Abstrak
Kebakaran hutan memiliki dampak signifikan terhadap lingkungan, ekonomi, dan kesehatan, sehingga pemantauan dan analisis yang akurat sangat penting untuk upaya mitigasi dan pemulihan. Studi ini menggunakan citra Sentinel-2 dan metode Differenced Normalized Burn Ratio (dNBR) untuk menganalisis tingkat keparahan serta sebaran spasial kebakaran yang terjadi di Los Angeles pada Januari 2025. Dengan resolusi multispektral yang tinggi, Sentinel-2 menyediakan data yang berharga dalam mendeteksi area yang terbakar serta menilai pemulihan vegetasi pasca-kebakaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah terdampak mengalami kebakaran dengan tingkat keparahan rendah hingga sedang, sementara hanya sebagian kecil area yang mengalami kebakaran dengan keparahan tinggi hingga sangat tinggi. Mayoritas lahan yang terbakar merupakan vegetasi dengan kepadatan tinggi, mengindikasikan tingginya risiko kebakaran pada kawasan berhutan. Temuan ini membuktikan efektivitas Sentinel-2 dan dNBR dalam pemantauan kebakaran, yang dapat mendukung pengambilan keputusan dalam pengelolaan lahan, pencegahan kebakaran, serta upaya restorasi ekologi di wilayah rawan kebakaran.
Kata Kunci: Sentinel-2 ; dNBR; Kebakaran; Los Angeles
Pendahuluan
Latar Belakang
Kebakaran hutan dan lahan merupakan salah satu bencana lingkungan yang memiliki dampak signifikan terhadap ekosistem, kesehatan manusia, dan perubahan iklim global (Chuvieco et al., 2019). Dalam beberapa dekade terakhir, intensitas serta frekuensi kebakaran hutan mengalami peningkatan yang disebabkan oleh perubahan iklim, aktivitas manusia, serta fenomena cuaca ekstrem seperti El Niño (Rogers et al., 2014). Dampak yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan meliputi hilangnya keanekaragaman hayati, degradasi lahan, peningkatan emisi karbon, serta gangguan terhadap kesehatan masyarakat akibat asap yang ditimbulkan (French et al., 2008). Oleh karena itu, pemantauan kebakaran yang akurat dan tepat waktu menjadi sangat penting dalam upaya mitigasi dan rehabilitasi wilayah terdampak.
Salah satu metode yang banyak digunakan dalam pemantauan kebakaran berbasis penginderaan jauh adalah Differenced Normalized Burn Ratio (dNBR). Metode ini memungkinkan identifikasi area terdampak kebakaran serta kuantifikasi tingkat keparahan kebakaran dengan membandingkan kondisi vegetasi sebelum dan sesudah kebakaran menggunakan citra satelit (Key & Benson, 2006). Sentinel-2, sebagai bagian dari program Copernicus yang dikelola oleh European Space Agency (ESA), menawarkan resolusi spasial yang tinggi dengan sensor MultiSpectral Instrument (MSI) yang mencakup spektrum visible (VIS), near-infrared (NIR), dan shortwave infrared (SWIR), yang sangat berguna untuk mendeteksi kebakaran hutan dan menganalisis dampaknya (Ramo et al., 2021). Dengan resolusi spasial hingga 10 meter pada NIR dan 20 meter pada SWIR, Sentinel-2 dapat memberikan data yang lebih rinci dibandingkan satelit sebelumnya seperti Landsat-8 dan MODIS (Veraverbeke et al., 2018).
Keunggulan lain dari Sentinel-2 adalah aksesibilitas data yang gratis, memungkinkan para peneliti, pengambil kebijakan, dan lembaga terkait untuk melakukan analisis tanpa biaya tinggi (Mering et al., 2020). Namun, tantangan dalam penggunaan data Sentinel-2 untuk analisis kebakaran termasuk gangguan atmosfer seperti awan dan asap, serta kebutuhan akan kalibrasi nilai ambang batas dNBR yang sesuai dengan karakteristik ekosistem di setiap wilayah (Chuvieco et al., 2019). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan Sentinel-2 dalam mendeteksi dan menganalisis kebakaran menggunakan metode dNBR di Los Angeles, Amerika Serikat pada bulan januari tahun 2025.
Metode Penelitian
2.1 Lokasi Penelitian

Los Angeles, California, terletak di pesisir barat Amerika Serikat pada koordinat sekitar 34.05° LU dan 118.25° BT. Kota ini dikelilingi oleh berbagai fitur geografi yang berkontribusi terhadap risiko kebakaran hutan, termasuk Pegunungan San Gabriel di utara dan Pegunungan Santa Monica di barat. Wilayah ini memiliki ekosistem chaparral yang khas, yang terdiri dari vegetasi kering dan semak belukar yang sangat mudah terbakar selama musim panas dan awal musim gugur akibat angin Santa Ana yang panas dan kering (Keeley & Syphard, 2016). Kombinasi dari kondisi iklim Mediterania, vegetasi yang mudah terbakar, serta ekspansi urban yang cepat meningkatkan frekuensi dan intensitas kebakaran di wilayah ini (Syphard et al., 2017).
Kebakaran hutan di Los Angeles menjadi topik penelitian yang sangat penting mengingat dampaknya yang luas terhadap lingkungan, kesehatan masyarakat, serta kebijakan mitigasi dan manajemen bencana. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa lebih dari 80% kebakaran di wilayah ini dipicu oleh aktivitas manusia, baik secara langsung melalui kelalaian atau secara tidak langsung melalui pembangunan di zona rawan kebakaran (Balch et al., 2017). Dalam beberapa dekade terakhir, pola kebakaran telah berubah akibat perubahan iklim, dengan peningkatan suhu dan kekeringan yang memperpanjang musim kebakaran serta meningkatkan intensitasnya (Westerling, 2016). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor geografis yang mempengaruhi pola penyebaran kebakaran hutan di Los Angeles serta mengevaluasi strategi mitigasi yang telah diterapkan di wilayah ini.
2.2 Variabel Penelitian
Penelitian ini memanfaatkan paltform Google Earth Engine (GEE) untuk mengakuisisi data Citra Satelit Sentinel-2. Data Sentinel-2 ini menggunakan dua waktu perekaman, perekaman pertama diambil di bulan Desember 2024 untuk mendapatkan data sebelum kebakaran dan bulan Januari 2025 untuk mendapatkan data setelah kebakaran. Level koreksi yang digunakan adalah terkoreksi permukaan (surface reflectance), sementara itu untuk mendapatkan data indeks normalized burn ratio (NBR) kanal NIR dan SWIR digunakan untuk dimasukkan dalam rumus NBR. Variabel lain yang digunakan adalah data tutupan lahan yang juga diekstraksi dari Citra Sentinel-2 sebelum terjadi kebakaran.
2.3 Metode
2.3.1 Difference Normalized Burn Ratio
Dalam analisis dNBR, indeks Normalized Burn Ratio (NBR) merupakan langkah awal yang harus dihitung, dimana NBRpre merupakan kondisi dimana area yang diteliti belum terjadi kebakaran, sementara itu NBRpost merupakan perhitungan setelah kebakaran terjadi. NBR dihitung menggunakan persamaan berikut:
Kemudian untuk mengetahui perbedaan kondisi sebelum dan sesudah kebakaran terjadi, formula dNBR digunakan untuk menghitung selisih antara nilai NBR sebelum kebakaran (pre) dan setelah kebakaran (post):
Nilai dNBR yang tinggi menunjukkan bahwa vegetasi mengalami kerusakan yang signifikan akibat kebakaran, sedangkan nilai yang lebih rendah menunjukkan area dengan dampak kebakaran yang lebih ringan atau tidak terbakar sama sekali (French et al., 2008). Dengan periode revisit setiap 5 hari, Sentinel-2 memiliki keunggulan dalam melakukan pemantauan kebakaran secara hampir real-time dibandingkan dengan sensor lain yang memiliki revisit lebih lama (Veraverbeke et al., 2018). Berikut merupakan klasifikasi dNBR yang digunakan:
Tabel 1. Klasifikasi dNBR

Sumber: Llorens et al, 2021
2.3.2 Tutupan Lahan
Pembuatan data tutupan lahan menggunakan citra Sentinel-2 dapat dilakukan dengan metode Support Vector Machine (SVM), yang merupakan salah satu teknik klasifikasi berbasis kecerdasan buatan. Sentinel-2 memiliki keunggulan dalam menangkap detail tutupan lahan dengan berbagai panjang gelombang, sehingga cocok untuk analisis pemetaan. Metode SVM bekerja dengan cara mencari garis pemisah terbaik antara berbagai jenis tutupan lahan, seperti hutan, perkotaan, sawah, atau air, berdasarkan pola warna dan pantulan cahaya dari citra satelit.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa metode SVM mampu menghasilkan pemetaan tutupan lahan dengan akurasi lebih tinggi dibandingkan metode tradisional seperti Maximum Likelihood Classification (MLC) atau Decision Tree (Mountrakis et al., 2011; Pal & Mather, 2005). Karena kemampuannya dalam menangani pola data yang kompleks, SVM menjadi pilihan yang sangat baik untuk pemetaan tutupan lahan menggunakan citra Sentinel-2.
Hasil dan Pembahasan

Data ini menunjukkan distribusi luas area berdasarkan tingkat keparahan kebakaran. Dari total wilayah yang dianalisis, 2.884,67 hektar tidak terbakar, menandakan bahwa masih terdapat bagian dari lanskap yang tetap utuh dan tidak terdampak oleh kebakaran. Sementara itu, 7110,82 hektar mengalami kebakaran dengan keparahan rendah, menjadikannya kategori yang paling luas terdampak. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas area yang terbakar masih berada dalam tingkat yang tidak terlalu merusak ekosistem secara signifikan.
Tabel 2. Luas Keparahan Kebakaran

Sumber: Analisis 2025
Pada tingkat keparahan yang lebih tinggi, 2.459,80 hektar mengalami kebakaran sedang, diikuti oleh 978,34 hektar yang terdampak kebakaran tinggi. Ini mengindikasikan bahwa meskipun sebagian besar kebakaran terjadi dengan intensitas rendah, ada juga area yang mengalami dampak lebih serius, berpotensi menyebabkan kerusakan pada vegetasi dan ekosistem.
Kategori paling ekstrem, yaitu keparahan sangat tinggi, hanya mencakup 6,46 hektar, menunjukkan bahwa kejadian kebakaran yang benar-benar destruktif hanya terjadi di area yang sangat terbatas. Keseluruhan pola ini menunjukkan bahwa kebakaran yang terjadi memiliki dampak yang bervariasi di berbagai area, dengan sebagian besar lahan mengalami kebakaran ringan hingga sedang, dan hanya sebagian kecil mengalami kebakaran dengan tingkat kehancuran yang parah. Data ini dapat digunakan untuk perencanaan mitigasi kebakaran dan rehabilitasi lahan pasca kebakaran.
Tabel 3. Dampak Kebakaran Terhadap Tutupan Lahan

Sumber: Analisis 2025
Data ini menunjukkan luas area yang terdampak kebakaran berdasarkan tingkat keparahan dan jenis tutupan lahan di suatu wilayah. Dari data yang diperoleh, terlihat bahwa vegetasi tinggi merupakan jenis tutupan lahan yang paling luas mengalami kebakaran, dengan total luas mencapai 8.093 hektar pada kategori keparahan rendah. Selain itu, terdapat area yang mengalami kebakaran dengan tingkat sedang hingga sangat tinggi, meskipun dalam jumlah yang lebih kecil. Vegetasi sedang dan vegetasi rendah juga mengalami kebakaran, tetapi dengan luas yang lebih terbatas dibandingkan vegetasi tinggi, menandakan bahwa kebakaran lebih banyak terjadi di kawasan berhutan atau lahan hijau yang lebih padat.

Selain ekosistem alami, lahan terbangun juga terdampak kebakaran, dengan luas sekitar 522,58 hektar mengalami keparahan rendah dan sebagian kecil mengalami keparahan sedang hingga tinggi. Namun, luas area ini jauh lebih kecil dibandingkan total luas vegetasi yang terbakar, menunjukkan bahwa dampak kebakaran terhadap kawasan permukiman atau infrastruktur relatif lebih terbatas. Sementara itu, perairan tidak mengalami dampak kebakaran, sebagaimana yang diharapkan.
Berdasarkan pola ini, dapat disimpulkan bahwa kebakaran terutama terjadi di wilayah dengan tutupan vegetasi tinggi, yang kemungkinan besar merupakan kawasan hutan atau lahan hijau yang luas. Sebagian besar kebakaran terjadi dengan keparahan rendah hingga sedang, meskipun ada beberapa area yang mengalami kebakaran dengan tingkat keparahan tinggi hingga sangat tinggi. Keberadaan area yang tidak terbakar dalam jumlah signifikan menunjukkan bahwa tidak semua wilayah dalam studi ini terkena dampak kebakaran, yang bisa disebabkan oleh faktor geografis, kelembapan, atau tindakan pencegahan yang telah dilakukan.
Kesimpulan
Dari kondisi tersebut, kebakaran yang terjadi di wilayah Los Angeles pada bulan Januari 2025, memiliki dampak bervariasi, dengan mayoritas area mengalami keparahan rendah hingga sedang, sementara hanya sebagian kecil yang terdampak parah. Vegetasi tinggi menjadi jenis tutupan lahan yang paling luas terbakar, mengindikasikan bahwa kawasan berhutan atau lahan hijau lebih rentan terhadap kebakaran dibandingkan area lainnya. Dampak terhadap lahan terbangun relatif kecil, menunjukkan bahwa kebakaran lebih terkonsentrasi di area alami. Selain itu, masih terdapat area yang tidak terbakar, yang dapat dipengaruhi oleh faktor geografis, kelembapan, atau upaya mitigasi yang telah dilakukan.
Daftar Pustaka
- Balch, J. K., Bradley, B. A., Abatzoglou, J. T., Nagy, R. C., Fusco, E. J., & Mahood, A. L. (2017). Human-started wildfires expand the fire niche across the United States. Proceedings of the National Academy of Sciences, 114(11), 2946–2951. https://doi.org/10.1073/pnas.1617394114
- Chuvieco, E., Mouillot, F., & Yue, C. (2019). Global monitoring of fire activity: Toward operational products. Global and Planetary Change, 176, 65-74.
- French, N. H. F., Kasischke, E. S., & Williams, D. G. (2008). Variability in the emission of carbon-based trace gases from wildfire in the Alaskan boreal forest. Journal of Geophysical Research: Atmospheres, 113(D2).
- Keeley, J. E., & Syphard, A. D. (2016). Climate change and future fire regimes: Examples from California. Geosciences, 6(3), 37. https://doi.org/10.3390/geosciences6030037
- Key, C. H., & Benson, N. C. (2006). Landscape Assessment: Sampling and Analysis Methods. USDA Forest Service.
- Llorens, Rafael & Sobrino, Jose & Fernández Filgueira, Cristina & Fernández-Alonso, José & Vega, José. (2021). A methodology to estimate forest fires burned areas and burn severity degrees using Sentinel-2 data. Application to the October 2017 fires in the Iberian Peninsula. International Journal of Applied Earth Observation and Geoinformation. 95. 102243. 10.1016/j.jag.2020.102243.
- Mering, C., Nelson, H., & Smith, R. (2020). A comparative study of Sentinel-2 and Landsat-8 for mapping burned areas. Remote Sensing, 12(3), 469.
- Mountrakis, G., Im, J., & Ogole, C. (2011). Support vector machines in remote sensing: A review. ISPRS Journal of Photogrammetry and Remote Sensing, 66(3), 247-259..
- Pal, M., & Mather, P. M. (2005). Support vector machines for classification in remote sensing. International Journal of Remote Sensing, 26(5), 1007-1011.
- Ramo, R., Bouvet, A., Ballère, M., et al. (2021). Sentinel-2 burned area detection using machine learning and multi-temporal analysis. Remote Sensing of Environment, 260, 112476.
- Rogers, B. M., Randerson, J. T., & Bonan, G. B. (2014). High-latitude fire modeling and its application to long-term climate simulations. Journal of Climate, 27(24), 8737-8750.
- Syphard, A. D., Keeley, J. E., Massada, A. B., Brennan, T. J., & Radeloff, V. C. (2017). Human presence diminishes the predictive power of climate and vegetation on wildfire probability in California. Environmental Research Letters, 12(3), 034022. https://doi.org/10.1088/1748-9326/aa5b4f
- Veraverbeke, S., Hook, S. J., & Freeborn, P. H. (2018). Retrospective analysis of burned area trends using MODIS and Sentinel-2 time series. International Journal of Wildland Fire, 27(12), 872-885.