Pemetaan Partisipatif Batas Wilayah dan Analisis Potensi Bencana Kampung Adat Cireundeu, Leuwigajah, Cimahi Selatan, Kota Cimahi

01/07/2024 • HIMA SAIG UPI

Kampung adat cirendeu


Kampung Adat Cirendeu
Kampung Adat Cirendeu

Disusun Oleh : Garda Asa Muhammad, Hariadi Satria, Sandra Tiana

Pendahuluan

Kampung Adat Cireundeu, sebuah wilayah yang terletak di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, memiliki sejarah panjang dan budaya yang masih terjaga. Masyarakat di kampung ini memiliki hubungan yang kuat dengan tanah dan sumber daya alam di sekitarnya. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, kampung ini telah mengalami berbagai perubahan, seperti era digitalisasi dan sosial media sehingga membuat kampung adat Cireundeu ini menjadi kampung adat yang modern. Terlihat dari bangunan yang infrastrukturnya cukup modern dan masyarakat adat di sana yang juga hidup berdampingan di era modern ini, tentunya saat ini mereka masih mempertahankan adat dan kebiasaan turun temurun dari nenek moyang mereka.

Pemetaan partisipatif merupakan sebuah metode yang memadukan teknik pemetaan dengan partisipasi aktif dari masyarakat lokal. Pendekatan ini berfokus pada penggunaan pengetahuan dan pengalaman warga untuk membuat peta yang mencerminkan kondisi dan kebutuhan mereka. Pemetaan partisipatif melibatkan masyarakat dalam proses pengumpulan, analisis dan penyajian data geografis, serta pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang pesat. Hal ini tidak hanya memperkuat kapasitas masyarakat untuk memahami dan mengelola sumber daya alam, tapi juga memperkuat hak mereka atas tanah dan sumber daya lainnya. Dengan demikian, proses pemetaan partisipatif berguna untuk meningkatkan pemahaman tentang sejarah dan budaya Kampung Adat Cireundeu, mengidentifikasi aset dan sumber daya alam kampung Cireundeu, dan meningkatkan komunikasi dan kolaborasi antar warga di Kampung Cireundeu.

Pemetaan partisipatif di Kampung Cireundeu dapat menjadi proses yang memberdayakan dan mempersatukan. Dengan bekerja sama, masyarakat dapat menciptakan peta yang mencerminkan nilai-nilai, aspirasi, dan pengetahuan mereka sendiri. Peta ini kemudian dapat digunakan untuk memperkuat komunitas dan memastikan masa depan yang berkelanjutan bagi Kampung Cireundeu.

Metode Penelitian

Pada penelitian ini, digunakan metode partisipatif yang pada dasarnya merupakan suatu cara yang melibatkan masyarakat secara aktif dalam mengkaji permasalahan dan melakukan pengumpulan data. Pada tahapan pengumpulan data, kami melakukan sosialisasi terlebih dahulu untuk mengumpulkan beberapa pihak RW dan RT yang dilaksanakan pada tanggal 10 Maret 2024. Kegiatan sosialisasi ini berperan sebagai forum diskusi antara kami sebagai peneliti bersama masyarakat dalam rangka menyamakan tujuan. Pada kegiatan ini, kami selaku peneliti memberikan informasi dan beberapa pertanyaan terkait permasalahan wilayah yang sering terjadi serta mendiskusikan kebutuhannya. Kegiatan sosialisasi yang telah dilakukan meliputi beberapa kegiatan, di antaranya:

  1. 1.
    Pemaparan latar belakang dilaksanakannya pemetaan oleh peneliti.
  1. 2.
    Pemaparan tujuan dilaksanakannya pemetaan oleh peneliti.
  1. 3.
    Pemaparan manfaat dilaksanakannya pemetaan untuk Kampung Adat Cireundeu.
  1. 4.
    Pemaparan alasan dipilihnya wilayah Kampung Adat Cireundeu sebagai lokasi pemetaan partisipatif.
  1. 5.
    Pemaparan penggunaan software Arcgis, Google Maps, GPS kepada masyarakat.
  1. 6.
    Para masyarakat? ketua? RW dan RT diminta untuk menentukan batas wilayah pada citra satelit untuk memudahkan dalam delineasi batas wilayah.
  1. 7.
    Dilakukan sesi tanya jawab untuk mengenali permasalahan yang mereka hadapi di wilayah kajian.

Berikut merupakan alur pengumpulan data yang dilakukan bersama masyarakat:

diagram alir

Hasil dan Pembahasan

Batas Administrasi Kampung Adat Cirendeu

Pada pemetaan partisipatif kali ini, kami melakukan penegasan batas wilayah untuk setiap wilayah RT dengan melakukan wawancara langsung kepada beberapa tokoh masyarakat yang ada di Kampung Cireundeu. Pembuatan peta ini dilakukan dengan mendasarkan hasilnya dari interpretasi warga mengenai tempat tinggalnya. Selain itu, proses ini juga dibantu oleh tim pembuat peta dengan menggunakan proyektor untuk memudahkan warga dalam melakukan digitasi batas administrasi RT. Dari proses ini, dihasilkan keluaran berupa peta batas wilayah RT dengan satuan luasannya.

Batas RT Cirendeu

Tabel administrasi

Kampung Cireundeu terdiri dari lima RT dengan luasan yang beragam. RT 05 di bagian utara memiliki luas paling besar di angka 36,3 Ha sedangkan RT dengan wilayah terkecil ditempati oleh RT 04 dengan luasan 3,1 Ha. Pembatasan didasari oleh batas jalan, penggunaan lahan, dan sungai yang didasari oleh kesaksian para tokoh dan warga setempat.

Sumber Daya dan Potensi Kampung Adat Cireundeu

Penggunaan lahan paling dominan yang ada di Kampung Cireundeu adalah perkebunan pisang dan ladang singkong yang menjadi komoditas utama dari kampung ini. Masyarakat Cireundeu telah lama menggunakan singkong sebagai makanan pokok utama pengganti nasi. Selain itu juga masyarakat setempat telah memberdayakan komoditas tersebut menjadi banyak olahan makanan yang dapat dibeli sebagai buah tangan; seperti keripik singkong, cireng, dan lain-lain.

Kekayaan alam dan budaya yang ada di Kampung Cireundeu menjadi daya tarik utama wisatawan yang ingin berkunjung ke kampung ini. Masyarakat Cireundeu yang masih memegang teguh adat sunda dapat dibuktikan dengan adanya Bale Adat yang menjadi pusat budaya dan aktivitas masyarakat. Bangunan dengan arsitektur khas tersebut menjadi salah satu tempat yang paling ramai dikunjungi oleh wisatawan. Bukit yang mengelilingi kampung ini seperti Puncak Salam seringkali dijadikan destinasi pendakian karena medannya tidak terlalu terjal dan memiliki hutan yang masih terjaga keasliannya.

Dari sisi fasilitas umum, Kampung Cireundeu telah memiliki fasilitas yang cukup lengkap di bidang pendidikan, ekonomi, dan budaya. Namun, fasilitas kesehatan yang tersedia hanya posyandu dan tidak ada rumah sakit atau klinik sehingga masyarakat yang membutuhkan pengobatan harus keluar dari wilayah rukun warga ke arah pusat Kota Cimahi.

Potensi Bencana Kebakaran Hutan

Kampung Adat Cireundeu merupakan kampung adat yang berada di tengah padatnya Kota Cimahi, lingkungan yang masih hijau dan asri menjadi salah satu paru-paru Kota Cimahi. Namun, Kampung Adat Cireundeu ini mengalami permasalahan yang sering terjadi setiap tahunnya, yaitu kebakaran hutan, khususnya ketika musim kemarau. Dengan demikian,berdasarkan permasalahan tersebut, kami membuat peta kebakaran hutan yang dilakukan dengan penitikan daerah rawan kebakaran.

Kebakaran hutan

Berdasarkan titik yang kami dapatkan melalui digitasi bersama warga, kami melakukan pengolahan dengan tool pada software ArcGIS, yaitu inverse distance weighting (IDW). IDW adalah salah satu metode interpolasi untuk menaksir suatu nilai pada lokasi yang tidak tersampel berdasarkan data di sekitarnya. Sehingga, dapat dilihat dari hasil pengolahan, RT 02 merupakan daerah yang paling harus waspada karena tingkat kerawanannya sangat tinggi untuk terjadi kebakaran hutan di sana.

Potensi Bencana Tanah Longsor

Kampung Adat Cireundeu berada di daerah perbukitan dan memiliki karakteristik kelerengan yang termasuk golongan cukup miring. Faktor geografis ini membuat kampung tersebut rentan terhadap bencana tanah longsor, terutama pada musim hujan. Peta risiko bencana tanah longsor di Kampung Cireundeu mengklasifikasikan risiko menjadi empat kategori: sangat rawan, rawan, cukup rawan, dan tidak rawan. Sebagian besar wilayah kampung ini berada dalam kategori sangat rawan, terutama di RT 01 dan RT 02 karena topografinya yang sangat curam dan berbukit. Klasifikasi tidak rawan umumnya berada di daerah pemukiman yang datar, seperti di RT 04. RT 03 dan RT 05 sebagian besar berada dalam kategori cukup rawan dan rawan, karena topografinya lebih landai dibandingkan dengan RT 01 dan RT 02.

Potensi bencana tanah longsor ini dilakukan pengolahan menggunakan lima parameter: data kemiringan lereng, data penggunaan lahan, data curah hujan tahunan selama 10 tahun, data jenis tanah, dan data geomorfologi. Data-data ini dianalisis menggunakan metode skoring untuk menghasilkan peta risiko bencana tanah longsor.

Kesimpulan

Keterlibatan warga lokal terhadap kegiatan pemetaan ini menciptakan sinergi antara pembuat peta dan warga lokal dapat terjalin sekaligus bentuk pengabdian akademisi terhadap masyarakat. Dari Kampung Adat Cireundeu, kami dapat belajar bagaimana nilai-nilai adat Sunda diterapkan untuk tata guna lahan yang ramah terhadap lingkungan dan alam sekitar. Selain itu, kami juga dapat menggali potensi pariwisata, UMKM, dan pertanian yang ada di Kampung Cireundeu melalui peta yang telah kami buat. Pembuatan peta kerawanan bencana juga dapat membantu masyarakat Kampung Cireundeu sebagai bentuk edukasi terhadap mitigasi bencana. Kami berharap hasil dari kegiatan ini dapat berguna untuk masyarakat sekitar dalam mengembangkan daerahnya.

Daftar Pustaka

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). (2015). Panduan FPIC untuk Pemetaan Partisipatif. Jakarta: AMAN.

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). (2018). Peran Kepemimpinan Adat dalam Pemetaan Partisipatif. Jakarta: AMAN.

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). (2020). Pemetaan Partisipatif dan Pengakuan Hak Atas Tanah Adat. Jakarta: AMAN.

Chambers, R. (2006). Participatory Mapping and Geographic Information Systems: Whose Map? Who is Empowered and Who is Disempowered? Who Gains and Who Loses? Electronic Journal of Information Systems in Developing Countries, 25(2), 1-11.

Departemen Pertanian Republik Indonesia. (2019). Laporan Studi Kasus Pemetaan Partisipatif di Kabupaten Kendal. Jakarta: Departemen Pertanian RI.

Dewi, S. (2017). Ritual Adat dalam Pemetaan Partisipatif: Studi Kasus di Papua. Jakarta: Pustaka Obor.

Hidayat, A. (2019). Resolusi Konflik Melalui Pemetaan Partisipatif di Nusa Tenggara Timur. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Mulyadi, A. (2018). Pemetaan Partisipatif untuk Perencanaan Pembangunan Berkelanjutan. Bandung: Alfabeta.

Nurhidayah, L. (2016). Integrasi Nilai Budaya dalam Pemetaan Partisipatif di Kalimantan. Jakarta: Yayasan Kehati.

Pramono, A. (2013). Transparansi dalam Pemetaan Partisipatif. Jakarta: Wahana Lingkungan Hidup Indonesia.

Prasetyo, L., & Yuliana, E. (2014). Pengetahuan Lokal dalam Pemetaan Partisipatif. Bogor: IPB Press.

Rambaldi, G., Kyem, P. A. K., McCall, M., & Weiner, D. (2006). Participatory Spatial Information Management and Communication in Developing Countries. The Electronic Journal of Information Systems in Developing Countries, 25(1), 1-9.

Safitri, M. (2010). Privasi dan Kerahasiaan Data dalam Pemetaan Partisipatif. Jakarta: Epistema Institute.

Sibarani, R. (2021). Peningkatan Partisipasi Politik melalui Pemetaan Partisipatif. Medan: Universitas Sumatera Utara Press.

Data Publications