STUDI KESESUAIAN LOKASI UNTUK PEMBANGUNAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO (PLTMH) DI KECAMATAN SeMANGGA, KABUPATEN MERAUKE

05/08/2024 • Cheicylia G H


PLTMH
PLTMH

Disusun Oleh

Alfarizy Fajril Maulad

Cheicylia Grevelyn Hutasoit

Taofik Nurhidayanto

Pendahuluan

Berdasarkan laporan dari Antara Papua pada tanggal 11 Mei 2024, PT PLN Unit Induk Wilayah Papua dan Papua Barat (UIWP2B) mencatat bahwa dari 433 desa yang menjadi sasaran, masih ada 112 desa yang belum teraliri listrik. PLN berfokus pada penggunaan energi baru dan terbarukan untuk melistriki seluruh Tanah Papua, dengan harapan dapat mengurangi emisi karbon dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Antara Papua, 2024). Kabupaten Merauke, yang terletak di bagian selatan Provinsi Papua, memiliki potensi yang signifikan untuk pengembangan pembangkit listrik karena Kabupaten ini menjadi salah satu Kabupaten yang daerahnya masih ada yang belum dialiri listrik (BPK Perwakilan Provinsi Papua, n.d.). Wilayah ini merupakan salah satu dari 29 Kabupaten/Kota di Provinsi Papua dan memiliki wilayah terluas. Sungai-sungai besar seperti Bian, Digul, Maro, Yuliana, Lorents, dan Kumbe menjadi potensi sumber air tawar yang dapat dimanfaatkan untuk pengairan dan sebagai prasarana angkutan antara kecamatan dan desa-desa (Bappeda Kabupaten Merauke, n.d).

Potensi hidrologi di Kabupaten Merauke menjadi landasan untuk mempertimbangkan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH). PLTMH merupakan solusi yang relevan untuk mengatasi tantangan akses listrik di Kabupaten Merauke. PLTMH adalah pembangkit listrik skala kecil dengan daya kurang dari 100 kW yang memanfaatkan tenaga air sebagai sumber energi (Suriadi dkk, 2023). Teknologi ini memiliki konstruksi yang sederhana, mudah dioperasikan, serta relatif murah dalam perawatan dan penyediaan suku cadang. Analisis geospasial diperlukan untuk menentukan lokasi pembangunan PLTMH tersebut. Oleh karena itu, proyek ini bertujuan untuk menganalisis kesesuaian lokasi pembangunan PLTMH di Kabupaten Merauke dengan memanfaatkan data spasial. Dengan pendekatan ini, pembangunan PLTMH yang efisien, berkelanjutan, dan memberikan manfaat bagi masyarakat setempat dapat direncanakan dengan tepat.

PLTMH

Gambar 1. Ilustrasi PLTMH (Widharma, 2021)

Data dan Metode

Data

  • Data Tutupan Lahan

Data tutupan diperlukan untuk mengidentifikasi jenis-jenis tutupan lahan yang tersebar di daerah kajian. Adanya pembangkit listrik tenaga air di sungai-sungai atau aliran air akan secara langsung berdampak pada pola tutupan lahan tersebut.

  • Data Kemiringan Lereng

Data Kemiringan Lereng merupakan hasil pengolahan dari data DEM (Digital Elevation Model) yang merepresentasikan tingkat topografi dari area kajian. Data ini diperlukan untuk mendeteksi tingkat kemiringan lereng-lereng pada sungai-sungai yang dilaluinya.

  • Data Sungai

Data Sungai diambil dari Peta RBI. Data ini menjadi data primer untuk analisis kesesuaian PLTMH. Dikarenakan sumber energi PLTMH berasal dari Air.

  • Data Elevasi

Data Elevasi erat kaitannya dengan kemiringan lereng. apabila suatu lereng memiliki elevasi yang tinggi, maka bahaya terhadap pembangunan PLTMH berpotensi terjadi lebih besar dibanding dengan tempat yang memiliki elevasi yang lebih rendah.

Metode

Tahap awal adalah studi literatur, yakni pengumpulan informasi dari sumber-sumber tertulis seperti jurnal dan artikel. Selanjutnya, dilakukan pengumpulan data berupa data tutupan lahan, sungai, dan Digital Elevation Model (DEM). DEM digunakan untuk mendapatkan data kemiringan lereng dan elevasi permukaan bumi. Lalu, data sungai dilakukan proses buffer. Keempat parameter, yakni hasil kemiringan lereng, elevasi, buffer sungai, dan tutupan lahan diberi bobot masing-masing. Hasil setiap data tersebut kemudian dilakukan overlay untuk menentukan kesesuaian lokasi pembangunan PLTMH. Klasifikasi dan pembobotan bersumber dari Analytical Hierarchy Process (AHP). Metode tersebut memiliki sejumlah keunggulan dalam menjelaskan proses pengambilan keputusan. Dalam AHP, untuk melakukan pembobotan pada setiap atribut dimulai dengan perbandingan berpasangan antara atribut-atribut tersebut. Langkah-langkahnya melibatkan pembuatan matriks perbandingan, pembobotan, dan validasi pembobotan. Setelah atribut-atribut diberi bobot, data diolah dalam aplikasi SIG. Diagram alir proyek ini ditunjukkan pada Gambar 2.

Diagram Alir

Hasil dan Pembahasan

1. Jarak dari Sungai

Hasil Pembobotan Jarak dari Sungai

Peta diatas menunjukkan bobot jarak sungai yang terbagi menjadi 3 kelas yaitu ; 500 m untuk bobot 0,09, 1000 m untuk bobot 0,24 dan 1500 m untuk bobot 0,67. Berdasarkan nilai jarak dari sungai utama, maka wilayah Nggolar dan Kumbe merupakan tempat yang memiliki kesesuaian lokasi PLTMH, dengan bobot sebesar 0,67 dan 0,24. Adapun wilayah Muram Sari, Marga Mulya dan lain-lain memiliki bobot terendah yakni sebesar 0,09 yang merepresentasikan bahwa pada daerah tersebut terlalu jauh untuk dibuat PLTMH dari aliran sungai terdekatnya.

2. Tutupan Lahan

Tutupan Lahan

Berdasarkan peta di atas, tutupan lahan yang ada di Kecamatan Semangga mayoritas memiliki bobot tBerdasarkan peta kemiringan lereng tersebut, umumnya wilayah kecamatan Semangga memiliki kemiringan yang kecil kisaran <8 % sehingga memiliki bobot kemiringan sebesar 0,11. Adapun untuk Bobot 0,26 dan 0,63 hanya tersebar di pinggiran sungai yang merepresentasikan berupa tebing-tebing di pinggiran sungai tersebut.ertinggi yaitu 0,58 yang merepresentasikan tutupan lahan tersebut adalah vegetasi alamiah seperti alang-alang, semak belukar, sedangkan bobot 0,28 merepresentasikan tutupan lahan yang berupa vegetasi buatan seperti perkebunan, dan pertanian. Terakhir tutupan lahan dengan bobot 0.13 merepresentasikan tutupan lahan hasil intervensi dengan manusia seperti permukiman dan gedung.

3. Kemiringan Lereng

Kemiringan Lereng

Berdasarkan peta kemiringan lereng tersebut, umumnya wilayah kecamatan Semangga memiliki kemiringan yang kecil kisaran <8 % sehingga memiliki bobot kemiringan sebesar 0,11. Adapun untuk Bobot 0,26 dan 0,63 hanya tersebar di pinggiran sungai yang merepresentasikan berupa tebing-tebing di pinggiran sungai tersebut.

4. Elevasi

Elevasi

Berdasarkan titik elevasi pada peta di atas, elevasi terbagi menjadi 2 kelas ; rendah untuk rentang ketinggian < 15 mdpl, dan sedang untuk rentang ketinggian < 24 mdpl dengan masing-masing bobot sebesar 0,59 dan 0,31. Meskipun begitu secara keseluruhan penempatan lokasi PLTMH cukup aman jika hanya melihat dari ketinggiannya saja.

5. Kesesuaian Lokasi PLTMH

Kesesuaian Lokasi PLTMH

Berdasarkan peta kesesuaian di atas, maka terlihat area berwarna hijau merupakan area yang paling sesuai untuk lokasi PLTMH.

Kesimpulan

Berdasarkan analisis kesesuaian lokasi pembangunan PLTMH di Kecamatan Semangga, dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti jarak dengan sungai utama, tutupan lahan, kemiringan lereng, elevasi, dan peta tumpang susun kesesuaian lokasi, dapat disimpulkan bahwa Kecamatan Semangga memiliki beberapa lokasi yang sangat cocok untuk pembangunan PLTMH, terutama yang berlokasi di pinggiran sungai

Daftar Pustaka

Antara Papua. (2024). PL PLN Papua sebut tersisa 113 desa belum teraliri listrik. Diakses dari https://papua.antaranews.com/berita/721182/pt-pln-papua-sebut-tersisa-112-desa-belum-teraliri-listrik

Bappeda Kabupaten Merauke. (n.d.). Kab. Merauke. Diakses dari https://papua.go.id/view-detail-kabupaten-121/Gambaran-Umum.html

BPK Perwakilan Provinsi Papua. (n.d.). Kabupaten Merauke. Diakses dari https://papua.bpk.go.id/kabupaten-merauke/

Suriadi, Fathurrahman, Akram, Azan, S. A., & Huda, N. Al. (2023). Implementasi Turbin Listrik Mikrohidro sebagai Sumber Energi Listrik untuk Perkebunan Rakyat di Desa Gurah , Aceh Besar. Jurnal Pengabdian Sains dan Rekayasa, 01(01), 13–22

Widharma, I Gede. (2021). PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO (Application of Distributed Control System). 10.13140/RG.2.2.30435.48162.

Data Publications