Oleh:
ABSTRAK
Kelurahan Cihaurgeulis di Kecamatan Cibeunying Kaler, Kota Bandung, merupakan kawasan permukiman padat dengan kondisi yang tidak tertata dan minimnya prasarana dasar. Studi ini bertujuan mengevaluasi penerapan strategi land sharingdalam menata kembali permukiman kumuh melalui pendekatan kolaboratif antara pemilik lahan dan penghuni. Penelitian ini dilakukan secara deskriptif-kualitatif dengan analisis spasial dan evaluasi data primer dan sekunder, termasuk pemetaan, survei, dan analisis kebutuhan hunian. Hasil kajian menunjukkan bahwa konsep land sharing memungkinkan pembangunan rumah susun lima lantai sebanyak 10 tower, penyediaan ruang terbuka hijau (20%), sarana-prasarana (15%), serta zona ekonomi produktif (15%) di atas lahan eksisting seluas 7,91 Ha tanpa penggusuran. Kesimpulan menunjukkan bahwa strategi ini dapat menjadi solusi berkelanjutan dalam penataan permukiman padat perkotaan dan perlu didukung kebijakan tata ruang.
Kata Kunci: land sharing; rumah susun; keberlanjutan; permukiman kumuh; tata ruang
PENDAHULUAN
Kota Bandung terus mengalami pertumbuhan penduduk yang pesat dan peningkatan kebutuhan terhadap lahan permukiman, terutama di kawasan-kawasan padat seperti Kelurahan Cihaurgeulis, Kecamatan Cibeunying Kaler. Kawasan ini menunjukkan karakteristik permukiman dengan kepadatan tinggi, struktur bangunan tidak beraturan, serta keterbatasan infrastruktur dasar. Fenomena ini menyebabkan terjadinya degradasi kualitas lingkungan permukiman dan berisiko memunculkan masalah sosial ekonomi yang lebih kompleks jika tidak segera ditangani.
Berbagai pendekatan telah digunakan untuk penataan kawasan padat, salah satunya adalah relokasi, namun pendekatan ini kerap menimbulkan resistensi sosial dan putusnya jaringan sosial-ekonomi warga. Oleh karena itu, dibutuhkan alternatif strategi yang mempertahankan keberadaan warga sembari meningkatkan kualitas lingkungan hunian. Salah satu pendekatan yang mulai dikembangkan adalah land sharing, yakni strategi pembagian ruang antara pemilik lahan dan penghuni secara kolaboratif tanpa harus melakukan relokasi secara penuh. Pendekatan ini telah berhasil diterapkan di sejumlah lokasi seperti di Gunung Anyar Tambak, Surabaya (Yukeiko and Rahmawati, 2015). Salah satu keunggulan utama land sharingadalah kemampuannya dalam melakukan penataan ulang kawasan tanpa penggusuran, sehingga menjaga keberlangsungan komunitas yang telah ada dan meminimalkan konflik sosial.
Secara teoritis, konsep land sharing mendukung prinsip keberlanjutan melalui optimalisasi ruang, partisipasi masyarakat, serta peningkatan kualitas hidup. Selain itu, strategi ini dianggap mampu menjawab tantangan keterbatasan lahan dan kompleksitas kepemilikan dalam urbanisasi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kemungkinan implementasi konsep tersebut pada kawasan permukiman Cihaurgeulis, dengan harapan dapat menghasilkan rekomendasi perencanaan yang berkelanjutan dan inklusif.
METODE PENELITIAN
1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Kelurahan Cihaurgeulis, Kecamatan Cibeunying Kaler, Kota Bandung. Kawasan ini mencakup luas 7,91 Ha dengan karakteristik permukiman padat, infrastruktur minim, serta tingkat kepemilikan lahan yang beragam. Lokasi dipilih karena menjadi salah satu kawasan yang masuk dalam prioritas penataan permukiman oleh pemerintah kota.

2. Variabel Penelitian
Penelitian ini menggunakan empat variabel utama yang dijelaskan sebagai berikut:
- 1. Penggunaan Lahan Eksisting
Variabel ini mencakup identifikasi distribusi ruang pada kondisi saat ini, meliputi zona permukiman, fasilitas umum (pendidikan, ibadah, kesehatan), dan ruang terbuka hijau. Data ini penting untuk menentukan sejauh mana kawasan dapat dioptimalkan melalui pendekatan land sharing.
- 2. Kepadatan Penduduk dan Kebutuhan Unit Hunian
Mengukur jumlah penduduk dan rumah tangga yang tinggal di kawasan untuk menghitung jumlah unit hunian vertikal yang diperlukan. Variabel ini digunakan untuk menentukan kapasitas rumah susun yang akan dirancang.

Lahan permukiman di Kelurahan Cihaurgeulis yang memiliki luas wilayah sebesar 7,91 Ha atau 79.100 m2, terdapat 371 bangunan, dan 1.855 jiwa.

- 3. Model Pembagian Lahan (Land Sharing)
Merinci komposisi proporsi ruang yang direncanakan, misalnya persentase lahan untuk hunian, ruang terbuka hijau, fasilitas sosial, dan kegiatan ekonomi produktif.

- 4. Kesepakatan Sosial antara Pemilik dan Penghuni
Variabel ini menilai sejauh mana proses kesepahaman dan kolaborasi antara pemilik lahan dan penghuni berlangsung. Aspek ini krusial karena land sharing mengandalkan partisipasi sukarela sebagai dasar penataan tanpa penggusuran.
3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif untuk memahami karakteristik kawasan permukiman padat di Kelurahan Cihaurgeulis serta mengevaluasi potensi penerapan strategi land sharing. Pendekatan ini dipilih karena memungkinkan penggambaran kondisi fisik dan sosial kawasan secara mendalam serta penyusunan strategi penataan yang mempertimbangkan aspek partisipatif dan keberlanjutan.
4. Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
- Data primer, yang dikumpulkan melalui:
- Observasi lapangan, untuk mengidentifikasi kondisi eksisting fisik dan sosial permukiman.
- Survei pemetaan spasial, yang digunakan untuk menginventarisasi jumlah bangunan, kepadatan penduduk, dan penggunaan lahan. Meskipun menghasilkan data kuantitatif, survei ini digunakan untuk mendukung analisis deskriptif terhadap kondisi ruang.
- Data sekunder, yang diperoleh dari dokumen dan sumber resmi seperti:
- Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
- Peta penggunaan lahan
- Data statistik kependudukan
5. Tahapan Analisis
Analisis dalam penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan berikut:
-
1.Identifikasi karakteristik fisik dan sosial kawasan, untuk memahami struktur permukiman, kondisi lingkungan, serta kepemilikan lahan.
-
2.Perhitungan kebutuhan unit hunian, berdasarkan standar SNI 03-7013-2004 untuk menentukan kapasitas rumah susun vertikal yang sesuai.
-
3.Perumusan skenario pembagian lahan dengan pendekatan land sharing, yang mencakup proporsi ruang untuk hunian, fasilitas umum, ruang terbuka hijau, dan zona ekonomi.
Visualisasi perencanaan spasial, melalui simulasi tata letak kawasan yang mengintegrasikan seluruh elemen fungsi lahan dalam satu skema penataan.
Hasil dan Pembahasan
Studi kasus ini mengambil lokasi di Kelurahan Cihaurgeulis, Kecamatan Cibeunying Kaler, Kota Bandung, yang memiliki karakteristik permukiman padat dengan infrastruktur dasar yang terbatas. Kawasan ini dipilih sebagai lokasi simulasi penerapan pendekatan land sharing dalam penataan kawasan tanpa penggusuran.
Luas kawasan studi ditetapkan sebesar 7,91 hektar, berdasarkan arahan perencanaan dengan batas maksimal 10 hektar. Adapun wilayah kajian tidak mencakup seluruh wilayah administratif Kelurahan Cihaurgeulis, melainkan merupakan subset kawasan yang dipilih secara purposif dan dibatasi mengikuti jaringan jalan eksisting. Pemilihan batas ini bertujuan agar simulasi penataan spasial dapat mengikuti kondisi aktual serta memperhitungkan konektivitas antarblok dan zonasi ruang secara rasional.
Simulasi pembagian fungsi ruang mencakup:
- 50% untuk pembangunan rumah susun lima lantai (±10 tower), guna menampung seluruh kepala keluarga eksisting tanpa relokasi.
- 20% untuk ruang terbuka hijau, sebagai zona resapan, taman bermain, dan ruang interaksi warga.
- 15% untuk fasilitas sosial, seperti PAUD, posyandu, balai warga, masjid, dan ruang serbaguna.
- 15% untuk zona ekonomi produktif, meliputi kios UMKM, warung komunitas, dan ruang pelatihan kerja.
Komposisi ruang ini disusun berdasarkan simulasi kebutuhan hunian dan prinsip integrasi fungsi sosial, ekologis, dan ekonomi. Visualisasi kawasan juga memperhatikan prinsip sirkulasi satu arah, jalur hijau pedestrian, serta konektivitas antarzona yang optimal. Sistem kelembagaan warga dirancang melalui pembentukan koperasi komunitas sebagai bentuk pengelolaan bersama atas fasilitas dan zona ekonomi.

Analisis Perhitungan Kebutuhan:
Total luas lahan: 7,91 Ha atau 79.100
Jumlah bangunan: 371 bangunan
Jumlah Penduduk: 1.855 jiwa
Alokasi lahan untuk rusun (50%): 39.550
Asumsi:
Jika 1 tower 40 bangunan, maka:
Banyak tower = (Jumlah bangunan)/(40 bangunan) = 371/40 = 9,27 = 10 tower (sisa 83 bangunan)
Rencana pembangunan rusun ini akan di buat menjadi 10 tower dan masing-masing tower yaitu 5 lantai.
Luas lahan per tower yaitu = (39.550 ) / 10 = 3.955
Alokasi lahan untuk RTH (20%): 15.820
RTH (Taman/Tempat bermain, lahan parkir)
Luas lahan minimal Taman/Tempat bermain = 250
Luas lahan minimal lahan parkir = 500
Masing-masing luas lahan RTH dengan kebutuhan 9 = (15.820 )/9 = 1.757
Alokasi lahan untuk sarana dan prasarana (15%): 11. 865
Fasilitas niaga/tempat kerja: luas lahan warung minimal (butuh 7 bangunan)
Fasilitas pendidikan: luas lahan tk minimal (butuh 1)
Fasilitas kesehatan: luas lahan posyandu minimal (butuh 2)
Fasilitas peribadatan: luas lahan masjid minimal (butuh 1)
Fasilitas pelayanan umum: luas lahan kantor rt minimal (butuh 7), luas lahan kantor rw minimal (butuh 2), dan luas lahan siskamling minimal (butuh 9)
Masing-masing luas lahan sarana dan prasarana dengan kebutuhan 35
Alokasi lahan untuk usaha pengembangan (15%): 11. 865
Penentuan KDB:
Total KDB dari rusun 10 tower = (Luas dasar bangunan) / (Total luas lahan) × 100% = (39.550 ) / (79.100 ) × 100% = 50%
Total KDB RTH = (Luas dasar bangunan) / (Total luas lahan) × 100% = (15.820 ) / (79.100 ) × 100% = 20%
Total KDB sarana dan prasarana = (Luas dasar bangunan) / (Total luas lahan) × 100% = (11.865 ) / (79.100 ) × 100% = 15%
Total KDB usaha pengembangan = (Luas dasar bangunan) / (Total luas lahan) × 100% = (11.865 ) / (79.100 )×100% = 15%
Penentuan KLB:
Total KLB dari rusun 10 tower = (Total luas lantai) / (Total luas lahan) = (39.550 x 5) / (79.100 ) = 2,5
Total KLB RTH = (Total luas lantai) / (Total luas lahan) = 15.820 / (79.100 ) = 0,2
Total KLB sarana dan prasarana = (Total luas lantai) / (Total luas lahan) = 11.865 / (79.100 ) = 0,15

Pola hunian vertikal dirancang dengan mengacu pada SNI dan memperhatikan aspek ventilasi silang, pencahayaan alami, dan aksesibilitas lansia. Sistem sirkulasi kawasan dirancang satu arah dengan jalur hijau pedestrian dan koneksi antar zona yang efisien. Kelembagaan pengelolaan komunitas juga direncanakan melalui koperasi warga untuk mengelola zona ekonomi dan fasilitas bersama.
Pendekatan ini dinilai berhasil dalam mempertahankan warga eksisting di lokasi yang sama, memperbaiki kualitas lingkungan permukiman, dan meningkatkan akses terhadap fasilitas dasar. Kesepakatan antara pemilik lahan dan warga menjadi faktor kunci, didukung oleh fasilitasi dari pemerintah kota dan potensi skema pembiayaan berbasis CSR maupun dana perumahan sosial.
Studi ini mengonfirmasi hasil temuan dari studi serupa di Surabaya yang menunjukkan bahwa pendekatan land sharing efektif menjaga keberlanjutan sosial karena tidak memutus jaringan komunitas yang sudah terbentuk dan memungkinkan penghuni tetap tinggal di lokasi yang sama.
Pendekatan ini juga mengurangi konflik kepemilikan melalui skema pembagian ruang yang disepakati antara pemilik lahan dan penghuni, seperti yang ditunjukkan dalam studi di Gunung Anyar Tambak, Surabaya. Dalam studi tersebut, dilakukan kesepakatan proporsi pembagian lahan misalnya 60% untuk pemilik lahan dan 40% untuk penghuni yang memungkinkan pembangunan ulang permukiman secara terstruktur tanpa menimbulkan penggusuran (Yukeiko and Rahmawati, 2015).
Di Kota Jambi, pendekatan land sharing diterapkan dalam bentuk co-housingyang menekankan pentingnya ruang kolektif, seperti dapur bersama, ruang terbuka komunal, serta zona ekonomi komunitas seperti koperasi dan bengkel keterampilan. Konsep ini berhasil meningkatkan interaksi sosial dan solidaritas antarwarga, sekaligus memberi ruang bagi ekonomi warga berkembang secara inklusif (Alfarazy et al., 2021).
Dari sisi konseptual, berbagai kajian akademik menunjukkan bahwa pendekatan land sharing dapat menjawab tantangan keterbatasan lahan dengan tetap menjaga keadilan hunian (aspek sosial), menyediakan ruang terbuka hijau yang memadai (aspek ekologis), serta mendukung aktivitas ekonomi komunitas seperti UMKM (aspek ekonomi) dalam satu kesatuan ruang (Fitri Wijayanti and Raudha Anggraini Tarigan, 2023).
Namun, keberhasilan implementasi sangat bergantung pada kesediaan pemilik lahan dan warga untuk berkompromi, serta dukungan kebijakan pemerintah daerah dalam bentuk regulasi insentif, pendanaan, dan fasilitasi partisipatif.
KESIMPULAN
Penelitian ini menunjukkan bahwa pendekatan land sharing memiliki potensi besar sebagai strategi penataan kawasan permukiman padat tanpa penggusuran, khususnya di wilayah perkotaan seperti Cihaurgeulis. Meskipun simulasi perencanaan dilakukan pada sebagian kawasan yang dipilih secara purposif dan dibatasi oleh jaringan jalan eksisting, hasil analisis mampu menggambarkan pembagian ruang yang proporsional dan fungsional. Dalam perencanaan lahan seluas 7,91 hektar memungkinkan penyediaan hunian vertikal berupa rumah susun lima lantai sebanyak sepuluh menara, yang mampu menampung seluruh unit hunian eksisting tanpa perlu relokasi.
Selain hunian, ruang juga dialokasikan untuk fungsi-fungsi lain seperti ruang terbuka hijau, fasilitas sosial, dan kegiatan ekonomi produktif yang keseluruhannya dirancang untuk mendukung keberlangsungan hidup warga di lokasi yang sama. Proses perencanaan dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan dasar sesuai standar nasional, serta prinsip keberlanjutan spasial dan sosial. Dalam hal ini, keberadaan koperasi warga sebagai kelembagaan komunitas menjadi penting untuk mendukung pengelolaan bersama terhadap zona ekonomi dan fasilitas publik.
Land sharing dapat menjadi solusi spasial yang adil, efisien, dan berkelanjutan bagi kota-kota yang menghadapi tantangan keterbatasan lahan dan kompleksitas kepemilikan. Keberhasilannya sangat bergantung pada komitmen para pihak, terutama kesediaan pemilik lahan dan penghuni untuk bekerja sama, serta dukungan regulasi dan pembiayaan dari pemerintah kota. Dengan pendekatan yang partisipatif dan kolaboratif, strategi ini tidak hanya meningkatkan kualitas permukiman secara fisik, tetapi juga menjaga struktur sosial yang telah terbentuk dalam komunitas perkotaan.
DAFTAR PUSTAKA
Wijayanti, F., & Tarigan, R. A. (2022). Perdebatan antara Land Sharing dan Land Sparing. Agrotekma: Jurnal Agroteknologi dan Ilmu Pertanian, 7(1), 36–41. https://doi.org/10.31289/agr.v7i1.9506
Yukeiko, R., & Rahmawati, D. (2015). Konsep Land Sharing sebagai Alternatif Penataan Permukiman Nelayan di Kelurahan Gunung Anyar Tambak Surabaya. Jurnal Teknik ITS, 4(2), C125–C127.