METODE
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah suatu metode penelitian yang membutuhkan perhitungan matematika dan statistik. Pengujian penelitian yang berupa data angka dapat dilakukan menggunakan software di komputer sehingga data yang rumit dapat dianalisis dan disajikan dalam bentuk yang sederhana.
B. Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat. Dengan kajiannya adalah garis pantai sepanjang batas Administrasi Kota Padang dengan laut. Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2020 sampai maret 2021.
C. Jenis Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh oleh peneliti tidak secara langsung dari subjek atau objek yang diteliti, tetapi melalui pihak lain seperti instansi atau lembaga terkait, perpustakaan, arsip, perseorangan dan sebagainya.
Tabel 1. Sumber data penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penggunaan Teknologi Remote Sensing dalam pengamatan garis pantai
Dalam pengamatan garis pantai teknologi remote sensing yang dipakai yaitu pengunaan data Citra Satelit Landsat 7 dan 8, Citra tersebut diolah dengan menggunakan metode pengembangan/modifikasi dari transformasi MNDWI (Modified Normalized Difference Water Index). Metode ini dipilih dalam mengekstrak informasi citra landsat 7 dan 8 karena mampu membedakan batasan air dan daratan yang lebih baik sehingga dapat mengetahui informasi dari garis pantai, pengamatan dilakukan dengan time series yang dimulai dari tahun 2000-2020.
Proses analisis MNDWI menggunakan data landsat 7 dan 8 dengan deliniasi batas daratan dan laut. Pada landsat 7 menggunakan band 2 (Green) dan 5 (Medium IR) sedangkan landsat 8 menggunakan band 3 (Green) dan 6 (SWIR 1). Band yang digunakan pada rumus MNDWI ialah dengan band Panjang gelombang 0,52-0,60 mikrometer dan bandPanjang gelombang 1,55-1,75 mikrometer (Gautam et al, 2015).
Proses deliniasi daratan dan laut menggunakan landsat TM dan ETM+ memakai rumus dari Xu (2006), yaitu :
Sedangkan untuk landsat 8 OLI menggunakan rumus dari KO et al. (2015), yaitu:
MNDWI dipilih karena dapat membedakan antara tubuh perairan dan daratan secara jelas dengan tingkat akurasi 99,85% dalam mengekstrak informasi perairan (Xu, 2006) Proses penegasan batas daratan dan laut untuk Landsat TM dan ETM+ menggunakan rumus Xu (2006). Dipilihnya metode ini karena MNDWI menurut Xu mempunyai akurasi yang sangat baik dalam menarik informasi batasan garis pantai daerah kawasan terbangun. Kota Padang merupakan kawasan urban yang padat penduduk terutama pada kawasan pesisir pantainya. Syarat yang digunakan dalam menggunakan MNDWI yaitu dipakai band yang memiliki panjang gelombang 0,52-0,60 mikrometer dan band dengan panjang gelombang 1,55-1,75 mikrometer (Gautam et al, 2015). Nilai panjang yang gelombang band menjadi acuan dalam penentuan band yang akan digunakan.
Tabel 2. Band yang digunakan dalam transformasi MNDWI
Dalam pemilihan perekaman citra landsat 7 dan 8 memakai acuan pasang tertinggi yang terjadi di rentang bulan Mei-Juli. Acuan perekaman berguna mengingat pasang surut air laut mempengaruhi kedudukan posisi garis pantai. Citra satelit 7 dan 8 melewati wilayah khatulistiwa dimulai pukul 10.00 Pagi (USGS, 2017; Winarso dkk., 2009).
Hasil dari pengolahan didapatkan sebuah data raster yang menjadi batasan air dan daratan. Hasil pengolahan tersebut merupakan data dasar untuk melakukan digitasi garis pantai di Kota Padang. Tujuan ekstaksi menggunakan MNDWI juga agar mengoptimalkan citra satelit dalam melihat batasan air dan daratan. Nilai dari pengolahan data citra dalam ekstrasi algoritma MNDWI menghasilkan nilai piksel yang beragam. Untuk nilai yang positif menandakan wilayah tersebut merupakan kawasan perairan dan nilai yang negatif menandakan wilayah tersebut merupakan daratan. Nilai piksel juga dipengaruhi oleh kadar aerosol pada atmosfer, sehingga sebelum melakukan pengolahan diperlukan koreksi atmosferik. Hasil pengolahan MNDWI dapat dilihat pada gambar berikut :
Klasifikasi MNDWI yang telah diolah agar mendapatkan batasan air dan daratan secara lebih tajam selanjutnya dilakukan digitasi garis pantai dengan batasan skala yang dipakai yaitu 1: 15000, skala ini dipilih mengingat besar piksel dari landsat 7 dan 8 yaitu 30x30m.
Alasan dilakukannya digitasi manual mengingat daerah kajian berada dikawasan tropis memiliki tingkat aerosol diudara yang sangat tinggi, sehingga kontras warna piksel lebih baik dikenali dengan interpretasi manual tidak dengan klasifikasi unsupervised. Sehingga hasil digitasi garis pantai lebih detail serta memiliki bentuk yang soft tidak berbentuk kotak.
A. Laju Perubahan garis pantai di Kota Padang tahun 2000-2020
Perhitungan laju perubahan garis pantai diolah dengan menggunakan DSAS (Digital Shoreline Analysis System) dengan menghitung jarak antar garis pantai yang telah didigitasi dari transformasi MNDWI. Metode yang dipakai adalah EPR (End Point Rate) yaitu membagi jarak antara garis pantai terlama dan garis pantai terkini dengan periode waktunya. Hasil dari pengolahan tersebut akan menjadi jawaban dari fenomena yang terjadi selama 20 tahun tepatnya dari tahun 2000-2020. Didalam pengolahan metode EPR Nilai negatif menandakan area tersebut terjadi fenomena abrasi dan nilai positif menandakan daerah tersebut mengalami fenomena abrasi.
Tabel. 3 Hasil Perhitungan dan Grafik Laju Perubahan Garis Pantai di Kota Padang
Dari hasil perhitungan didapatkan informasi bahwa fenomena perubahan garis pantai di Kota Padang sangat dinamis. Kota Padang mempunyai laju rata rata abrasi sebesar -0.80 m/thn dengan kecamatan yang memiliki dampak besar abrasi terjadi di Koto Tangah sebesar -1.37 m/thn, untuk fenomena akresi di Kota Padang mempunyai laju rata rata akresi sebesar 0.93m/thn dengan kejadian tertinggi terjadi di Kecamatan Padang Utara dan Padang Barat sebesar 1.28 m/thn.
Nilai laju perubahan didapatkan dari hasil pengolahan menggunakan digital shoreline analysis system dengan set up interval antar garis transect sebesar 25m. Hasil pengolahan berupa peta laju perubahan garis pantai di kota padang, dipeta tersebut dijelaskan bahwa nilai negatif menandakan daerah tersebut mengalami fenomena abrasi dengan keterangan garis bewarna merah, dan nilai positif menandakan daerah tersebut mengalami akresi dengan keterangan garis bewarna biru. Peta laju perubahan garis pantai akan mempermudah masyarakat serta stakeholder terkait memahami bagaimana perubahan garis pantai yang terjadi di Kota Padang pada 20 tahun terakhir.
Berikut peta persebaran laju perubahan garis pantai di Kota Padang :
Untuk menguji hasil pengolahan perlu dilakukan uji dilapangan yaitu berupa pemantauan daerah yang mengalami perubahan garis pantai. Penelitian ini mengambil sampel secara acak berdasarkan dari hasil pengolahan peta perubahan garis pantai di Kota Padang. Didapatkan informasi bahwa perubahan terjadi karena faktor fisik dan non fisik. Faktor fisik yaitu berupa proses sedimentasi dari pengendapan material yang dibawa dari sungai dan terendapkan disekitar muara sungai sehingga menyebabkan terjadinya proses akresi selain itu juga terdapat faktor oseanografi seperti pengaruh arah angin dan pergerakan arus yang mengikis pantai sehingga menyebabkan terjadinya proses abrasi. Berikut adalah sebaran kecepatan, arah angin dan arah arus di sekitar perairan laut Kota Padang.
Data oseanografi diatas adalah data pendukung untuk melihat fenomena perubahan garis pantai di Kota Padang, karena faktor oseanografi merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi perubahan garis pantai selain itu juga terdapat campur tangan manusia seperti adanya pembangunan infrastruktur (Faktor non fisik) yang melakukan reklamasi disekitar pantai sehingga menyebabkan perubahan bentuk landscape dari pantai itu sendiri sebagai contoh yang didapatkan dilapangan seperti pembangunan masjid Al-Hakim, Pembangunan jalan di sekitar Hotel Pangeran, pembangunan break water dll. Hasil dari pembangunan terekam oleh Citra Landsat sehingga perlu dilakukan uji lapangan untuk melihat apa yang membuat fenomena akresi ini terjadi sehingga dapat disimpulkan fenomena perubahan garis pantai di Kota Padang terjadi karena adanya faktor fisik dan non fisik.
Berikut Peta pengamatan dan temuan yang didapatkan dilapangan :
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa:
A. Hasil dari pengolahan didapatkan nilai pembeda atau penunjuk suatu objek, apabila nilai MNDWI >0 maka menandakan wilayah tersebut merupakan daratan dan apabila nilai MNDWI <0 maka wilayah tersebut dapat dikatakan perairan, atau mempunyai kandungan air yang cukup tinggi. Dapat disimpulkan berdasarkan temuan dari penelitian yang dilakukan menggunakan transformasi MNDWI dapat digunakan dengan baik dalam melihat batasan air dan daratan sehingga berguna dalam melihat perubahan garis pantai di Kota Padang pada rentang tahun 2000-2020. Penelitian ini memperkuat apa yang telah ditemukan oleh Xu (2006). Penggunaan Transformasi MNDWI sangat membantu dalam melihat batasan air daratan sehingga dalam menganalisa perubahan garis pantai dapat digunakan, seperti yang telah dilakukan penelitian sebelumnya oleh Xu didapatkan akurasi sebesar 99,85%.
B. Fenomena perubahan garis pantai di Kota Padang sangatlah dinamis dan dipengaruh oleh banyak faktor. Dari hasil perhitungan DSAS didapatkan informasi bahwa fenomena perubahan garis pantai di Kota Padang mempunyai laju rata rata abrasi sebesar -0.80 m/thn dengan kecamatan yang memiliki dampak besar abrasi terjadi di Koto Tangah sebesar -1.37 m/thn, untuk fenomena akresi di Kota Padang mempunyai laju rata rata akresi sebesar 0.93m/thn dengan kejadian tertinggi terjadi di Kecamatan Padang Utara dan Padang Barat sebesar 1.28 m/thn. Perubahan disebabkan oleh faktor fisik dan non fisik, faktor fisik seperti fenomena alam dan pengaruh dari struktur komponen pembetukan geomorfologis sedangkan faktor non fisik cenderung terjadi karena adanya aktifitas manusia disekitar pesisir pantai sehingga mempengaruhi bentuk dari garis pantai itu sendiri.
Rekomendasi dalam penelitian ini sebagai berikut :
A. Pemanfaatan teknologi remote sensing atau penginderaan jauh merupakan teknologi berbiaya murah sehingga pemerintah beserta masyarakat dapat memantau setiap perubahan garis pantai yang terjadi dengan adanya pengembangan dari pemanfaatan teknologi remote sensing.
B. Pembangunan dan tindakan yang perlu dilakukan dapat terlaksana secara tepat karena telah terbantu dengan adanya pemanfaatan teknologi remote sensing sehingga pemerintah bisa langsung mengambil kebijakan secara tepat dan tepat sasaran pada lokasi yang rawan akan terjadi abrasi pantai
VISIT MY RESEARCHGATE ACCOUNTDAFTAR PUSTAKA
Anggraini Nanin., Sartono Marpaung., Maryani Hartuti (2017). Analisis Perubahan Garis Pantai Ujung Pangkah Dengan Menggunakan Metode Edge Detection dan Normalized Difference Water Index. Jurnal Penginderaan Jauh. 14(2), 65-78.
Cahyono, Hendrik., Theresia Retno Wulan, Edwin Maulana (2017). Analisis Perubahan Garis Pantai dengan Menggunakan Data Citra Landsat di Pesisir Kabupaten Kulonprogo. Bunga Rampai Kepesisiran dan Kemaritiman Jawa Tengah. Volume II.
Daniels RC. 2012. Using Arcmap to Extract Shoreline from Landsat TM and ETM+ Data. Thirty-second ESRI international user conference proceedings, 2012 Juli 23 – 27: San Diego, Amerika Serikat. San Diego (US): ESRI. hlm 1 - 23.
Danoedoro, P. (2012). Pengantar Penginderaan Jauh Digital . Penerbit Andi.
Hasan, M Zainul., I Putu Ananda Citra., A Sedyo Adi Nugraha. (2019). Monitoring Perubahan Garis Pantai di Kabupaten Jembrana Tahun 1997-2018 Menggunakan Modified Difference Water Index (MNDWI) dan Digital Shoreline Analysis System (DSAS). Jurnal Pendidikan Geografi Undiksha, 7(3), 93-102.
Kusumawardi, Kurnia Pasya., Zulfian Isnaini Cahya dkk. (2018). Pemetaan dan Analisis Perubahan Garis Pantai di Sebagian Pesisir Barat Lombok Barat Menggunakan Normalized Difference Water Index pada Citra Landsat. Seminar Nasional Geomatika.
McFeeters, S. K. (1996). The Use of the Normalized Difference Water Index (NDWI) in the Delineation of Open Water Features. International Journal of Remote Sensing, 17(7), 1425-1432.
Nanda, Yulia. (2020). Monitoring Perubahan Garis Pantai Di Kota Padang Periode Tahun 1988 – 2018 Menggunakan Citra Landsat. Universitas Negeri Padang, Sumatera Barat.
Pu.go.id (2007, 27 Juli). Pantai Sumbar Terancam Abrasi Perlu Tambahan Dana. Diakses 27 Agustus 2020, dari https://www.pu.go.id/berita/view/4419/pantai-sumbar-terancam-abrasi-perlu-tambahan-dana
Solihuddin, Tb. 2011. Karakteristik Pantai dan Proses Abrasi di Pesisir Padang Pariama, Sumatera Barat. Puslitbang Sumberdaya Laut dan Pesisir, Balitbang-KP. Jakarta
Syaharani, Ladissa., Triyatno. Analisis Perubahan Garis Pantai Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman Tahun 1998-2018 Menggunakan Digital Shoreline Analysis System (DSAS). Jurnal Buana. 3(5), 2615-2630.
Thieler ER, Himmelstoss EA, Zichichi JL, Ergul A. 2009. The Digital Shoreline Analysis System (DSAS) version 4.0 - an ArcGIS Extension for Calculating Shoreline Change. U.S. Geological Survey Open-File Report 2008-1278
USGS, 2017. Digital Shoreline Analysis System. USGS Woods Hole Sci. Cent. URL https://woodshole.er.usgs.gov/proje ct-pages/DSAS/index-dev.htm (accessed 6.15.20).
Wicaksono, Arief., Pramaditya Wicaksono (2019). Akurasi Geometri Garis Pantai Hasil Transformasi Indeks Air pada Berbagai Penutup Lahan di Kabupaten Jepara. Majalah Geografi Indonesia 33(1), 86-94.
Xu, H. (2006). Modification of Normalized Difference Water Index (NDWI) to Enhance Open Water Features in Remotely Sensed Imagery. International Journal of Remote Sensing, 27(14), 3025-3033.