Pemetaan Aksesibilitas Ruang Publik di Kota Bandung

25 Agustus 2024

By:

Open Project

Pemetaan Aksesibilitas Taman Kota di Kota Bandung

Peta Area Pelayanan Taman Kota Terhadap Permukiman

Pemetaan Aksesibilitas Ruang Publik di Kota Bandung

Oleh: Donidarmawan Putra Gemilang, Mikail Kaysan, Dheamyra Aysha Ihsanti

Pentingnya ruang publik di perkotaan

Ruang publik merupakan ruang yang dapat mewadahi kepentingan publik atau masyarakat umum, misalnya melakukan komunikasi dengan kolega, pertemuan informal komunitas tertentu, bermain, jalan-jalan, melepas lelah, melihat-lihat taman dan penghijauan, sekedar melihat orang lewat atau memperhatikan kegiatan orang di sekitar ruang tersebut (Darmawan, 2005). Pada kondisi terbaiknya, ruang publik dapat menumbuhkan rasa bangga masyarakat sekitar, mendorong interaksi antar orang asing, dan mempromosikan nilai-nilai demokrasi inklusif. Dengan demikian, kualitas ruang publik secara langsung bergantung pada aksesibilitasnya bagi berbagai pengguna (Nemeth and Schmidt, 2011).

Menurut Project for Public Spaces (2007), Ruang publik yang baik adalah yang mudah dijangkau, mudah untuk dimasuki, dan mudah untuk dinavigasi. Wilayah sekitar sebuah ruang publik berperan besar dalam membuat ruang publik aksesibel. Jalur atau koridor yang berisi beragam toko akan menjadi daya tarik dan tumbuh rasa aman untuk dilewati dengan berjalan kaki oleh masyarakat daripada tembok dan/atau lahan kosong. Secara ideal, ruang publik yang dapat diakses dengan mudah adalah ruang publik yang dicapai dengan berjalan kaki, angkutan umum, dan biaya parkir tinggi. Dengan berjalan kaki atau menggunakan angkutan umum untuk menuju ruang publik, akan membuat kota lebih ramah lingkungan akibat berkurangnya polusi. Selain itu, ruang publik yang hijau juga akan menambah nilai bagi lingkungan.

Kondisi aksesibilitas taman kota di Kota Bandung

Ruang publik di Kota Bandung yang mayoritas merupakan taman kota, merupakan salah satu tujuan dari masyarakat untuk berekreasi. Taman-taman di Kota Bandung sudah cukup dikenal masyarakat karena memiliki temanya masing-masing setelah adanya program taman tematik pada masa walikota Bandung periode 2013-2018, Ridwan Kamil. Akan tetapi, aksesibilitas dari ruang publik tersebut masih kurang baik. Terlebih untuk masyarakat disabilitas, belum semua taman-taman di Kota Bandung sudah ramah bagi mereka (bandungbergerak.id, 2023)

Gambar 1. Jaringan Infrastruktur Transportasi

Taman-taman kota di Kota Bandung sebagian besar memiliki akses jaringan jalan yang cukup baik. Pada jaringan infrastruktur tersebut dapat dilihat bahwa halte yang menjadi pemberhentian transportasi umum juga tersedia dalam jangkauan pelayanan yang cukup terjangkau bagi pejalan kaki menuju ke taman. Namun, dari data trayek dan reliabilitas transportasi umum di Kota Bandung masih terbilang kurang baik sebagai moda perjalanan bagi masyarakat di Kota Bandung.

Namun, penyediaan taman kota di Kota Bandung masih sangat teraglomerasi pada tiga kecamatan yang menjadi pusat pemerintahan Kota Bandung yaitu, Kecamatan Coblong, Kecamatan Sumur Bandung, dan Kecamatan Bandung Wetan. Sekitar lebih dari 80% taman kota terletak pada ketiga kecamatan tersebut yang digambarkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Lokasi Taman Kota di Kota Bandung

Mengapa perlu memetakan aksesibilitas ruang publik di Kota Bandung

Kondisi aksesibilitas dari Kota Bandung saat ini dapat belum dapat dilihat secara high-level mana saja yang berpotensi untuk diutilisasi. Dengan memetakan aksesibilitas taman-taman di Kota Bandung secara spasial, dapat dilihat secara keseluruhan taman mana saja yang dapat diprioritaskan untuk peningkatan aksesibilitas taman. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara spasial mengenai aksesibilitas ruang publik terhadap permukiman di Kota Bandung terutama bagi pejalan kaki dan pengguna transportasi umum.

Dataset yang digunakan

Data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi data primer yang merupakan hasil dari observasi melalui Google Street View dan juga data sekunder yang didapat dari openstreetmap serta dinas-dinas di Kota Bandung

Data primer yang didapatkan berupa keadaan fasilitas pejalan kaki dan transportasi umum seperti sebagai berikut.

  • Keberadaan halte
  • Keberadaan stasiun
  • Keadaan trotoar
  • Keberadaan guiding block
  • Keberadaan ramp
  • Keberadaan trayek bus dan angkot

Data ini digunakan untuk mengukur tingkat aksesibilitas pejalan kaki pada taman-taman kota di Kota Bandung. Kemudian data sekunder yang digunakan sebagai berikut.

  • Data titik taman kota di Kota Bandung
  • Data jaringan jalan Kota Bandung
  • Data fasilitas transportasi Kota Bandung
  • Data penggunaan lahan Kota Bandung
  • Data tekanan penduduk

Data ini digunakan untuk membuat service area taman kota terhadap populasi masyarakat dan guna lahan permukiman di Kota Bandung.

Proses pemetaan aksesibilitas ruang publik di Kota Bandung

Gambar 3. Diagram Alur Proses Analisis

Pada penelitian ini, kami menggunakan dua analisis untuk menghasilkan pemetaan aksesibilitas taman kota terhadap permukiman dan juga tingkat aksesibilitas taman kota bagi pejalan kaki di Kota Bandung.

Metode Simple Additive Weighting

Konsep dasar dari metode Simple Additive Weight (SAW) adalah mencari jumlah terbobot dari rating kinerja setiap alternatif pada semua atribut. Atribut dipisahkan menjadi dua yaitu Benefit dan Cost, terdapat rumus yang berbeda dari kedua atribut tersebut. Pada kasus ini, semua fitur di taman dianggap sebagai benefit, maka kriteria skoring yang digunakan sebagai berikut.

Tabel 1. Nilai Skoring SAW

Tabel 1. Nilai Skoring SAW

Pembobotan pada setiap kriteria diterapkan berdasarkan penilaian di lapangan dan pengalaman peneliti. Seluruhnya jika dijumlahkan bernilai 1 atau 100%. Setelah nilai skoring dari setiap taman didapatkan, maka hasilnya dibagi ke dalam 3 rentang. Batas atas dan bawah untuk setiap rentang seperti terlampir di tabel 2.

Tabel 2. Klasifikasi Tingkatan Aksesibilitas

Tabel 2. Klasifikasi Tingkatan Aksesibilitas

Metode Network Analyst

Metode network analysis digunakan untuk membuat service area pada taman kota dengan kriteria waktu berjalan kaki antara 0-10 menit dari permukiman. Analisis ini dilakukan dengan membuat network dataset dari data jaringan jalan. Network dataset dibuat dengan menanamkan mode perjalanan bagi pejalan kaki dengan cost jarak dari fasilitas dan juga waktu rata-rata berjalan kaki yaitu 5 m/s. Network dataset tersebut digunakan untuk membuat service area dari setiap taman kota di Kota Bandung. Proses ini dilakukan dengan melakukan impor fasilitas menggunakan data titik pintu masuk taman kota lalu mengatur impedansi waktu berjalan kaki yang telah dibuat di network dataset. Kemudian, mengatur cut off service area tersebut menjadi 5 menit dan 10 menit dengan arah menuju fasilitas sehingga menghasilkan dua layer service area taman kota yang ditunjukan pada gambar 4.

Gambar 4. Proses Network Analysis

Hasil dari analisis ini kemudian akan di-overlay dengan guna lahan permukiman di kota bandung dan data tekanan penduduk yang akan menghasilkan aksesibilitas berjalan kaki taman kota terhadap masyarakat dan permukiman di Kota Bandung.

Hasil dan pembahasan

Gambar 5. Guna Lahan Permukiman di Kota Bandung

Permukiman merupakan wilayah yang berfungsi sebagai tempat tinggal bagi masyarakat dan melakukan kegiatan sehari-hari selain bekerja. Luas Kawasan permukiman di Kota Bandung mencapai 6.533 Ha atau sekitar 40% dari total luas Kota Bandung yang menjadikan kota Bandung sebagai salah satu kota padat penduduk di Indonesia. Ruang publik berupa taman kota menjadi salah satu fasilitas umum yang penting bagi masyarakat sebagai ruang ketiga yaitu ruang untuk berkumpul dan bersosialisasi serta rekreasi sehingga area pelayanannya pun idealnya harus merata untuk mencakup seluruh wilayah permukiman.

Gambar 6. Service Area Taman Kota Terhadap Permukiman

Berdasarkan hasil analisis service area menggunakan network analysis, aksesibilitas bagi pejalan kaki pada taman kota di Kota Bandung terbilang cukup kecil dengan hanya 7,2% dari total luas permukiman yang memiliki akses berjalan kaki selama 5 menit menuju taman dan 9,2% yang memiliki akses berjalan kaki selama 5-10 menit menuju taman. Dari sisi demografi, hanya sekitar 12,7% masyarakat kota bandung yang mendapat akses 10 menit berjalan kaki menuju taman kota dari rumahnya. Hal ini disebabkan oleh penyediaan taman kota yang terlalu teraglomerasi pada wilayah Kecamatan Coblong, Kecamatan Sumur Bandung, dan Kecamatan Bandung Wetan yang merupakan wilayah pusat pemerintahan Kota Bandung.

Gambar 7

Tingkat Aksesibilitas Taman Kota Bandung

Tabel 3. Tingkat Aksesibilitas Taman Kota Bandung

Tabel 3. Tingkat Aksesibilitas Taman Kota Bandung

Tingkat aksesibilitas taman kota di Bandung untuk pejalan kaki dibagi menjadi 3 kategori yaitu rendah, sedang dan tinggi. Terdapat 16 taman kota dengan aksesibilitas tinggi, 12 taman kota dengan aksesibilitas sedang dan 4 taman kota dengan aksesibilitas rendah. Berdasarkan nilai, terdapat 2 taman dengan nilai terbaik yaitu Taman Vanda dan Taman Dewi Sartika. Keduanya memenuhi 8 dari 9 aspek yang dinilai. Menariknya, kedua taman ini terletak berdampingan dan berada di wilayah Gedung Balaikota Bandung. Sementara itu 4 taman yang memerlukan peningkatan kualitas aksesibilitas adalah Taman Musik, Taman Tongkeng, Taman Foto dan Alun-alun Ujung Berung.

Gambar 8

Kesimpulan

Lebih dari 80% permukiman di Kota Bandung belum memiliki akses pejalan kaki. Sekitar 20% terdapat taman dengan fasilitas pejalan kaki yang rusak. Kemudian, transportasi publik yang dapat menjangkau taman-taman kota di Kota Bandung kebanyakan adalah angkot yang kurang dapat diandalkan. Oleh karena itu, pemerintah dapat melihat taman-taman mana saja pada peta yang perlu diprioritasi untuk ditingkatkan aksesibilitasnya. Selain itu, masyarakat dapat memilih untuk mengunjungi taman yang lebih aksesibel bagi mereka.

Daftar Rujukan

Darmawan, E. (2005). RUANG PUBLIK DAN KUALITAS RUANG KOTA. Seminar Nasional PESAT 2005, Jakarta.

Nemeth, J., & Schmidt, S. (2011). Publicly Accessible Space and Quality of Life: A Tool for Measuring the Openness of Urban Spaces.

Project for Public Spaces. (2009). What Makes a Successful Place? https://www.pps.org/article/grplacefeat#

Rajul, A. (2023). Trotoar Dan Taman di Bandung Belum Sepenuhnya Layak Bagi Kawan Difabel. BandungBergerak.id. https://bandungbergerak.id/article/detail/15731/trotoar-dan-taman-di-bandung-belum-sepenuhnya-layak-bagi-kawan-difabel

Data Publikasi

Final Project : Analisis Kerawanan Bencana Erupsi Gunung Merapi Lokasi Wisata di Kabupaten Sleman

Iklim dan Bencana

15 Jun 2025

Anggara Yudha

Final Project : Analisis Kerawanan Bencana Erupsi Gunung Merapi Lokasi Wisata di Kabupaten Sleman

Analisis Kerawanan

5 menit baca

122 dilihat

Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Mendukung Program Reaktivasi Jalur Kereta Api Antarkota Kalisat - Panarukan di Kabupaten Bondowoso

Transportasi

11 Jun 2025

Safira Ramadhani

Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Mendukung Program Reaktivasi Jalur Kereta Api Antarkota Kalisat - Panarukan di Kabupaten Bondowoso

Pemerintah Indonesia mendorong program reaktivasi jalur kereta api nonaktif sebagai bagian dari revitalisasi infrastruktur dan pengembangan wilayah. Salah satu yang direncanakan adalah jalur kereta api antarkota Kalisat – Panarukan yang melintasi Kabupaten Bondowoso. Kajian kesesuaian lahan dibutuhkan untuk meminimalkan dampak lingkungan pada lahan yang akan difungsikan kembali pada program reaktivasi. Dengan memanfaatkan Sistem Informasi Geografis (SIG), kajian ini ditujukan untuk mengetahui tingkat kesesuaian lahan yang ada.

25 menit baca

328 dilihat

7 Data

Analisis Kasus Stunting Menggunakan Metode Geographically Weighted Regression (GWR) di Provinsi Jawa Barat

Kesehatan

05 Jun 2025

HIMA SAIG UPI

Analisis Kasus Stunting Menggunakan Metode Geographically Weighted Regression (GWR) di Provinsi Jawa Barat

Penelitian ini membahas analisis spasial kasus stunting di Provinsi Jawa Barat, khususnya di Kota Bandung, dengan menggunakan metode Geographically Weighted Regression (GWR). Studi ini bertujuan untuk memahami pengaruh variabel sosial-ekonomi dan lingkungan—seperti kemiskinan, akses air bersih dan sanitasi, pendidikan ibu, serta cakupan posyandu—terhadap prevalensi stunting di tingkat lokal. Hasil penelitian menunjukkan adanya variasi spasial yang signifikan: beberapa kecamatan seperti Gedebage, Rancasari, dan Buahbatu memiliki kecocokan model yang sangat tinggi namun jumlah kasus stunting yang rendah, sedangkan Bandung Kulon dan Babakan Ciparay menunjukkan jumlah kasus tinggi dengan kecocokan model yang lebih rendah. Model GWR secara keseluruhan memiliki kemampuan prediktif yang sangat baik (R² global 0,9822), menandakan efektivitas pendekatan spasial dalam mendukung perumusan kebijakan intervensi stunting yang lebih terarah dan sesuai karakteristik wilayah.

9 menit baca

209 dilihat

2 Data

1 Proyek

Analisis Spasial Keterjangkauan Fasilitas Kesehatan Rumah Sakit dan Puskesmas di Kota Bukittinggi

Kesehatan

11 Jun 2025

Muhammad Reza Zulkarnain

Analisis Spasial Keterjangkauan Fasilitas Kesehatan Rumah Sakit dan Puskesmas di Kota Bukittinggi

Publikasi ini menyajikan analisis spasial keterjangkauan fasilitas kesehatan berupa Puskesmas dan Rumah Sakit di Kota Bukittinggi menggunakan platform Geo Mapid. Dengan pendekatan buffer dan isochrone, kajian ini mengidentifikasi wilayah-wilayah yang belum terlayani secara optimal dan memberikan rekomendasi berbasis data untuk pemerataan layanan kesehatan.

18 menit baca

142 dilihat

1 Data

1 Proyek

Syarat dan Ketentuan
Pendahuluan
  • MAPID adalah platform yang menyediakan layanan Sistem Informasi Geografis (GIS) untuk pengelolaan, visualisasi, dan analisis data geospasial.
  • Platform ini dimiliki dan dioperasikan oleh PT Multi Areal Planing Indonesia, beralamat
  • mapid-ai-maskot