Pemetaan Kepadatan Kapal Pancing menggunakan Metode Karnel Density

31/10/2024 • HIMA SAIG UPI

Kepadatan Kapal Pancing


Pemetaan Kepadatan Kapal Pancing menggunakan Metode Karnel Density
Pemetaan Kepadatan Kapal Pancing menggunakan Metode Karnel Density

Ditulis Oleh:

Catherine Benedicta Gule

Mayzahra Arfianie Sigit

Riri Geustari Oktiani

Pendahuluan

Aksesibilitas terhadap sumber daya perairan dan pelabuhan sangat krusial bagi nelayan dan sektor perikanan dalam melaksanakan aktivitas penangkapan ikan. Infrastruktur pelabuhan perikanan, yang merupakan pusat pengembangan ekonomi perikanan (Lubis, 2000), termasuk dermaga, fasilitas penyimpanan, dan jaringan transportasi laut, merupakan elemen penting dalam sektor maritim. Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar dengan luas wilayah perairan yang melimpah dan sumber daya laut yang kaya, menghadapi tantangan dalam pengelolaan kepadatan kapal penangkap ikan. Kepadatan tersebut berdampak pada keberlanjutan sumber daya tersebut.

Kepadatan kapal pancing di beberapa perairan Indonesia seringkali menimbulkan masalah, seperti penangkapan ikan berlebihan (overfishing) dan konflik antar nelayan (Andryan, 2022). Penelitian menunjukkan bahwa beberapa area mengalami peningkatan signifikan dalam jumlah kapal yang beroperasi (Sajriawati & Welliken, 2023). Dalam konteks ini, peta spasial kepadatan kapal pancing menjadi alat penting untuk memantau dan mengelola aktivitas penangkapan ikan dengan lebih efisien, sehingga memungkinkan pemerintah dan pemangku kepentingan untuk merumuskan kebijakan yang lebih tepat dalam pengelolaan dan zonasi sumber daya laut.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pola distribusi spasial kepadatan kapal pancing di perairan maritim Indonesia serta mengevaluasi dampaknya terhadap sumber daya perikanan dan lingkungan laut. Penelitian ini berfokus pada penyediaan pemahaman spasial yang lebih mendalam mengenai titik kapal penangkap ikan di berbagai wilayah perairan Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi berharga untuk pengelolaan sumber daya laut dan perikanan yang berkelanjutan, serta membantu pemangku kepentingan dalam merancang kebijakan yang mendukung keseimbangan ekonomi perikanan.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode pengumpulan data dengan analisis spasial, yang menerapkan kombinasi dari Data Mining, penggunaan SIG dan Kernel Density. Hasil akhirnya adalah peta kepadatan yang menggambarkan area-area dengan konsentrasi objek yang lebih tinggi dalam bentuk gradasi warna atau kontur, sehingga memudahkan identifikasi pola spasial yang signifikan.

1

Alat dan Bahan

- Alat

1) Seperangkat Laptop

2) Software ArcGIS

3) Software Microsoft Excel

- Bahan

1) Data Kepadatan Kapal Pancing yang analisis melalui website marine traffic

2) Data Batas Laut Indonesia

Data Mining

Sumber data yang digunakan sebagai acuan berasal dari website Marine Traffic yang diambil pada hari Minggu, 6 Oktober 2024. Metode data mining menggunakan algoritma khusus untuk menemukan informasi yang sebelumnya tidak diketahui di dalam suatu data. Metode ini juga meningkatkan akurasi dalam mencari dan mengidentifikasi kepadatan kapal pancing yang nantinya akan dijadikan sumber data. Metode data mining ini menghasilkan data mengenai nama kapal, negara kapal serta lokasi kapal ( Kordinat X,Y ). Setelah berhasil mendapatkan data tersebut , data di input ke dalam Microsoft Excel dan kemudian diproses menjadi data spasial.

1

Koordinat (X, Y) to SHP

Untuk menambahkan data koordinat kapal pancing dari file Excel ke dalam shapefile (SHP) di ArcGIS, langkah pertama adalah memastikan file Excel memiliki kolom koordinat X (longitude) dan Y (latitude). Buka ArcMap atau ArcGIS Pro, lalu impor file Excel tersebut dengan memilih Add Data dan menavigasi ke file yang dimaksud. Setelah data terimpor, klik kanan pada tabel di Table of Contents dan pilih Display XY Data. Di jendela yang muncul, tetapkan kolom yang sesuai untuk koordinat X dan Y, serta pastikan sistem koordinat seperti WGS 1984 dipilih agar data geografisnya akurat. Setelah titik koordinat kapal ditampilkan di peta, konversi data ini menjadi shapefile dengan klik kanan pada layer hasil, pilih Data, lalu Export Data. Proses ini akan menghasilkan shapefile (SHP) yang berisi sebaran titik kapal pancing, siap untuk digunakan dalam analisis spasial lebih lanjut.

kapal pancing

Kernel Density

Penelitian ini menggunakan metode kernel density, yang efektif untuk analisis pola distribusi spasial kepadatan kapal pancing. Analisis data dimulai dengan mengambil data pada Microsoft Excel yang di input pada software ArcGIS kemudian dilakukan proses kernel density.

Kernel density adalah teknik yang digunakan untuk menganalisis dan memvisualisasikan pola kepadatan atau distribusi spasial suatu fenomena di wilayah tertentu. Metode ini memperkirakan kepadatan dengan menghitung kontribusi dari setiap titik data ke area sekitarnya menggunakan fungsi kernel (Latue, P.C., Manakane, S.E., & Rakuasa,H., 2023). Dalam konteks analisis kepadatan kapal pancing, metode kernel density dapat digunakan untuk mengidentifikasi area dengan kepadatan kapal pancing yang lebih tinggi dan rendah serta mengamati perubahan kepadatan seiring waktu. Hasil analisis kernel density menghasilkan sebaran kepadatan kapal pancing di wilayah Indonesia tahun 2024.

Hasil dan Pembahasan

kepadatan kapal klasifikasi

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki perairan laut yang sangat luas. Oleh karena itu, sudah sepatutnya sumber daya alam yang dimiliki dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Menurut statistik Kementerian Kelautan dan Perikanan, total volume produksi ikan tangkap yang dimiliki Indonesia pada Triwulan II tahun 2024 mencapai 11.819.118,19 ton termasuk subtotal perikanan tangkap laut yang baru menyentuh angka 3.110.327,07 ton. Angka ini jauh dari batas ketentuan internasional, yang memperbolehkan Indonesia memanfaatkan 80% dari keseluruhan potensi sumber daya lestari. Jumlah 80% tersebut setara dengan 10 juta ton per tahunnya.

Hasil tersebut semakin membuktikan bahwa kegiatan penangkapan ikan di Indonesia tidak begitu padat. Hal ini dapat dilihat pada peta kepadatan kapal pancing dengan metode Kernel Density berikut.

Kepadatan kapal pancing di perairan Indonesia hanya terpusat di Laut Jawa dan Selat Malaka. Hal ini dapat dilihat dari warna pada peta di Gambar 3. Warna merah menunjukkan kepadatan kapal pancing yang sangat tinggi, sementara semakin muda warna merah mengidentifikasikan kepadatan kapal pancing yang rendah. Warna putih mengidentifikasikan tidak ada kapal pancing yang terdeteksi di perairan tersebut.

Hal ini juga didukung oleh data volume produksi perikanan tangkap laut yang menunjukkan kontribusi signifikan Pulau Sumatera dalam sektor perikanan. Pada tahun 2023, total produksi perikanan tangkap laut di pulau ini mencapai 1.954.897,65 ton pada tahun 2023 dengan penghasil perikanan tangkap laut terbanyak adalah Provinsi Sumatera Utara, Kepulauan Riau, dan Provinsi Aceh yang tentunya ketiga provinsi tersebut sangat dekat hingga berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Semetara Pulau Jawa menghasilkan perikanan tangkap laut sebanyak 1.828.827,61 ton dengan Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat sebagai penyumbang hasil tangkap laut terbanyak dengan masing-masing total 707.423,06 ton, 568.955,44 ton, dan 265.709,19 ton.

Pada tahun yang sama Pulau Bali-Nusa Tenggara hanya menghasilkan 505.154,88 ton, yang tidak mencapai setengah dari hasil yang diproduksi di Pulau Jawa. Di sisi lain, Pulau Kalimantan menghasilkan produksi ikan tangkap laut sebanyak 608.983,03 ton, sementara Pulau Sulawesi sebanyak 1.603.137,70 ton, dan Pulau Maluku-Papua mencapai 1.205.222,21 ton.

Jika dibandingkan dengan luas perairan Indonesia Tengah dan Timur, hasil tersebut jauh dari kata layak. Kepadatan kapal pancing di Indonesia juga tertinggal jauh dibandingkan dengan Perairan Vietnam. Selain itu, perairan Indonesia sering disusupi oleh kapal pancing asing ilegal yang dapat beroperasi dengan bebas. .

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa di daerah Tengah hingga Timur Indonesia cenderung memiliki kepadatan kapal pancing yang rendah. Contohnya di Laut Sulawesi dan sebelah Utara Pulau Halmahera, meskipun berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 50 Tahun 2017, potensi lestari di kawasan tersebut mencapai 597.139 ton, dan Indonesia diperbolehkan memanfaatkan hingga 477.711 ton. Meskipun terdapat kawasan konservasi di Perairan Sulawesi, zona pemanfaatan terbatas mencapai 253.678,45 hektar masih lebih lebih luas dari zona inti konservasi yang seluas 237.850,44 hektar.

Selain kawasan Laut Sulawesi dan sebelah Utara Laut Halmahera, daerah lain yang memiliki potensi lestari tinggi namun memiliki kepadatan kapal pancing yang rendah adalah daerah Perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, dan Teluk Berau. Bahkan, saat data kepadatan kapal pancing ini diambil, tidak terdeteksi adanya kapal pancing di daerah tersebut. Padahal, potensi lestari yang ada di Perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, dan Teluk Berau yang dapat dimanfaatkan mencapai 994.021 ton. Selain perairan tersebut, terdapat beberapa perairan yang sepi kepadatan kapal pancing tetapi memiliki potensi yang cukup besar.

Tabel. I Estimasi Potensi, Jumlah Penangkapan yang Diperbolehkan, dan Pemanfaatan Sumber Daya Ikan Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI)

estimasi potensi

Sumber : Keputusan Menteri Perikanan dan Kelautan Nomor 50 Tahun 2017 diolah oleh mediaperencana.perencanapembangunan.or.id

Selain daerah perairan yang telah disebutkan,terdapat daerah perairan lain yang cukup menarik untuk dibahas, yaitu Perairan Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut Cina Selatan. Daerah ini memiliki kepadatan kapal pancing sedang, tinggi, hingga sangat tinggi. Uniknya kepadatan kapal pancing sangat tinggi terdapat di perbatasan antara Laut Natuna dan Laut China Selatan, sehingga sumber daya laut Indonesia sering dicuri oleh kapal pancing berbendera asing..

Selain menganalisis kepadatan kapal pancing menggunakan metode Kernel Density, menarik untuk membahas masalah di balik rendahnya kepadatan kapal pancing di Indonesia. Menurut pernyataan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Indonesia mengalami kekurangan kapal pancing. Dengan luas wilayah perairan Indonesia yang mencapai 6,4 juta km², hanya terdapat 600.000 kapal pancing atau kapal penangkap ikan.. Dari jumlah tersebut 71%, merupakan kapal motor yang menunjukkan bahwa produksi perikanan laut Indonesia didominasi oleh nelayan kecil. Hanya sedikit kapal yang berukuran di atas 30 gross ton (GT) atau kapal besar.

Jika ditarik kembali dengan peta kepadatan kapal pancing yang menunjukkan kepadatan terpusat di perairan Selat Malaka dan Laut Jawa tentunya hal tersebut berhubungan, sebab Selat Malaka dan Laut Jawa adalah perairan dangkal, sementara perairan Tengah-Timur Indonesia adalah perairan laut dalam, dimana di Perairan Sulawesi terdapat Palung Banda yang kedalamannya mencapai 7.440 m, lalu ada juga Palung Makassar, dan juga Palung Buton yang memiliki kedalaman 6.200 m.

Sepinya kepadatan kapal pancing di Perairan Papua juga nampak masuk akal, pasalnya terdapat Palung Weber yang mencapai titik maksimum kedalaman 7.125 m. Tentunya dengan data kapal pancing di Indonesia yang didominasi kapal berukuran kecil tidak memungkinkan untuk berlayar di laut yang dalam. Belum lagi terdapat Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di WPP-NRI dan Laut Lepas serta Penataan Andon Penangkapan Ikan.

Dalam peraturan tersebut, jalur kapal dibagi menjadi tiga kategori, yaitu jalur pertama diperuntukan kapal kecil atau kapal berukuran 0-5 GT, jalur dua untuk kapal 5-30 GT, dan jalur tiga untuk kapal di atas 30 GT. Kapal-kapal tersebut tidak diperbolehkan melaut di luar batas jalur yang ditentukan. Dengan minoritasnya kapal pancing berukuran besar, kepadatan kapal pancing di Perairan Indonesia menjadi tidak tersebar dan cenderung terpusat.

Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis distribusi spasial kepadatan kapal pancing di perairan Indonesia menggunakan metode Kernel Density, dengan data yang diambil dari situs Marine Traffic. Melalui integrasi teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) dan data mining, koordinat kapal pancing yang diperoleh dari file Excel diolah menjadi shapefile (SHP) untuk visualisasi spasial. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa kapal pancing di Indonesia terkonsentrasi di perairan Selat Malaka dan Laut Jawa, sementara wilayah Indonesia Tengah dan Timur, seperti Laut Sulawesi, Teluk Tomini, dan Laut Halmahera, memiliki kepadatan kapal pancing yang lebih rendah. Faktor utama penyebabnya adalah kedalaman laut di area tersebut dan kurangnya kapal besar yang mampu beroperasi di perairan dalam.

Selain itu, penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun Indonesia memiliki potensi sumber daya perikanan yang besar, aktivitas penangkapan ikan cenderung terpusat di perairan yang lebih dangkal, yang lebih mudah diakses oleh kapal nelayan kecil. Kurangnya jumlah kapal besar, serta regulasi yang membatasi ukuran kapal untuk melaut di zona tertentu, turut mempengaruhi sebaran kepadatan kapal pancing. Hasil penelitian ini memberikan wawasan penting bagi pengelolaan sumber daya perikanan dan perumusan kebijakan yang mendukung keseimbangan antara konservasi dan pemanfaatan ekonomi sumber daya laut di Indonesia.

Daftar Pustaka

1. Lubis, E. (2000). Pengantar Pelabuhan Perikanan (Buku I). Laboratorium Pelabuhan Perikanan Jurusan PSP. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

2. Andryan. (2022). Overfishing sebagai Isu Kontroversial dalam Industri Perikanan Indonesia: Fakta dan Dampaknya.

3. Sajriawati, & Welliken, M. A. (2023). Sebaran Daerah Penangkapan Ikan oleh Kapal Penangkap Ikan yang Mendarat di PPN Merauke Tahun 2021. Jurnal Enggano

4. Ali Mursit, A. W. (2022). STRATEGI PENINGKATAN EKSPOR PRODUK KELAUTAN DAN PERIKANAN KE PASAR EROPA.

5. Gramedia. Menjelajahi Kedalaman Laut Terdalam di Indonesia.

6. Infopublik. (2020). Menteri KKP: Indonesia Masih Butuh Banyak Kapal Ikan.

7. Kompas.com. (2021). KKP Larang Kapal Ikan di Atas 30 GT Beroperasi di Perairan 0-12 Mil.

8. Perikanan, K. K. (2024). Volume Produksi Perikanan Tangkap Laut per Provinsi.

9. Untung Adi Nugroho, F. B. (2021). 51| HalPerspektif Eksploitasi dan Konservasi dalam Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Indonesia.

10. BMKG. Pusat Meteorologi Maritim

11. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No 50 Tahun 2017

12. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di WPP-NRI dan Laut Lepas serta Penataan Andon Penangkapan Ikan

13. Gramedia. Batas Daratan Pulau Sumatera serta Provinsi di Dalamnya

14. Latue, P. C., Manakane, S. E., & Rakuasa, H. (2023). Analisis Perkembangan Kepadatan Permukiman di Kota Ambon Tahun 2013 dan 2023 Menggunakan Metode Kernel Density. Blend Sains Jurnal Teknik, 2(1), 26-34.

Data Publications