PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK ANALISIS POTENSI TINGKAT KEKERINGAN LAHAN PERTANIAN KABUPATEN BANDUNG

22/08/2023 • Putri Aprilia Ayesha

Potensi Kekeringan Lahan Pertanian


A. Latar Belakang

Dalam dunia pertanian, kekeringan pada lahan pertanian merupakan kondisi berkurangnya kandungan air dalam tanah. Dengan begitu, kondisi ini tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman tertentu dalam suatu periode tertentu. Perubahan atau anomali iklim tentunya dapat mempengaruhi dinamika produksi pertanian, khususnya tanaman pangan karena terdampak pergeseran musim hujan atau musim kemarau. Dampak perubahan iklim dapat berujung pada meningkatnya risiko kehilangan hasil tanaman pangan dan kerugian petani akibat gagal panen. Dampak yang dapat dirasakan dari kekeringan ini salah satunya pada kasus tanaman padi beserta kondisi lahan sawahnya.

Berdasarkan hasil rangkuman dari kajian BMKG mengenai bencana kekeringan selama 30 tahun di Indonesia (1979-2009), Pulau Jawa merupakan pulau yang paling sering dilanda bencana kekeringan di mana Provinsi Jawa Barat menduduki posisi kedua dengan tingkat kekeringan tertinggi, yakni sebanyak 278 kejadian.

Kabupaten Bandung merupakan kabupaten yang dipilih untuk menjadi daerah kajian penelitian. Hal ini menimbang beberapa aspek dan keadaan akibat kekeringan berdasarkan dari berbagai data yang didapatkan, serta posisi Kabupaten Bandung sebagai salah satu daerah pemasok komoditas beras dan sayuran untuk beberapa daerah di sekitarnya. Ancaman kekeringan yang disebabkan oleh pengaruh iklim memang tidak bisa kita hindari, namun dampak yang akan ditimbulkan kelak dapat diminimalkan dengan melakukan pemantauan kekeringan di suatu daerah, sehingga diketahui secara cepat dan tepat.

Adapun cara memantau kekeringan di suatu wilayah salah satunya adalah dengan memanfaatkan kombinasi dari teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografi. Metode penginderaan jauh yang dapat digunakan dalam penelitian kali ini adalah indeks kerapatan vegetasi, indeks kelembaban vegetasi, dan indeks kebasahan vegetasi. Sementara sistem informasi geografis (SIG) berfungsi untuk mengelola data atau parameter yang mempengaruhi kekeringan lahan, yakni curah hujan, suhu, dan penggunaan lahan. Sselain itu, SIG dalam penelitian kali ini digunakan untuk menentukan skor dan bobot dari setiap parameter yang telah disebutkan, kemudian data tersebut akan di-overlay untuk mendapatkan hasil berupa peta potensi kekeringan lahan di Kabupaten Bandung.

B. Metode Penelitian

  • Diagram Alir Penelitian
PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK ANALISIS POTENSI TINGKAT KEKERINGAN LAHAN PERTANIAN KABUPATEN BANDUNG

  • Pengolahan Citra (NDVI, NDMI, NDWI)

Citra yang digunakan dalam pengolahan kali ini adalah 2 Citra Landsat 8 path 121 Row 65 akuisisi data bulan Juli tahun 2022. Adapun penjelasan terkait rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

NDVI: (NIR-Red)/(NIR+Red)

NDMI: (NIR-SWIR 1 / NIR+SWIR 1)

NDWI: (Green-NIR / Green-NIR)

  • Land Surface Temperature

Land surface temperature atau suhu permukaan lahan diperoleh dari proses pengolahan citra Landsat 8 menggunakan suatu rumus atau algoritma yang dilakukan menggunakan aplikasi GIS, yakni Arcgis Pro.

  • Curah Hujan

Curah hujan diperoleh dari data Climate Hazards Group InfraRed Precipitation (CHIRPS) wilayah Indonesia tahun 2022 sebanyak 12 bulan yang kemudian diakumulasikan. Kemudian, dilakukan interpolasi menggunakan metode inverse distance weighting dan clip raster untuk mendapatkan peta curah hujan daerah kajian Kabupaten Bandung.

  • Tutupan Lahan

Tutupan lahan diperoleh dari proses pengolahan citra landsat 8 dengan menentukan beberapa sampel yang digunakan sebagai training area, kemudian akan diklasifikasikan menggunakan supervised classification, Yakni maximum likelihood.

  • Skoring dan Pembobotan

Pemberian skor terhadap masing-masing kelas dalam setiap parameter didasarkan pada seberapa besar pengaruh kelas tersebut terhadap bencana kekeringan. Semakin tinggi pengaruh terhadap kekeringan, maka semakin tinggi skor yang diberikan. Setelah dilakukan skoring, maka dilakukan interval kelas potensi kekeringan dengan rumus jumlah skor tertinggi dikurangi jumlah skor terendah dibagi dengan jumlah kelas yang diinginkan.

Adapun perhitungan untuk skoring dan pembobotan adalah sebagai berikut:

Skor Total = (30 x Skor LST) + (25 x Skor Curah Hujan) + (20 x Skor NDVI) + (10 x Skor Tutupan Lahan) + (10 x Skor NDMI) + (5 x Skor NDWI)

C. Pembahasan

  • Klasifikasi NDVI, NDWI, dan NDMI

PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK ANALISIS POTENSI TINGKAT KEKERINGAN LAHAN PERTANIAN KABUPATEN BANDUNG

Dari hasil pengolahan indeks kerapatan vegetasi (NDVI) diketahui bahwa Kabupaten Bandung didominasi oleh indeks kerapatan vegetasi tinggi, dengan skor 1. Sementara kerapatan vegetasi sedang dengan skor 2 dan kerapatan vegetasi rendah dengan skor 3 terdapat di wilayah utara Kabupaten Bandung yang berbatasan dengan Kota Bandung, dan didominasi oleh permukiman.

PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK ANALISIS POTENSI TINGKAT KEKERINGAN LAHAN PERTANIAN KABUPATEN BANDUNG

Dari hasil pengolahan indeks kelembaban vegetasi (NDMI), diketahui bahwa Kabupaten Bandung didominasi oleh tingkat kelembaban vegetasi yang tinggi atau rendahnya kelangkaan air (low - very low water stress). tingkat kelembaban rendah mayoritas terjadi di daerah utara Kabupaten Bandung, yang didominasi oleh penggunaan lahan berupa permukiman.

PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK ANALISIS POTENSI TINGKAT KEKERINGAN LAHAN PERTANIAN KABUPATEN BANDUNG

Dari hasil pengolahan indeks kebasahan vegetasi (NDWI), diketahui bahwa Kabupaten Bandung terdeteksi oleh citra satelit Landsat 8 didominasi oleh non badan air. adapun lokasi yang terdeteksi sebagai badan air berupa kebasahan sedang dan tinggi, merupakan jenis perairan berupa danau dan sungai.

  • Land Surface Temperature

PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK ANALISIS POTENSI TINGKAT KEKERINGAN LAHAN PERTANIAN KABUPATEN BANDUNG

Berdasarkan hasil klasifikasi land surface temperature, terdapat 4 jenis kelas suhu permukaan lahan, dimana kelas sangat rendah dengan rentang 6-12ºc, kelas rendah dengan rentang 12,1-18ºc, kelas sedang dengan rentang 18,1-24ºc, dan kelas tinggi dengan rentang 24,1-32ºc. Dari klasifikasi yang telah dilakukan, diketahui bahwa Kabupaten Bandung didominasi oleh suhu sedang, adapun suhu rendah dan sangat rendah didominasi pada wilayah yang memiliki tingkat vegetasi tinggi, berupa hutan, sawah atau tegalan.

  • Curah Hujan

PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK ANALISIS POTENSI TINGKAT KEKERINGAN LAHAN PERTANIAN KABUPATEN BANDUNG

Pengolahan curah hujan dilakukan dengan menggunakan CHIRPS yang kemudian di interpolasi dengan metode inverse distance weighting. Dari pengolahan tersebut, diketahui bahwa Kabupaten Bandung secara keseluruhan memiliki curah hujan yang relatif tinggi. dimana didominasi oleh curah hujan sangat tinggi hingga tinggi, dan curah hujan rendah hanya terjadi di sedikit wilayah Kabupaten Bandung bagian utara.

  • Tutupan Lahan
PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK ANALISIS POTENSI TINGKAT KEKERINGAN LAHAN PERTANIAN KABUPATEN BANDUNG

Dari pengolahan tutupan lahan menggunakan metode supervised classification, yakni maximum likelihood menghasilkan 4 jenis kelas tutupan lahan, yakni permukiman, sawah/tegalan, hutan, dan perairan. Pada bagian utara didominasi oleh pemukiman, sementara selatan didominasi oleh vegetasi berupa hutan dan sawah/tegalan, serta perairan. pengolahan tutupan lahan ini memiliki data yang memiliki tingkat akurasi yang tidak sebaik dengan penentuan jenis tutupan lahan dengan metode digitasi on screen, hal ini dikarenakan citra Landsat 8 yang memiliki resolusi sedang dan tidak tinggi, sehingga terdapat keterbatasan digitasi secara manual. Sehingga dilakukan klasifikasi otomatis melalui aplikasi arcmap dengan menentukan training area berdasarkan hasil validasi menggunakan basemap google earth yang memiliki resolusi tinggi, walau aplikasi akan melakukan klasifikasi otomatis berdasarkan training area yang telah diklasifikasikan sesuai penampakan yang terdapat pada citra Google Earth, tetap terdapat daerah yang tidak sesuai kelas tutupan lahannya akibat resolusi citra yang sedang, dan tidak termasuk citra resolusi tinggi, sehingga mempengaruhi hasil pengolahan data.

  • Potensi Kekeringan Lahan Pertanian
PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK ANALISIS POTENSI TINGKAT KEKERINGAN LAHAN PERTANIAN KABUPATEN BANDUNG

Dari hasil pengolahan data berupa skoring dan pembobotan dari masing-masing parameter, kemudian dilakukan overlay menggunakan tools intersect pada aplikasi Arcgis Pro. Dari overlay tersebut, didapatkan hasil berupa empat kelas potensi kekeringan lahan pertanian di Kabupaten Bandung, yakni daerah dengan potensi kekeringan lahan pertanian kategori sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Dari hasil skoring dan pembobotan, dihasilkan data berupa potensi kekeringan lahan kelas sedang hingga tinggi terjadi di wilayah bagian utara Kabupaten Bandung.

Berdasarkan keseluruhan parameter yang menentukan kelas potensi kekeringan lahan, potensi kekeringan lahan tinggi mayoritas terjadi di bagian utara. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai parameter yang telah ditentukan. Keseluruhan data yang telah diolah kemudian divalidasi menggunakan informasi yang didapatkan terkait kekeringan lahan pertanian di Kabupaten Bandung lima tahun terakhir. Menurut BPBD, kekeringan lahan pertanian serta krisis air bersih di Kabupaten Bandung mayoritas terjadi di daerah utara kabupaten.

Adapun beberapa daerah yang mengalami kekeringan lahan pertanian dalam 5 tahun terakhir, yaitu Kecamatan Baleendah, Banjaran, Bojongsoang, Cikancung, Cileunyi, Ciparay, Katapang, Kutawaringin, Majalaya, Margaasih, Nagreg, Pameungpeuk, Paseh, Rancaekek, Solokanjeruk, dan Soreang.

D. Kesimpulan

Penelitian ini telah memberikan salah satu pemanfaatan SIG dan penginderaan jauh dalam bidang kebencanaan, berupa potensi kekeringan lahan pertanian. Penentuan estimasi potensi kekeringan lahan pertanian ini dilakukan dengan metode skoring dan pembobotan yang kemudian di-overlay untuk menghasilkan output berupa peta potensi kekeringan lahan pertanian Kabupaten Bandung. Dari penelitian yang telah dilakukan, terlihat bahwa Kabupaten Bandung terbagi menjadi lima kelas potensi kekeringan lahan, yaitu potensi kekeringan sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Di Kabupaten Bandung bagian utara, diketahui tingkat potensi kekeringan lahannya lebih tinggi dibandingkan daerah bagian selatan yang lebih didominasi oleh tutupan lahan berupa hutan. Dengan adanya pemanfaatan SIG dan penginderaan jauh di bidang kebencanaan, harapannya analisis ini dapat menjadi sumber rujukan serta pengembangan metode pengolahan data yang bersifat lebih kompleks dan akurat bagi peneliti maupun pemerintah.

Referensi

Amalo, L.F., Ma’Rufah, U. and Permatasari, P.A. (2018) ‘Monitoring 2015 drought in West Java using Normalized Difference Water Index (NDWI)’, IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 149(1). doi:10.1088/1755-1315/149/1/012007.

Daruati, D. (2012) Pola wilayah kekeringan lahan basah (sawah) di Propinsi Jawa Barat = The drought pattern of paddy field in West Java Province. Universitas Indonesia.

Fersely Getsemani (2007) Identifikasi Indikator Kekeringan Menggunakan Teknik Penginderaan Jauh. Institut Pertanian Bogor. Available at: https://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/44565.

Ghazali, M.F. et al. (2020) ‘Relasi Faktor Air, Tanah dan Udara Pada Satu Masa Tanam Padi di Desa Gadingrejo, Pringsewu-Lampung’, LPPM UNILA Institutional Repository [Preprint]. Available at: http://repository.lppm.unila.ac.id/view/creators/Fatman=3AAngga_Febry=3A=3A.default.html.Hadi, A.P. and Keris, K. (2016) ‘Determination of land dryness level based on analysis of daisies and geographic information systems’, Majalah Geografi Indonesia, 26(1), pp. 1–26.

Inarossy, N. and P, S.Y.J. (2019) ‘Klasifikasi Wilayah Risiko Bencana Kekeringan Berbasis Citra Satelit Landsat 8 Oli Dengan Kombinasi Metode Moran ’ s I dan Getis Ord G * ( Studi Kasus : Kabupaten Boyolali dan Klaten )’, Indonesian Journal of Computing and Modeling, 2(2), pp. 36–54. Available at: https://ejournal.uksw.edu/icm/article/view/3092.

Karamihalaki, M. et al. (2016) ‘Monitoring drought effects on mediteranean conifer forests using spot-vegetation NDVI and NDWI timeseries’, European Space Agency, (Special Publication) ESA SP, SP-740(May).

Lilik, K., Arwan, P.W. and Abdi, S. (2016) ‘Analisis pengaruh koreksi atmosfer terhadap estimasi kandungan klorofil-a menggunakan citra landsat 8’, Jurnal Geodesi Undip, 5(4), pp. 254–262. Available at: https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/geodesi/article/view/13876.

Mamenun, M. and Wati, T. (2020) ‘Analisis Karakteristik Kekeringan Lahan Padi Sawah di Wilayah Utara Provinsi Jawa Barat’, Jurnal Tanah dan Iklim, 43(1), p. 43. doi:10.21082/jti.v43n1.2019.43-57.

Maya Indah Sari (2017) ‘Hubungan antara variasi Spatio-Temporal pulau panas dengan nilai indeks vegetasi menggunakan citra landsat 8 OLI/TIRS di Kabupaten Sleman’, Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), pp. 1689–1699. Available at: file:///C:/Users/User/Downloads/fvm939e.pdf.

Mohamed, M.J. et al. (2022) ‘African Journal of Climate Change and Resource Sustainability Drought Analysis in Somalia Using GIS - Based on Reconnaissance Drought Index ( RDI ) and Standardized Precipitation Index ( SPI )’, African Journal of Climate Change and Resource Sustainability, 1(1), pp. 62–75. doi:10.37284/ajccrs.1.1.981.IEEE.

Muryati, N. (2017) ‘Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Sawah Menggunakan Citra Landsat 8 dan Thermal (Studi Kasus: Kecamatan Gading Rejo, Kabupaten Pringsewu)’, Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), pp. 21–25. Available at: http://www.elsevier.com/locate/scp.

Rahardjo, P.D. (2010) ‘TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK IDENTIFIKASI POTENSI KEKERINGAN’, Makara technology, 14(2), pp. 97–105.

Septiani, R., Citra, I.P.A. and Nugraha, A.S.A. (2019) ‘Perbandingan Metode Supervised Classification dan Unsupervised Classification terhadap Penutup Lahan di Kabupaten Buleleng’, Jurnal Geografi : Media Informasi Pengembangan dan Profesi Kegeografian, 16(2), pp. 90–96. doi:10.15294/jg.v16i2.19777.

Shashikant, V. et al. (2021) ‘Utilizing TVDI and NDWI to classify severity of agricultural drought in Chuping, Malaysia’, Agronomy, 11(6). doi:10.3390/agronomy11061243

Data Publications