Latar Belakang
Peran pangan tidak hanya sekedar kebutuhan utama fisik dan mencegah kelaparan, namun lebih dari itu pangan dengan kandungan gizi di dalamnya bagi kecerdasan bangsa dan peningkatkan kualitas hidup manusia. Pemenuhan pangan dalam jumlah dan mutunya berkolerasi dengan produktivitas kerja dan pertumbuhan otak serta kecerdasan dan pada akhirnya dapat berperan dalam peningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ketersedian pangan adalah kondisi tersedianya pangan dari hasil produksi dalam negeri, cadangan pangan, serta pemasukan pangan (termasuk didalamnya impor dan bantuan pangan) apabila kedua sumber utama tidak dapat memenuhi kebutuhan. Ketersediaan pangan dapat dihitung pada tingkat nasional, regional, kabupaten dan tingkat masyarakat.
Dalam rangka menyediakan informasi ketahanan pangan yang akurat dan komprehensif maka Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian mengembangankan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan/Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA). Konsep ketahanan pangan dalam penyusunan FSVA dibangun berdasarkan beberapa paremeter yang dibagi menjadi tiga pilar ketahanan pangan: ketersedian pangan, akses pangan dan pemanfaatan pangan, serta mengintegrasikan gizi dan kerentanan di dalam keseluruhan pilar tersebut. Indikator-indikator tersebut digabungkan untuk menghasilkan nilai komposit ketahanan pangan, yang selanjutnya dijadikan sebagai Indeks Ketahanan Pangan (IKP). Penyusunan IKP mengadopsi pengukuran indeks global dengan berbagai penyesuaian metodologi sesuai dengan ketersedian data dan informasi di tingkat kabupaten/kota dan provinsi. IKP merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari FSVA, karena indikator yang digunakan dalam IKP merupakan indikator yang juga digunakan dalam penyusunan FSVA Nasional.
Metode Pengumpulan Data
Kerentanan pangan dan gizi adalah masalah multi-dimensional yang memerlukan analisis dari sejumlah parameter. Kompleksitas masalah ketahanan pangan dan gizi dapat dikurangi dengan mengelompokkan beberapa indikator ketersedian pangan ke dalam tiga kelompok/pilar ketahanan pangan yang berbeda tetapi saling berhubungan, sebagai berikut:
Khusus untuk analisis wilayah perkotaaan hanya menggunakan delapan indikator dari aspek keterjangkuan dan pemanfaatan pangan, mengingat ketersedian pangan di tingkat perkotaaan berasal dari perdagangan antar wilayah. Metode pembobotan selanjutnya digunakan untuk menentukan tingkat kepentingan relatif indikator terhadap masing-masing aspek ketahanan pangan. Metode pembobotan dalam penyusunan IKP mengacu pada metode yang dikembangkan oleh EIU dalam penyusunan GFSI (EIU 2018 dan 2019) dan GHI (IFPRI 2018 dan 2019). Penentuan besaran bobot Indikator penyusunan Indeks Ketahanan Pangan yang digunakan diperoleh melalui expert judgement.
IKP dikelompokkan ke dalam enam kelompok berdasarkan cut off point IKP. Cut off point IKP adalah hasil penjumlahan dari masing-masing perkalian antara bobot indikator individu dengan cut off point indikator individu hasil standarisasi z-score dan distance to scale (0-100). Wilayah yang masuk ke dalam kelompok 1 merupakan provinsi/kabupaten/kota yang cenderung memiliki tingkat kerentanan yang lebih tinggi daripada provinsi/kabupaten/kota dengan kelompok di atasnya, sebaliknya wilayah pada kelompok 6 merupakan provinsi/kabupaten/kota yang memiliki ketahanan pangan paling baik.
Indeks Ketahanan Pangan Nasional 2019
Semakin rendah IKP maka wilayah tersebut memiliki ketahanan pangan yang rendah/rentan, sedangkan wilayah yang memiliki IKP yang tinggi adalah wilayah yang memiliki ketahanan pangan yang tinggi. Analisis data nilai IKP Kabupaten dan Kota tahun 2019 menggunakan fitur Analyze 3D GEOMAPID dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Kabupaten atau Kota yang memiliki nilai IKP tinggi/baik terletak di Pulau Jawa, sedangkan Kabupaten/Kota yang memiliki nilai IKP rendah sebagian besar terletak di Indonesia Bagian Timur (Pulau Papua dan Maluku).
Ringkasan Data
Ringkasan Statistik yang didapatkan, sebagai berikut:
Skor tiap indeks memiliki rentan nilai (0-100) semakin rendah skor maka semakin rentan. Rata-rata Indeks Ketersedian (IK) Provinsi Tahun 2019 sebesar 75 dapat diasumsikan untuk ketersedian pangan sudah cukup baik, Rata-rata Indeks Keterjangkauan (IA) Provinsi Tahun 2019 sebesar 72 keterjangkuan terhadap pangan sudah cukup baik, Rata-rata Indeks Pemanfaatan (IP) Provinsi tahun 2019 hanya sebesar 56 dan perlu ditingkatkan pemanfaatan. Rata Indeks Ketahanan Pangan (IKP) Provinsi Tahun 2019 sebesar 66 dan perlu ditingkatan karena pertumbuhan penduduk.
Terdapat 6 (17.6%) provinsi dari 34 provinsi memiliki skor IKP yang rendah (Kelompok IKP 1 dan 3), yaitu Papua dan Papua Barat. Provinsi kelompok rentan pangan dindikasikan oleh 1) tingginya rasio konsumsi per kapita terhadap produski bersih per kapita, 2) tingginya prevalensi balita stunting, dan 3) tingginya penduduk miskin.
Rata-rata Indeks Ketersedian (IK) Kabupaten/Kota Tahun 2019 lebih rendah dibandingkan rata-rata IK Provinsi maka diperlukan peningkatan ketersedian pangan karena beberapa kabupaten memiliki skor IK sebesar 0, sedangkan Indeks Keterjangkauan (IA), Indeks Pemanfaatan (IP) dan Indeks Ketahanan Pangan (IKP) Kabupaten/Kota Tahun 2019 lebih tinggi dibandingkan rata-rata IA, IP, dan IKP Provinsi.
Kabupaten-kabupaten dalam kelompok rentan pangan kelompok 1-3 (71 kabupaten) diindikasikan oleh: i) tingginya rasio konsumsi per kapita terhadap produksi bersih per kapita, ii) tingginya prevalensi balita stunting, dan iii) tingginya penduduk miskin.
Saran dan Masukan Untuk Pihak Terkait
Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan/Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) dan Indeks Ketahanan Pangan (IKP) menyediakan informasi bagi pengambil keputusan sebagai salah satu dasar dalam menyusun perencanaan program dan kebijakan ketahanan pangan dan gizi serta upaya-upaya pengentasan daerah rentan rawan pangan. Berikut beberapa pihak yang dapat berperan dalam upaya peningkatan ketahanan pangan, sebagai berikut:
-
1.Pemerintah Pusat melalui kolaborasi beberapa kementerian untuk meningkatkan setiap indikator di Provinsi prioritas karena Ketahanan Pangan merupakan masalah multi-demisional. Beberapa program untuk dapat meningkatkan ketahanan pangan seperti: Kementerian Pertanian dapat menentukan provinsi prioritas untuk meningkatkan produksi pangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas pendidikan, Kementerian Kesehatan dengan meningkatkan kuantitas dan kualitas tenaga kesehatan serta fasilitas kesehatan.
-
2.Pemerintah Daerah (Provinsi, Kabupaten, dan Kota) selaku pengambil keputusan dapat menyusun rencana program dan kebijakan ketahanan pangan dan gizi. Pemerintah Daerah sangat berperan penting untuk meningkatan indikator yang memiliki nilai rendah untuk menjadi prioritas utama dan serta menjaga indikator yang dinialai sudah cukup baik. Pemda diharapkan juga membentuk Dewan Ketahanan Pangan untuk monitoring kondisi di wilayah masing-masing dan menyusun roadmap peningkatan ketahanan pangan.
-
3.Peneliti dan akademisi mampu berkontribusi terhadap upaya peningaktan ketahanan pangan dan gizi melalui penelitian serta pengabdian terhadap masyarakat. Kompleksitas ketahanan pangan dan gizi yang multi-demisional memperlukan kolaborasi peneliti dari berbagai bidang sehingga mampu memberikan rekomendasi ilmiah terhadap permasalahan di lapangan.
-
4.Swasta dan masyarakat, investasi di bidang pertanian dan inovasi sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kuantitas maupun kuantitas pertanian. Terlibatnya pihak swasta dapat mengurangin kesempatan kartel-kartel yang menguasai mayoritas beras, memperabaiki rantai distribusi yang tidak sempurna yang menyebabkan murahnya harge beli di petani dan mahalnya harga di konsumen. Beberapa anak bangsa sudah mengembakan startup di bidang pertanian yang mampu meningkatkan kesejahteraan petani dan swasta dapat memberikan investasinya kepada startup karya anak bangsa tersebut.
Saran dan Masukan untuk MAPID
GEO MAPID merupakan platform sistem informasi geospasial berbasis website dan terintergrasi dengan Form MAPID serta Internet of Things (IOT) MAPID yang dikembangkan oleh startup karya anak bangsa MAPID (PT Multi Areal Planing Indonesia).
Beberapa saran masukan untuk pengembangan GEOMAPID berdasarkan fitur yang disediakan, sebagai berikut:
-
1.Map Editor bagian attribute table sangat terbatas hanya untuk mengubah dan menambah data saja. Saya berharap pada fitur tabel dapat dilengkapi pilihan untuk menghapus atribut data (dapat diatasi dengan hide attribute), integrasi antara atribut atau operasi field calculator sehingga mampu menciptakan data di suatu atribut berdasarkan rumus perhitungan serta datanya dari atribut lainnya.
-
2.Analyze 3D tampilan 3D sangat menarik dan banyak pilihan, akan tetapi untuk klasifikasi data hanya tidak tersedia pilihan jenis klasifikasi data yang dipakai (Equal interval, Quantile, and Geometric intervals). Mengetahui klasifikasi data yang digunakan sangat penting untuk interpretasi visual suatu data yang sangat sering terjadi salah interpretasi. Pada fitur color gradient untuk pilihan random color, semoga pengguna dapat mengatur sendiri warna disetiap data yang dimiliki.
-
3.Analye Lite sudah sesuai dengan tujuan utama fitur yaitu memberikan gambaran umum (jumlah, rata-rata, dan kelompok) suatu data/layer dan persebaran atau konsentarsi data lokasi titik. Sedangkan untuk tampilan layer (khususnya layer poligon) tidak dapat diubah atau teratur default. Saran saya mungkin dapat ditambahkan diberikan klasifikasi data poligon, walaupun fitur tersebut sudah tersedia di Analysis 3D.
Terimaksih kepada MAPID yang telah memberikan saya kesempatan dalam memanfaatkan platform geospasial karya anak bangsa. Semoga kedepannya fitur yang disediakan semakin banyak untuk memenuhi kebutuhan analisis geospasial yang semakin beragam dari berbagai bidang.