1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Garis Pantai merupakan batas pertemuan antara air laut dan daratan yang letak posisinya tidak selalu tetap tergantung pada pasang surut, abrasi dan akresi yang terjadi (Triatmodjo, 1999). Pasang surut, abrasi dan akresi dapat menyebabkan perubahan garis pantai baik dalam skala detik maupun dalam jutaan tahun. Abrasi yaitu proses pengikisan lapisan tanah dan pasir yang terjadi pada daerah pesisir disebabkan oleh gelombang dan arus air laut yang sifatnya merusak (Setiyono, 1996). Sedangkan akresi adalah perubahan garis pantai yang terjadi karena adanya proses sedimentasi dari daratan menuju ke laut lepas, oleh karena itu garis pantainya mengalami perubahan (penambahan) menuju ke arah laut lepas.
1.2 Permasalahan
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan panjang garis pantainya kurang lebih mencapai 81.000 km. Daerah pantai mejadi salah satu wilayah yang banyak dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai kegiatan. Seperti untuk pemukiman, perindustrian, pertambakan, maupun pawisata. Adanya banyak kegiatan yang ada di wilayah pantai dan sekitarnya akan membuat kebutuhan akan lahan menjadi meningkat. Peningkatan terhadap kebutuhan lahan di wilayah pesisir ini akan menimbulkan berbagai masalah yang akan merusak fungsi lahan. Selain itu juga dapat menimbulkan erosi yang dapat menyebabkan mundurnya garis pantai ke arah daratan atau majunya garis pantai ke arah laut. Mundurnya garis pantai akan semakin mengurangi luas lahan, sedangkan majunya garis pantai akan sedikit menguntungkan karena munculnya lahan baru. Namun, disisi lain akan merugikan ekosistem laut tropis seperti rusaknya ekosistem lamun dan terumbu karang yang juga berdampak terhadap habitat biota laut lainnya. Selain itu juga menimbulkan masalah drainase perkotaan di daerah pantai (Triatmodjo, 1999).
1.3 Tujuan
Kecamatan Donomulyo terletak di Kabupaten Malang bagian selatan. Seperti yang diketahui bahwa pesisir pantai selatan dikenal dengan ombak dan arusnya yang kencang. Melihat fenomena hidrooseanografi yang tinggi di daerah pesisir Kabupaten Malang bagian selatan, maka diperlukan suatu pemantauan khususnya pada 3 wilayah pesisir Kecamatan Donomulyo. Pemantauan ini berbasis pemetaan perubahan garis pantai dengan bantuan teknologi penginderaan jauh kelautan menggunakan DSAS (Digital Shoreline Analysis System). Dilakukan pemantauan ini bertujuan untuk memetakan, memantau serta mengetahui perubahan garis pantai yang terjadi di wilayah pesisir selatan Kecamatan Donomulyo, Kabupaten Malang menggunakan metode DSAS (Digital Shoreline Analysis System) dalam kurun waktu 45 tahun.
2. Metode
2.1 Lokasi
Lokasi untuk pemantauan perubahan garis pantai dalam kajian ini yaitu pesisir selatan Kecamatan Donomulyo, Kabupaten Malang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
2.2 Data
Data yang digunakan dalam pemantauan ini yaitu data tahun 1972, 1978, 1994, 1997, dan 2017. Data tersebut berasal dari citra satelit landsat yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Aplikasi yang digunakan untuk pengolahan data meliput yaitu ENVI 5.1, ArcMap 10.3, dan Tools tambahan di ArcMap 10.3 yaitu DSAS (Digital Shoreline Analysis System). Tahap pengolahan data meliputi proses Cropping citra, koreksi radiometrik, deliniasi perairan dan daratan, Threshold Water Area, dan Tracking garis pantai. Pada proses cropping citra hingga Threshold Water Area dilakukan dengan aplikasi ENVI 5.1. Cropping peta ini bertujuan untuk memperoleh fokus dari daerah yang dikaji yaitu Kecamatan Donomulyo, Kabupaten Malang. Cropping peta ini dilakukan secara visual dengan acuan peta dari Google Earth. Selanjutnya koreksi radiometrik dilakukan pada citra hasil cropping. Koreksi radiometrik bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra satelit yang rusak akibat efek dari atmosfer. Citra ini dikalibrasi dengan menggunakan menu tools Radiometric Calibration agar tampilan citranya lebih tajam. Sedangkan untuk menghilangkan gangguan dari atmosfer digunakan menu tool FLAASH (Fast Line Of Atmospheric Correction. Selanjutnya proses diliniasi perairan dan daratan dilakukan dengan metode MNDWI (Modified Normalized Difference Water Index) yang bertujuan untuk memperjelas batas perairan dan daratan agar posisi garis pantai dari citra dapat terlihat dengan jelas. Pada proses deliniasi dengan metode MNDWI Landsat 1-2 MSS dan Landsat 5 TM menggunakan rumus dari Xu (2006):
Untuk landsat 8 OLI menggunakan rumus dari Ko et al. (2015):
MNDWI merupakan metode yang digunakan untuk pemisahan antara daratan dan perairan yang dapat meningkatkan fitur air terbuka secara efisien serta menghilangkan kebisingan bangunan pada lahan, vegetasi, dan tanah. Metode ini lebih cocok untuk meningkatkan wilayah perairan dengan latar belakangnya didominasi oleh area lahan terbangun (Xu, 2006). Data citra satelit di deliniasi dengan metode MNDWI menggunakan band tertentu tergantung pada landsat yang digunakan seperti pada tabel 2. Selanjutnya citra yang telah terpisah antara daratan dan lautan digitasi menggunakan apliaksi ArcMap 10.3 dengan bantuan tools trace di menu editor untuk mendapatkan garis pantai. Metode Threshold water area berguna untuk mengambil nilai mean serta untuk mengubah pixel menjadi hitam/putih. Sehingga daratan dan perairan akan benar-benar terpisah untuk memudahkan saat mebuat trace garis pantai. Metode ini dilakuakn di aplikasi ENVI 5.1 dengan cara menyesuaikan grafik untuk memperoleh pemisahan warna yang tepat.
2.3 Digital Shoreline Analysis System
DSAS (Digital Shoreline Analysis System) adalah perangkat lunak yang dikembangkan oleh USGS (United States Geological Survey). Perangkat lunak ini dapat diunduh secara gratis di situs web resmi milik United States Geological Survey. Analisis perubahan garis pantai menggunakan Digital Shoreline Analysis System dilakukan dengan membuat shoreline terlebih dahulu, selanjutnya membuat baseline atau garis acuan dengan acuan dalam pembuatan baseline yaitu buffer yang telah dibuat pada shoreline. Setelah itu dibuat transek tegak lurus dengan garis acuan yang bertujuan untuk membagi pias-pias garis pantai dan dihitung tingkat perubahan garis pantai dengan Calculate Statistics (Dewi et al., 2017). Baseline pada pemantauan ini diletakan di perairan (offshore) dengan mengambil sampel untuk buffernya yaitu shoreline tahun 1972. Transek dibuat mengarah ke arah daratan dengan jarak antar transek 60 m dan panjangnya 7 km, panjang transek 7 km dibuat karena abrasi terjadi sangat tinggi dan pola garis pantai berkelok-kelok sehingga diasumsikan transek dapat menjangkau semua shoreline. Shoreline didapat dari data citra landsat tahun 1972, 1978, 1994, 1997, dan 2017 yang telah dideliniasi. Metode DSAS ini dilakukan pada aplikasi ArcMAp 10.3 yang bertujuan untuk menghitung perubahan garis pantai secara otomatis berbasis analisis spasial. Calculate stsatistics pada DSAS menggunakan metode NSM (Net Shoreline Movement) berfungsi untuk mengetahui jarak akresi dan abrasi, EPR (End Point Rate) berfungsi untuk mengetahui laju akresi dan abrasi, serta LRR (Linear Regression Rate) berfungsi untuk menganalisa secara statistik perubahan garis pantai menggunakan Regresi Linear.
3. Hasil
Pesisir Jawa bagian selatan dikenal dengan gelombang yang tinggi karena berhadapan langsung dengan laut lepas yaitu Samudera Hindia. Proses geomorfik dan hidrooseanografi seperti arah dan kecepatan angin, tinggi dan arah gelombang, serta arah dan kecepatan arus dapat mempengaruhi perkembangan pantai pada wilayah pesisir jawa bagian selatan (Saputro, 2016). Peta transek perubahan garis pantai di wilayah pesisir selatan Kecamatan Donomulyo, Kabupaten Malang dalam kurun waktu 45 tahun dari tahun 1972-2017 dan hasil perhitungan statistik dengan DSAS dapat dilihat pada gambar dan tabel dibawah ini.
Pada tabel tersebut terlihat bahwa laju akresinya sebesar 0,44 meter/tahun dan laju abrasinya sebesar -101.79 meter/tahun. Sedangkan jarak perubahan akresinya sebesar 19.65 meter dan jarak perubahan abrasinya sebesar - 4553.48 meter. Dari data hasil perhitungan EPR dan NSM tersebut dapat diduga pada wilayah pesisir selatan Kecamatan Donomulyo Kabuupaten Malang hampir seluruh wilayah pantainya mengalami abrasi yang tinggi, perubahan ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Bebepa wilyah di pesisir Kecamatan Donomulyo mengalami sedikit akresi, namun kebanyakan mengalami abrasi dengan jarak perubahan yang signifikan seperti yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
4. Penutup
4.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari pematauan ini yaitu bahwa selama 45 tahun dari tahun 1972-2017 Kecamatan Donomulyo mengalami abrasi yang tinggi dan hanya ditemukan akresi pada daerah tertentu saja, bahkan hampir tidak ada tanda akresi di daerah tersebut. Hal ini terjadi karena faktor proses geomorfik dan hidrooseanografi seperti arah dan kecepatan angin, tinggi dan arah gelombang, serta arah dan kecepatan arus yang dapat mengikis lapisan bibir pantai sedikitdemi sedikit dari tahun ke tahun sehingga mengakibatkan mundurnya garis pantai mendekati arah daratan.
4.2. Saran
Pemantauan perubahan garis pantai yang dilakukan ini dirasa masih banyak kekurangan. Diharapkan pemantauan ini dapat disempurnakan pada penelitian selanjutnya menggunakan data citra satelit dengan resolusi yang lebih tinggi untuk hasil yang lebih baik, seperti Citra Sentinel ataupun CSRT lainnya.
Artikel dalam format PDF dapat dilihat dan diunduh pada link berikut:
Download Full Text PDF