Implementasi Konsep 15-Minute City di Kota Bukittinggi: Analisis Spasial Sebaran Fasilitas dan Destinasi Wisata Menggunakan Peta Isochrome

19/11/2024 • Diva Junita

Final Project Mapid Academy

Final Project Mapid Academy


15-Minute City
15-Minute City

PENDAHULUAN

Konsep 15-minute city (kota 15 menit) merupakan gagasan perencanaan kota yang menekankan pada kemudahan aksesibilitas penduduk terhadap kebutuhan hidup sehari-hari dalam waktu tempuh 15 menit dengan berjalan kaki atau bersepeda (Moreno et al., 2021). Konsep ini bertujuan untuk menciptakan kota yang lebih inklusif, berkelanjutan, dan efisien melalui pengurangan ketergantungan pada kendaraan bermotor, serta mendorong pola hidup aktif. Dengan menyediakan akses ke fasilitas publik seperti sekolah, pusat kesehatan, pasar, ruang terbuka hijau, dan tempat kerja di sekitar lingkungan, kota 15 menit diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan mengurangi jejak karbon (Gehl, 2010).

Kota Bukittinggi, salah satu kota wisata di Sumatera Barat, memiliki potensi untuk menerapkan konsep ini. Bukittinggi dikenal dengan tata kota yang padat, beragam fasilitas wisata seperti Jam Gadang dan Ngarai Sianok, serta keberadaan pasar tradisional dan pusat budaya. Dengan luas wilayah yang relatif kecil (25,24 km²) dan kontur kota yang berbukit, konsep 15-minute city dapat menjadi solusi untuk meningkatkan efisiensi pergerakan masyarakat dan wisatawan sekaligus mengurangi kemacetan lalu lintas yang sering terjadi di pusat kota.

Namun, belum ada studi yang mengkaji sejauh mana fasilitas dan destinasi wisata di Bukittinggi dapat diakses dalam waktu tempuh 15 menit. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan sebaran fasilitas dan wisata di Bukittinggi, serta membuat peta isochrome untuk mengidentifikasi fasilitas yang dapat dijangkau dalam waktu 15 menit berjalan kaki atau bersepeda dari pusat kota.

METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis spasial dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Pengumpulan data

Data spasial dikumpulkan dari sumber-sumber berikut:

  • Titik sebaran fasilitas publik (sekolah, pasar, rumah sakit, puskesmas, kantor polisi sarana ibadah.) diperoleh dari data RBI Indonesia Skala 1 : 50.000 dari InaGeoportal.
  • Titik sebaran destinasi wisata Kota Bukittinggi.

2. Analisis Isochrome

Isochrome dibuat menggunakan fitur dari Geo Mapid. Metode ini memodelkan waktu tempuh yaitu 15 menit dari titik awal atau pusat kota.

3. Visualisasi dan Interpretasi

Peta hasil analisis diinterpretasikan untuk menentukan area yang dapat diakses dalam waktu 15 menit dari titik pusat kota (Jam Gadang).

HASIL DAN PEMBAHASAN

hasil analisis menunjukan bahwa sebagaian fasilitas dan lokasi wisata yang ada di kota bukittinggi telah dapat di jangkau dengan waktu 15 menit dengan berjalan kaki dan bersepeda, hal ini menunjukan bahwa dapat dilakukan pengurangan pemakaian kendaran pribadi di dalam kota untuk mengurangi polusi lingkungan pada kota.

1. fasilitas perniagaan ( bank dan pasar )

untuk fasilitas perniagaan seperti bank dan pasar, mayoritas lokasi fasilitas tersebut berada di kecamatan guguk panjang, namun setelah di analisis menggunakan metode isochorome dengan titik awal dari pusat kecamatan mandiangin koto selayan dan aur birugo tigo baleh, dengan bersepeda, fasilitas tersebut masih dapat terjangkau dengan waktu tempuh selama 15 menit, sedangkan untuk berjalan kaki hanya beberapa fasilitas yang dapat di jangkau

analisis isochrome dari kecamatan mandiangin koto selayan untuk fasilitas perniagaan

gambar peta di atas menunjukan peta isochrome yang titik awal nya adalah titik pusat di kecamatan mandiangin koto selayan.

2. Fasilitas Pendidikan

untuk fasilitas pendidikan, jika di ambil dari titik pusat yg sama yaitu titik pusat kecamatan mandiangin koto selayan, dengan bersepeda selama 15 menit, mayoritas pendidikan yang ada di kota bukittinggi sudah hampir semua nya dapat di jangkau, namun jika hanya berjalan kaki hanya terdapat 15 sekolah yang dapat terjangkau.

berikut merupakan peta dari analisis isochrome untuk fasilitas pendidikan

isochrome fasilitas pendidikan

bisa di lihat pada peta, bahwa di kecamatan aur birugo tigo baleh masih terdapat beberapa fasilitas yang belum terjangkau, namun hal itu jika di awal pusat nya dari kecmatan auri birugo tigo baleh, fasilitas pendidikan itu dapat terjangkau baik itu dengan berjalan kaki maupun bersepeda.

3. fasilitas kesehatan

untuk fasilitas kesehatan juga, mayoritas fasilitas rumah sakit dan juga puskesmas sudah dapat di jangkau hanya dengan bersepeda selama 15 menit

berikut untuk peta analisis isochrome untuk fasilitas kesehatan di kota Bukitiingi

isochrome fasilitas kesehatan

4. fasiitas sarana ibadah

fasilitas sarana ibadah dalam waktu 15 menit bersepeda juga sudah dapat di jangkau di seluruh kota bukittinggi, namun ada beberapa fasilitas ibadah di wilayah kecmatan aur birugo tigo baleh yang masih belum terjangkau, namun jika titik pusat awl nya di ambil di daerah terseut, maka fasilitas tersebut sudah dapat terjangkau

isochrome fasilitas ibadah

5. pariwisata

untuk pariwisata di kota bukittinggi, semua nya sudah dapat terjangkau dengan waktu 15 menit bersepeda, namun jika berjalan kaki, belum ada tempat pariwisata yang terjangkau dalam waktu 15 menit.

isochrome pariwisata

bagaimana peta dan analisis 15 minute city ini dmanfaatkan ?

Peta 15-minute city dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang untuk mendukung perencanaan dan pengelolaan kota yang lebih berkelanjutan dan inklusif. Berikut adalah beberapa manfaatnya:

1. Perencanaan Tata Ruang dan Infrastruktur

  • Penempatan Fasilitas Publik: Peta ini membantu pemerintah menentukan lokasi ideal untuk fasilitas seperti sekolah, pasar, rumah sakit, dan ruang terbuka hijau, sehingga dapat diakses oleh sebagian besar penduduk dalam waktu singkat.
  • Identifikasi Kesenjangan Aksesibilitas: Dengan peta ini, area yang kekurangan fasilitas penting dapat diidentifikasi untuk prioritas pembangunan infrastruktur baru.

2. Pengembangan Pariwisata

  • Optimasi Rute Wisata: Wisatawan dapat dengan mudah merencanakan kunjungan ke destinasi yang berada dalam jangkauan berjalan kaki atau bersepeda, sehingga meningkatkan pengalaman wisata.
  • Peningkatan Nilai Ekonomi Lokal: Kemudahan akses ke destinasi wisata mendorong pengunjung untuk mengeksplorasi lebih banyak tempat, yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat lokal.

3. Pengurangan Kemacetan dan Polusi

  • Promosi Transportasi Aktif: Peta ini mendorong penggunaan berjalan kaki atau bersepeda, yang dapat mengurangi ketergantungan pada kendaraan bermotor, kemacetan, dan emisi karbon.
  • Perencanaan Jalur Transportasi Berkelanjutan: Data isochrome dapat digunakan untuk merancang jalur sepeda dan trotoar yang lebih baik, meningkatkan keselamatan dan kenyamanan pengguna.

4. Pendidikan dan Kesadaran Masyarakat

  • Pemahaman tentang Pola Mobilitas Lokal: Peta ini dapat digunakan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pola hidup aktif dan penggunaan ruang publik yang efisien.
  • Peningkatan Partisipasi Masyarakat: Informasi dari peta dapat melibatkan masyarakat dalam diskusi tentang kebutuhan fasilitas publik dan prioritas pembangunan.

KESIMPULAN

Penelitian ini menunjukkan bahwa konsep 15-minute city memiliki potensi besar untuk diterapkan di Kota Bukittinggi, mengingat struktur tata kota yang kompak dan keberagaman fasilitas serta destinasi wisata di wilayah ini. Analisis spasial melalui peta isochrome memperlihatkan bahwa sebagian besar fasilitas publik dan tempat wisata utama dapat diakses dalam waktu 15 menit berjalan kaki atau bersepeda dari pusat kota. Namun, ditemukan beberapa area dengan aksesibilitas yang masih terbatas, terutama untuk fasilitas pendidikan dan kesehatan.

Hasil penelitian ini menegaskan pentingnya perencanaan tata ruang yang terintegrasi untuk mendukung terciptanya lingkungan urban yang inklusif, berkelanjutan, dan ramah lingkungan. Implementasi konsep ini tidak hanya dapat meningkatkan kualitas hidup penduduk lokal dengan memudahkan akses terhadap kebutuhan harian, tetapi juga mendukung pengembangan sektor pariwisata dengan menciptakan pola pergerakan yang lebih efisien bagi wisatawan.

Sebagai langkah lanjutan, pemerintah kota dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk mengidentifikasi prioritas pembangunan infrastruktur dan memperkuat sistem transportasi aktif. Dengan demikian, Kota Bukittinggi dapat menjadi contoh kota yang berhasil menerapkan prinsip 15-minute city di Indonesia, sekaligus mewujudkan urbanisme yang lebih manusiawi dan berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Gehl, J. (2010). Cities for People. Washington, DC: Island Press.

Moreno, C., Allam, Z., Chabaud, D., Gall, C., & Pratlong, F. (2021). Introducing the “15-minute city”: Sustainability, resilience, and place identity in future post-pandemic cities. Smart Cities, 4(1), 93–111.

OpenStreetMap contributors. (2024). OpenStreetMap. Retrieved from https://www.openstreetmap.org.

Pemerintah Kota Bukittinggi. (2023). Data fasilitas publik dan destinasi wisata Bukittinggi. Bukittinggi: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.

Data Publications