Pemetaan Aksesibilitas Ruang Publik di Kota Bandung
Oleh: Donidarmawan Putra Gemilang, Mikail Kaysan, Dheamyra Aysha Ihsanti
Pentingnya ruang publik di perkotaan
Ruang publik merupakan ruang yang dapat mewadahi kepentingan publik atau masyarakat umum, misalnya melakukan komunikasi dengan kolega, pertemuan informal komunitas tertentu, bermain, jalan-jalan, melepas lelah, melihat-lihat taman dan penghijauan, sekedar melihat orang lewat atau memperhatikan kegiatan orang di sekitar ruang tersebut (Darmawan, 2005). Pada kondisi terbaiknya, ruang publik dapat menumbuhkan rasa bangga masyarakat sekitar, mendorong interaksi antar orang asing, dan mempromosikan nilai-nilai demokrasi inklusif. Dengan demikian, kualitas ruang publik secara langsung bergantung pada aksesibilitasnya bagi berbagai pengguna (Nemeth and Schmidt, 2011).
Menurut Project for Public Spaces (2007), Ruang publik yang baik adalah yang mudah dijangkau, mudah untuk dimasuki, dan mudah untuk dinavigasi. Wilayah sekitar sebuah ruang publik berperan besar dalam membuat ruang publik aksesibel. Jalur atau koridor yang berisi beragam toko akan menjadi daya tarik dan tumbuh rasa aman untuk dilewati dengan berjalan kaki oleh masyarakat daripada tembok dan/atau lahan kosong. Secara ideal, ruang publik yang dapat diakses dengan mudah adalah ruang publik yang dicapai dengan berjalan kaki, angkutan umum, dan biaya parkir tinggi. Dengan berjalan kaki atau menggunakan angkutan umum untuk menuju ruang publik, akan membuat kota lebih ramah lingkungan akibat berkurangnya polusi. Selain itu, ruang publik yang hijau juga akan menambah nilai bagi lingkungan.
Kondisi aksesibilitas taman kota di Kota Bandung
Ruang publik di Kota Bandung yang mayoritas merupakan taman kota, merupakan salah satu tujuan dari masyarakat untuk berekreasi. Taman-taman di Kota Bandung sudah cukup dikenal masyarakat karena memiliki temanya masing-masing setelah adanya program taman tematik pada masa walikota Bandung periode 2013-2018, Ridwan Kamil. Akan tetapi, aksesibilitas dari ruang publik tersebut masih kurang baik. Terlebih untuk masyarakat disabilitas, belum semua taman-taman di Kota Bandung sudah ramah bagi mereka (bandungbergerak.id, 2023)
Taman-taman kota di Kota Bandung sebagian besar memiliki akses jaringan jalan yang cukup baik. Pada jaringan infrastruktur tersebut dapat dilihat bahwa halte yang menjadi pemberhentian transportasi umum juga tersedia dalam jangkauan pelayanan yang cukup terjangkau bagi pejalan kaki menuju ke taman. Namun, dari data trayek dan reliabilitas transportasi umum di Kota Bandung masih terbilang kurang baik sebagai moda perjalanan bagi masyarakat di Kota Bandung.
Namun, penyediaan taman kota di Kota Bandung masih sangat teraglomerasi pada tiga kecamatan yang menjadi pusat pemerintahan Kota Bandung yaitu, Kecamatan Coblong, Kecamatan Sumur Bandung, dan Kecamatan Bandung Wetan. Sekitar lebih dari 80% taman kota terletak pada ketiga kecamatan tersebut yang digambarkan pada Gambar 2.
Mengapa perlu memetakan aksesibilitas ruang publik di Kota Bandung
Kondisi aksesibilitas dari Kota Bandung saat ini dapat belum dapat dilihat secara high-level mana saja yang berpotensi untuk diutilisasi. Dengan memetakan aksesibilitas taman-taman di Kota Bandung secara spasial, dapat dilihat secara keseluruhan taman mana saja yang dapat diprioritaskan untuk peningkatan aksesibilitas taman. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara spasial mengenai aksesibilitas ruang publik terhadap permukiman di Kota Bandung terutama bagi pejalan kaki dan pengguna transportasi umum.
Dataset yang digunakan
Data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi data primer yang merupakan hasil dari observasi melalui Google Street View dan juga data sekunder yang didapat dari openstreetmap serta dinas-dinas di Kota Bandung
Data primer yang didapatkan berupa keadaan fasilitas pejalan kaki dan transportasi umum seperti sebagai berikut.
- Keberadaan halte
- Keberadaan stasiun
- Keadaan trotoar
- Keberadaan guiding block
- Keberadaan ramp
- Keberadaan trayek bus dan angkot
Data ini digunakan untuk mengukur tingkat aksesibilitas pejalan kaki pada taman-taman kota di Kota Bandung. Kemudian data sekunder yang digunakan sebagai berikut.
- Data titik taman kota di Kota Bandung
- Data jaringan jalan Kota Bandung
- Data fasilitas transportasi Kota Bandung
- Data penggunaan lahan Kota Bandung
- Data tekanan penduduk
Data ini digunakan untuk membuat service area taman kota terhadap populasi masyarakat dan guna lahan permukiman di Kota Bandung.
Proses pemetaan aksesibilitas ruang publik di Kota Bandung
Pada penelitian ini, kami menggunakan dua analisis untuk menghasilkan pemetaan aksesibilitas taman kota terhadap permukiman dan juga tingkat aksesibilitas taman kota bagi pejalan kaki di Kota Bandung.
Metode Simple Additive Weighting
Konsep dasar dari metode Simple Additive Weight (SAW) adalah mencari jumlah terbobot dari rating kinerja setiap alternatif pada semua atribut. Atribut dipisahkan menjadi dua yaitu Benefit dan Cost, terdapat rumus yang berbeda dari kedua atribut tersebut. Pada kasus ini, semua fitur di taman dianggap sebagai benefit, maka kriteria skoring yang digunakan sebagai berikut.
Tabel 1. Nilai Skoring SAW
Pembobotan pada setiap kriteria diterapkan berdasarkan penilaian di lapangan dan pengalaman peneliti. Seluruhnya jika dijumlahkan bernilai 1 atau 100%. Setelah nilai skoring dari setiap taman didapatkan, maka hasilnya dibagi ke dalam 3 rentang. Batas atas dan bawah untuk setiap rentang seperti terlampir di tabel 2.
Tabel 2. Klasifikasi Tingkatan Aksesibilitas
Metode Network Analyst
Metode network analysis digunakan untuk membuat service area pada taman kota dengan kriteria waktu berjalan kaki antara 0-10 menit dari permukiman. Analisis ini dilakukan dengan membuat network dataset dari data jaringan jalan. Network dataset dibuat dengan menanamkan mode perjalanan bagi pejalan kaki dengan cost jarak dari fasilitas dan juga waktu rata-rata berjalan kaki yaitu 5 m/s. Network dataset tersebut digunakan untuk membuat service area dari setiap taman kota di Kota Bandung. Proses ini dilakukan dengan melakukan impor fasilitas menggunakan data titik pintu masuk taman kota lalu mengatur impedansi waktu berjalan kaki yang telah dibuat di network dataset. Kemudian, mengatur cut off service area tersebut menjadi 5 menit dan 10 menit dengan arah menuju fasilitas sehingga menghasilkan dua layer service area taman kota yang ditunjukan pada gambar 4.
Hasil dari analisis ini kemudian akan di-overlay dengan guna lahan permukiman di kota bandung dan data tekanan penduduk yang akan menghasilkan aksesibilitas berjalan kaki taman kota terhadap masyarakat dan permukiman di Kota Bandung.
Hasil dan pembahasan
Permukiman merupakan wilayah yang berfungsi sebagai tempat tinggal bagi masyarakat dan melakukan kegiatan sehari-hari selain bekerja. Luas Kawasan permukiman di Kota Bandung mencapai 6.533 Ha atau sekitar 40% dari total luas Kota Bandung yang menjadikan kota Bandung sebagai salah satu kota padat penduduk di Indonesia. Ruang publik berupa taman kota menjadi salah satu fasilitas umum yang penting bagi masyarakat sebagai ruang ketiga yaitu ruang untuk berkumpul dan bersosialisasi serta rekreasi sehingga area pelayanannya pun idealnya harus merata untuk mencakup seluruh wilayah permukiman.
Berdasarkan hasil analisis service area menggunakan network analysis, aksesibilitas bagi pejalan kaki pada taman kota di Kota Bandung terbilang cukup kecil dengan hanya 7,2% dari total luas permukiman yang memiliki akses berjalan kaki selama 5 menit menuju taman dan 9,2% yang memiliki akses berjalan kaki selama 5-10 menit menuju taman. Dari sisi demografi, hanya sekitar 12,7% masyarakat kota bandung yang mendapat akses 10 menit berjalan kaki menuju taman kota dari rumahnya. Hal ini disebabkan oleh penyediaan taman kota yang terlalu teraglomerasi pada wilayah Kecamatan Coblong, Kecamatan Sumur Bandung, dan Kecamatan Bandung Wetan yang merupakan wilayah pusat pemerintahan Kota Bandung.
Tingkat Aksesibilitas Taman Kota Bandung
Tabel 3. Tingkat Aksesibilitas Taman Kota Bandung
Tingkat aksesibilitas taman kota di Bandung untuk pejalan kaki dibagi menjadi 3 kategori yaitu rendah, sedang dan tinggi. Terdapat 16 taman kota dengan aksesibilitas tinggi, 12 taman kota dengan aksesibilitas sedang dan 4 taman kota dengan aksesibilitas rendah. Berdasarkan nilai, terdapat 2 taman dengan nilai terbaik yaitu Taman Vanda dan Taman Dewi Sartika. Keduanya memenuhi 8 dari 9 aspek yang dinilai. Menariknya, kedua taman ini terletak berdampingan dan berada di wilayah Gedung Balaikota Bandung. Sementara itu 4 taman yang memerlukan peningkatan kualitas aksesibilitas adalah Taman Musik, Taman Tongkeng, Taman Foto dan Alun-alun Ujung Berung.
Kesimpulan
Lebih dari 80% permukiman di Kota Bandung belum memiliki akses pejalan kaki. Sekitar 20% terdapat taman dengan fasilitas pejalan kaki yang rusak. Kemudian, transportasi publik yang dapat menjangkau taman-taman kota di Kota Bandung kebanyakan adalah angkot yang kurang dapat diandalkan. Oleh karena itu, pemerintah dapat melihat taman-taman mana saja pada peta yang perlu diprioritasi untuk ditingkatkan aksesibilitasnya. Selain itu, masyarakat dapat memilih untuk mengunjungi taman yang lebih aksesibel bagi mereka.
Daftar Rujukan
Darmawan, E. (2005). RUANG PUBLIK DAN KUALITAS RUANG KOTA. Seminar Nasional PESAT 2005, Jakarta.
Nemeth, J., & Schmidt, S. (2011). Publicly Accessible Space and Quality of Life: A Tool for Measuring the Openness of Urban Spaces.
Project for Public Spaces. (2009). What Makes a Successful Place? https://www.pps.org/article/grplacefeat#
Rajul, A. (2023). Trotoar Dan Taman di Bandung Belum Sepenuhnya Layak Bagi Kawan Difabel. BandungBergerak.id. https://bandungbergerak.id/article/detail/15731/trotoar-dan-taman-di-bandung-belum-sepenuhnya-layak-bagi-kawan-difabel