Jakarta, selain menjadi pusat pemerintahan, Jakarta juga memiliki peran penting sebagai pusat perekonomian. Dengan total populasi sebesar 10,56 juta penduduk, tak heran jika Jakarta menjadi kawasan yang cukup padat dan dipenuhi dengan lalu lalang atau mobilitas aktivitas penduduk yang cukup tinggi.
Nah, dengan tingkat mobilitas yang cukup tinggi tersebut tentunya dibarengi pula dengan kebutuhan akan moda transportasi yang dapat mempermudah gerak masyarakat ibu kota. Macet, sudah bukan menjadi rahasia lagi, tiap hari, tiap jam, 24/7 Jakarta seakan tidak pernah tidur. Ada saja titik-titik kemacetan yang sulit terurai.
Bagaimana dengan kondisi transportasi publiknya?
Moda transportasi publik yang ada di Jakarta, sebenarnya sudah tersedia semua, seperti commuter line, LRT dan MRT. Tapi nyatanya, masih banyak dari warga DKI Jakarta yang lebih memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi.
Berbicara mengenai moda transportasi publik Moda Raya Terpadu atau yang lebih dikenal dengan sebutan MRT sendiri sudah dilakukan proses pembangunan sejak tahun 2019 dengan total stasiun sebanyak 13 stasiun, diantaranya stasiun Lebak Bulus, Haji Nawi, ASEAN, Bendungan Hilir, Bundaran HI, Fatmawati, Blok A, Senayan, Setiabudi Astra, Cipete Raya, Blok M BCA, Istora Mandiri, dan Dukuh Atas BNI.
Dalam rangka meningkatkan minat masyarakat untuk menggunakan moda transportasi publik yaitu MRT, PT. MRT Jakarta mulai mengembangkan pula konsep Transit Oriented Development (TOD) pada masing-masing titik stasiun.
Nah, selain bertujuan untuk menarik minat masyarakat mengunakan MRT, TOD juga mengusung beberapa prinsip yang saling keterkaitan, salah satu prinsip yang cukup menarik untuk dikembangkan adalah prinsip yang berkaitan dengan keberlanjutan lingkungan (sustainability environment).
Apa hubungan TOD dengan lingkungan?
Seperti yang sudah dibahas diawal, Jakarta memiliki total penduduk kurang lebih 10,56 juta. Kondisi tersebut selain berpengaruh terhadap kondisi jalan yang macet akibat tingginya mobilitas masyarakat, secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap kondisi ketersediaan lahan. Hal tersebut ditunjukkan pula dengan adanya perluasan yang pesat dan tidak terkendali di Kota Jakarta dimana sebagian besar berwujud permukiman berlantai rendah (hampir 64 persen total wilayah Jakarta) dan gedung-gedung berlantai rendah yang menyebabkan habisnya persediaan lahan di Jakarta (MRT Jakarta, 2021) khususnya yang dapat dimanfaatkan sebagai kawasan hijau.
Berkaitan dengan hal tersebut, serta sebagai upaya untuk mengintegrasikan antara sistem transportasi publik dengan sustainability environment, maka perlu untuk dilakukan mapping terkait dengan potensi pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di kawasan TOD, dimana case yang diusung dalam publikasi ini adalah TOD Stasiun Dukuh Atas.
Kenapa Stasiun Dukuh Atas?
Berdasarkan informasi yang dilansir dari portal resmi MRT Jakarta, Stasiun Dukuh Atas menjadi titik yang dapat terbilang cukup potensial untuk dikembangkan sebagai green TOD. Stasiun yang mempertemukan lima moda transportasi publik sekaligus ini (diantaranya, MRT, Bus Rapid Transit, Railink, Commuter Line, dan LRT) selain akan menjadi titik yang padat pengunjung, Stasiun Dukuh Atas juga terletak diantara berbagai fasilitas penunjang, seperti retail, penginapan, perbankan, dan perkantoran.
Pemilihan stasiun Dukuh Atas juga dilatarbelakangi dari concern yang diusung oleh PT MRT Jakarta untuk membangun wilayah ini dengan konsep yang ramah lingkungan seperti rencana pembangunan trotoar yang ramah bagi pedestrian dan pengembangan RTH.
Ketersediaan kawasan hijau di sekitar TOD Dukuh Atas nantinya akan memberikan kontribusi yang cukup penting untuk sirkulasi udara yang segar dan bersih ditengah-tengah kepadatan pengunjung yang ada. Terlebih, wilayah Stasiun Dukuh Atas yang terletak di tengah perkotaan dengan tingkat kepadatan dan polusi udaranya yang cukup tinggi.
Lalu bentuk green TOD seperti apa yang ingin diimplementasikan?
Mengingat kondisi ketersediaan lahan yang cukup terbatas, khususnya dikawasan Stasiun Dukuh Atas, maka salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mendukung terciptanya green TOD adalah melalui implementasi konsep Ruang Terbuka Hijau (RTH) baik Green Roof, Roof Garden, ataupun penggunaan lahan disekitar stasiun yang dapat dialih fungsikan sebagai RTH.
Dengan mengusung konsep tersebut maka pengunjung yang transit di stasiun Dukuh Atas dapat dengan mudah menemukan space terbuka yang nyaman untuk sekedar menikmati suasana sekitar. Keberadaan Green Roof tersebut juga dapat diupayakan oleh PT. MRT Jakarta melalui kerjasama dengan para pemilik gedung yang ada di sekitar stasiun. Selain itu, PT. MRT Jakarta juga dapat melakukan urban renewal pada lahan potensial yang ada di sekitar stasiun untuk dijadikan sebagai RTH, nantinya RTH tersebut juga dapat dilengkapi dengan fasilitas green coworking space bagi pengunjung.
Sumber
https://www.rumah123.com/panduan-properti/tips-properti-75393-green-roof-inovasi-hunian-yang-ramah-lingkungan-id.html