Tantangan Endemik Demam Berdarah di Kabupaten Trenggalek

14/02/2025 • Vini Amarili Rahmadani

Hasil INSIGHT Layanan Fasilitas Kesehatan Terhadap Kepadatan Penduduk di Kabupaten Trenggalek

Kerawanan DBD Kabupaten Trenggalek

Final Project_Pemetaan Rawan DBD di Kabupaten Trenggalek


Tantangan Endemik Demam Berdarah di Kabupaten Trenggalek : Analisis Pemetaan Risiko Penyebaran dan Distribusi Layanan Kesehatan dalam Mendukung SDGs 3 “Kehidupan Sehat & Sejahtera”
Tantangan Endemik Demam Berdarah di Kabupaten Trenggalek : Analisis Pemetaan Risiko Penyebaran dan Distribusi Layanan Kesehatan dalam Mendukung SDGs 3 “Kehidupan Sehat & Sejahtera”

Mengenali Risiko, Mencegah Wabah

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan ancaman kesehatan yang terus terjadi di Indonesia, terutama di daerah dengan kepadatan penduduk tinggi dan perubahan tata guna lahan yang cepat. Penyakit ini berpotensi menyebar di seluruh wilayah akibat luasnya distribusi vektor utama, nyamuk Aedes aegypti, yang beradaptasi dengan lingkungan permukiman. Kabupaten Trenggalek menjadi salah satu daerah yang terdampak signifikan, dengan lonjakan kasus dari 129 pada tahun 2023 menjadi 1.071 pada tahun 2024. Lonjakan ini menunjukkan perlunya strategi mitigasi yang lebih tepat dan berbasis data. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah pemetaan risiko dengan location analytics yang memanfaatkan data spasial untuk memetakan wilayah rawan DBD.

Perkembangan nyamuk Aedes aegypti berkaitan erat dengan lingkungan, sehingga geografi menjadi ilmu yang ikut berperan dalam pemecahan berbagai masalah kesehatan yang terkait dengan kondisi lingkungan (Farda et al., 2009).

Location analytics berperan dalam menganalisis faktor lingkungan yang memengaruhi persebaran DBD melalui data spasial. Wilayah rawan dapat diidentifikasi berdasarkan faktor-faktor seperti penggunaan lahan, kepadatan penduduk, kedekatan dengan sungai dan TPS serta TPA, serta akses terhadap fasilitas kesehatan. Informasi ini menjadi kunci dalam menyusun strategi pencegahan yang lebih efektif, mulai dari edukasi masyarakat hingga distribusi layanan kesehatan yang lebih merata. Pendekatan ini tidak hanya membantu dalam penanganan jangka pendek, tetapi juga mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) ke-3 di bidang kesehatan, dengan memastikan akses layanan yang lebih baik dan pengendalian wabah penyakit yang lebih sistematis.

Mengapa Hal Ini Penting?

Lonjakan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Trenggalek yang meningkat drastis dalam satu tahun terakhir menunjukkan perlunya strategi mitigasi yang lebih efektif. Penyebaran penyakit ini dipengaruhi oleh faktor kepadatan penduduk, alih fungsi lahan, jarak terhadap sungai, dan jarak terhadap TPS serta TPA. Namun, sejauh mana keterkaitan antara faktor-faktor tersebut dengan risiko penyebaran DBD belum sepenuhnya terpetakan secara sistematis. Selain itu, distribusi layanan kesehatan yang tidak merata dapat memperlambat respons terhadap kasus yang meningkat. Penelitian ini bertujuan memetakan daerah rawan DBD menggunakan location analytics serta mengevaluasi distribusi layanan kesehatan. Hasilnya diharapkan menjadi dasar kebijakan mitigasi yang lebih efektif dan terarah.

Sekilas Tentang Kabupaten Trenggalek

Kabupaten Trenggalek terletak di pesisir selatan Provinsi Jawa Timur, Indonesia, dengan luas wilayah mencapai 1.147,22 km². Wilayah ini terdiri dari 14 kecamatan, 5 kelurahan, dan 152 desa. Topografi Kabupaten Trenggalek didominasi oleh perbukitan dan pegunungan, terutama di bagian utara dan selatan, sementara area datar lebih banyak ditemukan di wilayah tengah dan pesisir. Kondisi geografis ini mempengaruhi pola pemukiman dan penggunaan lahan di daerah tersebut. Penggunaan lahan di Trenggalek sebagian besar didominasi oleh kebun dan hutan lahan kering, mencakup sekitar 42% dari total wilayah. Sementara itu, hanya 10% lahan yang merupakan area terbangun, termasuk permukiman dan fasilitas umum.

Peta Administrasi Kabupaten Trenggalek

Peta Administrasi Kabupaten Trenggalek

Jumlah penduduk di Kabupaten Trenggalek tercatat sebanyak 757.440 ribu jiwa per 2024. Angka ini bertambah dibanding pada tahun 2023 dan lebih tinggi dibanding Desember 2021. Pertumbuhan penduduk yang relatif stabil ini berdampak pada kebutuhan lahan permukiman dan infrastruktur pendukung lainnya. Perubahan penggunaan lahan, seperti alih fungsi lahan pertanian menjadi permukiman atau area komersial, telah terjadi seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi. Selain itu, kedekatan beberapa wilayah dengan sungai dan sumber air lainnya menjadikan area tersebut rentan terhadap penyebaran penyakit seperti Demam Berdarah Dengue (DBD), terutama jika pengelolaan lingkungan tidak optimal.

Metode & Pendekatan

Penelitian ini menggunakan metode scoring untuk mengidentifikasi tingkat kerawanan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Trenggalek. Pendekatan ini mempertimbangkan beberapa variabel utama yang berkontribusi terhadap penyebaran nyamuk Aedes aegypti yang merujuk ke penelitian-penelitian terdahulu yaitu :

  1. 1.
    Penggunaan Lahan : Permukiman penduduk yang padat dengan tingkat mobilisasi yang tinggi merupakan salah satu tempat yang sangat potensial untuk terjadinya penularan DBD (Sujariyakul et al., 2005).
  1. 2.
    Kepadatan Penduduk : Wilayah dengan populasi padat cenderung memiliki risiko lebih tinggi dalam penyebaran nyamuk Aedes aegypti (Sutriyawan et al., 2020).
  1. 3.
    Jarak ke TPS & TPA : Penumpukan sampah dapat menciptakan habitat potensial bagi jentik nyamuk (Farda et al., 2009).
  1. 4.
    Jarak ke Sungai : Nyamuk Aedes aegypti lebih banyak berkembang di area dengan sumber air yang relatif bersih (Sulistyo et al., 2019).

Setiap variabel diberi skor berdasarkan relevansinya terhadap penyebaran DBD, kemudian dipadukan menggunakan overlay untuk menghasilkan peta tingkat kerawanan. Analisis buffer juga diterapkan guna menentukan sebaran risiko berdasarkan jangkauan terbang nyamuk dari TPS dan sungai. Berikut tabel penilaian masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian yang juga merujuk ke penelitian oleh Farda et al. (2009).

Tabel Scoring Variabel Penelitian

Tabel Scoring Variabel Kerawanan Demam Berdarah

Output akhir dari analisis ini adalah peta zonasi kerawanan DBD, yang mengelompokkan wilayah ke dalam kerawanan kategori rendah, sedang, dan tinggi. Informasi ini dapat menjadi dasar bagi pemerintah daerah dalam menetapkan strategi mitigasi yang lebih efektif, seperti penempatan fasilitas kesehatan, edukasi masyarakat, serta intervensi langsung. Tingkatan kelas kerawanan DBD dapat dilihat sebagai berikut.

Tabel Kerawanan DBD

Tabel Kelas Kerawanan DBD

Hasil Kajian Kerawanan DBD

Dengan mempertimbangkan faktor seperti kepadatan penduduk, penggunaan lahan, serta kedekatan dengan sumber air dan tempat pembuangan sampah, peta ini menyajikan gambaran tingkat kerawanan DBD di setiap kecamatan di Kabupaten Trenggalek. Hasilnya diklasifikasikan ke dalam tiga tingkatan yaitu rendah, sedang, dan tinggi, yang akan menjadi dasar dalam perencanaan strategi pengendalian dan pencegahan penyakit secara lebih efektif.

Hasil Analisis

Peta Hasil Scoring Kerawanan DBD Kabupaten Trenggalek

  • Kecamatan Trenggalek (Pusat Kota) : Sebagai pusat kota dengan banyak permukiman padat, Trenggalek memiliki kerawanan tinggi terbesar (15.85%), yang berarti ada banyak area yang berisiko tinggi terhadap penyebaran DBD. Wilayah sedang yang luas (83.98%) menunjukkan potensi penyebaran yang masih cukup besar, meskipun tidak setinggi kategori tinggi.
  • Kecamatan Pogalan : Mirip dengan Trenggalek, mayoritas wilayahnya berada di kategori sedang (87.53%), dengan 11.68% yang tinggi. Meskipun bukan pusat kota, kepadatan penduduk yang tinggi (1.288 jiwa/km²) berkontribusi terhadap tingginya risiko DBD.
  • Kecamatan Durenan : Memiliki area rendah yang cukup besar (10.80%), yang menunjukkan adanya wilayah yang relatif lebih aman. Wilayah tinggi hanya 2.21%, jauh lebih kecil dibandingkan kecamatan lain, sehingga risiko DBD lebih rendah.
  • Kecamatan Gandusari : Hampir serupa dengan Pogalan, mayoritas wilayah berada di kategori sedang (87.73%) dan ada 11.70% wilayah yang tinggi. Artinya, meskipun tidak separah Trenggalek, wilayah ini tetap perlu waspadai akan wabah DBD.
  • Kecamatan Karangan : Wilayah sedangnya paling dominan (89.96%), yang berarti risiko DBD cukup merata di kecamatan ini. Area tinggi hanya 8.84%, lebih rendah dibandingkan Trenggalek dan Pogalan.
  • Kecamatan Tugu : Kecamatan ini memiliki luas kerawanan rendah yang cukup besar (18.76%), sehingga relatif lebih aman dibanding kecamatan lain. Wilayah tinggi hanya 3.58%, menunjukkan risiko yang cukup rendah.
  • Kecamatan Watulimo : Paling aman dibanding kecamatan lain, dengan 57.65% wilayah masuk kategori rendah dan hampir tidak ada wilayah yang masuk kategori tinggi.
  • Kecamatan lainnya (Dongko, Panggul, Munjungan, Kampak, Suruh, Bendungan, dan Pule) : Mayoritas wilayah masuk kategori rendah dan sedang, dengan luas kategori tinggi yang sangat kecil (<1%). Hal tersebut menunjukkan bahwa risiko DBD di kecamatan-kecamatan ini lebih terkendali.

Bagaimana Distribusi Layanan Kesehatannya?

Melalui analisis spasial menggunakan fitur INSIGHT pada GEOMAPID, dapat diidentifikasi kecamatan-kecamatan dengan kepadatan penduduk tinggi tetapi memiliki keterbatasan fasilitas kesehatan. Dengan memahami sebaran layanan kesehatan dan kebutuhan berdasarkan faktor demografi, dapat diambil langkah strategis untuk memperbaiki distribusi layanan agar lebih merata dan responsif terhadap risiko kesehatan, terutama dalam upaya mitigasi penyakit seperti DBD.

insight

Peta INSIGHT Distribusi Layanan Kesehatan Terhadap Kepadatan Penduduk

  • Kecamatan dengan Layanan Kesehatan Paling Optimal (Zona Hijau) : Wilayah dengan warna hijau sangat sedikit, tetapi terlihat ada di bagian Trenggalek kota dan sebagian Karangan. Artinya, fasilitas kesehatan di pusat kota Kabupaten Trenggalek sudah cukup memadai dan bisa menjadi pusat rujukan bagi kecamatan lain yang kesulitan akses kesehatan.
  • Kecamatan yang Masih Relatif Aman (Zona Kuning) : Kecamatan Trenggalek memiliki kombinasi zona kuning dan hijau, menandakan pelayanan kesehatan cukup baik, tetapi ada sebagian area yang membutuhkan perbaikan. Sebagian Karangan juga masuk kategori kuning, yang berarti kecamatan tersebut memiliki fasilitas yang cukup, tetapi harus tetap siap menghadapi lonjakan pasien.
  • Kecamatan dengan Prioritas Pembangunan (Zona Merah & Oranye) : Kecamatan yang berada di zona merah dan oranye memerlukan intervensi, baik dalam bentuk pembangunan fasilitas kesehatan baru atau peningkatan layanan di fasilitas yang sudah ada. Zona merah dominan di Kecamatan Watulimo, Panggul, Munjungan, Dongko, Pule, Kampak, dan sebagian besar wilayah selatan serta barat. Zona merah juga terlihat di Kecamatan Bendungan dan beberapa bagian Karangan, Gandusari, serta Pogalan.

Kesimpulan & Strategi Ke Depan

Hasil analisis menunjukkan bahwa sebaran kasus DBD di Kabupaten Trenggalek tidak merata, dengan beberapa kecamatan memiliki tingkat kerawanan tinggi tetapi minim fasilitas kesehatan. Beberapa wilayah berada dalam kondisi kritis karena tingginya risiko DBD dan keterbatasan layanan medis. Berdasarkan temuan ini, strategi penanganan yang tepat menjadi kunci dalam mengurangi dampak DBD di daerah rawan.

Kesimpulan

  • Zona Merah - Prioritas Tinggi untuk Intervensi : Kecamatan Pogalan, Gandusari, dan Tugu masuk dalam kategori kerawanan DBD tinggi dengan fasilitas kesehatan yang tidak memadai. Artinya, masyarakat di wilayah ini berisiko lebih besar mengalami dampak serius akibat keterlambatan penanganan medis. Wilayah ini harus menjadi prioritas utama dalam perencanaan kebijakan kesehatan.
  • Zona Merah dengan Risiko Sedang - Butuh Intervensi Segera : Kecamatan Watulimo, Panggul, Dongko, Pule, Bendungan, Kampak, dan Munjungan memiliki risiko DBD sedang tetapi layanan kesehatan masih terbatas. Kondisi ini mengindikasikan perlunya peningkatan layanan medis untuk mencegah peningkatan kasus dan memastikan pasien mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat.
  • Zona Hijau/Kuning - Maksimalkan Pelayanan & Pemantauan : Sebagian wilayah Kecamatan Trenggalek dan Karangan memiliki risiko DBD tinggi, tetapi fasilitas kesehatannya lebih baik dibanding kecamatan lain. Hal ini menunjukkan bahwa akses layanan medis lebih terjangkau, tetapi tetap memerlukan pemantauan dan peningkatan efektivitas layanan agar lebih responsif terhadap lonjakan kasus DBD.

Rekomendasi

  • Pembangunan Fasilitas Kesehatan di Wilayah Rawan : Pemerintah daerah perlu mempercepat pembangunan fasilitas kesehatan di kecamatan dengan tingkat kerawanan tinggi tetapi layanan medis masih minim seperti Pogalan, Gandusari, dan Tugu. Puskesmas dengan layanan rawat inap atau rumah sakit kecil di wilayah prioritas dapat menjadi solusi untuk mempercepat akses layanan medis.
  • Peningkatan Kesiapan Medis : Distribusi tenaga medis dan ketersediaan obat-obatan di daerah berisiko tinggi harus ditingkatkan. Setiap kecamatan di Kabupaten Trenggalek perlu memiliki tenaga medis yang cukup, dengan sistem rujukan yang lebih cepat dan efisien untuk menangani kasus berat.
  • Mitigasi dengan Upaya Preventif : Pencegahan adalah langkah kunci dalam menurunkan risiko penyebaran DBD di Kabupaten Trenggalek. Program edukasi, fogging berkala, dan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) harus diperkuat, terutama di kecamatan dengan angka kasus tinggi. Keterlibatan masyarakat dalam gerakan pencegahan juga perlu ditingkatkan melalui program sosialisasi yang lebih efektif.
  • Optimalisasi Layanan Kesehatan di Pusat Perkotaan : Sebagai pusat utama layanan kesehatan, fasilitas kesehatan di Kecamatan Trenggalek sebagai pusat perkotaan Kabupaten Trenggalek harus dioptimalkan dengan sistem rujukan yang lebih efisien bagi pasien dari kecamatan dengan fasilitas kesehatan terbatas. Pemanfaatan teknologi untuk pemantauan kasus dan koordinasi antar fasilitas kesehatan juga bisa menjadi langkah strategis.
Melalui strategi ini, diharapkan Kabupaten Trenggalek dapat menurunkan risiko DBD secara signifikan dengan memperbaiki akses layanan kesehatan, meningkatkan kesiapan medis, serta menguatkan upaya pencegahan di seluruh wilayah yang juga sejalan dengan SGDs ke-3 yaitu Kehidupan Sehat dan Sejahtera.

Referensi

Farda, N. M., Murti, S. H., & Nursari, P. R. (2009). Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis Untuk Pemetaan Distribusi Spasial Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Sanitasi, Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol. 2, No. 2, Februari 2009, 48-53.

Sujariyakul, A., Prateepko, S., Chongsuvivatwong, V., & Thammapalo, S. (2005). Transmission of Dengue Hemorrhagic Fever: At home of School?. Dengue Bulletin, Vol. 2, 32-40.

Sulistyo, A., Yudhana, A., Sunardi, & Aini, R. (2019). Kombinasi Teknologi Aplikasi GPS Mobile dan Pemetaan SIG dalam Sistem Pemantauan Demam Berdarah (DBD). Khazanah Informatika, Jurnal Ilmu Komputer dan Informatika, Vol. 5, No. 1, Juni 2019, 6-14.

Sutriyawan, A., Aba, M., & Habibi, J. (2020). Determinan Epidemiologi Demam Berdarah Dengue (DBD) di Daerah Perkotaan: Studi Retrospektif. Journal of Nursing and Public Health, Vol. 8, No. 2, Oktober 2020, 1-9.

Data Publications