Mandalika kembali jadi pusat perhatian dunia. Pada 3-5 Oktober 2025, ribuan orang akan memadati Lombok untuk menyaksikan MotoGP. Deru mesin motor kelas dunia ini membawa euforia, tapi di baliknya tersimpan persoalan serius: akses transportasi yang terbatas, harga hotel yang meroket, serta tantangan menjaga agar manfaat ekonomi tidak hanya berhenti di kawasan sirkuit. Dengan pendekatan analisis spasial, masalah ini bisa terlihat lebih jernih, dan solusi lebih mudah dirumuskan.
Transportasi: Jalan Menuju Mandalika
Dari Bandara Internasional Lombok (LOP) ke Sirkuit Mandalika dibutuhkan 30-40 menit perjalanan. Menjelang MotoGP, pemerintah menyiapkan 28 extra flight (Garuda 18, AirAsia 8, Pelita Air 2) serta 5 flight kargo untuk motor balap dan logistik. Bandara pun beroperasi 24 jam penuh demi menampung lonjakan kedatangan.
Namun, jalur darat menuju sirkuit tetap rawan macet. Isochrone map (peta radius waktu tempuh) menunjukkan titik-titik kritis pada akses utama Praya-Kuta Mandalika. Tanpa jalur khusus atau transportasi publik yang masif, penonton bisa terjebak berjam-jam.
Solusi: Pemerintah menyiapkan shuttle DAMRI, bus BRT, dan jalur logistik khusus agar arus penonton dan tim balap bisa lebih lancar.

Pulau Lombok memiliki satu bandara utama yaitu Bandara Internasional Lombok (BIL) yang berfungsi sebagai gerbang udara utama pulau ini. Gambar ini menampilkan radius jangkauan 15 kilometer dari bandara dengan isokron perjalanan menggunakan mobil selama 60 menit. Lingkaran biru pada peta menunjukkan area cakupan layanan bandara yang mencakup sebagian besar wilayah barat dan tengah Lombok, termasuk beberapa kecamatan strategis di sekitarnya. Namun, akses dari bandara menuju Sirkuit Mandalika yang berjarak sekitar 30-60 menit perjalanan menghadapi tantangan tersendiri. Isochrone map menunjukkan titik-titik kritis pada akses utama Praya-Kuta Mandalika, di mana tanpa jalur khusus atau transportasi publik yang masif, penonton dapat terjebak berjam-jam di perjalanan.

Infrastruktur transportasi di Pulau Lombok cukup beragam untuk mendukung mobilitas internal pulau. Berdasarkan peta transportasi yang ditampilkan pada gambar pertama, terdapat distribusi berbagai fasilitas transportasi yang tersebar di seluruh wilayah. Fasilitas tersebut meliputi 439 agen perjalanan, 6 halte, 7 pelabuhan, 20 terminal, dan 21 rest area. Namun demikian, jumlah fasilitas ini belum mampu mengatasi lonjakan permintaan transportasi saat event besar seperti MotoGP berlangsung. Sebaran titik-titik fasilitas terlihat cukup merata terutama di wilayah barat dan tengah pulau, namun untuk mengatasi kemacetan di jalur utama menuju Mandalika, pemerintah menyiapkan solusi berupa shuttle DAMRI, bus BRT, dan jalur logistik khusus agar arus penonton dan tim balap dapat berjalan lebih lancar. Keberadaan infrastruktur pendukung ini menunjukkan upaya strategis dalam mengantisipasi peningkatan mobilitas drastis selama penyelenggaraan event internasional di Sirkuit Mandalika.
Akomodasi: Antara Mandalika, Mataram, dan Senggigi
Keterbatasan hotel di sekitar sirkuit membuat tarif melonjak. Menurut SiteMinder, harga rata-rata kamar naik 19% dengan tarif harian mencapai USD 194 (~Rp2,9-3 juta) pada 2-5 Oktober 2025.
- Mandalika: okupansi 80-90%, tarif Rp1,6-2 juta/malam
- Mataram (40 km): Rp400-800 ribu/malam
- Senggigi (50 km): Rp600 ribu-1,2 juta/malam
Kenaikan 3-4 kali lipat di Mandalika menimbulkan risiko persepsi negatif wisatawan, terutama mancanegara.
Solusi: Pemprov NTB mendorong wisatawan menginap di Mataram dan Senggigi, sekaligus memperluas jaringan homestay berbasis masyarakat agar distribusi ekonomi lebih merata.


Berdasarkan data diatas, tarif hotel di Lombok dan Bali Selatan mengalami lonjakan signifikan selama periode MotoGP Mandalika 2025. Rata-rata tarif harian (ADR) meningkat tajam sebesar 19% atau Rp 488.890 dari Rp 2,52 juta pada 2024 menjadi Rp 3,01 juta pada 2025 untuk periode 2-5 Oktober. Tren ADR bulanan menunjukkan pola musiman yang jelas, di mana harga kamar mencapai puncaknya saat periode MotoGP di bulan Oktober, mencerminkan elastisitas tinggi permintaan akomodasi terhadap event besar. Grafik tren memperlihatkan bahwa meskipun ADR cenderung stabil di bulan-bulan non-event sekitar Rp 2,4-2,6 juta, namun melonjak drastis saat MotoGP berlangsung, menunjukkan bahwa hotel-hotel berhasil merespons lonjakan permintaan dengan strategi penetapan harga dinamis yang optimal untuk memaksimalkan pendapatan.



Berdasarkan peta heatmap dan data jumlah hotel yang ditampilkan, terlihat pola persebaran fasilitas akomodasi yang tidak merata di wilayah Lombok dan Mataram. Kabupaten Lombok Tengah mendominasi dengan 415 hotel dan penginapan, yang tercermin dari konsentrasi warna merah pekat di peta bagian tengah-selatan pulau, mengindikasikan clustering yang sangat padat di kawasan wisata populer seperti Kuta dan Senggigi. Kabupaten Lombok Barat menempati posisi kedua dengan 273 unit, menunjukkan persebaran yang cukup signifikan di wilayah barat pulau. Sementara itu, Kota Mataram memiliki 237 hotel meskipun secara geografis merupakan area perkotaan yang lebih kecil, namun memiliki kepadatan tinggi sebagai pusat administrasi dan ekonomi yang ditunjukkan oleh area berwarna merah dan oranye di peta. Pola ini menggambarkan bahwa pengembangan pariwisata dan akomodasi sangat terkonsentrasi di koridor selatan (Lombok Tengah) yang merupakan destinasi wisata utama, serta di area perkotaan Mataram sebagai gerbang masuk wisatawan.

Berdasarkan data jumlah tamu menginap di Nusa Tenggara Barat periode Januari-Juli untuk tahun 2024 dan 2025, terlihat bahwa Kabupaten Lombok Utara mengalami pertumbuhan paling mengesankan dengan peningkatan signifikan dari rata-rata bulanan sekitar 28.000-47.000 tamu di tahun 2024 menjadi 78.000-96.000 tamu di tahun 2025, terutama pada bulan Mei hingga Juli 2025. Kota Mataram tetap konsisten sebagai destinasi dengan jumlah tamu tertinggi, mempertahankan angka 55.000-77.000 tamu per bulan di kedua tahun. Kabupaten Lombok Tengah dan Lombok Barat juga menunjukkan tren positif dengan peningkatan jumlah kunjungan di tahun 2025, masing-masing mencapai 44.650 dan 42.943 tamu pada Juli 2025. Sementara itu, daerah-daerah seperti Kabupaten Bima, Dompu, dan Sumbawa Barat masih mencatat jumlah tamu yang relatif rendah (di bawah 10.000 per bulan), mengindikasikan potensi pengembangan pariwisata yang masih perlu dioptimalkan di wilayah-wilayah tersebut.
UKM Lokal: Peluang di Tengah Sorotan
MotoGP bukan sekadar panggung olahraga, tapi juga etalase UKM NTB. Sekitar 60 UKM terlibat, 80% di antaranya sektor kuliner (ayam taliwang, sate rembiga, kopi lokal), sisanya produk kreatif seperti tenun dan mutiara. Total dampak ekonomi diperkirakan mencapai Rp544,4 miliar.
Namun, distribusi spasial UKM masih terkonsentrasi di sekitar sirkuit. Pedagang di luar zona inti berisiko kehilangan peluang. Analisis lokasi memperlihatkan bagaimana penyebaran lapak bisa dioptimalkan agar wisatawan tidak hanya berkutat di area utama.
Solusi: perluasan titik bazar, promosi digital berbasis lokasi, dan kurasi produk unggulan yang bisa dipasarkan lintas daerah.
Kabupaten Lombok Tengah memiliki sebaran usaha yang cukup beragam dengan total 1.084 unit usaha yang terdiri dari restoran, toko kelontong, serta toko souvenir dan kerajinan. Berdasarkan data pemetaan, toko kelontong mendominasi dengan 502 unit (46,3%), diikuti restoran sebanyak 477 unit (44,0%), dan toko souvenir dan kerajinan sebanyak 105 unit (9,7%). Persebaran usaha-usaha ini terkonsentrasi di wilayah tengah dan utara kabupaten, khususnya di sekitar Praya sebagai ibu kota kabupaten dan wilayah pesisir utara yang merupakan kawasan pariwisata. Dominasi toko kelontong dan restoran menunjukkan bahwa sektor perdagangan kebutuhan sehari-hari dan kuliner menjadi tulang punggung perekonomian lokal, sementara sektor souvenir yang masih relatif kecil mengindikasikan potensi pengembangan industri kreatif dan pariwisata yang dapat terus ditingkatkan di masa mendatang. Lebih lanjut, dapat melihat gambar berikut.


Analisis Spasial: Membaca Masalah, Menemukan Solusi
Dari sudut pandang spasial, MotoGP Mandalika adalah studi kasus nyata:
- Isochrone map membantu prediksi kepadatan transportasi
- Heatmap akomodasi menunjukkan distribusi hotel dan kesenjangan harga
- Peta UKM memberi gambaran potensi pemerataan ekonomi lokal
Dengan platform seperti GEO MAPID, insight semacam ini bisa divisualisasikan dengan sederhana, mudah dipahami, dan dapat langsung digunakan sebagai dasar kebijakan maupun strategi bisnis.
Balapan bisa selesai dalam hitungan menit, tapi dampak ekonominya bisa bertahan bertahun-tahun. MotoGP Mandalika 2025 bukan hanya tentang siapa yang tercepat di lintasan, melainkan tentang bagaimana NTB membangun citra global, mendistribusikan manfaat ekonomi, dan memperkuat infrastruktur lokal.
Jika tantangan spasial dan ekonomi bisa dijawab dengan solusi tepat, Mandalika akan dikenang bukan hanya sebagai sirkuit dunia, tapi juga sebagai motor penggerak pembangunan daerah.
-
1.Tri Ricki Yakub, Detik Sumsel (2025). MotoGP Mandalika 2025: Tantangan Transportasi, Harga Hotel, dan Strategi Lokal
-
2.Detik.com - Bandara Lombok Terima 28 Extra Flight untuk MotoGP Mandalika 2025
-
3.Jurnal Ekbis - Bandara Lombok Operasi 24 Jam Sambut MotoGP
-
4.Lombok Post - MGPA & API Tinjau Jalur Kedatangan
-
5.Expat Indonesia - Kenaikan Tarif Hotel 19% & Penjualan Tiket 30%
-
6.Tickets.gp - Katalog Hotel Resmi MotoGP Indonesia 2025
-
7.Wikipedia - Mandalika International Street Circuit
-
8.Data SiteMinder Ungkap Tarif Hotel di Lombok dan Bali Naik 19% Menjelang MotoGP Mandalika
-
9.Harga Kamar Hotel di Lombok dan Bali Selatan Naik 19% Jelang MotoGP Indonesia
-
10.Tarif Hotel di Lombok Naik 19% saat MotoGP Mandalika 2025