Optimalkan Pengentasan Kemiskinan yang Efektif: Membangun Pemodelan Spasial untuk Kemiskinan Berbasis Big Data dan Produk Penginderaan Jauh di Jawa Barat

23/08/2024 • Zidan Ramadhan

RSPI X Poverty Jabar

PEOPLE SPENDING PROVINSI JAWA BARAT 2023 IMPORTED AT 13/AUG/2024

Relative Spatial Poverty Index


Relative Spatial Poverty Index
Relative Spatial Poverty Index
"Dengan memanfaatkan kekuatan data geospasial, kita dapat menjembatani kesenjangan informasi, memberdayakan pembuat kebijakan dengan wawasan yang dapat ditindaklanjuti untuk merancang intervensi yang lebih efektif dan tepat sasaran dalam memerangi kemiskinan." - Robert Chen,

Halo Sobat MAPID!, Tahukah kamu Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi yang kaya akan budaya dan keindahan alam, merupakan salah satu dari 38 provinsi di Indonesia dengan ibu kotanya yang ramai. Provinsi Jawa Barat terdiri dari 27 kabupaten/kota, provinsi ini menyimpan beragam cerita, termasuk tantangan kemiskinan yang dihadapi sebagian warganya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat, pada Maret 2023, persentase penduduk miskin mencapai 7,62%, yang berarti sekitar 3,89 juta jiwa hidup di bawah garis kemiskinan. Angka ini menjadi pengingat bahwa di balik gemerlapnya pembangunan, masih ada rumah - rumah yang berjuang memenuhi kebutuhan dasar.

Dalam upaya memantau tingkat kemiskinan di Indonesia, pemerintah mengandalkan data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). Data ini dikumpulkan melalui survei rumah tangga yang dilakukan secara berkala setiap enam bulan. Meskipun SUSENAS telah menjadi andalan selama bertahun-tahun, metode konvensional ini memiliki keterbatasan. Cakupannya terbatas, biaya operasionalnya tinggi, proses pengumpulan datanya melelahkan, dan hasilnya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk diolah.

Di era digital ini, muncul alternatif yang menjanjikan untuk melengkapi data SUSENAS, yaitu pemanfaatan data spasial seperti data penginderaan jauh dan big data. Data spasial ini menawarkan potensi besar untuk memberikan gambaran yang lebih komprehensif dan terkini mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat, termasuk tingkat kemiskinan.

Pengintegrasian data penginderaan jauh dan Big Data geospasial dapat mengidentifikasi potensi kemiskinan di Indonesia dengan menggunakan produk seperti data Nighttime Light (NTL), distribusi bangunan seperti Build – Up Index (BUI), distribusi infrastruktur (POI), dan jaringan jalan. Dengan membuat pemodelan Relative Spatial Poverty Index diharapkan dapat memberikan informasi terkait data statistik spasial yang menunjukan data mana yang paling tepat untuk menentukan kemiskinan relatif dan peta pemodelan Relative Spatial Poverty Index (RSPI), sehingga dapat menentukan dalam pengolahan data kemiskinan spasial dengan biaya yang murah dan membutuhkan sedikit waktu untuk diperbarui dalam mendukung data kemiskinan yang resmi.

Kemiskinan di Jawa Barat terkosentrasi pada kabupaten – kabupatan bagian timur laut dan selatan Provinsi Jawa Barat. Pada tahun 2023, kemiskinan di Kabupaten Indramayu merupakan yang tertinggi di Jawa Barat yaitu mencapai12.13% diikuti oleh Kabupaten Kuningan (12.12%) dan Kota Tasikmalaya (11.53%). Kota Depok (2.38%) dan Kota Bandung (3.96%) adalah kota dengan tingkat kemiskinan yang rendah di Jawa Barat, Kota Depok yang terletak dekat dengan pusat kota mendapat manfaat dari pertumbuhan ekonomi yang pesat dan banyaknya peluang kerja di ibu kota, yang berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan penduduknya. Sementara Kota Bandung dikenal sebagai pusat pendidikan dan teknologi dengan banyak universitas dan pusat penelitian yang menarik investasi dan menciptakan banyak lapangan pekerjaan.

Lokasi Kajian

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Membangun Pemodelan Relative Spatial Poverty Index

Pada penelitian ini, mencoba membangun Pemodelan Relative Spatial Poverty Index (RSPI) yang bertujuan untuk memetakan kemiskinan dengan cakupan yang besar, biaya yang rendah, dan waktu yang lebih singkat untuk memperbarui nya. Pemodelan ini diharapkan dapat mengatasi keterbatasan metode pengumpulan data kemiskinan berbasis survei rumah tangga yang sudah ada. Untuk mengidentifikasi kemiskinan di Jawa Barat, terdapat dua jenis data geospasial yang digunakan dalam penelitian ini. Pertama menggunakan data penginderaan jauh berformat raster, data yang kedua yaitu menggunakan Big data geospasial berupa Point of Interest (POI) yang diperoleh dari Open Street Map, titik lokasi tempat – tempat penting. Pada penelitian ini terdapat 4 kategori yaitu terdiri dari Finansial, Pariwisata, Pendidikan dan kesehatan. Terdapat 16.000 lebih titik – titik penting yang terkumpul dimana titik tersebut mewakili kantor pos, bank, objek wisata, mall, sekolah, universitas, rumah sakit, dan lain – lain. Berikut ini adalah data – data yang digunakan:

Data Variabel Geospasial

Tabel 1. Variabel Big data geospasial

kemudian data - data Big data geospasial dilakukan pra-pemrosesan data, mentransformasi data, mengintegrasikan data, melakukan analisis korelasi, dan memilih variabel, menghitung RSPI, kemudian memvalidasi dan menginterpretasikan hasilnya. Berikut ini adalah hasil dari Pre – processing data, data yang dihasilkan berupa data raster.

Hasil Pre-Processing Variabel Bigdata Geospasial

Gambar 2. Hasil Pre-Processing variabel BIg data geospasial

Variabel Nighttime Light merupakan proyeksi dari kegiatan ekonomi, dapat dilihat tingkat intensitas cahaya menunjukan bahwa nilai yang tinggi cenderung tersebar di kotamadya dengan tingkat kemiskinan yang rendah, seperti Kota Depok, Bandung dan Bogor. Variabel Built – up Index yang merepresentasikan tutupan lahan terbangun juga menunjukan bahwa nilai tertinggi berada pada perkotaan, dengan tingkat kemiskinan yang terbilang cukup rendah. Variabel aksesibilitas seperti Line Density, POI Density, dan POI Distance dapat menggambarkan pola kotamadya atau wilayah perkotaan yang memiliki aksesibilitas tinggi maupun rendah, jika dilihat dari visualisasi peta diatas semua variabel terlihat searah dengan data kemiskinan, namun untuk pemahaman yang lebih baik dan analisis lebih lanjut tentang hubungan variabel antara data persentase kemiskinan menurut Kabupaten/Kota.

Analisis yang dilakukan yaitu uji korelasi antar variabel agar mendapatkan nilai koefisien korelasi untuk mengetahui variabel mana saja yang berkorelasi signifikan secara statistik dan menunjukan keeratan arah hubungan antar variabel geospasial dengan data persentase kemiskinan Jawa Barat. Koefisien korelasi dihitung dengan metode Pearson Correlation, berikut ini adalah tabel hasil uji korelasi antar variabel menggunakan Pearson Correlation:

Hasil Uji Korelasi menggunakan Pearson Correlation

Tabel 2. Hasil Uji korelasi variabel Big data geospasial dengan data kemiskinan

Seperti yang terlihat pada tabel variabel yang memiliki hubungan dengan arah positif hanya POI Distance, hal ini menunjukan bahwa kenaikan variabel ini sejalan dengan kenaikan dengan data persentase kemiskinan, namun sebaliknya variabel seperti NTL, BUI, Line Density, dan POI Density memiliki arah hubungan negatif yang menandakan bahwa kenaikan variabel – variabel tersebut searah dengan penurunan data persentase kemiskinan. Terlihat pada tabel bahwa semua variabel signifikan secara statistik ketika di korelasi secara statistik data persentase kemiskinan. Variabel POI Density berkorelasi kuat dengan data persentase kemiskinan, sementara variabel NTL, BUI, Line Density dan POI Distance berkorelasi sedang dengan data persentase kemiskinan.

Perhitungan Relative Spatial Poverty Index (RSPI)

Pada perhitungan pemodelan Relative Spatial Poverty Index (RSPI) berbasis Weight SUM variabel yang mewakili kemiskinan di wilayah aglomerasi Joglosemar. Algoritma pemodelan RSPI ini didasarkan pada penelitian sebelumnya yang telah mengembangkan indeks geospasial terkait kemiskinan (Putri et al., 2022; Wang & Chen, 2017). Berikut adalah algoritma untuk membangun model pembobotan RSPI:

Algoritma RSPI

Dimana p adalah jumlah variable yang overlay yang digunakan, w adalah bobot yang diberikan dan x adalah nilai yang diamati.

Dalam perhitungan pembobotan, bobot didasarkan pada korelasi, di mana hasil koefisien korelasi digunakan sebagai bobot. Variabel dengan korelasi lebih tinggi dianggap lebih mewakili kemiskinan dengan baik. untuk mengetahui model ini akurat, maka dilakukan uji validasi terhadap model ini.

Hasil Pemodelan Relative Spatial Poverty Index (RSPI)

Perhitungan pemodelan RSPI menggunakan metode Weight – sum overlay berdasarkan variabel geospasial yang berkorelasi secara signifikan maupun berkorelasi sedang dengan data persentase kemiskinan di Jawa Barat. Berikut ini adalah nilai bobot pada setiap variabel geospasial:

Bobot Pemodelan RSPI

Tabel 3. Bobot Pemodelan RSPI

Pada perhitungan RSPI dengan menggunakan bobot yang ada, maka dihasilkan peta pemodelan Relative Spasial Poverty Index, Value RSPI di normalisasi kan agar dapat menangani nilai min – max dan rentang nilai nilai berkisar 0 – 1. Berikut ini adalah peta hasil pemodelan Relative Spasial Poverty Index

Hasil Pemodelan RSPI

Gambar 3. Hasil Pemodelan Relative Spatial Povety Index (RSPI)

Pada visualisasi peta dapat dilihat bahwa nilai yang RSPI yang rendah cenderung tersebar di wilayah perkotaan di Jawa Barat seperti kota Bogor, Bandung dan Kota Depok. Nilai RSPI yang tinggi juga tersebar pada wilayah Kabupaten di Jawa Barat seperti kabupaten Cianjur, Garut dan Tasikmalaya. Hal ini menandakan bahwa nilai RSPI searah dengan data persentase kemiskinan bahwa tingkat kemiskinan yang rendah berada pada perkotaan dan tingkat kemiskinan yang tinggi berada pada beberapa Kabupaten seperti yang sudah disebutkan sebelumnya. Namun pemodelan ini jika dilihat secara visual tentunya tidak sepenuhnya akurat. Untuk menilai kemiripan antara hasil pemodelan dengan data persentase kemiskinan resmi Jawa Barat maka dilakukan evaluasi numerik dengan uji korelasi antara RSPI dengan data persentase kemiskinan resmi Jawa Barat dengan metode Pearson Correlation. Berikut adalah hasil uji korelasi antara Nilai RSPI dengan data persentase kemiskinan resmi Jawa Barat.

Hasil Uji korelasi RSPI dengan data kemiskinan

Tabel 4. Hasil Uji korelasi Pemodelan RSPI dengan data kemiskinan

Nilai koefisien yang dihasilkan adalah 0.59 yang menandakan hubungan antara RSPI dengan persentase kemiskinan resmi di Jawa Barat berkorelasi sedang, namun memiliki nilai positif yang menunjukan bawah RSPI dan kemiskinan ini searah.

Setelah mengetahui hubungan antara RSPI dengan data kemiskinan di Jawa Barat, model RSPI di validasi secara numerik dengan data kemiskinan. Karena keterbatasan data kemiskinan yang tersedia hanya hingga tingkat Kabupaten/Kota, maka tidak memungkinkan untuk di uji pada setiap piksel RSPI. Oleh karena itu dilakukan metode zonal statistic untuk menggabungkan nilai piksel yang diperoleh untuk mengambil nilai rata – ratanya sehinggal memperoleh 27 nilai RSPI. Evaluasi numerik dilakukan dengan 2 metode yaitu dengan R Square dan Root Mean Square Error (RMSE).

Hasil Uji Validasi Secara numerik

Gambar 4. Tabel Uji validasi numerik dan grafik uji korelasi

Perbandingan Antara Hasil Model RSPI dengan Data Persentase Kemiskinan Di Jawa Barat

Meskipun Pemodelan RSPI ini dihitung untuk memetakan kemiskinan dari sudut pandang geografis, dan hasil uji numerik yang dihasilkan tidak tinggi, maka dilakukan juga perbandingan hasil secara deskriptif dengan data persentase kemiskinan di Jawa Barat.

RSPI GEOMAPID

Gambar 5. Peta pemodelan RSPI berbasis administasi

Poverty GEOMAPID

Gambar 6. Peta Pesentase Kemiskinan Jawa Barat yang dinormalisasi

Gambar diatas menunjukan perbandingan antara RSPI dengan data persentase kemiskinan di Jawa Barat. Dapat dilihat pada visualisasi peta model RSPI dengan data kemiskinan memberikan hasil yang cukup serupa. Daerah kemiskinan terendah berada pada Kota Bandung, Kota Depok, Kota Bekasi dan daerah perkotaan lainnya. Daerah – daerah yang memiliki nilai sedang cenderung merupakan daerah yang tidak miskin secara moneter menurut data kemiskinan secara resmi. Pada bagian utara Jawa Barat meskipun wilayah tersebut tidak terlalu miskin (menurut data kemiskinan) namun daerah – daerah tersebut seperti Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cirebon masih terdapat potensi terpengaruh oleh jebakan kemiskinan atau daerah tertinggal secara geografi maupun sebaliknya. Selain itu, dapat dilihat bahwa Kabupaten – Kabupaten yang berada pada selatan Jawa Barat seperti Kabupaten Cianjur, Garut dan Kabupaten Tasikmalaya yang merupakan daerah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi menurut data kemiskinan resmi juga cenderung memiliki nilai RSPI yang tinggi juga. Hal ini mengindikasikan bahwa, selain mengalami kemiskinan secara moneter, daerah – daerah tersebut juga mengalami deprivasi spasial.

Analisis dengan SINI MAPID

RSPI Bandung dengan SINI MAPID

Gambar 7. RSPI Kota Bandung dengan SINI MAPID

Berdasarkan data SINI Distrinnusi POI menjadi indikator penting dalam menganalisis aksesbilitas terdahadap berbagai fasilitas yang dapat mempengaruhi kesejahteraan penduduk. Pada Kota Bandung jumlah fasilitas POI cukup tinggi di semua kategori. Hal ini mengindikasikan akses yang lebih baik terhadap berbagai layanan dan kebutuhan, yang dapat membantu menurunkan tingkat kemiskinan. Misalnya, akses terhadap 143 fasilitas kesehatan dan 183 ATM/bank menunjukkan ketersediaan layanan kesehatan dan finansial yang cukup memadai, berbeda dengan Kabupaten Garut jumlah POI dalam setiap kategori lebih rendah dibandingkan dengan Bandung, terutama dalam hal fasilitas kesehatan 71 dan ATM/bank 41. Ini menunjukkan akses yang lebih terbatas terhadap layanan penting, yang kemungkinan berkontribusi pada tingginya tingkat kemiskinan di daerah ini.

RSPI Garut dengan SINI MAPID

Gambar 8. RSPI Kabupaten Garut dengan SINI MAPID

Data SINI dapat menggambarkan aksesbilitas dan kesejahteraan suatu wilayah pada Kota Bandung, dengan nilai RSPI yang lebih rendah, menunjukkan bahwa kota ini memiliki akses yang lebih baik terhadap fasilitas penting seperti kesehatan, pendidikan, dan perbankan, yang berkontribusi pada kesejahteraan penduduk dan menurunkan kemiskinan. Sebaliknya, di Garut, meskipun ada beberapa kesamaan dalam pengeluaran rutin, akses yang terbatas terhadap fasilitas tersebut menunjukkan tantangan yang lebih besar dalam mencapai kesejahteraan, tercermin dalam nilai RSPI dan skala kemiskinan yang lebih tinggi.

Dengan menganalisis RSPI dan skala kemiskinan yang didukung oleh data SINI MAPID, terlihat bahwa aksesibilitas terhadap fasilitas penting merupakan faktor yang signifikan dalam menentukan kesejahteraan suatu wilayah. Perbedaan dalam jumlah dan jenis POI antara Bandung dan Garut menggambarkan perbedaan dalam aksesibilitas ini, yang berkontribusi pada perbedaan signifikan dalam tingkat kemiskinan yang diukur oleh RSPI.

Kesimpulan

Hasil dari pemodelan Relative Spatial Poverty Index berpotensi sedang untuk merepresentasikan tingkat kemiskinan di Jawa Barat pada tahun 2023. Hal ini dibuktikan dengan hasil korelasi antara RSPI dengan data kemiskinan resmi, dengan koefisien korelasi pearsion sebesar 0.590. Pada penelitian ini model RSPI juga masih kurang mampu untuk digunakan sebagai variabel prediktor dalam estimasi data kemiskinan, dengan menggunkan regresi linier sederhana untuk mengestimasikan tingkat kemiskinan di Jawa Barat, model tersebut menghasilkan nilai RMSE sebesar 32% dan R2 sebesar 0.34.

Hasil perbandingan antara RSPI berbasi administrasi menurut Kabupaten/Kota dengan data persetase kemiskinan resmi di Jawa Barat tahun 2023, peta ini menunjukan bahwa wilayah dengan nilai RSPI rendah adalah wilayah perkotaan seperti Kota Bandung, Kota Depok dan perkotaan yang lainya sedangkan nilai RSPI yang tinggi cenderung merupakan wilayah yang secara geografis miskin dan jarang penduduknya dengan aksesbilitas yang kurang memadai. Oleh karena itu pemodelan ini cukup untuk memetakan wilayah yang tertinggal atau tidak secara spasial agar dapat digunakan untuk mendukung data kemiskinan.

Referensi

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. (2024). Persentase Penduduk Miskin (persen), 2021-2023. https://jabar.bps.go.id/indicator/23/83/1/jumlah-penduduk-miskin.html

Jerven, M. (2014). Benefits and costs of the data for development targets for the Post-2015 Development Agenda. Data for Development Assessment Paper Working Paper, Copenhagen (September 2014), 41. http://www.copenhagenconsensus.com/sites/default/files/data_assessment_-_jerven.pdf

Laurentcia, S., & Yusran, R. (2021). Evaluasi Program Bantuan Pangan Non Tunai dalam Penanggulangan Kemiskinan di Kecamatan Nanggalo Kota Padang. Journal of Civic Education, 4(1), 7–17. https://doi.org/10.24036/jce.v4i1.433

Putri, S. R., Wijayanto, A. W., & Sakti, A. D. (2022). Developing Relative Spatial Poverty Index Using Integrated Remote Sensing and Geospatial Big Data Approach: A Case Study of East Java, Indonesia. ISPRS International Journal of Geo-Information, 11(5). https://doi.org/10.3390/ijgi11050275

Setiawan, A., & Kartasurya, M. I. (2017). Potensi Data Geospasial dalam Survei Sosial Ekonomi Nasional. Jurnal Sumber Daya Alam dan Lingkungan, 11(3), 173-185. https://doi.org/10.29244/jsdal.11.3.173-185

Shi, K., Chang, Z., Chen, Z., Wu, J., & Yu, B. (2020). Identifying and evaluating poverty using multisource remote sensing and point of interest (POI) data: A case study of Chongqing, China. Journal of Cleaner Production, 255, 120245. https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2020.120245

Taqiyyuddin, T. A., & Irfan, M. (2023). Faktor Penyebab Kemiskinan di Provinsi Jawa Barat Menggunakan Spatial Autoregressive Quantile Regression. Jurnal Sains Matematika Dan Statistika, 8(1), 59–69. http://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/JSMS/article/view/13185%0Ahttp://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/JSMS/article/viewFile/13185/7972

Zuhairah, I., Novita, D., Rahayu, Asnidar, & Ridha, A. (2024). Analisis Determinan Tingkat Kemiskinan Di Provinsi Jawa Barat. CEMERLANG :Jurnal Manajemen Dan Ekonomi Bisnis, 4(1), 9–20.

Data Publications