LATAR BELAKANG
Sebagian kawasan pesisir Sidoarjo berupa hutan mangrove. Kondisi dalam 10 tahun terakhir ini terjadi penurunan luas mangrove. Pada tahun 2001 luas hutan mangrove yang tersisa hanya sekitar 343,85 Ha (RT RW Kabupaten Sidoarjo 2003-2013). Namun, jumlah tersebut telah menurun secara drastis. Dalam Rencana Penataan dan Pengembangan Kawasan Pesisir Kabupaten Sidoarjo 1998 – 2008 disebutkan bahwa kondisi hutan mangrove di wilayah penelitian rata-rata memiliki kondisi yang buruk. Secara alami, ekosistem mangrove dapat memperbaiki habitatnya dalam kurun waktu lebih dari 10 tahun. Menurut Saengar (2002), mangrove mampu beradaptasi pada berbagai kondisi fisiologis, morfologi, biokimia, dan reproduktif. Sehingga memungkinkan untuk tumbuh pada wilayah kurang stabil dan sulit. Berdasarkan sifat inilah mangrove dapat tumbuh di wilayah pesisir berlumpur.
Setelah bencana lumpur Lapindo, terdapat dampak positif bagi kehidupan di muara Sungai Porong. Menurut media masa Pikiran Rakyat (2020), masyarakat setempat menanaminya dengan tumbuhan mangrove dan berkembang dengan cukup baik. Selain itu, hasil endapan pembuangan lumpur ini menghasilkan daratan baru yang dikenal dengan Pulau Lumpur Sidoarjo (Lusi) seluas 94 ha.
Dengan demikian tujuan penelitian ini adalah mengetahui perubahan ekosistem pesisir terutama mangrove sejak tahun 2005 hingga 2021. Dan diharapkan dapat digunakan untuk Menyusun kebijakan pembangunan mangrove di area sekitar.
MATERIAL DAN METODE
Penelitian ini menggunakan data penginderaan jauh multi-temporal dengan resolusi spasial menengah 30 x 30 meter yang diperoleh dari USGS Earth Explorer. Citra Landsat 7 ETM+ untuk tahun 2005 dan 2013 serta Landsat 8 OLI untuk tahun 2015 dan 2021.
- Mangrove Vegetation Index (MVI)
Baloloy et al. (2020) menyajikan algoritma baru berupa Mangrove Vegetation Index (MVI) dengan menggunakan 3 band (Green, NIR, dan SWIR1). Penggunaan band tersebut untuk membedakan kehijauan dan kelembaban mangrove yang berbeda dari vegetasi darat dan tutupan lahan lainnya. Analisis pita spektral menunjukkan bahwa |NIR-Green| bagian dari MVI menangkap perbedaan kehijauan antara hutan mangrove dan vegetasi darat. |SWIR-Green| bagian dari indeks mengungkapkan kelembaban hutan mangrove yang berbeda tanpa memerlukan data intertidal tambahan dan indeks air. Nilai MVI meningkat dengan meningkatnya probabilitas suatu piksel diklasifikasikan sebagai mangrove.
- Normalized Diffrerence Vegetation Index (NDVI)
NDVI digunakan untuk mengukur kehijauan vegetasi dan berguna dalam memahami kerapatan vegetasi dan menilai perubahan kesehatan tanaman. NDVI dihitung sebagai rasio antara nilai merah (R) dan inframerah dekat (NIR).
ANALISIS DATA
Dalam identifikasi perkembangan mangrove, dilakukanlah perhitungan luasan area mangrove dan perbandingan tiap periodenya. Serta dalam proses identifikasi ini, digunakan teknik overlay untuk mengetahui besarnya perubahan luas area mangrove.
Hasil pengolahan menggunakan MVI pada tiap tahun menunjukkan bahwa kawasan mangrove di muara Sungai Porong mengalami peningkatan. Terlihat pada Gambar 2, pada tahun 2005 hingga 2013 mengalami peningkatan signifikan sejak adanya sedimentasi dari lumpur Sidoarjo tahun 2006. Karakteristik lumpur yang berasal dari semburan hampir mirip dengan lumpur pantai Sidoarjo tetapi miskin unsur hara, namun mengingat lumpur yang telah bercampur dengan lumpur muara sungai dan pasang surut air laut, maka diperkirakan dapat menambah unsur hara untuk berkembangnya mangrove. Selain itu juga pada tahun 2010, untuk memanfaatkan lumpur tersebut, masyarakat bersama dengan instansi setempat melakukan kegiatan penanaman mangrove di Muara Sungai Porong.
Pola sedimentasi yang terbentuk turut mempengaruhi pola persebaran sedimen yang menjadi habitat tanaman mangrove. Penambahan material sedimentasi menambah luas hidup vegetasi mangrove. Vegetasi mangrove yang ditemukan di wilayah kepesisiran sidoarjo sebagian besar pada bagian utara adalah Avicennia marina, bagian tengah adalah Avicennia eucalyptifolia dan Avicennia alba, serta bagian selatan adalah Avicennia marina (Fitriani, 2014).
Tingkat kerapatan mangrove yang diukur menggunakan NDVI didapatkan 4 kategori, yaitu Kerapatan Sangat Rendah, Rendah, Sedang dan Kerapatan Tinggi. Pembagian kerapatan ini juga berdasarkan nilai NDVI yang berkisar -1,0 hingga +1,0. Pada penelitian ini, nilai NDVI hutan mangrove berada di rentang 0,3 - 0,8. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Kartikasari (2015) yang berlokasi di Estuari Perancak, dimana rentang nilai NDVI untuk vegetasi mangrove berkisar antara 0.4 – 0.8.
Dapat dilihat pada Gambar 3 kerapatan mangrove yang tinggi lebih mendominasi dibandingkan dengan kerapatan sedang dan jarang. Hal tersebut diduga karena substrat untuk tumbuh dan berkembang sangat baik serta sedikitnya gangguan terhadap ekosistem mangrove. Sehingga, mangrove tumbuh sangat subur di daerah tersebut. Untuk penyebarannya mangrove dengan kerapatan tinggi berada di sisi sungai atau laut.
Volume perubahan area mangrove disajikan pada Tabel 1. Pada kerapatan tinggi diperkirakan merupakan mangrove yang memang sudah tumbuh lama di daerah tersebut akan tetapi tidak semua kerapatan tinggi merupakan mangrove alami. Terdapat pula mangrove hasil dari konversi lahan yang kerapatannya tinggi. Begitu pula pada kerapatan sedang dan rendah.
Luasan mangrove terlihat terus bertambah dan rimbun, dibuktikan dengan luasan pada kategori kerapatan sangat rendah yang terus berkurang. Melihat perkembangan mangrove yang tumbuh dengan baik di lokasi hasil sedimentasi lumpur Sidoarjo maka perlu perhatian dari pihak pemerintah untuk dilakukan pengelolaan dengan baik. Tujuannya agar ekosistem mangrove tersebut dapat terjaga dan lestari. Potensi selanjutnya, lokasi tersebut dapat digunakan untuk pengembangan pariwisata.