Pendahuluan
Pembangunan yang terjadi secara besar-besaran pada wilayah perkotaan di Indonesia dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, hal ini dapat mengundang perhatian bagi masyarakat untuk datang mencari pekerjaan atau tempat tinggal atau biasa dikenal dengan istilah urbanisasi (Harahap, 2013). DKI Jakarta merupakan salah satu tempat destinasi masyarakat untuk urbanisasi, tercatat fenomenan urbanisasi mendatangkan sebanyak 124.177 penduduk masuk ke DKI Jakarta pada tahun 2020 (Anggraeni, 2022). Sebagian besar orang yang datang ke wilayah perkotaan dengan tujuan untuk mendapatkan pekerjaan telah memiliki kendaraan bermotor, peningkatan jumlah kendaraan bermotor secara terus menerus dapat mengakibatkan kemacetan lalu lintas dan polusi baik suara maupun udara (Aini, 2022). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Tahun 2024, dalam kurun waktu 2020 – 2022 terjadi peningkatan pada kendaraan bermotor di Indonesia, pada tahun 2020 jumlah kendaraan bermotor di Indonesia sebanyak 136.137.775 dan meningkat dengan mencapai angka 157.080.504 pada tahun 2023. Kendaraan sepeda motor menjadi jenis kendaraan bermotor yang mengalami peningkatan tertinggi dibandingkan dengan jenis lainnya (Mobil penumpang, Bus, dan Truk) dalam kurun waktu 2020 – 2023 terjadi peningkatan lebih dari 20 juta kendaraan.
Gambar 1. Grafik Peningkatan Jumlah Kendaraan DKI Jakarta (Badan Pusat Statistik, 2024)
Laporan Badan Pusat Statistik (2024) menyebutkan bahwa DKI Jakarta berada pada urutan kedua dalam hal jumlah kendaraan bermotor terbanyak, berada satu tingkat di bawah Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan data BPS DKI Jakarta dalam Statistik Transportasi Provinsi DKI Jakarta 2023 pada kurun waktu tahun 2020 – 2023 terjadinya peningkatan pada jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta dan sekitarnya (Bodetabek), Jumlah kendaraan yang paling banyak mengalami peningkatan adalah sepeda motor dari 16.141.380 (2020) menjadi 18.229.176 (2023) kemudian diikuti oleh mobil penumpang dengan jumlah 3.365.467 (2020) menjadi 3.836.691 (2023), Jakarta Sealatan berada di urutan ke dua berdasarkan persentase jumlah kendaraan bemotor.
Pada dasarnya kemacetan terjadi karena tingkat pertumbuhan mengenai kebutuhan transportasi jauh lebih besar dibandingkan dengan kemampuan dalam menyediakan prasarana transportasi maupun adanya sejumlah prasarana yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya (Tamin, 1992).Peningkatan jumlah kepemilikan kendaraan bermotor dapat menimbulkan permasalahan seperti kemacetan lalu lintas, pencemaran udara, dan biaya perjalanan yang lebih besar bagi masyarakat dengan ekonomi yang rendah (Ola & Saung, 2020). Kemacetan lalu lintas terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara bertambahnya jumlah penduduk dengan jumlah kendaraan seiring berjalannya waktu dengan jumlah/luas arus jalan yang tersedia pada daerah tersebut (Mustikarani, 2016). Ketidakseimbangan antara supply (tersedianya prasarana) dengan demand (permintaan pergerakan) yang disebabkan karena terus meningkatnya peningkatan kendaraan pribadi, kurangnya pelayanan angkutan umum, dan penggunaan prasarana yang tidak efisien yang kemudian berdampak pada permasalahan lalu lintas salah satunya adalah kemacetan (Setiawan, 2005). Terjadinya peningkatan jumlah kendaraan secara terus menerus dapat menyebabkan waktu perjalanan dan biaya operasional meningkat (Sitanggang & Saribanon, 2018)
Wilayah Penelitian
Jalan Raya Pasar Minggu memiliki panjang 4,7 km dimulai dari Gedung Ramayana Robinson hingga persimpangan Patung Pancoran, berada pada 6 kelurahan yaitu: Kelurahan Pasar Minggu, Kelurahan Pejaten Timur, Kelurahan Pejaten Barat, Kelurahan Kalibata, Kelurahan Duren Tiga, dan Kelurahan Pancoran. Berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 31 Tahun 2022 tentang Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Perencanaan Provinsi DKI Jakarta, Jalan Raya Pasar Minggu tergolong dalam klasifikasi Jalan Arteri Sekunder tipe 4/2-T memiliki lebar jalur lalu lintas 14 meter dan memiliki garis sempadan jalan dengan lebar 8 meter (Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 135 Tahun 2019 Tentang Pedoman Tata Bangunan). Jalan Raya Pasar Minggu yang akan diteliti dibagi menjadi 2 segmen yaitu berdasarkan dominasi penggunaan lahan, yaitu:
-
1.Kawasan Perdagangan & Jasa, Segmen Selatan (Ramayana Robinson sampai TMP Kalibata)
-
2.Kawasan Perkantoran, Segmen Utara (TMP Kalibata sampai persimpangan patung pancoran)
Gambar 2. Lokasi Penelitian
Metode
Penilaian Kondisi Lalu Lintas
Untuk menilai kondisi lalu lintas yang terjadi di sepanjang Jalan Pasar Minggu, mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga melalui Surat Edaran No.21/SE/DB/2023 dengan menggunakan rumus Derajat Kejenuhan (DJ). Derajat kejenuhan diperlukan dalam menentukan tingkat kinerja segmen jalan, nilai pada DJ memperlihatkan kualitas kinerja lalu lintas bervariasi antara 0 – 1. Semakin mendekati nilai 0 menunjukkan arus yang tidak jenuh berarti arus yang lengang, keberadaan kendaraan lain tidak mempengaruhi kendaraan lainnya. Semakin mendekati nilai 1 menunjukkan kondisi arus pada kondisi kapasitas. Persamaan yang digunakan dalam perhitungan DJ yaitu:
Gambar 3. Rumus Derajat Kejenuhan
Nilai derajat kejenuhan akan berhubungan dengan tingkat pelayanan jalan. Tingkat pelayanan jalan dapat ditentukan dengan melakukan perhitungan Volume kendaraan dibagi kapasitas jalan (Derajat Kejenuhan). Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 96 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Manajemen Dan Rekayasa Lalu Lintas membagi menjadi 6 kelas, kelas A menjadi yang terbagus dan F menjadi yang terburuk.
Gambar 4. Tabel Tingkat Pelayanan Jalan
Analisis
Analisis yang dilakukan adalah mengamati pola spasial yang terbentuk dengan unit analisis berupa segmentasi jalan. Analisis pola spasial meliputi identifikasi, deskripsi, dan mengukur bentuk, susunan, letak, konfigurasi, atau hubungan pada data geografis, hal pertama yang diperlukan dalam analsis pola spasial adalah data geografis, merupakan sebuah data yang dikumpulkan berdasarkan lokasi seperti koordinat (bujur dan lintang) (Scott, 2015). Pola spasial merupakan sesuatu yang berhubungan dengan penempatan objek atau susunan benda di permukaan bumi (Novitasari, 2015).
Hasil & Pembahasan
Dengan melakukan perhitungan pada setiap arah jalan yaitu arah Jakarta & arah Depok, data menunjukkan bahwa volume kendaraan dengan nilai paling kecil berada di segmen selatan pada arah Jakarta dengan nilai 986,2 smp/jam dan tergolong pada kategori Tingkat Pelayanan Jalan Kelas C dengan karakteristik arus tergolong stabil namun kecepatan yang dapat dipilih oleh pengemudi dibatasi. Sementara untuk kendaraan yang mengarah ke Depok memiliki volume kendaraan yang lebih besar dengan nilai 1.174,01 smp/jam dan berada pada kategori D untuk tingkat pelayanan jalan dengan karakteristik Arus lalu lintas mulai tidak stabil.
Gambar 5. Tabel Kondisi Lalu Lintas Pada Waktu Sore di Hari Kerja
Disisi Lain untuk nilai volume kendaraan tertinggi berada pada segmen utara yang didominasi oleh penggunaan lahan berupa perkantoran dengan nilai 1.202,61 smp/jam. Untuk tingkat pelayanan jalan baik pada kendaraan yang ingin mengarah ke jakarta maupun depok berada pada kategori D dengan karakteristik kondisi arus lalu lintas yang mulai tidak stabil dengan kecepatan masih dikendalikan.
Gambar 6. Peta Tingkat Pelayanan Jalan di Jalan Raya Pasar Minggu
Kesimpulan
Dengan menggunakan unit analisis berupa segmentasi jalan dengan 2 karakteristik berbeda berupa dominasi penggunaan lahan yaitu segmen selatan dengan dominasi penggunaan lahan berupa perdagangan & jasa serta segmen utara dengan dominasi penggunaan lahan berupa utara, dapat diketahui bahwa untuk arus lalu lintas yang paling stabil adalah kendaraan yang mengarah ke Jakarta pada segmen selatan, hal ini berbanding lurus dengan jumlan volume kendaraan menunjukkan nilai yang paling kecil dibandingkan lokasi lainnya. Disisi lain, untuk kondisi arus lalu lintas terpadat berada di segmen utara dimana kondisi arus lalu lintas mulai tidak stabil dan adanya pembatasan dalam pemilihan kecepatan yang dapat digunakan oleh pengemudi.
Referensi
- Aini, A. F. (2022). Analisis Analisis Dampak Urbanisasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kota Surabaya. JOURNAL ECONOMICS and STRATEGY, 3(2), 60–67. https://doi.org/10.36490/jes.v3i2.425
- Anggraeni, F.A. (2022). Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Peningkatan Urbanisasi Di Kota Jakarta Dan Surabaya Pada Tahun 2020-2021.
- Badan Pusat Statistik. (2024). Statistik Tranportasi Jakarta 2023.
- Harahap, F. R. (2013). DAMPAK URBANISASI BAGI PERKEMBANGAN KOTA DI INDONESIA. Society, 1(1), 35–45. https://doi.org/10.33019/society.v1i1.40
- Mustikarani, W., & Suherdiyanto. (2016). Analisis Faktor-Faktor Penyebab Kemacetan Lalu Lintas di Sepanjang Jalan H Rais A Rahman (Sui Jawi) Kota Pontianak. Edukasi: Jurnal Pendidikan, 14(1), 143–155. https://doi.org/10.31571/edukasi.v14i1.292
- Setiawan, A. (2012). Pengaruh Permasalahan Transportasi Terhadap Ruang Publik. Mektrik, 7(1), 10–19
- Sitanggang, R., & Saribanon, E. (2018). Faktor-faktor Penyebab Kemacetan di DKI Jakarta. Jurnal Manajemen Bisnis Transportasi Dan Logistik, 4(3), 289–296. https://doi.org/10.54324/j.mbtl.v4i3.823
- Tamin, O. Z. (1992). Pemecahan Kemacetan Lalu Lintas Kota Besar. Jurnal PWK, 3(4), 10–17.